Mengalah

Starring:

Oh Sehun & Kim Jongin (GS)

with

Park Chanyeol & Byun Baekhyun (GS)

Storyline by Hikaa

Summary:

Jongin adalah seorang anak yang selalu di beda-bedakan dengan Baekhyun oleh kedua orang tua mereka. Jongin juga selalu menurut dan menerima saat di paksa mengalah pada Baekhyun dalam segala hal. Tapi akankah Jongin kembali mengalah pada Baekhyun akan kekasihnya, Oh Sehun?

.

.

.

~ Selamat Membaca ~

.

.

.

November 1999

"Eomma, Baekie kedinginan." Keluh seorang gadis kecil dengan wajah merengut lucu pada sang eomma yang senantiasa menggenggam kedua tangan mungilnya.

"Benarkah? Baiklah, Baekie tunggu sebentar ya, eomma akan carikan baju hangat untuk Baekie." Jawab sang eomma dengan lembut kemudian ia segera membongkar tas bawaannya guna mencari baju yang lebih hangat untuk puteri tersayangnya. Ia merasa tak tega sekali saat melihat wajah pucat milik puteri sulungnya saat ini.

Memang ini adalah kesalahannya karena ia dan keluarganya sedang mengikuti kegiatan diluar lingkungan di pulau Nami saat musim gugur mulai berakhir seperti ini, membuat cuacanya jadi berkali-kali lipat lebih dingin dan lembab.

Angin khas musim gugur terus bertiup kencang sejak tadi, membuat gadis kecil yang baru berusia enam tahun itu merasa kedinginan karena saat ini ia hanya mengenakan kaus berlengan panjangnya.

Berbeda dengan gadis kecil berkulit tan yang sedang terbungkus jaket musim dinginnya dengan hangat, membuat Baekhyun yang melihatnya merasa iri.

"Eomma, Baekie ingin jaket yang dipakai Jongin." Ucapan mutlak yang keluar dari mulut Baekhyun membuat sang eomma yang sedang mengobrak-abrik isi tasnya berhenti seketika, begitu pula dengan gadis tan bernama Jongin yang merasa namanya disebut oleh sang eonni.

Nyonya Kim melirik Jongin yang sedang menatapnya dengan pandangan bingung. Kemudian ia segera membuka jaket berwarna biru muda yang sedang Jongin kenakan secara paksa.

"Buka jaketmu dan berikan pada Baekhyunku yang sedang kedinginan." Ucap Nyonya Kim mutlak sambil berusaha membuka zipper jaket Jongin yang masih menutup rapat.

"Tapi ini milik Jongie, eomma." Ucap gadis kecil berusia lima tahun itu dengan suara pelan. Ia takut sekali pada sang eomma yang sedang memelototinya saat ini.

"Ya aku tahu, ini jaketmu. Pinjamkan saja pada Baekhyun. Puteriku sedang kedinginan saat ini." Ucap Nyonya Kim lagi dengan nada bicara yang mulai menaik. Pasalnya ia mulai merasa kesal dengan Jongin yang malah memegangi jaketnya dengan kuat.

"Lalu bagaimana dengan Jongie? Jongie juga akan kedinginan." Ucap Jongin lagi dengan suara parau. Ia sudah akan menangis saat ini, tapi ia berusaha keras menahan air matanya agar tidak turun. Karena ia tahu, kalau ia menangis lagi, sang eomma malah akan memukul atau mencubitinya.

"Aku tak peduli padamu. Buka jaketmu sekarang juga atau kau akan kupukul." Ucap Nyonya Kim sambil menggeram kesal.

Jongin kecil yang merasa tak punya banyak pilihan memutuskan untuk mengalah dan membuka jaket biru muda pemberian halmeoni-nya dengan perlahan. Ia tak ingin merusak jaket kesayangannya itu jika ia membukanya dengan kasar.

"Bagus. Sekarang kemarikan jaketnya." Ucap Nyonya Kim dengan puas saat melihat gadis kecil dihadapannya kembali menuruti perkataannya dan membuka jaket yang diinginkan Baekhyun-nya.

Dengan tangan bergetar dan berusaha keras menahan tangis, Jongin memberikan jaket kesayangannya pada sang eomma yang terlihat sangat menyeramkan dimatanya saat ini.

Srett

Nyonya Kim menerima dengan kasar jaket yang Jongin berikan kepadanya, kemudian dengan sangat lembut ia mulai memakaikan jaket itu ketubuh menggigil milik Baekhyun-nya.

Nyonya Kim tak sadar, bahwa puterinya yang lain juga mulai kedinginan dan menggigil saat ini. Ia hanya memakai kaus berlengan pendek di dalam jaketnya tadi. Tapi kini jaketnya sudah berpindah tangan pada eonni-nya. Membuat ia merasa sangat kedinginan.

Jongin pasti akan jatuh sakit setelah ini. Pasti. Karena Jongin sangat tidak tahan dengan cuaca dingin seperti ini.

.

.

.

~ o ~

.

.

.

June 2000

Kediaman keluarga Kim sedang sangat sibuk dipagi hari yang cerah ini. Alasannya karena puteri kecil kesayangan mereka, Baekhyun, mulai bersekolah hari ini.

Nyonya Kim sudah berwara-wiri sejak tadi untuk mempersiapkan keperluan sekolah milik puterinya. Mulai dari bekal, seragam sekolah hingga sepatu.

Dengan sabar wanita itu memasak makanan favorite puterinya sejak pagi buta, hal yang tak pernah dilakukannya selama ini karena ia hanya menyuruh pembantu dirumahnya untuk memasak dan melakukan hal lainnya.

Tapi hari ini berbeda, ia rela bangun lebih pagi dan sibuk dipagi hari hanya untuk memasakan bekal special untuk Baekhyun. Hanya untuk Baekhyun.

"Ini bekalmu, Baekie sayang. Udang tempura dan tumis brokoli kesukaanmu. Jangan lupa dimakan ya. Dan selamat belajar, puteri eomma yang paling cantik." Ucap Nyonya Kim sesaat sebelum Baekhyun memasuki mobil Tuan Kim yang akan mengantarnya pergi kesekolah hati itu.

"Ne, eomma. Terimakasih bekalnya ya, pasti akan Baekie makan nanti disekolah." Balas gadis mungil itu dengan senyum mengembang lebar.

"Yasudah, lebih baik kau berangkat sekarang. Eomma tak ingin puteri kesayangan eomma terlambat masuk dihari pertamanya sekolah." Ucap Nyonya Kim lagi dengan elusan lembut yang ia berikan di kedua pipi lembut milik Baekhyun.

"Ne, aku pergi dulu, eomma. Baekie sayang eomma." Balas Baekhyun lagi dengan nada bicara yang luar biasa bahagia.

Tuan dan Nyonya Kim melupakan bahwa puterinya yang lain juga akan memulai sekolahnya hari ini.

Jongin kecil yang malang hanya di bantu oleh Song ahjumma, pembantu di rumah keluarga Kim untuk mempersiapkan segala keperluan sekolahnya di dapur keluarga Kim dalam diam.

Mulai dari tas kecil yang akan ia gunakan untuk bersekolah hingga sepatu sekolahnya yang di berikan oleh Song ahjumma, Tuan dan Nyonya Kim hanya membelikan perlengkapan sekolah milik Baekhyun. Bahkan kotak bekal berisi Kimbab di tangannya adalah masakan Song ahjumma yang baik.

Jongin kecil yang kini berusia enam tahun itu mulai sedikit mengerti bahwa kehadirannya disini sangat tidak di inginkan oleh Eomma dan Appa-nya.

"Mungkin eomma dan appa merasa malu karena memiliki anak berkulit hitam sepertiku."

Itulah satu-satunya alasan yang terpaku dalam fikiran Jongin kecil akan alasan yang membuatnya sangat tidak di terima di keluarganya sendiri.

Kalau tidak ada Song ahjumma yang merawatnya selama ini, Jongin fikir mungkin ia sudah mati sejak lama karena tak ada yang mengurusinya.

Jongin kecil yang masih sangat polos dan naïf. Kasihan sekali.

.

.

.

~ o ~

.

.

.

April 2004

"Eomma, Baeki menang lomba bernyanyi lagi. Yeaaay." Teriak Baekhyun kecil dengan ceria. Ia senang sekali bisa kembali membawa pulang piala juara kedua lomba bernyanyi di sekolahnya.

"Aigoo. Benarkah? Kau sangat membanggakan eomma, sayang. Eomma jadi semakin menyayangimu." Balas Nyona Kim dengan wajah terharunya, juga sebuah kecupan sayang yang ia daratkan di kedua pipi milik Baekhyun.

Nyonya Kim merasa sangat bangga pada Baekhyun yang tak henti-hentinya membawa pulang segala macam piagam dan piala pernghargaan karena prestasinya yang sangat baik di bidang menyanyi.

Ia yakin sekali di masa depan nanti, puteri kecilnya akan menjadi seorang penyanyi yang sangat sukses.

Baekhyun tersenyum senang dengan perlakuan hangat yang ia terima dari eomma-nya hari ini, ia jadi tak sabar menunggu sang appa pulang dan segera memberi tahunya bahwa ia menang lagi kali ini.

Tapi senyum cerah di wajah cantiknya hilang tergantikan oleh sebuah seringai kemenangan saat mata sipitnya menangkap siluet tubuh kecil Jongin yang sedang mengintip kegiatannya dari balik lemari tempat menyimpan semua piala-piala yang ia dapatkan dengan wajah sedihnya sambil memegangi secarik kertas tebal berwarna gold di tangannya.

Jongin kecil hanya bisa menatap sedih sebuah piagam kemenangan yang di raihnya hari ini.

Ia sedih sekali karena tidak mendapatkan perlakuan yang sama seperti Baekhyun saat ini. Padahal kertas tebal berwarna gold yang ia pegang saat ini adalah bukti dari prestasinya yang juga membanggakan.

Kim Jongin

Juara Satu

Lomba Menari Balet Antar Sekolah di Seoul

Tahun 2004

.

.

.

~ o ~

.

.

.

Juni 2006

Hari ini adalah hari dimana upacara kelulusan Jongin dan Baekhyun akan digelar di gedung aula utama Sekolah Dasar mereka.

Tuan & Nyonya Kim sedang duduk rapi di kursi yang memang di sediakan untuk para wali murid dengan senyuman lebar dan sebuket bunga yang indah.

Mereka tak menyangka, enam tahun berlalu dengan sangat cepat. Bahkan masih segar dalam ingatan mereka saat hari pertama Baekhyun memasuki dunia sekolahnya, kini puteri kecil mereka akan segera lulus Sekolah Dasar dan melanjutkan pendidikannya ke jenjang yang lebih tinggi.

Seorang guru wanita naik keatas panggung dan mengenalkan dirinya sebagai MC di upacara kelulusan tahun ini, ia adalah Wu Joonmyun. Isteri dari pemilik sekolah dasar tempat Baekhyun dan Jongin menempuh pendidikannya, Wu Yi Fan.

Saat daftar lulusan terbaik tahun ini di umumkan oleh Joonmyun dan nama Baekhyun ada di urutan kedua, Tuan dan Nyonya Kim segera berdiri dari duduknya dan berjalan kearah panggung bersama Baekhyun untuk menerima sebuah piagam dan medali penghargaan untuk Baekhyun.

"Selamat Baekhyunie, kau lulusan terbaik kedua tahun ini. Pintar sekali." Ucap Joonmyun memberi selamat pada Baekhyun dan menyerahkan selembar piagam juga mengalungkan sebuah medali perah dileher Baekhyun.

"Gomawo, songsaengnim. Baekie senang sekali hari ini." Balas Baekhyun dengan senyuman lebarnya.

"Tentu saja kau harus merasa senang, sayang." Ucap Joonmyun lagi sambil mengelus pipi lembut milik Baekhyun yang dibalas senyuman cantik olehnya.

"Selamat, Tuan dan Nyonya Kim. Puteri anda memang sangat cerdas, bahkan Baekhyun sering sekali memenangkan lomba menyanyi." Ucap Joonmyun sopan sambil menyalami kedua orang tua Baekhyun.

"Kamsahamnida, songsaengnim. Kami juga merasa bangga sekali pada Baekhyun." Balas Nyonya Kim dengan senyuman lebar, bahkan matanya yang sudah mulai berkeriput meneteskan sedikit air matanya.

"Ne, Nyonya. Dan Tuan, anda bisa menyampaikan sepatah dua patah kata sambutan sebagai ungkapan rasa bangga dan haru anda pada Baekhyun." Ucap Joonmyun lagi sembari memberikan sebuah mic pada Tuan Kim yang diterima dengan senang hati olehnya.

"Annyeonghaseyo, saya Kim Youngwoon, appa Baekhyun. Hari ini saya merasa bangga sekali pada puteri kami yang berhasil menjadi lulusan terbaik nomor dua tahun ini. Sebelumnya saya juga ingin mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya untuk Wu Joonmyun Songsaengnim yang telah mengajarkan puteri semata wayang saya dengan baik. Terimakasih."

Pidato singkat yang di ucapkan oleh Tuan Kim dengan rasa bangga dan bahagia justru malah membuat Jongin yang melihat dan mendengarnya dari kursi peserta wisuda harus berusaha keras menahan tangisannya.

"Puteri semata wayang saya."

Tak ada kalimat yang lebih menyakitkan daripada kalimat itu yang pernah Jongin dengar sepanjang hidupnya.

Ternyata Jongin kecil yang malang benar-benar tak di inginkan oleh kedua orang tuanya.

Saat lulusan terbaik tahun ini di umumkan oleh Joonmyun dan nama Jongin lah yang disebutkan, tak ada satupun orang tua murid yang berdiri dari kursinya untuk menerima penghargaan yang Jongin dapatkan.

Saat itu semua orang yang hadir di gedung itu mulai berbisik-bisik menanyakan kemana perginya orang tua dari anak secerdas Jongin. Dan Jongin bisa mendengar semua perkataan itu dengan jelas.

Ia hanya bisa menundukan kepalanya sambil berdiri dari duduknya lalu mulai berjalan kearah panggung itu seorang diri, tanpa ditemani oleh seorang ibu ataupun ayah.

Tapi saat langkahnya yang akan menaiki anak tangga terakhir menuju panggung utama, sebuah tangan lembut menggenggam tangan mungilnya.

Saat ia mendongakan kepalanya dengan spontan, ia bisa menemukan Wu Joonmyun Songsaengnim lah yang tengah menggenggam tangannya sambil berkata "Aku lah yang menjadi ibumu hari ini, jadi tersenyumlah. Kau ratunya hari ini." membuat senyum Jongin terpampang dengan lebar.

Tak masalah jika itu bukan eomma-nya yang menemaninya berjalan menuju panggung, yang terpenting adalah, ternyata ada orang lain yang menginginkannya untuk tersenyum ditengah keadaan yang selalu memaksanya untuk menangis.

Hatinya merasa hangat hanya karena memikirkan hal itu.

"Terimakasih, mama." Ucap Jongin dengan senyuman manisnya yang mengembang lebar.

Wu Joonmyun adalah wali kelas Jongin yang sangat baik dan perhatian padanya. Joonmyun songsaengnim pernah berkata padanya bahwa ia sangat menginginkan seorang puteri yang baik dan manis seperti Jongin, sayang sekali ia dan suaminya hanya memiliki seorang anak laki-laki bernama Henry yang kini tinggal di China bersama nenek dan kakeknya.

Joonmyun songsaengnim juga tahu betul bagaimana keadaan Jongin dan keluarganya.

Awalnya ia merasa curiga karena setiap kali ia memanggil orang tua Jongin untuk menerima berbagai penghargaan yang Jongin raih, Song ahjumma lah yang selalu datang menemuinya.

Saat itu Song ahjumma bersedia menceritakan segala sesuatu yang terjadi antara Jongin dan keluarganya. Joonmyun yang mendengarnya, menggeram marah.

Ia merasa tak habis fikir, ternyata masih saja ada orang tua yang berprilaku buruk pada anak mereka sendiri.

Joonmyun dan suaminya bahkan pernah mendatangi kediaman keluarag Kim secara pribadi untuk meminta Jongin pada Tuan dan Nyonya Kim.

Bahkan mereka langsung menyetujui permintaannya untuk menjadikan Kim Jongin sebagai puterinya tanpa berniat mempertahankan Jongin, tapi niat mereka terpaksa di gagalkan oleh Tuan besar Kim yang tak rela cucunya menjadi anak orang lain.

Maka Joonmyun dan Yifan juga Tuan dan Nyonya Kim telah sepakat untuk mengizinkan Joonmyun dan Yifan yang ingin mengangkat Jongin sebagai anak mereka secara diam-diam.

Dan disinilah Joonmyun, sebagai ibu dari Jongin.

Ia dan Yifan juga sedang mempertimbangkan niat mereka yang ingin Jongin mengubah marganya menjadi Wu.

.

.

.

~ o ~

.

.

.

Juni 2009

Hari ini adalah hari terakhir ujian kelulusan yang telah Jongin dan Baekhyun lewati.

Setelah hari ini berakhir, Jongin dan Baekhyun bukanlah seorang murid SMP lagi. Melainkan seorang murid SMA.

Baekhyun sudah menentukan SMA pilihannya, yaitu Seoul Professional High School. Salah satu SMA terbaik dan terpopuler yang dimiliki kota Seoul.

Sedangkan Jongin masih memikirkan akan melanjutkan pendidiknnya kemana. Atau lebih tepatnya, dimana.

Pasalnya beberapa minggu yang lalu, halmeoni dan harabeoji datang mengunjunginya sekeluarga dari Beijing.

Awalnya kunjungan kakek dan neneknya di rumah berjalan lancar dan damai.

Tapi keadaannya berubah 180 derajat setelah halmeoni-nya mengetahui bahwa dirinya diperlakukan beda oleh orang tuanya. Sang harabeoji marah besar hingga memukul appa dengan keras.

Ia juga ingat saat itu harabeoji-nya berteriak "Bagaimana bisa kau memperlakukan Jongin seperti ini? Dia adalah anakmu, Kim Youngwoon. Darah dagingmu sendiri. Kenapa kau tega sekali berbuat jahat seperti ini pada Jongin? Aku malu memiliki putera sepertimu."

Dan hatinya terasa hancur berkeping-keping saat mendengar perkataan balasan sang appa yang mengatakan "Dia bukan puteriku, appa. Dia adalah anak yang lagir dari sebuah insiden yang sangat tidak diinginkan. Enam belas tahun yang lalu isteriku diperkosa oleh temanku sendiri. Dia bukan puteriku."

Lututnya terasa lemas sekali seperti jelly sesaat setelah mendengar ucapan appa-nya. Tapi beruntunglah ada halmeoni-nya yang menahan tubuhnya agar tidak ambruk saat itu.

Kemudian ia bisa mendengar suara teriakan keras halmeoni-nya yang mengatakan "Kalau begitu biarkan Jongin ikut ke Beijing bersamaku. Biar aku yang merawat cucuku sendiri. Aku tak mungkin meninggalkan cucuku disini bersama seorang ibu yang jelas-jelas melahirkannya tapi justru memperlakukannya dengan buruk. Apalagi bersama seorang ayah yang tak mengakuinya."

Kemudian semuanya menjadi gelap. Jongin jatuh pingsan.

Rasanya Jongin ingin menangis saja kalau mengingat kejadian menyakitkan hari itu.

Ponsel putih pemberian baba-nya bergetar pelan tanda sebuah pesan masuk.

One massage recived from Baba

Jongin tersenyum cerah saat melihat nama sang pengirim pesan, Baba-nya, Wu Yifan.

"Selamat malam, sayang. Bagaimana kabarmu disana? Baba harap kau baik-baik saja. Mama dan gege-mu sudah merengek terus ingin bertemu denganmu. Baba juga sudah sangat merindukanmu, ngomong-ngomong. Dan bagaimana keputusanmu? Kau akan melanjutkan SMA mu di Beijing kan? Baba harap begitu. Jika kau memiliki waktu luang, balaslah pesan baba. Baba menyayangimu."

Air mata Jongin mengalir pelan sesaat setelah ia membaca pesan hangat yang dikirimkan baba untuknya.

Wu Yifan yang hanya seorang ayah angkatnya saja mampu mengirimkan pesan hangat seperti ini, kenapa Youngwoon appa-nya tak bisa?

Ah, Jongin ingat. Ia kan bukan puteri kandungnya.

Jongin memutuskan untuk menelpon sang baba saja daripada harus kembali tenggelam dalan kesedihannya.

"Hallo, baba." Ucap Jongin saat seorang pria paruh baya di seberang line sana mengangkat panggilannya.

"Hallo juga, sayang. Kenapa kau malah menelpon baba? Kau tahu sendiri kan panggilan internasional itu mahal sekali? Jadi baba tutup telponmu ya, biar baba saja yang menelponmu setelah ini. Oke, princess?" Ucap Yifan panjang lebar sebelum memutuskan panggilan telponnya dengan Jongin.

Ia dan Joonmyun juga Henry sedang berada di Beijing saat ini, sedangkan Jongin berada di Seoul. Dan panggilan internasional itu sangat mahal, ia tak ingin uang yang di miliki Jongin habis karena menelponnya. Jadi ia lah yang akan menghabiskan uangnya untuk Jongin.

Jongin tersenyum mendengar ucapan baba-nya. Ia merasa sangat berharga dan disayangi saat baba-nya berkata seperti itu.

Dan kini ia telah memutuskan, bahwa ia akan melanjutkan sekolahnya di Beijing. Selain bisa tinggal bersama halmeoni dan harabeoji-nya, ia juga bisa tinggal lebih dekat dengan keluarga barunya. Keluarga yang menginginkan dan mencintainya.

Ponsel putih milik Jongin kembali bergetar panjang, ah, panggilan masuk dari baba-nya.

"Hallo, baba." Ucap Jongin dengan suara paraunya. Ia sedang berusaha menahan tangisan bahagianya saat ini.

"Ada apa denganmu, sayang? Kau sakit? Kenapa suaramu jadi parau seperti ini? Besok pagi baba akan segera ke Seoul untuk menemuimu." Ucap Yifan dengan panik. Ia khawatir sekali saat mendengar suara parau milik puterinya.

"Aniyo, baba. Jongie baik-baik saja. Hanya tenggorokan Jongie sedikit sakit, mungkin karena Jongie terlalu banyak meminum air dingin disini." Ucap Jongin dengan sedikit kebohongan untuk menenangkan kekhawatiran baba-nya.

"Benarkah? Syukurlah kalau begitu, sayang. Baba merasa lega mendengarnya." Balas Yifan dengan nada bicara yang terdengar lega.

"Terimakasih sudah mengkhawatirkanku, baba. Jongie sangat menyayangi baba." Ucap Jongin setelah ia terdiam cukup lama.

"Ada apa, sayang? Kenapa tiba-tiba berbicara seperti ini? Baba panggilkan mama ya?"

"Gwaenchanhayo, baba. Jongie baik-baik saja. Jongie hanya merasa rindu pada baba, mama dan Henry gege. Jongie ingin sekali bertemu."

"Ya Tuhan, kasihan sekali puteri cantik baba ini. Baiklah, kami akan menemuimu di Seoul secepatnya. Tunggu kami ya, kami juga sudah sangat merindukanmu."

"Tak perlu, baba. Biar Jongie saja yang pergi menemui baba di Beijing." Ucap Jongin dengan pelan.

"Benarkah? Kau seriuskan, princess?" Tanya Yifan memastikan.

"Ne, baba. Jonie sudah memutuskan untuk melanjutkan SMA Jongie di sekolah yang sama dengan Henry gege." Jelas Jongin dengan senyuman lebar yang terpasang indah di bibir tebalnya.

Ia sedang membayangkan ekspresi yang akan di berikan oleh gege tampannya itu saat tahu ia akan bersekolah ditempat yang sama dengannya. Pasti gege-nya itu heboh sekali.

"Ya Tuhan. Terimakasih. Kalau begitu kapan kau akan mulai pindah ke sini, sayang? Biar baba membantumu." Ucap Yifan lagi dengan nada bicara yang penuh rasa syukur dan bahagia.

"Mungkin minggu depan, baba. Aku masih harus mengurus berkas kepindahanku kesekolah yang ada di Beijing."

"Tak perlu, sayang. Biar orang-orang baba saja yang mengurusnya. Kau hanya perlu pindah ke Beijing secepatnya, dan semuanya beres. Bagaimana?" Tawar Yifan.

"Baiklah, baba. Jongie setuju." Jawab Jongin sesaat setelah ia terdiam memikirkan tawaran sang baba.

"Baiklah kalau begitu. Sekarang lebih baik kau segera beristirahat, ini sudah malam. Besok pagi kau bisa mulai membereskan barang-barang yang akan kau bawa ke sini dan lusa baba akan menjemputmu. Oke, princess beruang kesayangan baba?!" Ucap Yifan mutlak membuat Jongin hanya bisa meng-iya-kan ucapan sang baba.

"Baiklah, Jongie tutup telponnya ya, baba. Jongie menyayangi baba. Sampaikan juga rasa sayang Jongie pada mama dan gege."

"Siap, puteri cantikku. Baba juga menyayangimu." Ucap Yifan sesaat sebelum ia mematikan sambungan telponnya dengan Jongin.

.

.

.

~ o ~

.

.

.

Januari 2012

Ini adalah tahun ketiganya tinggal di Beijing bersama harabeoji dan halmeoni-nya. Walau Jongin juga sering menginap di rumah keluarga Wu yang hanya berjarak tiga blok dari rumah harabeoji dan halmeoni-nya. Jujur, ia merasa hidupnya lebih damai dan lebih bahagia.

Harabeoji dan halmeoni-nya bahkan telah menyetujui keinginannya untuk menjadi anggota keluarga Wu, menjadi puteri bungsu mereka secara sah dalam hukum negara.

Ia merasa hidupnya sempurna. Memiliki seorang ayah dan ibu yang sangat menyayanginya, memiliki kakek dan nenek yang sangat mengistimewakannya juga memiliki seorang kakak laki-laki yang selalu ada untuknya.

Jongin jadi berfikir untuk tidak akan pernah menginjakan kakinya kembali di Seoul.

Entahlah, setelah kejadian tiga tahun lalu itu terjadi, cukup membuatnya merasa muak dengan keluarga Kim yang ada di Seoul sana.

Bahkan sejak saat itu juga, Jongin remaja sudah memutuskan bahwa Tuan dan Nyona Kim bukanlah orang tuanya. Begitu pula dengan Baekhyun, ia tak lagi menganggap Baekhyun adalah eonni-nya.

Ia hanya menganggap harabeoji dan halmeoni-nya lah sebagai keluarga. Juga Wu Yi Fan dan Wu Joonmyun lah sebagai orang tuanya. Juga Wu Henry sebagai kakak laki-laki yang paling ia sayangi.

Bahkan namanya kini adalah Wu Zhong Ren. Atau Wu Jongin dengan nama Korea.

Toh hidup bersama mereka saja sudah membuat Jongin merasa bahagia. Apalagi kini ada Sehun disisinya.

Sehun adalah seorang pemuda yang kini berusia sama dengannya, delapan belasa tahun. Yang telah menjadi kekasihnya selama dua tahun belakangan.

Mereka saling kenal karena mereka bersekolah di sekolah yang sama. Lalu mulai memutuskan untuk menjadi sepasang kekasih saat Sehun meminta Jongin untuk menjadi kekasihnya dua tahun lalu sesaat setelah pemuda itu menerima medali juara satunya di sebuah perlombaan dance modern di Beijing.

Bahkan saat itu Sehun memintanya menjadi kekasih saat pemuda itu masih berdiri di atas panggung. Romantis sekali.

Orang tua Sehun berasal dari Korea. Hanya saja pemuda itu sudah tinggal di Beijing sejak umurnya baru dua tahun hingga hari ini.

Hidupnya terasa sangat sempurna walau ia hanya memiliki Harabeoji, Halmeoni dan Sehun. Juga keluarga Wu sebagai keluarga angkatnya.

Di malam hari yang cerah juga di penuhi bintang yang bersinar cerah, Jongin sedang berbaring santai di ranjangnya sambil berbalas pesan dengan Sehun dengan senyum bahagia.

Ia dan Sehun memang sering sekali berbalas pesan atau bertelponan saat mereka sedang berjauhan lokasi. Maklumi saja, mereka hanyalah dua orang remaja yang sedang di mabuk cinta.

Saat mata bulatnya melirik kearah jam berbentuk kepala beruang yang tergantung indah di dinding kamarnya yang menunjukan pukul sepuluh malam, Jongin memutuskan untuk menyudahi kegiatan bertukar pesannya dengan Sehun.

Sudah cukup malam, toh besok pagi mereka bisa bertemu lagi disekolah, bahkan mereka bisa bermesraan secara langsung esok hari. Aah, Jongin tersenyum bahagia membayangkannya.

Tapi senyuman bahagianya luntur dengan seketika saat ponsel yang sedang baru saja di letakannya di atas meja belajarnya bergetar panjang tanda adanya sebuah panggilan masuk.

Awalnya ia mengira Sehun lah yang menelponnya. Tapi saat ia melihat nomor domestik Korea lah yang menelponnya malam itu, tubuhnya kaku seketika.

Ia tak ingin lagi berurusan dengan apapun yang berhubungan dengan Korea.

Jongin memutuskan untuk mengangkat panggilan itu sesaat setelah ia terdiam untuk berfikir. Mungkin saja ada suatu hal yang penting dengan telpon itu.

"Yeoboseyo, dengan siapa aku berbicara saat ini?" Ucap Jongin sopan. Tentu saja ia harus selalu berucap sopan pada siapapun di dunia ini, itulah yang di ajarkan mama-nya.

"Yeoboseyo, Jongin-ah. Ini eomma, sayang. Bagaimana kabarmu disana? Eomma rindu sekali padamu. Bisakah kita bertemu? Eomma selalu memimpikanmu setiap malam. Maafkan eomma." Tapi saat mendengar suara serak Nyonya Kim membuat Jongin terkejut dan mematikan panggilan itu dengan seketika.

Setelahnya Jongin hanya berdecih dan berkata "Mau apalagi mereka menghubungiku? Belum puas menyakitiku selama ini?" dengan sinis.

.

.

.

~ Bersambung, yeorobun ~

.

.

.

Author Note:

Hai, saya kembali lagi setelah sembuh dengan kegalauan saya akan Jongin selama ini. Saya harap kalian suka dan bersedia menunggu kelanjutan fanfic-fanfic saya.

Saya juga ingin meminta maaf yang sebesar-besarnya untuk semua pihak yang merasa tidak senang dengan EXO Sexual Analysis yang saya posting sebelumnya. Mianhamnida, readers-nim.

Akhir kata, sampai bertemu lagi di chapter dua.

P.S. Saya juga sedang progressing dua fanfic lain loh. Ada yang bersedia menunggu kedua fanfic itu di post? Hehe.

Wanna review? Thanks before.