=+..A Naruto Fanfiction..+=
IT STARTED WITH AN ICE CREAM
by
=+..Uchiha Nata-chan..+=
Disclaimer:
NARUTO © Masashi Kishimoto-sensei
IT STARTED WITH AN ICE CREAM © Uchiha Nata-chan
Pairing(s):
NaruchibiSasu in this chapter. :D
Genre:
Romance/General
Rated:
Untuk chapter ini, K+ dulu. :3
Warnings:
Shounen-Ai, Shouta, Pedofilia (mungkin?), Alternate Universe, dan sedikit OOC, saia rasa. Judul ngga nyambung sama cerita (maafkan kebodohan saia dalam menentukan judul). My first N.S fanfic, dedicated to NaruSasu Day.
See the warnings? I've told you before! DON'T LIKE IT? THEN DON'T READ IT! It's my turn to unleash my imagination, okay..!
ENJOY IT!
.
CHAPTER 1 – When He Meets Him
.
Sore yang indah, langit teduh menenangkan setiap jiwa yang memandanginya. Di sebuah pemukiman elit Konoha, tampaklah sebuah taman asri—yang memang dimaksudkan untuk sekedar melepas penat dengan hewan peliharaan atau jalan santai di sore hari.
Sayang, suasana sore yang nyaman ini tak membuat keadaan taman yang biasanya memang sepi menjadi lebih ramai. Mungkin orang-orang yang tinggal di sekitar taman ini tak pernah punya waktu, untuk sekedar menemani anak-anaknya bermain ayunan atau permainan yang lainnya.
Di bagian pinggir taman, tampak sebuah mobil van mini memarkirkan diri di sana. Mobil itu sepertinya adalah sebuah mobil penjaja es krim—tampak jelas dari sisi kiri mobil yang berbentuk seperti kedai mini, juga dari sederet kursi dan meja-meja kecil di dekatnya. Di sisi atas mobil—atau kedai—tersebut, terdapat spanduk mungil yang bertuliskan 'Rasengan Ice Cream'. Sepertinya itu adalah nama kedainya.
Di dalam kedai mini itu, terlihat seorang remaja sedang berdiri sambil memandang keadaan sekeliling dengan pandangan bosan. Pemuda itu berambut pirang cerah, matanya yang seperti safir memancarkan kebosanan tak terhingga. Badannya lumayan tinggi dan berisi—sepertinya umurnya tak lebih dari 20 tahun. Ia mengenakan celemek mini di pinggangnya, tapi hal itu tak mengurangi ketampanan di wajah tan-nya.
"Another boring day~" gumam pemuda itu sambil menghela napas pelan. Dari name tag yang dipakainya, sepertinya nama pemuda pirang ini adalah Naruto.
Naruto merasa bosan memandangi ayunan atau kotak pasir yang hampir selalu kosong di taman ini. Akhirnya ia memilih menatap jam tangan beraksen oranye yang melingkar manis di tangan kirinya.
"Ah, sudah jam 5 sore, sebaiknya aku pulang," gumam pemuda bermata biru itu, lalu melangkahkan kaki menuju ke beberapa kursi dan meja bulat rendah di depan mobil—hendak membereskan kedai mininya.
Saat ia tengah membereskan kedainya, ia mendengar suara 'gedebuk' pelan di dekatnya. Penasaran, Naruto menolehkan kepalanya, dan mendapati seorang bocah berambut hitam sedang terduduk di tanah sambil memegangi lututnya yang berdarah.
Naruto—yang pada dasarnya memiliki jiwa menolong—datang menghampiri bocah yang sedang menunduk itu dengan tatapan iba. Setelah sampai di hadapan anak berambut raven itu, ia berjongkok dan tersenyum, "Hei, kakimu tak apa-apa?"
Merasa dipanggil, anak laki-laki itu pun mendongakkan kepalanya dan menatap Naruto dengan mata hitam kelamnya yang tengah berkaca-kaca, seperti sedang menahan tangis.
Sapphire bertemu onyx.
"..." Naruto terdiam beberapa saat, terpesona dengan mata bocah yang tengah menatapnya. 'Sungguh mata yang indah,' batin Naruto tanpa sadar, terjerat dalam pesona yang seolah menyedotnya ke dalam kegelapan tak berdasar itu.
"..." Sasuke—nama bocah itu—ikut terdiam sambil menatap mata orang asing di hadapannya. Meski ia baru berumur 6 tahun, tapi ia merasakan sebuah gejolak aneh saat menatap mata seindah biru langit itu. Ia seperti terhipnotis oleh keindahan bola langit di hadapannya.
"...Kau tak apa-apa? Sakit ya?" tanya Naruto sambil tersenyum bersahabat—ia sudah berhasil lepas dari perangkap keindahan di depan matanya. Ia pun menyeka air mata milik sang bocah yang bergulir pelan dengan ibu jarinya, membuat si bocah tersentak kecil dan memasang sikap waspada.
"Hei, hei, kau kenapa?" tanya Naruto heran sambil berusaha menyentuh bocah itu. Tapi Sasuke dengan gesit mengelak dari pegangan tangan Naruto, lalu berdiri dan berlari dengan tertatih-tatih. Kabur, itulah yang ingin dilakukannya.
Sayang, kini Sasuke terjatuh—lagi—di tengah usahanya berlari, mungkin karena lutut kecilnya tak sanggup berlari dalam keadaan terluka. Ia seperti akan menangis lagi, tapi bocah itu langsung menggeleng-gelengkan kepalanya sejenak, tak ingin air matanya keluar.
'Aku tidak boleh menangis! Hanya anak perempuan yang menangis karena hal seperti ini,' batin Sasuke sambil memegangi lututnya yang semakin banyak mengeluarkan darah. Tak menggubris rasa sakit yang menyerang lututnya, ia berusaha bangkit lagi agar bisa pergi dari sini. Sayang, usahanya gagal. Tapi ia tetap tak menyerah.
"Dasar bodoh, jangan berlari saat lututmu terluka," gerutu Naruto sambil berjalan mendekati Sasuke yang masih berusaha berdiri—namun tak berhasil—itu. Bocah berambut hitam itu pun menghentikan aktifitasnya dan menatap Naruto tajam, diabaikannya rasa kagum terhadap mata indah sang pemuda pirang itu.
"Hei Teme, jangan menatapku seperti itu, aku ini ingin menolongmu, tahu," Naruto yang tidak tahan dengan tatapan Sasuke sedikit mengeluarkan umpatan sambil berjongkok di hadapan bocah bermata onyx itu.
"...Jauh-jauh dariku, Dobe," ucap Sasuke—yang masih memberikan tatapan tajam andalannya pada Naruto. 'Aniki bilang, tak boleh percaya dengan orang asing, sebaik apapun dia padamu,' Sasuke mengingat-ingat perkataan sang kakak di dalam otak jeniusnya.
"Heh, bocah! Kau kurang ajar sekali! Apa orangtuamu tak mengajarimu sopan santun?" seru Naruto sambil menjitak kepala bocah di hadapannya kesal. Sasuke hanya mengaduh kecil, lalu menunduk dan tidak mendongak lagi.
Naruto—yang jadi sedikit cemas—berusaha mengintip wajah Sasuke yang masih saja menunduk. Karena tak berhasil, ia pun mengangkat kepala bocah itu pelan, dan mendapati Sasuke sedang menahan tangis.
"He-hei Teme, kau tak apa-apa? Maaf, jangan menangis..." bujuk Naruto panik saat dilihatnya mata Sasuke yang berkaca-kaca.
"I-ini bukan air mata! Aku cuma kelilipan... Aku tidak menangis... Hiks... Huweee..." Sasuke mencoba membantah, tapi isakannya malah keluar semakin keras.
"Itu namanya sudah menangis... Aduh... Nii-chan beri permen, tapi jangan menangis lagi ya?" ucap Naruto panik sambil merogoh kantung celananya—mencari-cari bungkusan permen. Tangannya yang meraba-raba dengan panik akhirnya menemukan 3 bungkus permen di saku kirinya. Segera dikeluarkannya makanan manis itu untuk diberikan pada sang bocah.
"Ini permennya, jangan menangis lagi ya? Nii-chan minta maaf sudah menjitakmu..." sahut Naruto sambil menyodorkan tangannya yang berisi permen.
"..." Sasuke menghentikan isak tangisnya, kemudian menatap tangan tan Naruto yang menyodorkan permen ke arahnya. "...Aku tidak mau," gumamnya pelan.
"Eh? Kenapa? Kau tak suka?" tanya Naruto bingung. Ia pun mengambil salah satu permen di tangannya dan mulai mengamati bungkus kecil permen itu, "Hm... Rasa jeruk. Kau tak suka jeruk?"
Sasuke diam. Ia hanya menggosokkan punggung tangannya yang mungil pada mata onyx-nya dan berucap, "Aku bukan anak kecil yang bisa kau rayu dengan permen, Dobe."
"Apa? Kau masih memanggilku 'Dobe'? Kurang ajar sekali kau, Teme! Ayo panggil aku 'Nii-chan'!" seru Naruto sambil memberikan satu lagi jitakan di kepala hitam Sasuke.
"Ugh... Kenapa aku harus memanggilmu begitu?" protes Sasuke sambil memberikan death glare khasnya—yang tidak berpengaruh sama sekali pada pemuda pirang di hadapannya.
"Jelas karena aku jauh lebih tua daripada kau, Teme," sahut Naruto—nadanya sedikit terdengar bangga. "Ayo, panggil aku 'Nii-chan'!" perintah Naruto lagi.
"..."
"Teme~ Jangan harap kau bisa pulang jika tidak menuruti kata-kataku~"
"...Nii-chan," samar-samar Naruto mendengar kata-kata itu dari mulut mungil Sasuke yang sedang menunduk. Bibirnya pun mulai melengkungkan senyum bahagia—bangga karena bisa mengalahkan bocah sok di hadapannya.
"Anak pintar," ucap Naruto sambil menepuk kepala hitam Sasuke lembut. Pemuda pirang itu pun meletakkan 3 permen tadi di pangkuan Sasuke, lalu berdiri dan mengalihkan pandangannya ke kedai mininya. "Kurasa aku menyimpan kotak P3K di sana," gumamnya lebih kepada diri sendiri.
Saat berbalik untuk bicara pada sang bocah, Naruto terkejut saat melihat Sasuke sudah berjarak beberapa meter dari tempatnya berdiri. Ia pun segera berlari menghampiri Sasuke saat dilihatnya bocah berambut raven itu limbung dan hampir terjatuh, kemudian memegang lengannya erat, "Jangan sok kuat, Baka."
Sasuke hanya menatap Naruto kesal, kemudian menghentakkan tangan tan Naruto di lengan kurusnya, "Lepaskan. Aku mau pulang."
"Sudah kubilang jangan bersikap sok, Teme," balas Naruto sebal sambil melepaskan pegangan tangannya. "Cepat naik ke punggungku, lututmu akan kuobati," sahut Naruto lagi sambil berjongkok, menghadapkan punggungnya pada Sasuke yang terdiam.
"..."
"Cepat naik! Atau kau mau aku menggendongmu seperti pengantin?" ancam Naruto sedikit kesal. Akhirnya ia merasakan sang bocah perlahan naik ke atas punggungnya. Naruto tersenyum, ia pun berdiri saat dirasakannya Sasuke sudah merasa nyaman di punggungnya, lalu berjalan ke arah mobil van yang merangkap kedai milik kakeknya tersebut.
Tak lama, Naruto beserta Sasuke di punggungnya sampai di dekat van. Si pemuda pirang pun segera menurunkan sang bocah, lalu berlari masuk ke kedai untuk mengambil kotak P3K. Saat ia kembali tak lama kemudian, tangannya sudah terisi oleh sebuah kotak putih yang berisi obat-obatan.
"Kemarilah, Teme," panggil Naruto sambil duduk di sebuah kursi milik kedai mininya. Sasuke yang sedang berdiri tak jauh darinya pun mulai berjalan perlahan-lahan ke arah si pemuda. Setelah ia sampai, Naruto segera mengangkat tubuh mungil Sasuke untuk didudukkan di kursi di hadapannya, lalu berjongkok di hadapan lutut mungil Sasuke dan mulai mengobatinya.
"Lain kali kau harus hati-hati kalau berjalan, Teme," gumam Naruto sambil mengobati luka Sasuke dengan telaten. Sang bocah hanya terdiam, ia menatap kepala pirang Naruto yang sedang menunduk di hadapannya. Wajahnya datar, tak tampak ekspresi apapun di sana.
Hening menyelimuti suasana di sana, sampai seruan kecil Naruto terdengar. "Nah, sudah selesai!" seru si pemuda pirang sambil berdiri. "Hei Teme, kau mau es krim? Akan kutraktir…" ucap Naruto kemudian sambil tersenyum ke arah Sasuke.
Si bocah raven hanya memandangi lututnya yang sudah terbalut kain dengan rapi, lalu berdiri dan menatap Naruto. "...Aku tak suka es krim, aku tak suka makanan manis," gumam Sasuke pelan. Lalu ia pun berbalik dan berjalan—namun sebuah tangan tan menariknya sehingga ia terpaksa berbalik dan kembali berhadapan dengan sang pemuda pirang.
"Begitukah perilakumu terhadap orang yang sudah menyelamatkanmu, heh?" ucap Naruto sinis sambil memicingkan matanya. Sasuke hanya mengangkat alis—bingung.
"Sudahlah, aku akan mentraktirmu es krim, jadi jangan memandangku seperti itu," ucap Naruto kemudian. "Dan tidak ada bantahan," tambah Naruto saat ia melihat mulut Sasuke yang sudah akan terbuka—siap melayangkan protes. Sasuke pun kembali menutup mulutnya rapat, sementara sang pemuda menarik si bocah untuk duduk kembali di kursinya.
"Duduk yang manis di sini dan tunggu aku kembali membawa es krim spesial untukmu," sahut Naruto sambil menepuk kepala Sasuke, lalu berjalan masuk ke dalam kedai untuk menyiapkan suguhan bagi sang bocah.
Sasuke terdiam, merenungi apa saja yang telah terjadi di sore yang aneh ini. Ia lalu memegang kepalanya yang baru saja ditepuk oleh si pemuda, dan tiba-tiba semburat merah tipis mulai merambat di wajahnya.
'Tidak! Apa yang kupikirkan, tidak mungkin!' batin Sasuke sambil menggeleng-gelengkan kepalanya. Tingkah anehnya pun mendapat perhatian dari Naruto yang sedang berjalan sambil membawa sebuah nampan.
"Apa yang kau lakukan, Teme?" tanya Naruto heran sambil meletakkan semangkuk es krim di hadapan Sasuke. Sang bocah raven tak menjawab—ia sibuk memperhatikan es krim di hadapannya, sementara Naruto memilih duduk di kursi di hadapan sang bocah.
"…Oh, tenang saja, itu es krim rasa kopi, tidak terlalu manis," sahut Naruto setelah mengerti arti tatapan Sasuke. "Nah, ayo dimakan!" serunya kemudian sambil menyendok es krim itu dan menghadapkannya tepat di depan mulut Sasuke.
Sasuke secara perlahan membuka mulutnya untuk mempersilakan es krim tersebut masuk ke dalam mulut mungilnya. Setelah yakin bahwa makanan tersebut cocok di lidahnya, ia segera mengambil sendok di tangan Naruto, lalu menyendokkannya ke dalam mulut berulang-ulang, hingga mangkuk es krimnya kosong dan tak bersisa.
"Bagaimana? Enak?" tanya Naruto sambil tersenyum lebar. Sejak tadi ia memperhatikan betapa lahapnya Sasuke memakan es krim asli kreasinya sendiri tersebut, dan hal ini membuat bibirnya tak dapat berhenti melengkungkan senyum senang.
"…" Sasuke hanya mengangguk pelan, sedikit merasa malu dengan tingkahnya barusan. Jarang ia bisa lupa tata krama saat makan, biasanya di rumah ia tak pernah makan dengan bersemangat seperti tadi.
"Kau terlalu brutal memakan es krim itu, Teme," ujar Naruto sambil tersenyum geli. Ia pun merogoh saku celananya, dan sebuah sapu tangan putih bersih muncul dari saku tersebut. Sang pemuda pirang lalu mengelap bibir Sasuke perlahan sambil tersenyum lembut.
Lagi, tanpa sadar semburat merah tipis muncul di pipi porselen Sasuke. Ia tak pernah diperlakukan seperti ini oleh siapapun, bahkan oleh ibunya sendiri. Itu karena sang ibu meninggal saat melahirkannya, sementara sang ayah yang merupakan pengusaha super sibuk tak pernah meluangkan waktunya untuk keluarga. Hanya sang kakak yang terkadang ada di sisinya, tapi itupun tak sering. Sang kakak yang kini berumur 20 tahun juga sudah mulai sibuk bekerja.
"Kau mau kuantar pulang, Teme?" tawar Naruto setelah ia selesai mengelap bibir mungil Sasuke. Si bocah terdiam, ia hanya menatap Naruto dengan wajah datar—meski pipinya masih sedikit bersemu merah.
"…Tidak usah," gumam Sasuke pelan. Ia pun berdiri, lalu berjalan perlahan meninggalkan Naruto. Si pemuda yang baru saja ikut berdiri dan hendak menahan Sasuke, tak jadi melakukan niat itu saat sang bocah berhenti berjalan dan berbalik menatapnya.
"…" Sasuke menatap mata safir Naruto dengan bimbang, sementara si pemuda pirang hanya membalas tatapan itu bingung. Setelah pergolakan batin yang kuat, akhirnya Sasuke pun menarik napas panjang.
"Besok aku akan datang lagi!" teriak sang bocah kencang memekakkan telinga, memaksa Naruto menutup telinganya secara spontan. Sasuke pun segera berlari sekuat tenaga setelahnya—membuat Naruto bingung sebingung-bingungnya dengan tingkah aneh anak berambut hitam itu.
"Yah, sudahlah, setidaknya aku sudah mendapat satu pelanggan tetap," gumam Naruto sambil tersenyum kecil. Sambil bersiul, ia pun membereskan peralatan makan Sasuke, benar-benar berniat pulang kali ini.
.
.
Pukul 5 sore, taman tempat Naruto biasa menjajakan es krim tetap sepi pengunjung. Tapi hari ini Naruto tak merasa bosan. Ia menunggu-nunggu kehadiran seorang bocah berambut hitam yang kemarin berjanji akan datang lagi hari ini. Entah kenapa, memikirkan sang bocah yang bahkan tak ia ketahui namanya itu membuat hatinya gembira.
Naruto yang sedang bersiul senang sambil mengelap meja-meja kecilnya, tiba-tiba mendengar suara langkah-langkah kecil. Kontan Naruto langsung menoleh, dan mendapati sosok bocah berambut hitam sedang berdiri di belakangnya dengan wajah menunduk.
"Hei Teme, rupanya kau bisa menepati janji ya," ucap Naruto sambil mengeluarkan cengiran khasnya, sementara Sasuke hanya terdiam dan menatap tanah.
"Kau kenapa? Ada yang salah?" tanya Naruto heran saat mendapati tingkah aneh Sasuke. Ia pun berjongkok untuk menyamakan tinggi dengan sang bocah, lalu menatap kepala hitam Sasuke dengan mata biru safirnya.
"…" Sasuke tak menjawab, ia hanya mengangkat kepalanya dan mendudukkan diri di salah satu kursi kedai mini Naruto. Wajahnya datar, tak tampak ada ekspresi di sana. Naruto bertambah bingung akan hal ini, jadi ia memutuskan untuk duduk di hadapan Sasuke dan bertanya untuk membuatnya tidak penasaran lagi.
"Hei, kau kenapa?"
"…"
"Apa ada yang salah?"
"…"
"…Kau aneh, Teme," ucap Naruto setelah hening sejenak. Kini pemuda pirang itu tengah melipat tangan di depan dada sambil menatap Sasuke kesal, sementara anak yang ditatap hanya balik memandang safir itu tanpa ekspresi.
"…Aku mau es krim," gumam Sasuke pelan. Naruto yang mendengarnya sedikit bingung. Karena takut salah dengar, ia pun kembali bertanya, "Maaf, bisa kau ulangi permintaanmu?"
"…Aku mau es krim, dan kali ini aku membawa uangku sendiri," ucap Sasuke—agak mengeraskan suaranya kini. Setelah mengucapkan hal tersebut, ia mengalihkan pandangannya ke tanah lagi—tampak semburat pink tipis muncul di pipi putihnya. Naruto tersenyum. 'Kalau mau es krim 'kan tak perlu bersikap seaneh itu,' batin si pemuda pirang dalam hati, agaknya sedikit heran dengan tingkah Sasuke.
"Oh, kalau begitu tunggu sebentar, Tuan Muda, saya akan segera menyiapkan pesanan anda," ujar Naruto sambil berdiri dan membungkukkan badannya hormat, lalu mengeluarkan cengiran lebar. Ia pun melenggang masuk ke dalam van, menyiapkan menu yang sama dengan yang dinikmati oleh Sasuke kemarin.
Tak lama Sasuke menunggu, pesanannya pun tiba. Semangkuk es krim berwarna coklat muda kini tersaji di hadapannya. Setelah meletakkan pesanan Sasuke, kini Naruto sudah kembali mendudukkan dirinya di tempat ia duduk tadi.
Naruto asyik memperhatikan Sasuke yang dengan lahap memakan es krim buatannya. Menyenangkan rasanya melihat hasil karya kita bisa membuat orang lain bahagia, dan itulah yang dialami Naruto saat ini.
"Aku sudah selesai," gumam Sasuke setelah meletakkan sendok es krimnya. Mangkuk es krim Sasuke telah kosong, tapi Naruto masih saja asyik melamun sambil menatap mangkuk es krim tersebut, membuat sang bocah mengangkat alis heran.
"Hei Dobe, kau kenapa? Kerasukan?" tanya Sasuke tidak sopan. Naruto yang tersadar dari lamunan tidak jelasnya tersadar, lalu menatap sang bocah dengan pandangan tidak suka.
"Kau ini kurang ajar sekali, Teme. Bukankah sudah kubilang kau harus memanggilku 'Nii-chan'?"
"Baiklah, baiklah. Dobe-niichan."
"Namaku bukan 'Dobe', Teme!"
"Dan namaku juga bukan 'Teme', Dobe-nii."
"Baiklah, panggil aku Naruto-niichan, dan aku akan memanggilmu… Oh ya, siapa namamu, Teme?"
"Sasuke."
"Oh, kalau begitu mulai sekarang aku akan memanggilmu Tem—maksudku Sasuke, lalu kau akan memanggilku…—"
"Dobe-niichan," potong Sasuke tanpa intonasi, membuat Naruto naik darah. "Panggil aku Naru-nii, baka!" serunya tidak terima. Tapi Sasuke hanya menanggapinya dengan dengusan.
"Berapa harga es krim tadi?" tanya Sasuke acuh, tak memperdebatkan hal sepele tadi. Naruto yang masih sedikit kesal, menjawab dengan sedikit sebal. "Tak perlu bayar, aku tak butuh uang dari anak kecil sepertimu."
"Kapan kau akan kaya kalau kau selalu seperti itu, Dobe-niichan?"
"Biarkan saja, Sasu-teme, toh aku tidak butuh uang."
"…Kalau begitu, aku pulang dulu," ucap Sasuke tiba-tiba, membuat Naruto menatapnya bingung. "Kenapa cepat sekali, Teme?" cegahnya sambil menatap Sasuke yang tengah berdiri.
"Aku harus pulang tepat waktu," jawab Sasuke sambil melangkahkan kakinya menjauh. Naruto yang tak bisa mencegah kepergian sang bocah, hanya menatap punggung Sasuke yang semakin menjauh. Namun saat jarak mereka hanya 4 meter jauhnya, si bocah berhenti.
"…Terimakasih, besok aku akan datang lagi… Naruto-niichan," ucap Sasuke pelan, tapi masih dapat didengar oleh Naruto. Merasa malu, Sasuke pun mempercepat langkahnya dan sosoknya segera menghilang saat ia keluar dari area taman tersebut.
"…Dasar bocah aneh," gumam Naruto sambil tersenyum kecil. Akhirnya ia pun kembali melakukan hal yang sama dengan kemarin; membereskan peralatan makan Sasuke sambil bersiul senang, berniat pulang ke rumah kali ini.
.
.
Esok harinya, Sasuke datang lagi. Dan esoknya lagi, dan esoknya lagi. Tanpa Naruto dan Sasuke sadari, mereka sudah sangat terikat satu sama lain. Meski setiap sore hanya diisi dengan adu mulut heboh tanpa henti, tapi mereka merasa nyaman dengan kebersamaan mereka.
Tak setiap hari mereka bertengkar, tentu saja. Meski Sasuke adalah anak yang tertutup, namun terkadang ia mau berbagi cerita tentang kehidupannya kepada Naruto, dan begitu pula sebaliknya. Karena hal inilah, tanpa disadari ikatan mereka semakin tak terpisahkan, semakin hari semakin kuat dan kokoh.
Di satu meja, mereka akan saling bertukar kisah. Di satu meja, mereka akan saling beradu mulut. Di satu meja, mereka akan tertawa riang bersama. Terkadang, mereka berbagi es krim di satu mangkuk yang sama. Dan tanpa mereka sadari, tumbuh perasaan terlarang di hati mereka masing-masing, siap berbunga dan membuat kisah mereka makin bahagia.
Hari ini, seperti biasa, Naruto sedang duduk santai di dalam kedai mininya, menanti seorang bocah pelanggan setianya yang selalu datang setiap pukul 5 sore. Dan saat jarum di jam tangan Naruto menunjukkan tepat pukul 5 sore, sesosok bocah berambut raven muncul dan berjalan menuju ke kedai mini milik Naruto.
"Hoi, Teme!" teriak Naruto sambil melambaikan tangannya girang. Sasuke sampai di salah satu kursi, lalu si pria pirang segera keluar dari mobilnya dan duduk di hadapan Sasuke.
"Hari ini masih es krim kopi?" tanya Naruto sambil nyengir. Sasuke hanya menggeleng pelan sebagai balasannya. Terkejut, Naruto memegang dahi sang bocah dengan telapak tangannya—memeriksa suhu tubuh Sasuke. Mungkin saja Sasuke sedang demam, dan hal itu membuatnya bersikap aneh.
"Hm… Tidak panas… Lalu kenapa kau bersikap aneh, Teme?"
"…Niichan… Aku…"
"Hm? Apa?"
"Aku… akan pindah besok…"
~TO BE CONTINUED~
Author's note:
HAPPY NARUSASU DAY! HAPPY! HAPPY! HAPPY! XDD *lompat-lompat girang*
Well, ehm, this is my first N.S fanfic. Maaf kalo jelek, saia masih pemula di bidang N.S… m(_._)m
Oh ya, ini cuma two-shot kok. Chapter dua saia usahakan apdet nanti malam. :3
Maaf ceritanya gaje gila, kaga nyambung pulak. Akhir-akhir ini entah kenapa kemampuan menulis saia menghilang entah ke mana… ToT *curcol*
Kritik, saran, serta flame un-gaje yang baik dan benar selalu diterima... :)
.
MIND TO REVIEW?
.
DOUMO ARIGATOU GOZAIMASU!
