Sengoku BASARA punya © Capcom. Date Masamune punya… © Capcom juga.

Yours?

saya persembahkan untuk semua fans-nya Dokuganryuu~!

POV = sudut pandang orang pertama


Aku sedang duduk sendirian di kelas. Kelas sekarang terasa sangat sepi. Hari yang indah. Begitulah respon pertamaku saat memandang keluar jendela dan memandang langit sore yang berwarna oranye keemasan. Aku dapat merasakan aliran angin yang berdesir lembut melewati wajahku dan membuat rambutku menari-nari dengan bebas.

Benar-benar hari yang indah.

Di tengah lamunanku, aku dapat mendengar suara decitan sepatu yang cukup pelan. Aku menoleh, dan orang yang kulihat sedang berdiri di pintu sambil tersenyum ke arahku. Rambut coklatnya berkibar tertiup angin, dan perlahan berjalan ke arahku. Masih dengan senyuman khasnya.

Deg!

Semakin dekat…

Deg! Deg!

Sudah sangat dekat…

Deg! Deg! Deg!

Semburat merah tipis muncul di kedua pipiku.

Wajahku memanas…

Sosok itu berdiri dekat sekali denganku. Dia membungkuk. Aku dapat merasakan hembusan napasnya di daun telingaku. Aku dapat merasakan bibirnya menyentuh telingaku.

"Hei…"

Dia berbisik lembut di telingaku.

"Kalau pelajaran sedang berlangsung, jangan bengong ya."

"Hah?"

.

.

.

"KALAU PELAJARAN SEDANG BERLANGSUNG, JANGAN BENGONG!"

Aku memutar kepalaku ke arah sumber suara. Sial, lagi-lagi ketahuan.

"Nanti saat sekolah usai, datangi sensei di ruang guru!"

Hideyoshi-sensei, guru pelajaran IPA tiba-tiba berteriak padaku. Lagi-lagi itu hanya sebuah fantasi.

Aku melamunkan Masamune-sensei, guru Bahasa Inggris super beken di sekolahku. Saking bekennya, tidak ada satu pun murid di sini yang tidak kenal dengannya. Semua gadis juga jatuh cinta padanya. Tapi maaf saja, aku tak pernah tertarik dengan laki-laki.

Aku melamunkan Masamune-sensei, karena akhir-akhir ini aku mendapat sebuah mimpi aneh. Mimpi yang selalu terngiang di kepalaku. Kalimat yang diucapkannya dalam mimpiku benar-benar kalimat serius.

"Kau adalah milikku—"

"No one can steal you from me—"

Masamune-sensei mendesakku hingga menabrak tembok. Dia meletakkan kedua tangannya di tembok, membuat halangan untukku supaya aku tak bisa ke mana-mana. Dia mendekat dan membisikkan kedua kalimat di atas berulang kali sampai aku bangun dari alam mimpi.

"Hihi, kau melamun lagi, ya?" goda sahabatku, Kanade Hiroshima, yang duduk di sebelahku. Aku hanya menyuruhnya diam sambil mengucek kedua mataku pelan.


Aku adalah salah satu murid terpopuler di sekolah. Aku terkenal karena kepintaranku. Aku ahli dalam segala hal. Walaupun aku sedikit tomboy, banyak sekali laki-laki yang menyukaiku. Aku benar-benar populer. Tapi jika dibandingkan dengan Masamune-sensei, beliau lebih populer lagi.

Date Masamune. Beliau masih muda, dan terkenal karena ketampannannya, tentu saja. Aura yang dipancarkannya selalu berhasil membuat para gadis histeris. Ia selalu tampil cool—meski seragamnya lusuh pun, ia masih kelihatan cool. Sifatnya yang cukup ramah juga disenangi oleh seluruh murid. Tapi jangan salah, sebenarnya beliau itu orang yang gila party. Kenapa kukatakan begitu? Karena aku pernah tidak sengaja melewati rumah sensei, dan melihatnya berpesta pora dengan teman-temannya dan beberapa guru. Kemudian, karena kondisi fisiknya. Mata kanannya ditutupi oleh sebuah eyepatch hitam yang telah menambah daya tariknya. Ia pernah cerita pada murid-murid di kelasku bahwa matanya terluka parah saat terjadi pemberontakan di kampung halamannya, makanya ia menutupinya. Walaupun matanya ditutupi, tapi tetap saja ketampannannya tak tertandingi. Semua gadis akan menjerit histeris jika melihat Masamune-sensei.

Hari ini, aku dapat giliran piket. Seperti biasa, semua teman piketku pasti akan absen, meninggalkanku mengerjakan tugas sendirian. Aku hanya pasrah. Pasalnya, aku sudah terbiasa melakukan tugas piket sendirian. Tapi sebelum aku piket, aku harus mendatangi Hideyoshi-sensei dulu. Gawat.

Aku berjalan dengan cepat ke ruang guru. Aku menggeser pintu dengan pelan, dan menemukan Hideyoshi-sensei yang sedang asyik meminum kopinya. Aku berusaha setenang mungkin, kemudian berjalan mendekatinya.

"Hideyoshi-sensei—"

"Lagi-lagi kau melamun saat pelajaran sensei! Ada apa? Apa kau sedang ada masalah?" Aku sangat, sangat terkejut saat mendengar pertanyaan Hideyoshi-sensei. Bukan hanya karena pertanyaan terakhirnya, tapi nada bicaranya benar-benar berbeda dari biasanya.

"Aku tidak apa-apa, sensei. Maaf karena tadi aku melamun selama pelajaran sensei," kataku dengan tenang.

"Tapi kalau kau keseringan melamun, nilaimu bisa menurun,"

"Aku tahu…"

Setelah obrolan panjang kami berakhir, aku membungkuk pada Hideyoshi-sensei dan pergi dari ruang guru. Aku menutup pint, kemudian melipat kedua lengan seragamku yang panjang dengan dan berlari dengan kencang ke gudang untuk mengambil semua peralatan untuk piket—sapu, kemucing, ember, kain lap dan pel.

Aku mengangkut semuanya sendirian. Memang berat, tapi siapa peduli?

Setelah beberapa saat, akhirnya aku sampai di kelas. Aku mulai membersihkan papan tulis, menyapu, dan mengelap kaca jendela kelas. Dilanjutkan dengan mengepel dan merapikan bangku kelas.

Setelah semua selesai, aku mengembalikan semua peralatan ke gudang dan kembali ke kelas untuk mengambil tas dan pulang. Tapi karena aku merasa lelah, jadi aku memutuskan untuk duduk di kursiku sebentar—yang kebetulan bersebelahan dengan jendela yang kubuka tadi.

Aku memandang keluar jendela. Sore itu benar-benar cerah. Aku dapat merasakan aliran angin yang berdesir lembut melewati wajahku dan membuat rambutku menari-nari dengan bebas.

Di tengah lamunanku, aku dapat mendengar suara decitan sepatu yang cukup pelan. Aku menoleh, dan orang yang kulihat sedang berdiri di pintu sambil tersenyum ke arahku. Rambut coklatnya berkibar tertiup angin, dan perlahan berjalan ke arahku. Masih dengan senyuman khasnya.

Tunggu dulu.

I—ini, 'kan…?!

Grek!

Aku segera bangkit dari kursiku, dan sadar bahwa apa yang sedang terjadi sekarang ini benar-benar mirip dengan yang ada di mimpiku.

"Hm? Ada apa? Apakah sensei mengganggumu?" tanya Masamune-sensei dengan nada tidak berdosa. Aku hanya menggelengkan kepala, kemudian kembali duduk dengan tenang. Masamune-sensei duduk di mejaku sambil menatapku.

"Hm," beliau tersenyum lagi. "Kau sangat rajin, ya…"

"Benarkah? Terima kasih, sensei," balasku sambil berdiri lagi dari kursiku. Tampaknya Masamune-sensei kurang nyaman dengan sikapku. Ia menggaruk leher bagian belakangnya dengan sedikit gugup.

Tiba-tiba, aku merasakan aura aneh. Atmosfir aneh yang memenuhi ruang kelasku secara mendadak. Aku menatap Masamune-sensei. Beliau menatapku dengan tatapan yang eneh juga. Aku mundur beberapa langkah, dan pada saat yang bersamaan, Masamune-sensei turun dari mejaku dan mendekatiku—masih dengan tatapan 'aneh'nya.

Tatapan penuh aura. Aura… seekor naga?

Ah, bukan! Ini hanya perasaanku!

Pikiranku bercampur aduk. Rasanya lantai tempatku berpijak telah mencair, dan aku kehilangan keseimbangan untuk berjalan. Semua pikiranku seakan lenyap sekejap saat aku sadar bahwa aku sudah menabrak tembok. Matilah aku. Aku tak bisa lari ke mana-mana lagi, dan Masamune-sensei masih terus mendekatiku. Aku hanya bisa bersandar ketakutan di tembok. Keringat membasahi keningku.

Masamune-sensei menaruh kedua tangannya pada tembok, berusaha menghalangiku agar aku tak dapat pergi ke mana-mana. Aku hanya menatapnya dengan tatapan kosong. Wajahnya sangat dekat. Aku bahkan tak pernah melihat wajah beliau sedekat ini. Aku dapat merasakan napasnya yang memburu.

Ia mendekatkan wajahnya pada leherku. Aku dapat merasakan bibirnya menempel di telingaku, dan napasnya yang menghangatkan daun telingaku. Aku melirik ke arahnya sekilas, dan yang saat itu dapat kulihat adalah satu.

Senyuman lebar yang cukup menakutkan. Ia melirik sekilas ke arah lain—ke arah bibirku yang merona.

DAG DIG DUG DAG DIG DUG

"Kau adalah milikku—"

"…Hah?!"

Masamune-sensei mendekat. Tunggu dulu! Dia hendak menciumku!

"No one can steal you from me—"

"…HAAAH?!"

Aku berteriak dengan kencang dan langsung mendorong sosok tinggi di hadapanku.

Dan baru sadarlah aku, bahwa yang barusan itu adalah mimpi. Aku selalu bangun sebelum adegan pentingnya.

"…Eh?" Aku mengedipkan mataku berulang kali, berusaha mencerna semuanya. Dan aku bersyukur bahwa yang tadi itu adalah mimpi sungguhan. Aku masih memakai tank top putihku, celana hitam pendekku, dan aku masih berbaring di atas kasurku yang empuk dan sudah sangat berantakan. Pasti karena mimpi itu…

Aku menyambar jam alarm di sampingku. Masih jam 04:10. Aku berusaha untuk tidur lagi, tapi tak bisa. Memejamkan mata saja susah. Aku menatap langit-langit kamar gelapku dengan tatapan kosong. Aku merasa… jantungku berdegup dengan kencang. Kencang sekali.

Dan aku masih berusaha meyakinkan diriku bahwa yang barusan adalah mimpi.

.

.

.

"Sepertinya… semalam kau kurang tidur, ya?" tanya Kanade saat melihatku. Kondisi saat ini benar-benar kacau—rambutku masih agak berantakan, seragamku tidak rapi, dan yang lebih parah. Wajahku berubah menjadi kusam, tidak berseri-seri seperti biasanya.

"Bu—bukan…" jawabku dengan loyo. Aku merebahkan kepalaku ke atas meja. Ingin rasanya aku tidur lagi. Sekarang.

"Hm… atau mungkin karena mimpi itu?" tebak Kanade. Aku tahu ia hanya asal tebak, tapi tebakannya benar kali ini. Aku hanya mengangguk lemas.

"Ah," Kanade berhenti bicara dan langsung menoleh ke arah pintu geser kelasku yang terbuka. "Hei, Masamune-sensei datang!" Perkataan Kanade refleks membuatku mengangkat kepala dengan cepat.

"Good afternoon, everyone!" kata Masamune-sensei. Ya, setiap kali akan mengajar, beliau akan mengucapkan salam menggunakan Bahasa Inggris. Biasanya ia akan menatap seisi kelas setelah selesai mengucap salam, tapi aku merasa aneh. Kenapa?

Setelah mengucapkan salam, Masamune-sensei menatapku sambil tersenyum. Dan hal itu refleks membuatku merinding. Teman perempuan yang duduk di belakangku—yang bernama Chiya Tsukimori, yang juga sangat mengagumi Masamune-sensei—menarik pelan kursiku sambil berkata: "M—Masamune-sensei ngelihatin kamu, lho!"

Aku hanya bisa memegang kepalaku, sweatdrops sambil berpikir: "MENYERAMKAN."

"Hm," Masamune-sensei tersenyum lembut. Aku balas menatapnya. Rasanya seperti hanya kami berdua di kelas ini. Rasanya kosong. Sangat kosong. Padahal kami berdua sedang dipandang oleh lebih dari 30 siswa! Rasanya seperti… aku sedang mengapung di atas awan, padahal aku sedang duduk di kursi kayu!

'ANEH!' pikirku. Pikiranku melayang-layang ke mana-mana. Tunggu, jangan-jangan… sensei menertawakanku?! Aku memandang diriku. Benar-benar berantakan. Sangat jauh dari imej diriku yang sesungguhnya. Aku memasukkan seragamku ke dalam rok dan cepat-cepat merapikan rambutku dengan tangan secepat mungkin.

"Cieeeh! Suiiit suiiit!" Suara siulan teman-teman sekelasku berhasil membuyarkan semua fantasiku. Aku dengan agak marah berdiri dari kursiku dan menyuruh semua temanku untuk diam. Masamune-sensei hanya tertawa pelan. Jangan tertawa, bantu aku menyuruh mereka diam, dong! Aku malu, tahu! Memangnya sensei tidak malu?!

Lebih sialnya lagi, sebelum pelajaran Bahasa Inggris usai, Masamune-sensei ingin menemuiku di kelas, dan ia minta agar setelah sekolah usai, aku tetap di kelas. Dan permintaan sensei disambut hangat oleh teman-temanku dengan siulan dan sorakan.

Ini benar-benar kiamat!

.

.

.

Seusai sekolah, seperti permintaan sensei, aku menunggu di kelas. Aku melirik arlojiku. Jam 04:00, kemudian aku menatap keluar jendela. Entah kenapa, langit sore ini benar-benar mirip dengan yang ada di mimpiku.

Tunggu dulu.

Jangan-jangan, ini memang mimpi—

Aku mencubit lenganku. Secara refleks aku memekik kesakitan. Baiklah, ini bukan mimpi.

Bingo.

Aku dapat merasakan aliran angin yang berdesir lembut melewati wajahku dan membuat rambutku menari-nari dengan bebas. Di tengah lamunanku, aku dapat mendengar suara decitan sepatu yang cukup pelan. Aku menoleh, dan orang yang kulihat sedang berdiri di pintu sambil menatapku. Rambut coklatnya berkibar tertiup angin, dan perlahan berjalan ke arahku.

Aku berusaha untuk tenang.

"Jadi…" Aku memulai pembicaraan. "Kenapa sensei memintaku untuk jangan langsung pulang?"

"You know that English exam is near, right?" tanya sensei balik sambil menyeringai. Aku menganggukkan kepala. "Sensei akan memberikan tutor khusus untukmu agar bisa menghadapi ujian nanti."

Untuk apa ia memberiku tutor? Bahasa Inggrisku sudah bagus, kok!

"Tapi—"

"Tak ada tapi-tapian, keluarkan bukumu sekarang," perintah Masamune-sensei dengan nada serius. Benar-benar menyebalkan! Aku benci Masamune-sensei!

Dengan sangat terpaksa, aku mengeluarkan buku Bahasa Inggrisku. Masamune-sensei menggeret kursi di depan mejaku dan duduk sambil menghadapku. Aku mulai membuka buku paketku dan mengerjakan soal yang diminta Masamune-sensei.

Sesekali, aku melirik ke arah sensei. Dia memandangi gerak-gerik tanganku yang bergerak dengan cepat, menuangkan semua jawaban yang benar. Saat itu Masamune-sensei tampak sangat keren. Ia duduk sambil sedikit membungkuk—cukup dekat sampai aku bisa merasakan hembusan napasnya di wajahku, sambil melipat tangannya dan satu tangannya yang bebas menopang dagunya. Aku hanya bisa sweatdrop di tempat. Setelah mengerjakan 20 soal, aku meletakkan pensilku di meja. Benar-benar menguras otak.

"Good job," kata Masamune-sensei. "Istirahat dua menit, lalu kerjakan 10 soal lagi, baru kau boleh pulang," sambungnya sambil tersenyum. Kalau dipikir-pikir, Masamune-sensei itu kejam juga. Cocok dengan wajahnya…

Aku berdiri dari kursi dan meregangkan semua otot-ototku. Aku memutar leherku sekilas, dan saat aku selesai, Masamune-sensei tiba-tiba berdiri dari kursinya dan mendekatiku dengan cepat. Aku pun terkejut sehingga secara refleks aku berjalan mundur hingga menabrak tembok.

Ini benar-benar mirip dengan yang di mimpiku!

Masamune-sensei meletakkan kedua tangannya di tembok, membuat halangan di kedua sisiku agar aku tak bisa ke mana-mana. Aku dapat merasakan napasnya yang memburu menghangatkan daun telingaku. Jantungku serasa mau copot.

"Sensei—" Aku memejamkan kedua mataku. "Maaf, tapi… aku merasa tidak nyaman. Tolong menyingkirlah sedikit…"

Masamune-sensei menatapku dengan tatapan dalam, dan aku dapat melihat pancaran rasa kesal di matanya, tapi ia masih tetap di posisinya. Sensei menghela napas, kemudian menatapku lagi. Aku dapat merasakan hembusan napasnya.

"Kau pasti tahu kenapa mata kanan sensei ditutup?" tanyanya. Aku mengangguk.

Masamune-sensei menyingkirkan rambut yang menutupi mata kanannya, kemudian ia membuka eyepatch-nya, dan nampaklah sebuah rongga di balik eyepatch itu. Di sekitar rongga itu pun masih ada beberapa luka bakar yang mungkin tak akan bisa hilang. Aku bergidik ngeri. Entah kenapa, aku seolah dapat merasakan betapa sakitnya jika mataku juga diperlakukan seperti itu.

Dan hal yang menakutkan pun terjadi detik itu juga.

Masamune-sensei menatapku dengan tatapan yang sangat menyeramkan. Rasanya yang di hadapanku sekarang bukanlah sosok Masamune-sensei yang sesungguhnya. Sensei menarik kedua lenganku dan meletakkannya di atas kepalaku sambil menahannya. Ia memegang daguku dan menariknya pelan sambil terus menunjukkan senyum menyeramkannya. Aku hanya bisa menelan ludah. Apapun yang kulakukan saat ini juga akan sia-sia.

Belum pernah aku melihat Masamune-sensei seperti ini.

"Apa kau ingin tahu rasanya… jika matamu dicongkel?" tanya Masamune-sensei dengan nada menakutkan. Aku gemetaran. Rasanya ingin berteriak. Aku menutup kedua mataku kuat-kuat sambil menjerit dalam hati. Beberapa detik setelah hatiku menjerit, tubuhku terasa ringan. Saat aku membuka mataku, aku mendapati diriku duduk tersungkur di lantai. Masamune-sensei masih ada di depanku sambil merapikan jasnya.

Tanpa menoleh ke arahku, ia pun keluar dari kelas dan menghilang di balik pintu.

.

.

.

.

.

TBC


HAI. /dilemparbomatom

Setelah setahun saya meninggalkan fandom ini, akhirnya saya kembali. *nangis darah*

Dan saya datang untuk membawakan sebuah FF aneh nan gaje yang mungkin para readers akan kebingungan membacanya- /dilemparlagi

Saat ngetik chapter 3, saya dokidoki, mau posting atau nggak, karena takut nanti alur ceritanya makin ruwet- /nahlho

Tapi kemudian saya membuat tekad sebulat bola basket, sebulat bumi, sebulat bulan, sebulat matahari- /stop Ehem, pokoknya dengan tekad bulat saya, akhirnya saya memberanikan diri untuk posting FF ini. ;w;

Akhir kata, mind to review? Semua bentuk dukungan-terutama review (termasuk flame) akan saya terima dengan senang hati x)

See you next week~