Disclaimer: I do not own Bleach. Bleach only belongs to Tite Kubo.

[Semua hal yang terkandung dalam fanfiksi ini murni fantasi belaka.]


Tidur adalah hobi Kuchiki Rukia, atau lebih ekstrimnya lagi, bisa tidur di mana pun dan kapan pun adalah tujuan hidupnya.

Kebiasaan ini muncul secara alamiah, semenjak kecil Rukia memang sangat suka tidur. Rukia bahkan bisa tidur di mana saja, tidak perlu futon atau bantal, cukup beri dia waktu beberapa menit untuk menutup mata, maka tak lama setelah itu kau akan melihat gadis ini tertidur nyenyak meski ia sedang terduduk.

Sayangnya, terlahir di lingkungan keluarga bangsawan membuatnya kesulitan untuk menekuni hobi ini. Meski ia sering mencuri-curi waktu di sela kegiatan melukis dan merajutnya, Rukia merasa itu tidaklah cukup.

Keadaannya semakin terancam ketika gadis itu mendengar berita mengenai kakaknya yang ingin mengirim Rukia ke istana untuk mengikuti seleksi menjadi selir Raja. Benar, Raja muda Sereitei baru saja menaiki tahta menggantikan Raja terdahulu yang telah pensiun. Sudah menjadi tradisi bagi setiap keluarga bangsawan untuk mengirim gadis terbaik dari keluarga mereka ke istana untuk melayani Raja. Apalagi setelah Raja yang baru menduduki tahtanya, istana belum juga menentukan siapa yang akan menjadi Ratu Sereitei berikutnya.

Dan kesempatan inilah yang dimanfaatkan banyak keluarga dari kalangan bangsawan untuk mempersembahkan putri mereka untuk dijadikan selir, atau jika putri mereka beruntung bisa membuat Raja jatuh cinta, kemungkinan untuk menduduki posisi Ratu Sereitei sangat terbuka lebar.

Ketika semua gadis di seluruh penjuru Sereitei bersemangat untuk memasuki istana, Kuchiki Rukia adalah pengecualian. Gadis itu bersujud di depan ruang belajar kakak tercintanya di suatu malam, memohon belas kasih pada Kuchiki Byakuya untuk melepasnya dari tugas berat ini. Walau sebagai gantinya Rukia tidak bisa tidur lebih awal seperti biasanya.

"Kumohon, Nii-sama. Batalkan keberangkatanku ke istana. Aku tidak ingin meninggalkan mansion ini dan juga dirimu." Rukia bersuara sedih, meski alasan sebenarnya bukanlah seperti apa yang ia baru saja katakan. Tapi walau ia harus berbohong, Rukia tidak punya pilihan lagi.

Jarak keduanya hanya tersekat sebuah pintu. Kuchiki Byakuya masih berniat untuk diam dan tetap fokus pada bukunya. Namun mengingat cuaca di luar sangat dingin, dan juga dia tahu kalau adik semata wayangnya sangat keras kepala, Byakuya tidak punya pilihan lain selain membicarakan hal ini sekarang, meski semuanya telah diputuskan, dan apa pun itu tidak akan menghalanginya untuk mengirim Rukia pergi.

Byakuya perlahan menutup bukunya, beralih memandang siluet adiknya melalui pintu transparan itu. "Semua sudah diputuskan, Rukia. Aku tidak akan mengubahnya."

Rukia menangis dalam hati. Mencuri waktu untuk tidur siang di rumahnya sendiri saja sudah sulit, bagaimana ia bisa hidup di tempat yang bahkan ia sendiri tidak pernah tahu di mana keberadaannya. Pasti kehidupannya tidak akan sebebas sekarang, Rukia juga tidak akan bisa tidur kapan pun ia mau. Hidup di istana pastilah lebih merepotkan, lebih banyak aturan, bahkan lebih ketat dari peraturan yang kakaknya buat.

Aha! Entah setan mana yang barusan membisikinya, Rukia baru saja terpikir cara yang lebih mudah dari pada membujuk kakaknya yang keras kepala ini. Mungkin Rukia bisa membuat dirinya sendiri gagal dalam seleksi? Sehingga apa pun yang dikatakan oleh kakaknya tidak akan berguna jika ia tak terpilih, benar, kan?

Oh, Kuchiki Rukia, kau benar-benar jenius!

Senyum tipis Rukia bertambah lebar, tapi gadis itu pura-pura mendesah berat, membuat suara seperti seseorang yang telah putus asa. "Baiklah, Nii-sama. Aku mengerti."

Rukia bangkit dari posisi sujudnya, hendak melangkah dengan hati riang menuju kamarnya dan segera tidur. Ya benar, itu yang akan terjadi jika saja kakaknya tidak tiba-tiba memanggilnya dan berkata sesuatu yang tak pernah terbesit di benak gadis itu.

"Rukia," panggilnya.

Kaki kecil Rukia berhenti, tubuhnya berbalik menghadap pintu lagi. "Ya?"

Pria itu mengembuskan napas sejenak untuk menenangkan pikirannya sendiri, sebelum akhirnya membuka mulut. "Kau tahu, kan? Kalau klan Kuchiki sudah melayani keluarga kerajaan dari generasi ke generasi. Kau harus berjanji untuk tidak mempermalukan klan Kuchiki dan membiarkan seluruh anggota klan kita hidup dalam keaadan malu karena ulahmu, kau dengar?"

Rukia menelan ludahnya susah payah. Pernyataan Kuchiki Byakuya, kenapa begini tepat sasaran? Bagaimana kakaknya bisa tahu apa yang Rukia ingin lakukan? Apa, apa baru saja kakaknya itu membaca pikiran jahat Rukia?

Oh, tidak. Malam itu Rukia sangat sulit memejamkan mata, dan untuk pertama kali dalam sejarah hidupnya, Kuchiki Rukia tidak bisa tidur semalam suntuk.

Setelah mendapat peringatan dari kakaknya malam itu, Rukia yang pada dasarnya adalah gadis pemalas semakin terlihat tak bersemangat ketika guru pribadinya menerangkan langkah-langkah dalam upacara minum teh.

Rukia benar-benar tidak ingin pergi, kalau pun ia pergi ke istana, apa bakat yang harus ia tampilkan? Selama ini Rukia hanya memikirkan bagaimana cara ia bisa menyelinap tidur tanpa ketahuan guru pribadi dan pelayannya, tidak pernah sekali pun ia serius saat diajari merajut atau bagaimana menyiapkan teh yang enak untuk suaminya kelak.

Rukia juga tidak terlalu cantik, tinggi tubuhnya di bawah rata-rata, bahkan Rukia sering disebut manusia setengah hidup oleh sepupunya gara-gara wajahnya yang selalu terlihat mengantuk. Kelebihan Rukia hanya kulit putih mulus dan mata besar yang tidak semua wanita dari timur memilikinya. Tapi apa itu cukup untuk membuatnya lulus seleksi?

Klan Kuchiki memang sejak lama menempatkan anggota keluarga mereka di istana, seperti kakeknya yang telah meninggal, adalah salah satu orang kepercayaan Raja terdahulu, lalu kakak dan pamannya yang masing-masing menempati posisi sebagai Menteri Transportasi dan Asisten Menteri Tata Kerajaan yang sekarang. Bahkan sepupu laki-lakinya yang baru berusia enambelas tahun menjadi lulusan terbaik di akademi Karakura dan sebentar lagi akan mengikuti ujian untuk mendapatkan posisinya di istana.

Kau bisa lihat dari posisi mereka, bahwa orang-orang dari klan Kuchiki adalah tempat di mana orang yang cerdas dan berpendidikan berasal. Apa Rukia berani mempermalukan mereka dengan penampilannya yang biasa saja? Yang sama sekali tidak mencerminkan wanita bangsawan klan Kuchiki. Dia ibarat batu kerikil kasar yang tersesat di tengah-tengah batu mutiara yang berkilau.

Tapi itu bukan sepenuhnya salah Rukia jika ia tidak memiliki ambisi seperti wanita bangsawan pada umumnya. Mempercantik diri mereka, belajar keras untuk menjadi wanita bangsawan yang terhormat dan menikahi pria yang sepadan. Rukia tidak menginginkan itu semua, kalau bisa ia hanya ingin menikahi pria biasa, dengan begitu ia hanya perlu berada di rumah menunggu suaminya pulang sambil memasak, tidak perlu menjaga kehormatan ini dan kehormatan itu yang mana sangat melelahkan bagi Rukia.

Gadis itu akhirnya bisa berbaring di atas tatami, pintu kamarnya terbuka lebar sebagai jalan masuk angin sepoi yang menggantikan peran kipas kecil yang tergeletak di sudut ruangan. Guru pribadinya itu benar-benar menyiksa Rukia dengan membuatnya duduk selama satu jam dalam sesi latihan membuat teh. Selain itu Rukia juga dipaksa membaca tumpukan buku tata krama sebelum satu minggu lagi ia berangkat ke istana.

Rukia memandang langit-langit kamarnya, berpikir tentang sesuatu yang sama untuk kesekian kalinya. Terus bertanya-tanya, haruskah dia melakukan ini? Apa dia harus mengagalkan dirinya sendiri saat seleksi nanti? Atau dia harus berusaha keras untuk tidak mempermalukan keluarganya? Mana yang harus Rukia pilih?

"Rukia-sama?"

Suara lembut Momo membangunkan lamunan panjang Rukia. Melihat gadis itu membawa nampan berisi teh dan manisan, Rukia langsung saja melompat dari posisi tidurnya. Ah, gadis ini benar-benar sangat mengerti dirinya!

"Jika saja kau laki-laki, aku pasti akan menikahimu, Momo!"

Momo hanya tertawa kecil mendengar pengakuan kekanakan Rukia. Gadis itu yakin meski pun bukan dirinya yang membawakan Rukia teh dan manisan sebelum waktu tidur siangnya, Rukia sudah pasti akan mengatakan hal yang sama pada orang itu, siapa pun dia. Momo sudah terbiasa. Dia sudah melayani Rukia semenjak mereka masih kecil. Umurnya baru delapan tahun saat orang tuanya membawa serta Momo ke mansion Kuchiki untuk menjadi pelayan. Karena mereka memiliki umur yang sama dan sifat Rukia yang ceria, pun membuat keduanya menjadi teman dekat yang tak terpisahkan sampai sekarang. Meski statusnya hanya seorang pelayan, Rukia tidak pernah memperlakukannya semena-mena, bahkan jika dia boleh mengakuinya, Rukia terlalu memanjakannya.

"Bagaimana dengan pelajaran hari ini, Rukia-sama?" Sejujurnya Momo sangat khawatir, selama tujuhbelas tahun kehidupannya, Rukia tidak pernah bekerja sekeras ini sebelumnya.

Mengibaskan tangan kirinya, gadis itu sibuk mengunyah manisan. "Sangat melelahkan. Kalau saja Unohana-sensei mengizinkanku berbaring sambil membuat teh. Aku tidak akan selelah ini."

"Pfft." Momo berusaha keras menahan tawanya. Dia tidak berpikir ada orang yang bisa melakukan itu.

"Jangan tertawa, Momo! Aku serius. Aku tidak mau melakukan ini, aku tidak akan pergi ke sana." Rukia masih tetap bersikeras mempertahankan pendiriannya.

Namun kali ini Momo tidak bisa memihaknya, masalah ini adalah masalah anggota keluarga Kuchiki, pelayan seperti dia tidak boleh ikut campur. Lagi pula, Byakuya sudah berpesan pada Momo untuk ikut membujuk Rukia agar menyetujui keinginannya.

"Tapi, Rukia-sama, anda harus tetap pergi."

Rukia menggeleng-geleng. "Tidak, itu tidak akan terjadi. Aku hanya akan mempermalukan keluarga kita di depan Raja."

Momo paham apa maksud Rukia, dia berkata lagi. "Tapi, bagaimana jika Raja menyukai Rukia-sama?"

Rukia menghentikan gerakan mengunyahnya. Itu ... tidak mungkin, kan?

"Rukia-sama harus tetap pergi, meski Raja tidak memilih Rukia-sama nantinya, setidaknya Rukia-sama sudah mengabulkan keinginan Byakuya-sama. Setelah itu, Rukia-sama bisa pulang ke rumah dan semuanya akan kembali seperti semula." Lidah Momo sangat lihai dalam hal merayu seseorang. Buktinya Rukia yang beberapa saat lalu masih bersikap keras kepala mulai luluh.

Masuk akal, masuk akal. Rukia pernah mendengar ini sebelumnya, bahwa kandidat yang tidak lolos seleksi akan dipulangkan kembali ke rumah mereka dan bebas menikah dengan pria pilihannya sendiri. Jadi, Rukia hanya perlu mengikuti prosedur demi prosedur yang sudah ditentukan. Agar tidak membuat malu keluarganya, setidaknya Rukia harus lolos dan menjadi 20 kandidat yang akan dipilih langsung oleh Raja. Saat itu meski ia gagal menarik perhatian Raja, Rukia tidak perlu malu untuk pulang ke rumah.

Senyum tipis terkulum di wajah Rukia. Menurutnya ini adalah solusi yang paling pas, meski Rukia harus bekerja keras setelah ini.

Momo yang menyadari perubahan raut muka Rukia pun menarik kesimpulan bahwa upayanya telah berhasil.

"Baiklah! Aku akan melakukannya! Jadi, Momo, kau harus menemaniku!"

"Ya, Rukia-sama!"


Pagi itu Rukia hendak menaiki tandu. Sebelum ia pergi, mata violet miliknya ingin menyimpan semua pemandangan setiap sudut mansion yang akan membuatnya merindukan rumah. Kuchiki Byakuya memandang Rukia bangga, mengenakan kimono ungu muda, adik kecilnya tampak lebih anggun dan dewasa. Awalnya ia sempat ragu untuk mengirim Rukia ke istana, mengingat tabiat buruknya yang mudah sekali mengantuk dan malas, tapi melihat bagaimana Rukia berusaha keras beberapa hari belakangan, keraguan di hatinya pun sirna.

Rukia akhirnya sudah duduk di dalam tandu, setelah tandu itu perlahan berjalan, Rukia membuka tirainya untuk melihat sekali lagi kakaknya yang berdiri di depan mansion, tengah melambaikan tangan. Rukia lamat-lamat mendengar pria itu berkata, "Jaga dirimu baik-baik."

Rukia merasakan hatinya mulai sedih, air matanya seperti mengapung di kedua kantung matanya. Apa beginikah perasaan seorang pengantin wanita saat meninggalkan rumah mereka setelah menikah?

Rukia berpikir ini sangat menyedihkan, apalagi sejak orangtuanya meninggal, kakaknya yang menggantikan peran sang ayah sebagai kepala keluarga, kakaknya juga selalu berusaha melakukan yang terbaik untuk mengurus Rukia hingga saat ini. Selama ini Rukia selalu ingin tahu bagaimana cara membalas budi kakaknya, dan apa yang ia lakukan sekarang, Rukia merasa inilah jawaban untuknya.

Lama tandu itu berjalan, Rukia yang sudah setengah tertidur terganggu dengan keadaan sekitarnya yang mulai bising. Setelah mengucek kedua matanya, tangan Rukia segera meraih tirai, membukanya sedikit. Oh, Rukia bisa melihat bagaimana suasana hiruk-pikuk di tengah kota. Semua orang turun ke jalan untuk menyaksikan arak-arakan tandu yang bermuara di depan istana kerajaan. Berbagai tandu dengan bermacam warna tirai menghentikan langkahnya, satu per satu dari mereka mempersilakan wanita cantik dan terhormat dari masing-masing klan untuk melakukan pijakan pertama mereka di depan pintu istana.

Momo yang sejak tadi hanya diam berjalan di samping tandu, melihat Rukia keluar segera membantu majikannya untuk berdiri. Jantung Rukia kian berdegup kencang melihat banyak wanita cantik nan anggun melewatinya. Rukia tidak tahu jika rivalnya ada sebanyak ini. Gadis itu meneguk ludahnya, lalu mengembuskan napas untuk membantunya rileks.

"Oke. Aku siap!" Katanya pada diri sendiri.

Momo tidak bisa menahan senyumnya, ini pertama kalinya bagi Momo melihat wajah gugup bercampur semangat datang dari seorang Kuchiki Rukia.

Selama satu minggu, semua kandidat yang berjumlah seratus orang akan ditekan menjadi 50 kandidat. Serangkaian tes harus mereka jalani demi menjadi 20 kandidat yang mana bisa mendapat keberuntungan untuk bertemu Raja.

Tes kesehatan, keterampilan dan tata krama Rukia lewati dengan kepayahan, ia bahkan sempat berpikir mungkin ia tidak akan lolos. Namun pada akhirnya Rukia berhasil mencapai targetnya untuk menjadi 20 kandidat yang terpilih. Rukia percaya mungkin saat ini Dewa Keberuntungan tengah berpihak kepadanya. Yah, apa pun itu Rukia tidak peduli. Gadis itu hanya ingin segera menyelesaikan sesi terakhir ini dan cepat pulang ke rumah.

Tapi, kenapa Raja itu belum muncul juga?!

Rukia sudah lelah duduk menunggu di tengah aula besar itu. Bahkan ini pertama kalinya Rukia harus berusaha mati-matian agar tidak mengantuk.

Beberapa gadis yang sepertinya sudah bosan menunggu mulai berbisik-bisik pada teman di sebelahnya, ia mendengar bahwa Raja muda mereka yang sekarang sangatlah tampan, dan Raja yang sekarang bisa memimpin kerajaan jauh lebih baik dari pada ayahnya.

Mendengar ini Rukia menggeleng. Bagaimana bisa para wanita terhormat ini berbicara buruk mengenai anggota keluarga kerajaan? Di lingkungan istana pula. Dalam hati Rukia berpikir untuk mengingatkan Raja ini supaya tidak memilih mereka nanti. Hmph!

"Yang Mulia Raja akan segera tiba."

Seorang pelayan tiba-tiba memberi pengumuman dari pintu aula. Semua kandidat sibuk merapikan pakaian mereka, beberapa mengeluarkan saputangan untuk mengelap wajah, sementara Rukia, bisa dibilang dia orang yang paling tidak antusias, malah dengan ceroboh menguap singkat.

Tak lama, rombongan Raja dan pelayannya memasuki aula. Figur pria tinggi adalah yang pertama kali terlihat, berjalan dengan gagah menuju singgasana tertinggi, pria itu mengeluarkan aura sebagai orang paling berkuasa. Rukia melirik sebentar. Memang, sangat tampan.

Semua kandidat berdiri dari posisinya, membungkuk melakukan penghormatan, setelah itu duduk kembali.

Ichigo menyapu hamparan wanita cantik di hadapannya. Di istana ia sudah memiliki empat selir yang telah menemaninya sebelum ia naik tahta, dan sekarang ia harus memilih lima selir lagi untuk di tempatkan di Paviliun Barat. Ichigo sekilas mendesah, kemudian memberikan senyum terhangatnya kepada seluruh kandidat. Pertama, ia harus memberikan sedikit sambutan. Kedua, untuk mengulur waktu sebelum memutuskan, Ichigo menunjuk salah satu kandidat untuk menampilkan keterampilannya. Gadis yang mengenakan pakaian berwarna merah muda itu sangat tersanjung, memilih untuk unjuk kebolehannya menyanyikan sebuah lagu.

Sementara itu kedua ambernya meneliti satu per satu kandidat, setelah beberapa gadis terlewati, Ichigo menyadari ada seorang gadis berpakaian merah marun tengah berekspresi aneh. Gadis ini sedikit menundukan kepalanya, namun Ichigo masih bisa melihat bibir kemerahan gadis ini maju beberapa senti.

Apa dia sedang memamerkan bibirnya yang indah itu? Atau dia sedang marah akan sesuatu?

Ichigo tidak bisa menyembunyikan senyumnya yang makin lebar. Sebelum ini, ia tidak pernah bertemu wanita yang berani memasang wajah semacam itu di hadapannya. Jujur, Ichigo merasa sedikit terhibur. Tanpa Ichigo sadari, matanya hanya terfokus kepada Rukia seorang. Tapi sayangnya, Ichigo belum bisa melihat rupa gadis ini secara penuh.

Angkat kepalamu, angkat kepalamu. Mantranya.

Entah apa Dewa Percintaan mendengar keinginannya, yang pasti Rukia mengangkat kepalanya tiba-tiba untuk memastikan apa Rajanya sudah selesai memilih? Namun yang terjadi justru Ichigo memergoki Rukia menatap langsung ke arahnya. Hanya sepersekian detik sebelum Rukia kembali menunduk, amber Ichigo berhasil memerangkap sepasang violet bening itu. Meski jarak mereka tidak terlalu dekat, Ichigo bisa melihatnya dengan jelas. Bagai sepasang giok yang mengkilat mata gadis itu tertangkap oleh penglihatannya.

Ishida yang berada di samping Ichigo, melihat Rajanya menatap kosong tak tentu arah pun merasa sedikit khawatir.

"Yang Mulia, apa Yang Mulia baik-baik saja?"

Ichigo sekilas terlonjak, terdiam sejenak. "Ya ... hanya kebetulan menemukan sesuatu yang cantik."

Mendengarnya, Ishida mengangguk sambil tersenyum. Syukurlah, setidaknya ada yang bisa menarik perhatian Sang Raja, dengan demikian semuanya akan berjalan lebih mudah.

Di pihak lain, mata Rukia yang biasanya setengah tertutup kali ini terbuka lebar. Baru saja, baru saja, Yang Mulia Raja menatapnya?!

Meski Rukia sekecil ini, meski Rukia tidak memakai pakaian yang terlalu mencolok? Ini buruk! Ini buruk! Raja tidak boleh menyadari eksistensinya. Pasti yang tadi itu hanya kebetulan. Rukia mengatur napas, jantungnya yang sempat menggila telah kembali normal.

Sesi terakhir itu berakhir lebih cepat dari yang mereka duga. Hanya butuh waktu satu malam bagi mereka untuk mengetahui hasilnya. Semua kandidat kembali berkumpul di aula.

Saat seorang utusan Raja membuka gulungan, jantung beberapa orang serasa akan berhenti berdetak, beberapa yang lain merasa sesak napas, hanya Rukia yang merasa sangat mengantuk.

Rukia setengah mendengar setengah tidak mendengar ketika pria paruh baya itu menyebut lima nama yang terpilih untuk menjadi selir Raja.

"Dan kandidat terakhir yang mendapat kehormatan untuk melayani Raja adalah ... Kuchiki Rukia dari klan Kuchiki."

Tunggu, kenapa nama yang terakhir ini mirip sekali dengan namanya.

Hm? Eh? APA?!


TBC