Moshi-moshi, LittleChomper here!

Fic pertama LittleChomper disini, mohon dimaafkan jika terdapat banyak kesalahan.. *bow*


Warning: AU, typos, mungkin OOC, mengandung genderbend.


Disclaimer: LittleChomper sama sekali tak memiliki apapun disini, kecuali ide cerita. Naruto dan tokoh-tokohnya adalah milik Kishimoto-sensei.


Chapter 1

The Other Self

Naruto berjalan pulang dengan kecewa. Mungkin kecewa juga kurang tepat untuk menggambarkan suasana hatinya.

Patah hati?

Bukan juga. Naruto bukan baru saja putus dari pacarnya.

Kalau begitu kita sebut saja suasana hatinya amat sangat kecewa sekali. Abaikan pemborosan kata disini, ini hanya digunakan untuk menggambarkan suasana hati Naruto.

Ia seharusnya sudah bersiap menerima kenyataan ini. Sasuke Uchiha memiliki harga diri yang tinggi. Mustahil ia akan mengakui kegagalannya sendiri. Alih-alih ia malah melemparkan kekesalannya pada Naruto.

"Fuuh…" Naruto menghembuskan napas panjang. "Aku akan menyerah. "

##

"Naruto, kenapa kau pulang dalam keadaan basah seperti ini?" Namikaze Minato membuka pintu.

Naruto tak menjawab pertanyaan tou-sannya. Ia hanya tersenyum lemah pada tou-sannya.

"Aku hanya sedikit kehujanan, tou-san. Aku akan mandi dulu sebelum kita makan malam."

Minato hanya menepuk bahu Naruto pelan. "Bergegaslah kalau begitu, nanti kau bisa masuk angin."

Makan malam berlalu dalam keheningan. Minato hanya menatap Naruto penuh tanda tanya saat Naruto menghabiskan satu mangkuk nasi dan tidak meminta tambah seperti biasa, tapi ia tak menyuarakan keheranannya. Ada waktunya untuk bertanya, pikir Minato.

"Aku akan ke kamar lebih dahulu, tou-san. Tidak apa-apa aku tidak membantu untuk membereskan meja malam ini bukan?" Naruto bertanya dengan pelan. Tatapannya terlihat begitu sedih, hingga membuat Minato bangkit dan memeluknya.

"Kau akan bercerita pada tou-san?"

Naruto menggeleng. "TIdak sekarang, tou-san. Mungkin besok pagi."

"Baiklah kalau begitu." Minato melepaskan pelukannya.

##

Naruto merasakan kepalanya pusing sejak saat makan malam tadi, tapi ia menahannya. Ia tak ingin menambah kecamasan tou-sannya.

'Mungkin hanya karena hujan.' Pikir Naruto. Ia berbaring dan menarik selimutnya. 'Besok pasti sudah hilang.'

##

Pagi itu, kediaman keluarga Namikaze yang tenang dikagetkan dengan jeritan dari kamar tokoh utama kita.

"Kyaaaaa!"

Minato bergegas ke kamar putranya dengan khawatir. Apa yang terjadi sehingga ia menjerit pagi-pagi begini?

"Tou-san, apa yang terjadi?"

Putranya menatapnya dengan mata berkaca-kaca. Minato mengejapkan matanya sesaat untuk memastikan penglihatannya.

Oke, ralat lagi.

PUTRINYA menatapnya dengan mata berkaca-kaca.

"Oh my.. Akhirnya terjadi juga." Minato memegang dahinya.

Di tempat tidur yang tadinya milik putranya, kini ditempati oleh putrinya.

"Naruto, ada yang harus tou-san jelaskan padamu…."

##

"Na-chan akan dikirim kesini?" seorang pemuda dengan rambut merah berbicara di telfonnya. "Tak masalah, aku akan menjaganya, tou-san. Sudah tugas seorang kakak untuk menjaga adiknya."

"Tapi aku lebih tua darimu!" terdengar teriakan dari seberang telfon yang membuat Namikaze Kurama menjauhkan telfonnya dari telinganya.

"Tapi aku lebih tinggi darimu." Jawab Kurama dengan nada penuh kemenangan.

"Oh ya? Aku lebih cepat darimu." Lagi-lagi terdengar jawaban dari seberang telfon.

Kurama tersenyum. Naruto tak pernah mengalah dalam berdebat dengannya, dan sejujurnya ia tak mempermasalahkan hal itu. Ia hanya senang membuat saudaranya jengkel. "Terserahmu sajalah. Nanti beritahu aku jam berapa pesawatmu akan mendarat dan aku akan menjemputmu. Sudah dulu, teman-temanku sedang menungguku." Kurama bersiap menutup telfonnya.

"Hai.. Ja ne, otouto."

"Ja ne, imouto." Kurama langsung memutuskan panggilan sebelum ia tuli karena teriakan dari seberang telfonnya. Ia tersenyum sambil menatap telfonnya. Mereka tak pernah berubah, dari dulu hingga sekarang.

##

"Hati-hati disana ya? Tou-san tidak ingin kau memaksakan dirimu."

Naruto memeluk tousannya. "Aku akan baik-baik saja, tou-san."

"Yah, paling tidak disana ada Kurama. Dia bisa menjagamu."

Naruto menggembungkan pipinya. "Aku bisa menjaga diriku sendiri, tou-san. Bukan berarti setelah aku berubah aku menjadi lebih lemah!"

"Tou-san tahu." Minato mengacak rambut Naruto yang secara ajaib sudah memanjang dan kini mencapai bahunya. "Dan berjanjilah pada tou-san, jangan potong rambutmu."

"Hai..hai.."

##

"Konan-nee, bisa bantu aku berbelanja hari ini?" Kurama duduk sambil menikmati teh yang baru saja disajikan oleh Konan.

"Berbelanja?" Konan mengangkat alisnya, menyatakan keheranannya.

"Yap. Saudara perempuanku akan datang hari ini. Ia akan tinggal bersamaku, tapi kamar yang akan dia tempati masih kosong tanpa perabot apapun. Konan-nee bisa membantuku bukan? Aku benar-benar tidak paham dengan selera perempuan."

Konan tersenyum lembut. "Tentu. Apa warna kesukaannya?"

Kurama berpikir sesaat. "Dia suka orange, Konan-nee."

"Kapan dia akan datang?"

"Hmm.." Kurama melirik jam tangannya. "Malam ini?"

"Apa? Kenapa tidak bilang sejak tadi?" Konan segera bangkit, berlari ke kamarnya menyambar dompet dan kunci mobil. "Anata, aku akan pergi berbelanja sebentar!" teriaknya.

Salah satu pintu kamar terbuka, menampakkan seorang laki-laki dengan rambut orange dengan wajah kusut. "Ya, hati-hati di jalan!"

Namun teriakannya tidak mendapatkan sahutan karena Konan kelihatannya sudah meninggalkan apartemen. Kurama tertawa kecil.

"Jadi kapan saudara perempuanmu akan datang?" Yahiko keluar dari ruangannya dan menghempaskan diri di salah satu sofa disamping Kurama.

"Malam ini." Ulang Kurama.

"Dia normal, bukan?"

Kurama terdiam sesaat sebelum akhirnya ia tertawa terbahak-bahak. "Normal? Naruto? Benua Asia harus terbelah tiga sebelum Naruto bisa menjadi normal." Ucapnya di sela-sela tawa.

Yahiko mengerutkan keningnya. "Jadi, dia seperti apa?"

"Seorang agen yang sebelumnya laki-laki dan tiba-tiba berubah menjadi perempuan. Mengenai sikapnya, bayangkan saja kaa-san."

"Oh tidak…" Yahiko menutup matanya. "Tunggu, berubah menjadi perempuan? Jadi sebelumnya dia laki-laki?"

Kurama mengangguk. "Yahiko-san tahu kalau kami berasal dari program bayi tabung bukan?"

"Ya. Kushina-san dan Minato-san memutuskan untuk mencoba program bayi tabung setelah bertahun-tahun menikah dan tak kunjung punya anak." Yahiko menjawab.

"Nah, Naruto dan aku berasal dari tabung yang berbeda, karena itu kami lahir sebagai kembar tak identik. Tapi ternyata saat masih dalam tabung, Naruto mengalami sedikit kecelakaan."

"Maksudmu?"

"Orochimaru." Jawab Kurama pendek.

"Aah.. aku ingat. Saat itu ketua dari lab organisasi kita adalah Orochimaru. Apa ia melakukan sesuatu?"

"Menurutnya tabung Naruto terkena sinar X,-" Kurama menatap Yahiko yang memutar bola matanya, "itu penjelasannya, Yahiko-san. Dan jangan tanyakan padaku kenapa namanya sinar X. menurutnya mungkin saja nanti Naruto yang awalnya laki-laki dengan kata lain memiliki kromosom XY akan berubah dan memiliki kromosom XX."

"Hoo.." mulut Yahiko membulat. Ia berpikir sejenak sebelum menambahkan, "Kau yakin saudara perempuanmu ini tak akan berubah menjadi Powerpuff Girl, bukan?"

"Mustahil." Kurama mengangkat kedua tangannya dengan dramatis. "Mereka terbuat dari segala sesuatu yang 'manis dan menyenangkan', sementara Naruto kelihatannya terbuat dari segala sesuatu yang 'pedas'."

"Kau tidak menyangkal kalau dia menyenangkan."

"Tentu saja tidak!" Kurama menjawab cepat. "Dia adalah saudaraku satu-satunya dan hanya dia yang paling bisa memahamiku."

Lagi-lagi Yahiko mengangguk. "Ngomong-ngomong, dia level berapa?"

"Level C. Dan itu hanya karena tou-san tak mengizinkan kami naik ke level yang lebih tinggi."

##

Naruto meregangkan tubuhnya yang pegal setelah beberapa jam berada di pesawat. Ia menyalakan handphonenya dan menelfon Kurama.

"Ku-chan? Aku sudah sampai. Kau ada dimana?"

"Di belakangmu, Na-chan."

Naruto berbalik tepat sebelum Kurama menepuk pundaknya.

"Ku-chan!" Naruto langsung melompat dan memberikan pelukan erat pada Kurama.

"Easy, Na-chan. Kau akan meremukkan tulangku jika kau memelukku seperti itu." Kurama tertawa sambil membalas pelukan Naruto.

Naruto melepaskan pelukannya dan menatap Kurama, adik kembarnya. Jika Naruto sangat mirip dengan Minato, maka Kurama sangat mirip Kushina dengan rambut merah dan iris violetnya. Akan tetapi sikap mereka sangat bertolak belakang. Naruto berkepala panas, cepat marah, dan selalu mendahulukan tindakan daripada berpikir, persis seperti Kushina. Sementara Kurama tenang, selalu terkendali, dan menganalisa sesuatu sebelum memutuskan untuk bertindak.

Kurama menjauhkan Naruto darinya dan mengamati Naruto dengan seksama.

"A-ada apa?" Naruto bertanya dengan gugup. Sejujurnya ia khawatir dengan tanggapan KUrama terhadap dirinya yang tiba-tiba saja berubah menjadi perempuan.

Kurama hanya tersenyum. "Not bad, sist. Kau lumayang cantik." Ucapnya. "Dan kelihatannya tanda lahir seperti kumis kucing yang ada di pipimu menghilang."

Naruto ikut tersenyum dengan lega. "Syukurlah kalau kau bilang begitu. Aku sangat khawatir dengan reaksimu saat melihatku seperti ini."

Kurama yang lebih tinggi sekepala dari Naruto menepuk pelan kepalanya. "Laki-laki atau perempuan, kau tetap Na-chan dan saudaraku satu-satunya."

"Arigatou, Ku-chan."

Kurama kemudian mengangkat koper yang ada disebelah Naruto. "Apa isinya? Kau sudah berbelanja pakaian yang pantas bersama tou-san bukan?"

"ehehehe…" Naruto menggaruk kepalanya yang tidak gatal dengan malu-malu. "Kau tahu kalau kami berdua adalah laki-laki, dan kami tidak pernah berbelanja pakaian perempuan sebelumnya, dan pakaianku masih bisa kupakai, dan aku masih nyaman dengan kaos dan jeans, dan…"

"Cukup." Kurama menghela napas. "Aku akan meminta bantuan Konan-nee untuk menemanimu berbelanja pakaian perempuan yang pantas. Bukan kaos dan jeans."

"Konan-nee?"

"Tetanggaku. Ia dan Yahiko-san juga agen, tapi kehidupan sehari-hari mereka relatif normal, jadi kita bisa minta bantuan mereka."

"Un, baiklah." Naruto berjalan mengikuti Kurama, sebelum menyadari sesuatu. "Ku-chan, biar aku yang bawa koperku!"

"Kau sekarang sudah perempuan, Na-chan. Jadi biarkan aku bersikap seperti gentleman dan membawakan kopermu."

Naruto terdiam saat mendengarkan jawaban dari Kurama. Ia berniat membantah, tapi kemudian menyadari kebenaran kata-kata Kurama. Akhirnya Naruto mengikuti KUrama dengan tenang.

##

Beberapa bulan kemudian…

"Ku-chan, lihat ini! Yahiko-san memberikanku misi!" Naruto dengan santai mendobrak pintu kamar Kurama.

Kurama yang sedang membaca buku mengangkat kepalanya. "Misi apa?"

Naruto melirik dokumen yang sedang dipegangnya. "Menyelamatkan seorang anak milioner yang diculik."

"Namanya?"

"Sabaku Gaara. Dan penculiknya bernama Sakon." Naruto menatap Kurama. "Kau kenal dia?"

"Siapa? Korbannya atau penculiknya?"

"Keduanya."

Kurama meletakkan bukunya dan mengambil note nya yang terletak disampingnya, mengetik sesuatu, dan melemparkan note nya kepada Naruto.

Naruto menangkap note yang dilemparkan oleh Kurama dan membaca data yang tertera disana. "Jadi dia seumuran denganku? Bagaimana dengan penculiknya?"

Kurama mengangkat bahunya. "Aku tak kenal. Mungkin hanya maniak biasa."

Naruto melirik kembali data yang ada ditangannya, kemudian menatap Kurama dengan puppy eyesnya yang khas.

Kurama menghela napas. "Baiklah, kau boleh pergi,-"

"Yaay!"

"Tapi,-"

"Huh?"

"Aku ikut bersamamu."

Naruto melipat tangannya di depan dadanya. "Tidak mau. Aku bisa pergi sendiri. Lagipula tadi kau bilang kalau penculiknya cuma maniak biasa, bukan?"

Kurama menatap Naruto dengan tegas. "Terima syaratku atau tolak misinya."

"Aaarrgh! Oke..oke.. Kau yang menang!"

##

Naruto dan Kurama berjalan mengendap-endap masuk ke sebuah gedung kosong.

"Ingat, Na-chan. Gedung ini ada lima lantai, dan Sabaku-san ada di lantai tiga. Polisi sudah mengepung daerah ini diam-diam dan penculik itu tidak punya kesempatan untuk lolos. Tapi kita harus tetap mempertimbangkan kemungkinan ia mempunyai senjata."

"Kesimpulannya?"

"Kau harus berhati-hati." Kurama menyerah. Naruto tak akan mau mendengar ataupun mengikuti rencana yang rumit.

"Aku hanya harus menghajar Sakon itu dan membebaskan Gaara." Naruto berkata sambil menyeringai.

"Naruto, kau harus berhati-hati. Aku tak ingin kau terluka lagi."

Naruto mengangguk dengan ekspresi serius. Jika Kurama menggunakan nama lengkapnya dan tidak memanggilnya 'na-chan' seperti biasa, maka berarti Kurama bersungguh-sungguh.

"Kalau begitu kau tunggu di jenjang tingkat dua, Ku-chan. Kau berjaga-jaga jika ada kemungkinan ia berhasil kabur dariku walaupun itu mustahil."

Kurama hanya mengangguk. Mereka kembali mengendap-endap menaiki jenjang.

##

"Oi, apa kau tahu? Otou-sama tersayangmu menolak untuk membayar uang tebusanmu." Seorang laki-laki dengan rambut putih duduk sambil memegang sepucuk senjata api.

Lawan bicaranya, seorang pemuda dengan rambut kemerahan dan bola mata berwarna hijau pucat dengan tato 'ai' di bagian kiri dahinya menatapnya dengan tatapan datar.

"Apa seharusnya aku membunuhmu saja ya? Toh kau tak ada gunanya." Gumam laki-laki itu.

Gaara yakin, siapapun penculiknya ini pastilah tidak stabil secara mental. Ia sudah berusaha sejak tadi melepaskan ikatannya, tapi penculiknya mengambil pelajaran dari usaha Gaara untuk melarikan diri kemarin dan sekarang mengikatnya dengan lebih erat.

'Tou-sama tak akan menyelamatkanku.' Batin Gaara. Bagi tou-sama nya, jika ia tak bisa bertahan, maka ia tak bisa menjadi pewarisnya. Karena itulah semenjak kecil Gaara sudah dilatih dengan keras. Seharusnya penculik bukan masalah besar bagi Gaara, tapi kali ini ia lengah sehingga laki-laki itu bisa meringkusnya.

Gaara mendengar suara gemerisik kecil dari arah tangga, dan segera mengamati arah suara itu diam-diam. Penculiknya, yang mengaku bernama Sakon membelakangi tangga dan tidak memperhatikan kalau ada yang mendekat dari arah tangga.

Seorang gadis dengan rambut pirang dan iris mata biru yang indah menatapnya. Gadis itu tersenyum kecil dan memberi isyarat agar Gaara tetap diam dengan menempelkan telunjuk ke bibirnya. Gaara memperhatikan saat gadis itu mengendap tanpa suara ke belakang Sakon dan tiba-tiba saja sudah menempelkan sebilah pisau di lehernya.

"Diam dan ikuti perintahku jika kau tidak ingin terluka." Gadis itu berkata dengan nada tegas.

Sayang sekali, ia berhadapan dengan seorang maniak, bukan manusia biasa yang bisa berpikir rasional.

Sakon memutar tubuhnya dan menendang tangan gadis itu yang memegang pisau hingga pisaunya terlempar. Gadis itu melompat kebelakang dan menyiapkan kuda-kudanya. Tapi Sakon tidak berniat bertarung dengan tangan kosong. Ia mengeluarkan senjatanya dan mengokangnya.

Gadis itu sama sekali tak terlihat ragu. Tepat saat Sakon menembakkan pelurunya ke arah kepala gadis itu, dengan kecepatan luar biasa gadis itu menghindarinya dan maju. Gadis itu balas menendang tangan kiri sakon yang memegang senjatanya dan begitu senjata itu terjatuh, gadis itu segera menendang senjata itu jauh-jauh.

Sakon menggerung murka. Ia maju menyerang gadis itu, tapi gadis itu sudah siap. Ia menangkis pukulan sakon dengan tangannya dan mengarahkan tendangan ke arah ulu hati Sakon. Tendangan itu efektif membuat Sakon terbungkuk. Saat Sakon terbungkuk, gadis itu memukul bagian belakang leher Sakon, membuat Sakon tidak sadarkan diri.

Setelah memastikan lawannya memang sudah tidak sadar dan bukannya pura-pura, gadis itu menghela napas lega dan berjalan ke arah Gaara setelah sebelumnya memungut pisaunya dan pistol Sakon yang tadi ditendangnya.

"Hai, aku Naruto. Kau pasti Gaara!" Gadis itu berkata dengan ceria.

"Hai juga, Naruto." Gaara tersenyum kecil.

Naruto memotong tali yang mengikat Gaara dan memeriksa tangan Gaara yang memerah karena terlalu lama terikat.

"Kau baik-baik saja? Tidak kesemutan?" Naruto bertanya dengan khawatir.

"Aku baik-baik saja." Gaara menjawab cepat. "Apa yang akan kau lakukan dengan senjata itu?" tanyanya saat melihat Naruto menimbang-nimbang senjat itu ditangannya.

"Colt kaliber 0.36." gumam Naruto. "Aku ingin memilikinya sih, tapi yang ini harus diserahkan ke pihak kepolisian sebagai barang bukti." Naruto berkata dengan kecewa.

"Aku bisa membelikannya untukmu jika kau mau." Tawar Gaara. "Sebagai ucapan terima kasih karena kau sudah menyelamatkanku."

Naruto menatapnya dengan mata bersinar, tapi hanya sebentar. "Tidak..tidak.. Walaupun tawaranmu itu sangat menggiurkan, tapi aku tak boleh menerima hadiah dari klienku. Lagipula kau baru akan dihitung selamat begitu kau sampai di rumahmu." Naruto menyimpan pistol itu di tas kecil di pinggangnya dan menggandeng tangan Gaara.

"Berhenti! Atau aku akan meledakkan gedung ini!" terdengar teriakan.

Naruto berbalik dengan kaget dan mendapati Sakon berdiri disamping setumpuk dinamit siap ledak dengan korek api menyala ditangannya.

"Hei, aku sudah memukulmu, bagaimana kau masih bisa sadar?"

"Diam!" Sakon memegang korek api itu dengan tangannya yang gemetaran.

"Oi..oi..hati-hati!"

Namun peringatan Naruto tak ada artinya. Sakon menjatuhkan korek apinya ke tumpukan dinamint itu sambil tersenyum. Bukan senyum bahagia, tapi senyum gila.

"Ku-chan, lari!" Naruto berteriak sebelum menarik tangan Gaara dan membawanya melompat melalui salah satu jendela yang terbuka.

DUAAR!

##

Kurama sempat mendengar teriakan Naruto. Ia ingin mengecek, tapi saat mencium bau yang sudah dikenalnya, ia paham arti peringatan Naruto. Ia berlari secepat yang ia bisa dan ia berhasil keluar tepat saat gedung itu meledak dan runtuh dihadapannya.

"Mana Naruto?" Yahiko-san yang berperan sebagai pengawas berlari mendekati Kurama yang terpana menatap gedung yang runtuh itu.

Kurama tersentak. "Cari di sekeliling gedung ini, Yahiko-san, aku yakin Naruto sempat menyelamatkan dirinya dengan melompat dari salah satu jendela."

"Tapi ia berada di lantai tiga!" Yahiko berteriak putus asa kepada punggung KUrama yang berlari menjauh.

Kurama tak memperdulikan teriakan itu. Ia berlari kesamping gedung sambil meneriakkan nama saudaranya.

"Na-chan! Na-chan!"

Kurama mendengar suara erangan tak jauh dari semak-semak dihadapannya. Ia berlari ke arah sana dan mendapati saudaranya terkapar sambil memeluk seorang pemuda berambut merah yang juga tak sadarkan diri. Dilihat dari posisinya, jelas saja Naruto berusaha melindungi pemuda itu saat mereka jatuh. Kurama bersyukur ada semak-semak yang menahan jatuhnya Naruto. Setidaknya itu berhasil menyelamatkan nyawanya.

"Yahiko-san! Mereka ada disini!"

##

Minato mengemasi barang-barangnya seperlunya. Telfon dari Kurama yang mengatakan kalau Naruto sedang dalam keadaan kritis karena terjun bebas dari lantai tiga membuatnya panik. Ia sudah berjanji pada Kushina akan melindungi anak-anak mereka dan jika sesuatu yang buruk terjadi pada anak-anak mereka, Minato yakin Kushina akan mengutuknya dari alam sana.

Perjalanan dari bandara ke rumah sakit yang hanya setengah jam terasa seperti berjam-jam bagi Minato. Ia berusaha terlihat tenang, tapi tetap saja jantungnya berdetak cepat tak karuan.

"Tou-san!" Kurama menemuinya di depan ruangan operasi.

"Bagaimana keadaannya?"

Kurama menggeleng. "Dokter belum mengatakan apapun."

"Lalu, keadaan korban itu sendiri bagaimana?"

"Orang-orang boleh saja mengatakan kalau itu keajaiban, tapi menurutku itu karena Naruto melindunginya. Ia hanya terkena luka gores di beberapa bagian tubuhnya." Kurama terduduk. Kedua tangannya memegang kepalanya. "Gomene, tou-san."

Minato duduk disamping putranya dan meletakkan tangannya dibahu Kurama. "Kau tahu itu bukan salahmu."

Kurama hanya diam sambil menunduk. Tiba-tiba lampu yang menyala diatas pintu ruangan operasi itu padam, menyatakan kalau operasinya sudah selesai. Seorang dokter keluar dari ruangan itu.

"Kalian keluarga dari Uzumaki Naruto?"

Minato dan Kurama serentak bangkit.

"Operasinya berhasil, tapi tetap saja dia masih belum melewati masa kritisnya. Kita hanya bisa mengawasinya selama beberapa hari ini. "

"Baka Na-chan.." gumam Kurama.

##

"Tou-san, benarkah Na-chan sudah sadar?" Kurama menelfon Minato saat menerima pesannya yang mengatakan Naruto sempat sadar.

"Ya, dia sempat sadar sesaat dan menanyakan dirimu serta korban penculikan itu, tapi beberapa saat kemudian ia tak sadarkan diri lagi." Terdengar jawaban Minato.

"Aku akan kesana sekarang, tou-san."

Minato terdengar tidak setuju. "Bagaimana dengan sekolahmu?"

"Na-chan lebih penting daripada apapun." Jawab Kurama pendek.

Kurama bisa mendengar Minato menghela napas diseberang sana. "Baiklah, hati-hati di jalan. Kau akan naik kesini?"

"Taksi."

Kurama langsung mengemasi bukunya dan menyandang tasnya keluar dari kelas begitu Minato memutuskan telfonnya.

"Kau mau bolos, Kurama?" Salah seorang temannya bertanya saat Kurama berada di pintu kelas.

"Yup."

"Ke rumah sakit?"

"Yup."

Temannya langsung paham saat mendengar jawaban Kurama yang pendek-pendek. Ia memukul lengan Kurama pelan.

"Sampaikan salamku pada Naruto ya?"

Kurama hanya melambaikan tangannya.

##

Jiraiya membawa dua gelas kopi yang masih mengepulkan asap. Dilihatnya Minato masih duduk disamping Naruto, tidak beranjak dari posisi itu.

"Minato, kau harus istirahat. Aku akan menggantikanmu. Kau belum makan sejak semalam bukan?"

Minato hanya menggeleng dan Jiraiya memutuskan tidak akan memaksanya. Ia paham dengan perasaan Minato karena ia sendiri juga sangat mencemaskan keadaan Naruto.

"Apa yang sedang kau lakukan di London, sensei?"

Jiraiya tersentak dari lamunannya saat mendengar pertanyaan Minato. Jiraiya tersenyum pahit. "Masih mengejar orang yang sama."

"Orochimaru?"

"Siapa lagi?"

Minato tersenyum lelah. "Kau tidak pernah menyerah, sensei."

"Jika aku menyerah, Tsunade juga tak akan kembali, kau tahu."

"Tsunade-sama juga masih menghilang?"

Jiraiya memutar bola matanya. "Menghilang? Kau bisa menemukannya jika kau mau menyelidiki setiap kasino di Las Vegas. Aku mempertaruhkan seluruh royalty icha-icha ku kalau ia masih berada di kota itu. Ia hanya tak ingin kembali ke organisasi karena itu mengingatkannya pada Nawaki dan juga Dan."

Minato terdiam mendengar jawaban Jiraiya.

"Na, Minato?"

"Ada apa, sensei?"

"Apa kau tak akan kembali ke organisasi? Mereka pasti akan menerimamu dengan senang hati."

"Saat Kushina hamil dahulu, kami sudah memutuskan kami akan berhenti, sensei. Lagipula saat ini aku sudah merasa nyaman dengan menjadi pengacara."

"Aku tahu, tapi tetap saja,-"

"Na-chan!" pintu ruangan Naruto terbuka, menampakkan Kurama yang bernapas tersengal-sengal. Jelas kalau dia baru saja berlari.

"Kurama, kecilkan suaramu." Minato menegurnya pelan.

"Ah, maafkan aku, tou-san."

"Yo, gaki!"

Kurama menatap kaget. "Jiraiya-jiisan? Kau sedang di London?"

Jiraiya terkekeh. "Kenapa kau kaget begitu? Memangnya aku tak boleh berada di London?"

"Bukan begitu, jii-san. Hanya saja terakhir kau mengatakan kau sedang berada di hutan Amazon mengejar beberapa ekor ular berbisa."

"Ular berbisa itu kelihatannya sudah tidak berada di Amazon lagi."

"Hoo.." Kurama membulatkan mulutnya.

"Ku-chan?" terdengar gumaman kecil.

"Na-chan!" Kurama dan Minato serentak menatap Naruto yang baru saja membuka matanya. Minato menekan tombol intercom untuk memanggil dokter.

"Bagaimana perasaanmu?"

Naruto terlihat kaget. "Tou-san juga disini? Dan…" Naruto mengalihkan pandangannya. "Ero-jiiji?"

"Oi gaki, bagaimana kalau kau mulai meniru saudaramu dan memanggilku Jiraiya-jiisan?"

Naruto tak menjawab. Ia menatap Kurama yang berdiri disamping tempat tidurnya dengan ekspresi cemas.

"Ku-chan, aku punya permintaan kepadamu."

"Apa, Na-chan?"

Naruto terlihat ragu mengatakan permintaannya.

"Ayolah, Na-chan. Katakan permintaanmu. Aku akan mengabulkannya."

Naruto menghela napas sebelum berkata tegas.

"Bunuh aku, Ku-chan."


Done untuk chapter 1.

Please review, minna? *puppy eyes*