Hallo! Saya balik lagi di Fandom Naruto setelah lama tidak ada kabarnya.
Jangan tanya soal Bloody Wall, fict itu akan saya buat setelah UN dan UM berakhir. Membuat itu benar-benar menguras imaginasi. Hehehe...
Kali ini sebuah fict, menjawab Black and White Infantrum Challenge. Mega! Saya benar-benar tidak bisa menahan godaan untuk tidak membuat fict selama persiapan UN. Meskipun itu berarti, saya harus membuatnya disela-sela kesibukan.
Ga usah banyak kata pembuka, langsung aja ya!
Enjoy!
"Paman, dimana Ayah dan Ibu?" Itu yang pertama kali kudengar saat anak laki-laki kecil berusia dua tahun itu mulai lancar berbicara.
Deg! Sontak jantungku berdegub kencang. Sangat. Aku dapat merasakan ada jarum tipis panjang menusuk hatiku. Aku tahu anak ini tidak bermaksud menyinggung perasaanku, tapi jujur saja aku tidak tahu harus menjawab apa.
"Paman..."panggilnya dengan wajah penuh harap.
Kupaksakan diriku untuk tersenyum. "Suatu hari nanti kau pasti akan bertemu dengan mereka..."
"Kapan?"
Ulu hatiku kembali ngilu. "Saat kau jadi pintar dan menjadi anak baik. Sekarang tidurlah." ucapku seraya menyelimutinya.
Kami-sama, sampai kapan aku harus terus berbohong padanya? Dan mengapa takdir begitu kejam pada anak sepolos dia?
.:.:.:.:.:.:.:.:.:.:.:.:.:.:.:.:.:.:.:.:.:.:.:.:.:.:.:.:.:.:.:.:.
Serenade of Heart Beat
"Tears of Blood"
Disclaimer: Naruto punya Masashi Kishimoto, lagu Tears of Sorrow punya Anggun
Genre: Romance
Set: Black
Rating: T
Pairing: Sasusaku
Warning: AU
.:.:.:.:.:.:.:.:.:.:.:.:.:.:.:.:.:.:.:.:.:.:.:.:.:.:.:.:.:.:.:.:.
Gedung-gedung saling berlomba mencapai langit. Demi kepercayaan bahwa semakin dekat dengan langit, maka semakin dekatlah mereka dengan Tuhan. Demi derajat diri karena barang siapa yang dapat menaklukan langit, maka dialah yang terhebat. Demi prestise akan kenikmatan tak terkira tinggal di dalamnya. Akan tetapi, hal tersebut tidak mendekatkan mereka akan apa yang mereka cari, melainkan menjadikan kota ini seperti lautan beton. Pohon-pohon tidak lagi hijau, telah beralih menjadi bangunan-bangunan.
Ya, inilah Tokyo, pusat negara Jepang.
..
Segumpalan awan mendung melingkupi pusat Shibuya. Sementara angin bertiup kencang. Nampaknya, hujan deras akan segera turun malam ini.
Orang-orang yang masih berada di luar bangunan bergegas ke mobil masing-masing untuk pulang. Sementara, mereka yang tidak sempat, segera berlindung di bangunan terdekat. Dan benar saja, tanpa peringatan rintik air gerimis, hujan deras langsung mengguyur.
Seorang gadis berambut merah panjang memakai kacamata, berjalan sedikit tergesa. Berkali-kali payung putihnya hampir diterbangkan angin dan beberapa bagian jaketnya mulai basah terkena air hujan. Tapi, wajahnya tetap menunjukkan senyum kebahagiaan.
"Aku harus segera sampai sana. Dia pasti menungguku." pikirnya.
Ia terus berjalan riang.
..
Ingatlah, cerita tidak seindah di negeri dongeng.
..
Sebuah mobil sedan warna merah terus melaju dengan kecepatan tinggi, tak peduli jika traffic light jalan yang dilaluinya masih 'merah'. Terus melaju. Menghamburkan para pejalan kaki yang sedang menyeberang melintasi zebra cross. Beruntunglah bagi mereka yang dapat dengan cepat kembali ke sisi jalan. Tapi, naas bagi mereka yang tidak.
Termasuk sang gadis. Perasaan riang sudah membawanya ke surga dalam hatinya, sampai ia tak menyadari bahwa ada mobil sedan yang melaju kencang ke arahnya.
DUUAAAKK!!!
Terjadi tumbukan sangat keras.
Tubuh sang gadis terlempar sejauh 10 meter. Payung putihnya terbang entah kemana. Darah mengalir dari kepala, hidung dan telinganya. Menimbulkan keributan orang-orang di sekitar jalan.
"Maafkan aku..." ucap sang gadis pelan sebelum menutup matanya.
.:.:.:.:.:.:.:.:.:.:.:.:.:.:.:.:.:.:.:.:.:.:.:.:.:.:.:.:.:.:.:.:.
Sementara itu di Rumah Sakit Universitas Tokyo.....
"Bagaiman keadaannya, Dok?" tanya wanita berambut coklat kemerahan panjang dengan wajah khawatir.
Sang dokter menghela nafas panjang, lalu menatap sebuah ranjang di balik pintu kaca dimana seorang gadis berambut pink tengah menahan sakit.
"Sebelumnya, saya minta maaf jika harus mengatakan ini... Jantungnya rusak parah. Kelainan pada klep jantungnya menyebar tak terkendali. Dia harus mendapatkan donor jantung sebelum pagi menjelang. Jika tidak..." ia menggelengkan kepalanya.
Air mata wanita itu kembali menggenang. Bagaimana tidak? Dua jam lalu dia menemukannya dalam keadaan pingsan dan sekarang ia diberitahu tentang keadaan anaknya. Ia tahu jika anaknya itu mengalami kelainan pada klep jantung, tapi dia tidak menyangka sampai separah ini. Apalagi selama 5 tahun merawatnya, anak itu tidak pernah sedikit-pun mengeluhkan sakitnya. Ibu mana yang tidak khawatir?
Ia menatap sang dokter dengan tatapan memohon, "Dokter boleh mengambil jantung saya jika itu dapat menyelamatkannya!".
Tsunade, nama dokter itu, tidak tahu bagaimana harus memandangnya. Sebagai wanita, ia mengerti perasaan wanita itu. Tapi masalahnya tidak sesederhana itu. "Saya menghargai niatan Ibu. Tapi jantung yang dibutuhkan adalah jantung dengan darah AB rhesus negatif. Itu golongan darah yang sangat langka di dunia ini!"
Wanita itu langsung terduduk di lantai. Butiran air matanya semakin deras mengalir. Jujur, baru kali ini ia merasa tidak berguna. Ia merasa gagal sebagai seorang ibu yang telah membiarkan anaknya menderita sekian lama.
"Ibu... Tenanglah!" seorang pemuda berambut pirang bermata biru yang sedari tadi diam kini memeluk ibunya. Nada suaranya juga terdengar getir.
"Bagaimana Ibu bisa tenang, Naru? Sekarang Sakura sedang menahan sakit di sana dan Ibu tidak bisa berbuat sesuatu untuknya..."
"Ibu... percayalah pada Sakura! Dia pasti kuat. Ibu tahu kan selama ini dia tinggal bersama kita, dia tidak pernah menunjukkan rasa takutnya. Dia gadis yang pemberani, dan hal ini tidak akan membuatnya gentar, Ibu..." kata Naruto pelan, berusaha menyemangati ibunya.
..
Tapi, takdir tak selalu seperti bayangan kita
..
"Dokter Tsunade!!!" terdengar suara teriakan wanita muda di sepanjang lorong. Orang-orang yang berada di lorong menoleh sambil berpikir, ada apa gerangan?
"Hah! Hosh! Hosh!" wanita muda berambut serta bermata hitam itu berhenti di depan Tsunade, Naruto dan Kushina. Rasa kelelahan terpaut jelas di mukanya.
"Ada apa, Shizune?" tanya Tsunade.
"Saya baru saja mendapat kabar bahwa..." ia terengah-engah. "Ada donor jantung AB rhesus negatif dari seorang korban kecelakaan. Keluarganya sudah mengijinkannya..."
Baik Tsunade, Kushina maupun Naruto memandang Shizune dengan tatapan ridak percaya.
Keajaiban.
Ya, ketika sesuatu sudah hampir tidak mungkin lagi untuk ditolong, janganlah merasa dunia akan kiamat. Percayalah pada keajaiban. Kalian tahu? Keajaiban itu akan datang, merubah yang tidak mungkin menjadi mungkin. Merubah garis takdir kita.
"Segera siapkan ruang operasi. Malam ini kita lakukan operasi!"
.:.:.:.:.:.:.:.:.:.:.:.:.:.:.:.:.:.:.:.:.:.:.:.:.:.:.:.:.:.:.:.:.
Matahari mulai menampakkan sinar lembutnya diantara langit cerah. Perlahan masuk, menembus kaca dan tirai putih pada jendela di sebuah kamar rumah sakit. Sementara di luar, burung-burung gereja berkicau, saling bersahut-sahutan satu sama lain. Sebuah simponi pagi yang menarik dan semoga saja menjadi awal suatu hari yang baik.
Mata gadis berambut pink yang tertidur di ranjang putih kamar inapnya mulai terbuka perlahan. Butuh beberapa waktru bagi matanya untuk beradaptasi dengan intensitas cahaya matahari yang masuk. Ada perasaan lelah, terasing yang menghinggapi dirinya 'Kenapa Aku ada disini? Sudah berapa lama?' ia menggerakkan tangannya dengan pelan, lalu menyentuh dadanya. Menggenggam kimono rawatnya. 'Kenapa Aku tidak mati disaat penyakit itu menyerang? Kenapa Aku masih hidup? Bukankah samua jadi lebih mudah jika aku mati?'
Ingin rasanya ia menangis, tapi ia sudah bersumpah tidak akan lagi melakukan hal yang biasa dilakukan wanita, menangis. Baginya menangis adalah kekalahan terhadap jiwa dan raga, tanda bahwa ia kalah dari dunia. Dan ia tak ingin kalah.
Cklek!
Pintu tiba-tiba terbuka, menunjukkan sosok wanita berambut coklat kemerahan dan pemuda berambut pirang. Wajah keduanya tertegun sesaat setelah melihat Sakura sudah terbangun. Segera keduanya menuju tempat tidur Sakura.
"Sakura, kau baik-baik saja, Nak?" tanya Kushina seraya memegang dahi Sakura dengan punggung tangannya.
Namun, sebelum tangan itu mendarat di dahinya, Sakura menepisnya. "Jangan sentuh aku!" ucapnya pelan.
"Sakura..." kata Naruto sedikit memperingatkan Sakura.
"Tidak apa Naru, Sakura hanya belum terlalu sehat makanya..."
"Kenapa aku ada di sini?" potong Sakura dengan nada dingin.
"Dua hari yang lalu kami menemukanmu pingsan dan kami membawamu kemari. Tapi sekarang kau tidak perlu khawatir lagi. Penyakitmu tidak akan kambuh lagi. Percayalah pada Ibu!" Kushina tersenyum lembut, wajahnya berbinar bahagia. Bagaimana pun ia tidak akan melihat anaknya tersiksa karena penyakit.
"Apa maksudmu?"
"Seseorang telah memberikan jantungnya untukmu. Jadi, kau tidak perlu lagi..."
"Siapa yang minta?"
"Eh?"
Sakura meninggikan nada suaranya. "Aku bilang, siapa yang menyuruhmu melakukan itu? Aku tidak menginginkan jantung baru! Aku..."
"Berhenti membentak istriku!"terdengar suara lelaki dari belakang, sedikit membentak.
Mereka bertiga menoleh ke belakang dan mendapati seorang pria tampan berambut pirang bermata biru cerah. Ya, sangat mirip dengan Naruto, bisa dibilang versi tuanya. Wajah pria itu terlihat gusar bercampur lelah. Kemudian ia berjalan mendekati Sakura.
Gadis berambut pink itu memalingkan wajahnya ke jendela kamarnya, menolak menatap wajah pria berambut pirang itu, tapi tetap mempertahankan tampang tanpa ekspresinya.
"Minato..." kata Kushina lembut, berusaha menghentikan langkah suaminya.
Minato tidak menggubris perkataan istrinya, ia terus berjalan ke tempat Sakura berbaring. "Sudah berapa kali kubilang agar kau tidak membentak istriku lagi!!! Apa kau tidak mengerti?"
Sakura tetap diam, tanpa ekspresi.
"Jawab pertanyaanku!!!" bentak Minato.
"Ayah, sekarang kita di rumah sakit dan Sakura baru saja menjalani operasi transplantasi jantung. Biarkan dia istirahat, Ayah!" Naruto mendekati Minato, berusaha menenangkan amarah ayahnya.
"Kau ingin jawaban?" tiba-tiba Sakura membuka mulutnya sambil memandang Minato dengan tatapan angkuhnya. "Aku tidak mengerti dengan semua yang kau katakan dan aku tidak akan belajar untuk mengerti. Aku juga tidak mengerti kenapa harus kau yang jadi ayahku..."
PLAAKK!!! Sebuah tamparan mendarat di pipi Sakura.
"MINATOO!!!"
"AYAAAHHH!!!"
Sakura tidak menangis atau pun memegang pipinya yang memerah. Ia tersenyum kecil, memandang ayahnya dengan pandangan melecehkan seolah mengatakan bahwa itulah yang ia inginkan.
"Seharusnya kau sadar, bahwa kau hanyalah sebuah kesalahan!" bentak Minato.
"Minato, kita harus bicara di luar!" Kushina menatap tajam suaminya, lalu mengajaknya keluar ruangan. Meninggalkan Naruto dan Sakura dalam satu ruangan.
"Sakura, tadi Ayah hanya kecapekan, jadi jangan masukkan apa yang..."
"Keluar," Sakura memotong ucapan Naruto.
"Apa?"
"Kubilang keluar dari sini dan jangan pernah kembali! Aku muak melihat wajah kalian!" teriak Sakura.
Aku ini...
Sebuah kesalahan kan? Tapi, kenapa aku tetap dibiarkan hidup? Kenapa aku tidak mati saja? Bukankah jika dibiarkan terus hidup, kesalahan satu akan menjadi provokasi bagi kesalahan lainnya? Menambah dosa kita sebagai manusia?
Kenapa, Kami-sama?
.:.:.:.:.:.:.:.:.:.:.:.:.:.:.:.:.:.:.:.:.:.:.:.:.:.:.:.:.:.:.:.:.
Dua tahun kemudian...
Orang-orang, entah tua muda, berduyun-duyun menuju Tokyo Dome. Suasana yang ramai, tapi mereka tetap tertib berjalan, menunggu antrian. Tidak ada adegan orang saling berebut masuk pintu.
Ada gerangan apa mereka ke sana?
Ada sebuah konser. Penyanyi baru memang, baru satu tahun bergabung di dunia entertainment dan baru memiliki satu album memang. Tapi, pesona suaranya yang menarik ribuan orang rela mengantri tiket konsernya.
Penyanyi itu adalah...
Haruno Sakura.
..
Ia berdiri di atas panggung. Ia mengenakan gaun putih pendek dengan juntaian kain yang berwarna senada. Kristal Swarovsky menghiasi bagian lengannya. Sungguh memukau ribuan pasang mata yang melihat penampilannya.
Ia memegang mike dan mulai bernyanyi.
Ego lies in human nature
Scars the face in every one of us
What's mine is mine
What's yours is yours
It seems like we forget about the heaven's floor
..
Set a wider gap between us
We build up walls without no shame
We turn away
If you're not one of us
But I thought, there's one color in our blood
..
We run around in circles
Why not reach for a truth eternal
Living life that's so superficial
We'll drown in the tears of sorrow
..
Greed demands our full attention
We only live for our own gain it seems
What's mine is mine
What's yours is yours
I fear we'll lose the faith we ignore
..
We run around in circles
Oohhhh
Living life that's so superficial
We'll drown in the tears of sorrow
..
Terdengar tepukan membahana dari para penonton.
Sakura tersenyum.
Di dunia ini, aku telah melepaskan semuanya, tapi apa benar inilah kebahagiaan yang aku inginkan?
Sebuah mobil Porstche hitam memasuki pelataran sebuah rumah mewah bergaya klasik yang terletak di pinggir kota Tokyo, lalu memarkirnya di depan pintu rumah.
Pintu mobil terbuka, menampilkan dua orang pemuda tampan. Pemuda pertama berwajah dingin, berambut hitam dengan model ekor ayam, memakai celana hitam yang dipadukan dengan jubah dengan warna sama berbordir emas. Pria kedua juga berambut hitam, wajahnya menyunggingkan senyum misterius-tak bisa ditebak apakah senyumnya tulus atau merupakan bentuk pertahanan diri- dan memakai celana biru tua lengkap dengan jubah berbordir perak.
Keduanya berjalan pelan-terlihat angkuh- menuju pintu utama rumah yang berukirkan motif-motif klasik. Mereka tidak perlu mengetuk pintu atau menekan tombol bell karena pintu besar itu secara otomatis terbuka. Memperlihatkan bagian dalam rumah yang sangat mewah.
Seorang pria berambut perak berkuncir kuda dan berkacamata menghampiri kedua pria itu. "Tuan sudah menunggu kalian. Ikuti saya!"
Hanya dalam sekali melihat, kita dapat menyimpulkan bahwa pemilik rumah ini nyatanya penggemar arsitektur klasik. Setiap interior ruangan, seperti meja, kursi, lemari, bahkan langit-langit diukir dengan sangat detail, membentuk ornamen-ornamen khas klasik. Lalu, guci-guci besar berwarna krem dengan lukisan mawar merah, terbuat dari batu marmer untuk dasarnya dan batu ruby untuk mawarnya. Entah berapa harga guci-guci itu. Tidak hanya itu saja, lukisan-lukisan karya pelukis terkenal dunia menghiasi setiap lorong rumah yang berlapiskan wallpaper merah tua berbenang emas. Benar-benar mewah.
Mereka berhenti di sebuah pintu perak yang terletak di bagian rumah paling dalam. Pria berambut perak mengetuk pintu dan dari dalam terdengar suara lirih dan dingin. "Masuklah!"
Ruangan yang berada di balik pintu perak, terlihat amat gelap, mencekam. Tirai-tirai hitam di tutup, menghalangi setiap cahaya yang hendak masuk ke dalamnya. Lampu-lampu sengaja dimatikan. Hanya ada 13 lilin yang menerangi ruangan tersebut.
"Lama tak berjumpa, Sasuke, Sai!" ucap seseorang di balik kursi boss-nya. Lalu ia memutar kursinya, menampakkan jati dirinya. Pria berambut hitam panjang, berkulit putih, dan bermata ular. Seorang yang terkesan berbahaya.
"Sebelumnya, aku ingin mengucapkan selamat atas keberhasilan kalian menghancurkan markas FBI di Berlin. Kalian anak buahku yang handal. Karenanya, aku akan memberikan kalian sebuah misi yang hanya bisa diselesaikan oleh kalian," suasana menjadi sedikit tegang, "Bunuh orang ini!" ia menaruh sebuah foto di meja.
Sesuke dan Sai berjalan mendekati meja dan melihat foto itu. Urat kekagetan terlihat jelas di wajah Sasuke, sementara Sai memandang wajah Sasuke, berusaha memahami gejolak dlam diri partner-nya itu.
Sang pria tertawa pelan. "Seharusnya kau berterima kasih padaku, Sasuke. Bukankah ini saat yang tepat untuk membalas dendam pada orang yang sudah menghancurkan hidupmu?" ia memandang foto yang ia berikan. Sebuah foto pria berambut pirang bermata biru yang sedang berpidato di khalayak umum. Namikaze Minato.
"Baik...
... Orochimaru-sama!"
.:.:.:.:.:.:.:.:.:.:.:.:.:.:.:.:.:.:.:.:.:.:.:.:.:.:.:.:.:.:.:.:.
Lampu-lampu beraneka warna saling berpadu, menyemarakkan dan menghiasi Shibuya dengan cahayanya hingga ke sudut-sudut kota. Jadi, kita tidak akan menemukan kegelapan di sana.
Sasuke dan Sai berjalan diantara keramaian kota. Berjalan tenang, tanpa berbicara sepatah kata pun.
Bagi Sai, ini bukan saat yang tepat untuk mengajaknya berbicara. Apapun, apalagi menyangkut misi baru mereka. Ia tahu ada gejolak batin mendalam yang dialami Sasuke. Bagaimana tidak? Mereka mendapatkan misi yang mengharuskan mereka membunuh Namikaze Minato. Sai tidak tahu detailnya, tapi orang itu adalah orang yang menghancurkan segala masa depan dan juga kebahagiaan partner-nya. Nah, jika ia menjadi Sasuke, apa ia harus bahagia? Atau malah sebaliknya? Ia tidak tahu.
Alhasil, ia hanya mengikutinya dari belakang.
..
..
Langkah Sasuke tiba-tiba berhenti. Ia menutup mata, merasakan aura di sekelilingnya.
Ada sesuatu yang indah yang menggelitik telinganya.
Angin malam?
Nampaknya bukan. Ini seperti senandung, jauh lebih indah.
Ia membuka mata perlahan. Mungkin saja ada orang disekitarnya yang brsenandung seindah itu. Jujur, baru kali ini ia merasa sepenasaran ini dan hanya untuk sebuah senandung.
Oh, sejak kapan Uchiha Sasuke menjadi semellow ini?
Matanya berkeliling dan akhirnya ia menemukan apa yang ia cari.
Di TV besar Shibuya. Ia melihat seorang gadis berambut pink bermata hijau sedang bernyanyi.
..
Around in circles
A truth eternal
So superficial
we'll drown in the tears of sorrow
..
We run around in circles
Why not reach for a truth eternal
Living life that's so superficial
We'll drown in the tears of sorrow
..
"Sasuke, kau kenapa?" tanya Sai sambil menepuk bahunya pelan.
"Tidak apa-apa," Sasuke memalingkan pandangannya, lalu berkata dengan dingin, "Kita pergi!"
Kenapa? Kenapa aku merasa familiar dengan penyanyi itu? Siapa dia?
CHAPTER 1 END
.:.:.:.:.:.:.:.:.:.:.:.:.:.:.:.:.:.:.:.:.:.:.:.:.:.:.:.:.:.:.:.:.
Author's Note:
Huwaaa!!!! -nangis darah- Minato-nya jadi seperti itu! OOC banget ya? Sebenarnya, aku ga tega melihat tampang sebijak dan seimut dia nampar perempuan. Ga gentle menurutku. Tapi, mau gimana lagi, plotnya seperti itu. Awalnya aku bakalan pakai chara asli bapak-bapak yang lain, tapi ga pas. Alhasil, terpaksa pakai Minato. -bener-bener ga rela-
Mungkin ada yang bingung soal anak kecil dan'aku' di pembuka chapter, juga perempuan yang tertabrak. Kujelaskan bahwa mereka (kecuali anak kecil) adalah chara asli. Keberadaan mereka akan terungkap sedikit demi sedikit dalam chapter selanjutnya. Nah, ada yang bisa tebak siapa mereka?^_^
Dalam chapter ini, mengambil tema 'Tears of Blood'. Jujur, aku sendiri ngaku kalo dalam chapter ini, temanya ga gitu kerasa. Kesan black-nya juga. Dilihat dari segi arti, tema ini berarti 'air mata darah'. Tapi, dalam chapter ini ga ada tuh adegan sampe nangis-nangis darah. Lagu yang kupake juga ga gitu pas. Jadi merasa gagal nih... :(
Yah, karenanya, segala kritik diterima dengan lapang dada. Aku ga akan tersinggung kok. Jadi, jangan sungkan-sungkan. Bukankah kritik itu membangun?
Next Chapter: Shattered Heart
Terakhir, thanks to Sherry-me, SheilaLuv, Zee juga Aretzhartassadarius atas segala masukannya.
Regards,
Shizuka Daihyooga
