"Kalau cuma menulis nenek-nenek juga bisa!"

Disclaimer

Shingeki no Kyojin (c) Isayama H.

Characters (c) Isayama H.

Story (c) Reffrainbow

Levi Ackerman x Eren Jaeger

Indirect Sprache

Cafe Maria, tempat nongkrong baru kawula muda yang sedang naik daun di kota Shiganshina. Tempatnya dominan kayu, jendela kacanya besar-besar, membikin suasana homy, cozy, juga mampu jadi bahan pamer. Eren yang ingin mencicipi hidup perkotaan, sekarang sedang duduk manis di kursi berbahan dasar kayu jati, melihat-lihat menu. Dia tidak berani datang sendiri--maklum Eren tinggal di pojok kota-- mengajak Armin, tetangga sekaligus teman main sejak kecil untuk menemani.

Tapi tujuan utamanya bukan untuk pamer ke kampung kalau tempat hangout Eren sudah berani jauh-jauh rumah-- maksudnya selain itu juga, lelaki brunet ingin mencurahkan perasaan terpendam. Ini soal saudari angkat beda rasnya, Mikasa Ackerman. Mereka sudah tidak tinggal satu atap walaupun Mikasa ingin. Semua karena mimpi, cita-cita. Sang adik perempuan anggaplah telah berhasil hidup mandiri dengan penghasilan sendiri. Perasaan terpendamnya bukan perihal hati, tapi masalah dengki. Bukan soal Mikasa yang nasibnya jauh lebih keren darinya, tapi orangtua yang menuntut Eren bernasib sama.

"Lalu hari ini kenapa lagi?" Kata Armin yang duduk di hadapan, mengaduk-aduk teh yang ia pesan. Tetanggaan, jadi sama kampungannya, tidak berani pesan yang bernama aneh-aneh. Tapi setidaknya otak Armin jauh lebih pintar dari Eren. Sementara yang mengajak memesan kopi espresso, alasan : Karena namanya keren. Kaki mengetuk-ngetuk lantai, membunyikan ritme setempo dengan lantunan musik yang merebak di dalam cafe. Tampaknya bosan dengan obrolan yang topiknya ini-ini saja.

"Ibu sampai bilang aku mau di lempar ke kota agar nyicip hidup mandiri! Memangnya pria usia 22 sedikit menyantai di rumah itu salah?" Salah. Eren coba meyeruput kopi hitam yang tampak dewasa itu, lidahnya langsung kelu, Eren langsung dongkol.

"Tante Carla ada benarnya. Mau sampai kapan kamu tinggal di sana? Sebentar lagi aku juga akan pindah ke kota, sama seperti Mikasa, kau ingat kan?" Kepala pirang memperhatikan Eren yang menyingkirkan kopi pesanannya, "Habiskan, jangan buang-buang makanan Eren."

"Ini minuman, dan ini tidak enak." Keluhnya,

"Kalau begitu kenapa pesan?"

"Coba-coba."

"Kau tidak tahu espresso itu pahit?"

"Tidak, tapi ayah sering dibuatkan ibu sebelum pergi kerja. Jadi penasaran."

Si pirang ikut mencari solusi, sudahi dulu masalah kopi pahitnya, dia menaruh ujung telunjuk di antara dua alis, menekan-nekan seolah berpikir kritis. Eren diam saja memperhatikan. Mata berkilat-kilat ingin cepat di jawab pertanyaannya oleh Mbah Dukun Armin, diksionari pribadi Eren. Armin mendengung, panjang sekali.

"Oh!" Kepalanya tersentak, membuat rambut helm nya goyang atas-bawah. Eren ikut tersentak. "A-Apa jadi mbah-- maksudku Armin?", Armin magut-mangut. "Kenapa kau tidak coba jadi penulis seperti Mikasa juga?"

"Ha?" Sepertinya otak sang sahabat sudah membeku, Eren geleng kepala tidak setuju. "Katanya ingin menyaingi Mikasa, tapi diberi tantangan yang sama dengannya saja sudah mundur?" Pemuda mata hijau zamrud memakan umpan murahan.

Tapi urusi masalah pertama, keluar dari rumah.

Eren mengabari adik. Mikasa senang bukan main. Pemuda yang tidak ia anggap kakak akan pindah ke kota tempatnya menerima telepon, walau ajakan tinggal seatapnya barusan ditolak mentah-mentah.

"Eren, kau jangan belagu. Kau bahkan belum punya penghasilan sendiri." kata-kata adik perempuannya menohok ulu hati, Eren dan Armin sudah dipastikan akan (menumpang) tinggal di kediaman Mikasa.

Minggu depannya, Eren ikut Armin naik travel. Menempuh jarak lebih kurang enam jam, Eren menyumbat telinganya dengan handsfree yang melantunkan OST Attack on Titanic. Eren berasa tokoh utama. Setelahnya, jalan kian berlubang terganti aspal yang sedap dipandang. Armin ketiduran di jalan sementara Eren mencondong-condongkan badan ke luar jendela mobil berdecak kagum macam bocah darmawisata.

Akhirnya sampai tujuan, mereka menjejakkan kaki di Kota Trost, tujuan utama. Lebih modern dari Shiganshina, Armin meneguk ludah, akhirnya tiba juga hari dimana ia jadi orang kota tulen. Mereka diturunkan tepat di depan sebuah bangunan tiga lantai, Eren si bocah kampung sampai jejeritan. Seret kaki setengah-setengah, mulai menyusuri tangga besi, mencari sarang Mikasa Ackerman.

Bunyian besi yang gaduh tak sampai liang telinga seolah disumbat rasa gembira yang menyelubungi hati Eren. Tap tap tap tap. Langkahnya mendahului si rambut pirang. Sampai depan pintu, mereka disambut wanita berambut hitam sepundak. Tampak sapuan tipis make-up menghiasi wajah orientalnya, mempertegas beberapa bagian membuat wajah tambah manis. Ia mengenakan gaun hitam pendek, tak luput dengan syal merah lusuh membalut leher, rambut diikat menyamping.

"S-Selamat datang Eren." Mata hanya tertuju pada Eren, melewatkan yang dari tadi gelagapan, Ia mengangkat sudut bibirnya pelan, rona pipi makin memerah,

"Wow Mikasa! Rumahmu keren!" Eren langsung menerjang masuk, tidak mempedulikan hasil dari berjam-jam Mikasa mempercantik dirinya di depan cermin. Mikasa menggelap, Armin menelan ludah, lalu mereka mengikuti Eren yang sudah sampai di ruang tengah.

Tidak seperti di kampung yang tomboknya tersusun oleh kayu, kediaman Mikasa seratus persen tembok bata yang dilapisi cat warna peach pudar. Sekagum-kagumnya Eren, rumah itu hanyalah rusun menengah ke bawah. Tidak ada ruang tamu, begitu membuka pintu kalian masuk ruang dapur dan ruang makan yang satu lokasi langsung meghiasi. Hanya satu kamar mandi di sebelah kanan, satu ruang kerja, dan satu kamar tidur. Beberapa tumbuhan menghiasi sudut ruang. Tetap keren! Gumam Eren.

Setelah menaruh banyak barang dari kampung, mereka duduk-duduk di kursi meja makan. Memberi bingkisan dari bibi Jeager untuk Mikasa, dan berbincang seputar perkembangan Shiganshina. Tidak lama sampai deringan bel pintu rumah merebak.

Ting Tong.

Diam, pemilik rumah lama memperhatikan kalender.

"Nyonya Ackerman saya tahu anda ada di dalam." Terdengar suara berat nan seksi dari sisi lain pintu,

"Ck- Sial… Aku lupa." Sementara Mikasa mengumpat pelan, mata Eren mengikuti punggung Mikasa yang mendekati pintu kemudian membukanya. Rambut mereka hitam senada. Eren makin penasaran.

Lelaki itu tidak tampak senang, tidak tinggi, dengan potongan rambut undercut, memakai kemeja putih rapi dan celana hitam panjang.

"Selamat siang." Katanya datar,

"Maafkan aku, belum selesai."

"… Maaf mengganggu waktu dengan kekasihmu, tapi hari ini tenggat waktunya." Mikasa menoleh, si rambut brunet muncul dari balik pundaknya.

"Belum selesai.." Mikasa mengulangi kalimatnya, pipi sedikit merona,

"Tch. Akan kutunggu." Dia masuk. Eren melirik heran, perawakan om-om pendek itu macam penagih hutang, ia memperhatikan gerak geriknya, "Editorku." Kata Mikasa menjelaskan, manik zamrud Eren berbinar. Ini dia!

"Mikasa! Aku ingin menjadi penulis sepertimu!"

"Hah-?"

"Makanya! Izinkan aku berkenalan dengan Editormu!" Mikasa tidak mengerti, namun percakapannya sampai ke telinga Editor,

"Aku tidak ada waktu untuk meladeni kekasih orang."

"Maaf Pak tapi aku kakaknya!--" Mikasa mendecih,

"Dan tujuanku kemari untuk bisa menjadi penulis pro sepertinya!" kalimat membabi buta berbanding terbalik dengan mata pengobar api. Pihak yang jadi lawan bicara diam saja, menatap Eren atas bawah atas bawah.

"Siapa namamu nak?"

"Eren Jeager Pak!"

Sang editor bertanya karya sebelumnya, sementara Eren seratus persen pemula. "Ini bukan dunia bocah ingusan nak. Menulis tidak semudah itu." Katanya, Eren berdehem. "Kalau cuma menulis, nenek-nenek juga bisa!"

Entah kejatuhan durian sebesar apa, tiba-tiba sudah di tempatkan di sebuah ruang sempit dengan meja kayu dan kursi empuk, laptop putih di atasnya milik sang Editor. Tidak banyak suara di sana. Selamat datang di ruang kerja Mikasa. Sementara yang mengejar tenggat waktu sedang bekerja ekstra di ruang makan bersama laptop pribadi, tempat itu memang lebih sering Mikasa gunakan daripada ruang kerjanya sendiri.

Eren si anak hiperaktif kini dituntut untuk duduk kalem di depan laptop menulis sastra basi. Levi dengan ekspresi papan karambol menatapnya bosan.

Eren termenung lagi, mulai menyadari betapa bego dirinya "Kalau ingin jadi penulis, ya harus menulis!". Kapan terakhir dia membuat cerita? Yang pasti waktu sekolah dasar ia sering membuat karangan "Liburan ke rumah nenek" setelah libur panjang.

"Katakan," Levi diam sebentar, "Apa preferensi genre-mu bocah?" Eren diam. Genre? Dia jarang sekali membaca novel, kemudian mencoba berpikir dengan referensi film-film tontonannya. Eren tidak suka yang horror karena takut, Armin suka menonton fiksi sains, sementara Mikasa—Eren memikirkan banyak genre film yang ia ketahui, kemudian tersentak lagi. "Tidak tahu pak!" katanya semangat, mata editor berkedut, menghembuskan napas panjang. "Tapi coba saja satu genre. Akan ku sanggupi." Si brunet memamerkan deret gigi putihnya.

"Nyalimu besar juga nak. Aku tahu para bocah baru puber sepertimu lebih menikmati romans picisan dari pada yang memutar otak."

"Romance… Ehm baiklah!" Apa Eren pernah menonton genre romance? Pernah. Dari DVD rental yang Armin pinjam, nontonnya ramai-ramai di rumah tetangga. Pokoknya cinta-cintaan.

Mangut-mangut, Eren tidak ada ide. Memincingkan manik ke kiri, terlihat sederet semut berjalan rapat-rapat. Ketika berpapasan sungut bertaut satu sama lain. Oh tuhan jelaskan padaku kenapa disaat seperti ini mereka terlihat jauh lebih menarik daripada persegi lebar 13,3 inch salah satu mahakarya kemajuan teknologi.

Leher jenjangnya kini bergerak-gerak, kanan kiri. Takut jikalau ada gempa bumi atau tsunami tiba-tiba.

Tik tik tik tik tik.

Ibarat jarum panjang tengah menuju lap kesepuluh semenjak Eren beradu gempalnya bokong dengan kursi empuk.

Ehem.

Derai ombak memecah batu karang berabad.

Suara batuknya menggelegar bagai petir, kulit Eren menangkap suhu dingin dari belakang. Baru kali ini dia rasakan deheman yang mengintimidasi. Eren mulai menggerakan jari-jari panjangnya, menekan-nekan deret tombol alfabet qwerty. Gerak jemari bagaikan pianis dengan gemulainya menekan tuts piano. Seketika bunyi mesin ketik modern memenuhi ruangan. Tiba-tiba Eren kelihatan produktif sekali.

Hawa dingin mencekam dirasa tidak menghilang. Eren ingin menyalakan penghangat kamarnya sekarang juga. Ajaibnya, bulatan-bulatan peluh keluar dari pelipis, jatuh ke tulang zigomatik tergelincir menuju dada bidang yang berbalut t-shirt biru. Keringat dingin.

Tik tik tik tik tik tik tik tik ctek tik tik tik ctek.

"……Bocah, kau pikir ini cerita kartun spons doyan snorkling?"

"Eh?"

Pemuda manik hijau-biru zamrud pasang mata lekat-lekat ke layar laptop mahal.

1 kata, 0 kalimat.

"THE".

"Aku terkesan. Ceritakan, bagaimana caranya kau membuat bebunyian keyboard tadi." Datar. Eren ingin tertawa garing tapi tidak berani. Ditekannya tombol backspace, mengubah angka 1 menjadi 0.

Entah berapa waktu yang dilewatkan, tiba-tiba suara pintu di ketuk.

"Sudah selesai." Mikasa menerjang masuk, udara dari luar membelai-belai kulit cokelat Eren. Suara decitan pinggir sofa yang sedari tadi pria undercut duduki berbunyi, dia berlalu, hawa dinginnya ikut pergi. "Terimakasih untuk kerja keras anda." Lalu ia memegangi gagang pintu.

"Pak—Bagaimana denganku?" Eren berani menatapnya, namun disambut punggung kekar berbalut kain kemeja. "Sudah cukup nak, buang saja mimpi indahmu menjadi penulis pro. Biarkan adik perempuanmu yang menafkahimu aku tidak peduli." Kemudian pergi melewati pintu luar. Eren belum bergerak sesentipun.

"Apa-apaan?" Alisnya bertaut.

tbc

Haii Reffrainbow disini xD minal aidin wal faizin ya kalian-kaliaan :D, maaf baru nongol lagi-- simpelnya karena writeblock. Aku kayak kembali ke duniaku yang lama untuk beberapa waktu hehe, jadi aktif menggambar lagi. punya ig? Ayo follow-followan /o/~~

minn.ayuka

itu uname ig ku, silahkan mampir kalau senggang :D

aku juga aktif di fb dengan uname Minnayuka

(Minn ayuka itu pen name untuk dunia gambar-gambaran ilust2 ku hehe, banyak ya pennamenya.)

xD oke back to the first topic, dari writeblock ini aku salurkan ke cerita si bocah tengil yang ngimpi jadi author (slapped) xD.

Jujur snk adalah fandom terbesarku, dengan Levi x Eren adalah OTP FAVORITKU HEHEHE /ketawa-ketawa, ini ff pertamaku tentang mereka, kayaknya gabakal panjang babnya karena harusnya ini oneshot saja tapi kupanjang2in dikit, dan buat ff yoi- es akan kulanjutin bentar lagi tunggu aja xD

Salam Cinta,

Reffrainbow