JUMPING FROM THE TOWER ©Kaoru Ishinomori

Saat melihat sendiri gadis itu melompat dari menara, jantungnya serasa berhenti berdetak—dan Obi tidak tahu kenapa. Based from episode 10.


Hanya berdiri dan menunggu; adalah hal yang sangat tidak ia sukai. Apalagi, menunggu hal yang tidak pasti; kedatangan burung berbulu indah tersebut. Obi menggaruk-garuk belakang lehernya, bosan. Shirayuki ada di atas menara, dan Zen ada di halaman depan istana yang jaraknya jauh dari sini. Ia hanya diperintahkan untuk berdiri, menunggu, bersama dua pengawal yang tidak ia kenal.

Rasanya sangat, dan sangat, membosankan.

Obi hendak menghela napas ketika mendengar suara ribut-ribut di atas menara. Ia langsung terjaga, seperti pengawal-pengawal pada umumnya, termasuk dua pengawal yang bersamanya. Mereka bertiga saling berpandangan, melemparkan ekspresi penuh tanda tanya. Teriakan-teriakan, sepertinya di atas sangat hiruk-pikuk seperti pasar malam. Padahal hanya tiga orang di atas sana.

Obi hendak menyuruh dua pengawal itu untuk memeriksa, namun saat itu, firasatnya berkata bahwa sesuatu telah terjadi. Memang buruk, membiarkan Shirayuki hanya sendirian tanpa pengawal di atas menara. Bahkan, membiarkan Shirayuki yang tanpa pengawal bersama dengan Tuan Brecker dan pengawalnya.

Bukannya ia mengkhawatirkan gadis berambut merah itu, hanya saja, kalau terjadi apa-apa, ia yang akan kena getahnya dari Zen.

"Sepertinya ada keributan di atas sana," ujarnya sarkatis, hanya sebagai kalimat pembuka saja. "Aku akan memeriksanya."

Obi memasuki menara tanpa hambatan, karena ia memang mempunyai wewenang untuk melakukannya. Ia menaiki tangga, lambat-lambat. Keributan itu masih belum reda, dan sejujurnya, ia berharap sebelum ia sampai di atas menara, keributan itu sudah berakhir. Entah apa yang terjadi, tetapi firasatnya mengatakan bahwa apa yang akan ia lakukan justru merepotkan dirinya sendiri.

Sudah kebiasaannya ketika bosan, Obi menggaruk-garuk belakang lehernya. Sebentar lagi sampai. Tangannya terjulur menggenggam pinggiran tangga yang kesekian, dan kakinya hendak menaiki anak tangga lagi saat kedua matanya yang sejajar dengan jendela yang terpampang di salah satu menara melihat seorang gadis yang sangat ia kenal menceburkan diri.

Seorang gadis yang sangat-ia-kenal menceburkan diri. Dari atas menara.

.

Byur.

.

Sengaja? Atau tidak?

Mana ia peduli saat itu.

Yang jelas, yang Obi tahu, badannya membeku tiba-tiba, kedua matanya membesar seolah ingin meloncat keluar, jantungnya serasa ingin jumpalitan di tempat.

Eh? Eh? EH? EEEH?

Apa yang terjadi? Apa yang sebenarnya terjadi sebelumnya? Apakah matanya tidak salah lihat? Apakah matanya tidak sedang dalam kondisi error ketika melihat seorang gadis dengan rambut merah melompat dari atas menara dan membiarkan badannya tertarik gravitasi hingga tercebur ke dalam laut?

Selama sepersekian detik, badannya tidak mau bergerak. Terkejut, bingung, panik, semua melandanya dan melebur di dalam dirinya. Otaknya belum mengkonfirmasi perintah supaya membuat jelas apa yang harus ia lakukan sekarang. Apakah yang ia lihat tadi itu benar? Gadis itu? Gadis berambut merah.. eh, eh, Shirayuki?!

Shirayuki?!

Mulutnya ternganga. Tunggu, tunggu, tunggu!

Seumur hidup Obi menjadi pembunuh bayaran, ia belum pernah sekalipun—dan tidak pernah ingin membayangkannya—bertemu dengan gadis nekat, spontan, dan bertindak dengan badan lebih dulu daripada kepalanya seperti gadis yang barusan terjun dari atas menara seperti sekarang. Dan pada detik ini yang paling tidak ia ingin bayangkan terjadi dengan sangat cepat, membuat darahnya seolah tersumbat dalam sekejap.

Ia bertanggungjawab atas nyawa seorang gadis. Dan sekarang, kini gadis itu baru saja terjun dari atas menara. Padahal ia, sebagai pengawal pribadinya, bertanggungjawab atas nyawanya.

Sungguhkah ini?!

Ia bertanggungjawab atas nyawa seorang gadis yang baru saja terjun dari atas menara.

IA. DI-RI-NYA. DIRINYA BERTANGGUNG JAWAB ATAS NYAWA SEORANG GADIS YANG BARU SAJA TERJUN DARI ATAS MENARA!

Suaranya yang sampai sejak tadi tercekat di tenggorokan mulai bisa menyembur dari mulutnya.

"HAH?!"

Otaknya secara kilat menampilkan kilas balik apa yang tadi ditangkap oleh kedua bola matanya, oleh mata kepalanya sendiri. Kemudian sebaris kalimat kesimpulan mulai bisa ia terima kenyataannya. Gadis yang baru saja terjun dari atas menara itu tidak serta-merta hanya 'gadis' saja.

Dia Shirayuki.

Seorang Shirayuki.

Shirayuki menceburkan diri dari atas menara.

Shirayuki menceburkan diri dari atas menara.

Demi siapapun yang membuatnya merasa ia dilahirkan sebagai seorang pembunuh bayaran, ia harus mengulang kalimat itu berkali-kali di kepala.

Shirayuki menceburkan diri dari atas menara.

Shirayuki menceburkan diri dari atas menara.

Shirayuki menceburkan diri dari atas menara.

Seolah-olah berita itu tidak berasal dari dirinya, mulutnya mulai bisa berteriak histeris.

"APAAAAA!?"

Badannya seolah baru saja dikagetkan dengan alat kejut jantung.

Apa? Apa? Apaaaa?

Ini bukan bohong. Astaga. ASTAGANAGA.

Ia sungguh melihat Shirayuki terjun bebas dari atas menara. Astaga, astaga, astaga! Seumur hidupnya, baru kali ini Obi mendapati dirinya sendiri merasa panik bukan main, badannya panas-dingin berganti cepat sekali seolah musim panas dan musim dingin berkelap-kelip seperti lampu yang saklarnya dimainkan.

Dengan detak jantungnya yang berpacu dan seakan saling berkejaran, kedua kakinya setengah gemetaran tak terkendali berlari melompati tangga dan membuka jendela. Ia membungkukkan badannya dalam-dalam, memastikan fakta bahwa Shirayuki sebagai gadis yang baru saja melompat dari atas menara sungguh-sungguh ada di bawah sana.

Meskipun di bawah sana pemandangannya hanya biru laut seperti hamparan padang pasir, matanya bisa dengan jelas menangkap rambut merah yang mendadak muncul dari permukaan. Rambut merah, semerah apel.

Entah harus terkejut, entah harus panik, entah harus terkejut-sekaligus-panik-menjadi-satu, ia tidak bisa secara jelas mendeskripsikan apa yang sepenuhnya ia rasakan begitu melihat Shirayuki di bawah sana. Sejujurnya, ia tidak bisa mendeskripsikan apa yang ia rasakan sejak tadi.

Dan apa yang ia rasakan setelah ini.

Apa yang harus ia lakukan sekarang? Berteriak memanggilnya? Atau ikut melompat? Atau berbalik menuruni tangga dan menyambutnya di tepi? Atau mendiamkannya saja, berpura-pura tidak ada yang terjadi? Tidak, tidak mungkin ia akan memilih pilihan yang terakhir. Pilihan itu begitu jahat, dan membuatnya ingin membunuh dirinya sendiri saking kesalnya karena sempat-sempatnya alternatif semacam itu terlintas di kepalanya sendiri.

Apa jadinya apabila Zen ada di posisinya sekarang?

Mendadak, pikiran sinting terlintas seperti itu di benaknya. Bagaimana apabila Zen ada di sampingnya? Sudah pasti Zen bisa langsung bertindak dengan lebih dewasa dan lebih sigap, tidak tercengang dan tidak bisa bergerak sepertinya.

Zen akan menyuruh seseorang untuk menyusul Shirayuki, seorang lagi untuk menyelamatkan Shirayuki, kemudian ia akan mendatangi lantai atas untuk menemui Tuan Becker dan menghukumnya. Dengan azab yang pedih, atau entahlah. Obi belum pernah menghukum seseorang seumur hidupnya, sehingga menghukum-Tuan-Becker adalah daftar terakhir dari apa yang akan ia lakukan.

Karena itulah, bertindak seperti 'apa yang akan Zen lakukan seandainya Zen ada di posisinya sekarang' benar-benar bukan dirinya sama sekali.

Obi menelan ludah. Ia melepas seragamnya. Ia tidak bisa menjadi Zen yang tahu apa yang harus ia lakukan, tahu bagaimana cara terefektif untuk melakukannya dengan cepat, tahu bagaimana cara menyelesaikan permasalahan dengan satu kali langkah. Sehingga, terlepas dari semua itu, ia sudah tahu apa yang harus ia lakukan.

Bukan sebagai mewakili posisi Zen. Karena Zen tidak mungkin melakukan apa yang mungkin ia lakukan. Setidaknya Zen akan melakukannya dengan cara yang lebih pintar.

CUKUP.

Cukup sudah dengan segala tetek-bengek yang ia pikirkan. Ia tahu apa yang harus ia lakukan sebagai dirinya sendiri.

Ditundukkannya kepala, memastikan gadis itu masih ada di bawah sana.

Dengan segenap energi yang tersisa dari semua tenaga yang habis menguap karena hormon adrenalinnya meningkat drastis tadi,

.

.

ia melompat.


Author's Note:

Ketika nonton episode 10 pas Shirayuki terjun, to be honest, aku langsung yakin Obi bakal ikut terjun. Well, karena Obi cukup bodoh kalau dihadapkan pada situasi seperti itu, lol.