Memory of Love Story

(Love of A Fool Sequel)

Chapter1

.

.


Title : Memory of Love Story

Cash : Byun Baek Hyun, Park Chanyeol, Kris Wu a.k Wu Yi Fan, Huang Zi Tao, Fleur a.k ?

Rate : K/T

Genre : Entahlah, saya masih bingung.


.

.

7 Years Later

Autumn in Paris 2013

Baekhyun POV

.

.

Charles de Gaulle, Bandara internasional Paris ini nampak tak jauh berbeda dengan beberapa bulan yang lalu saat aku menjalankan tugas terakhirku. Ramai dan sibuk. Berjalan di antara ratusan orang eropa, rasanya aku menjadi—sangat—kecil. Tapi tetap saja, ini hal menyenangkan, seolah melangkah bersama para raksasa. Hahaha!

Melangkah santai menuju pintu keluar, aku dapat melihat rombongan rekan kerjaku yang tengah berjalan bak model di atas catwalk. Membuat beberapa pasang mata melihat ke arah mereka karena penampilan mereka yang mencolok dan wajah kami yang khas orang asia.

"bonsoir mademoiselle?" sapa seseorang di belakang tubuhku. Aku menoleh perlahan. Dan mendapati salah saru seniorku tengah tersenyum jahil. Kim Ryeowook.

"yo nae aegya!" ucap lelaki bertubuh tinggi di sisi kanannya sembari tersenyum lebar.

"sejak kapan aku jadi anak hyung eoh?"ujarku.

"sejak kau terdaftar sebagai salah satu pramugara di maskapai kita!" ucap Ryeowook hyung antusias.

"ya ya, terserah kalian saja" ujarku asal.

"kau sudah mengganti seragam?" tanya Yesung hyung heran. Terlihat seragam pilotnya yang masih melekat gagah di tubuhnya.

"ya, aku malas di perhatikan orang. Lagi pula mampir menuju ruang ganti khusus rasanya memakan waktu, lebih baik aku langsung ke café." ucapku.

"memang kau tidak takut berkeliaran seorang diri di sini?" tanya Ryeowook heran.

"aigo hyung, ini sudah ke berapa kali aku di sini! Kota ini sudah seperti rumah keduaku sekarang."

"ah, benar juga. Kau kan memang khusus untuk penerbangan Korea-Paris, tapi tetap saja aku mengkhawatikanmu nae aegya~" ujarnya, seraya mencubit pipiku.

"aigo, yakappo hyung!"

.

.

.

Dan disinilah aku sekarang, duduk seorang diri di salah satu café yang telah menjadi tempat favoritku usai melakukan tugasku sebagai salah satu pramugara maskapai penerbangan di Seoul.

Awalnya aku melayani penerbangan domestic, namun karena kefasihanku dalam bahasa Prancis yang masih jarang dimiliki oleh orang-orang di maskapai kami, akhirnya aku di pindahkan untuk melayani penerbangan Korea-Prancis. Cukup menyenangkan, mengingat aku bisa sekalian berlibur dan mengunjungi salah satu temaku yang tinggal di sekitar Paris.

Usai membayar minumanku, aku langsung bergegas mencari taksi yang berada di sekitar café. Jika sedang tidak lelah, biasanya aku akan menggunakan Metro untuk menuju apartemenku. Namun karena sudah malas menunggu metro, aku lebih memilih menggunakan taksi untuk saat ini.

"Le kremlin Bicetre" ucapku sebelum supir bertanya.

Dan taksipun mulai melaju melintasi jalanan Paris yang nampak ramai. Memperhatikan keadaan di luar jendela, aku dapat melihat sebuah reklame berukuran besar yang menampilkan wajah seorang lelaki berwajah oriental yang terlihat cukup tampan.

Lampu merah menyala, seolah memberikanku kesempatan untuk memandangi lebih lama lelaki dalam reklame itu.

"dia model ternama di sini" ujar sang supir taksi.

Ternyata ia memperhatikanku lewat kaca spionnya, apa aku begitu terlihat memperhatikan reklame tersebut? Bodohnya aku.

"apa dia berasal dari asia?" tanyaku. Mengobrol sekiranya tak ada salahnya bukan?

"entahlah, dia sangat merahasiakan identitas aslinya." Jawab supir taksi tersebut. Aku hanya menganggukan kepala sebagai respon.

"Cherie …?!" sapa seorang wanita paruh baya ketika aku memasuki gedung apartemen.

"oh, hay Madame Louise" balasku sembari tersenyum. Beliau adalah pemilik apartemen tempatku tinggal, seorang wanita ramah, dan sangat suka memanggilku dengan sebutan Cherie.

"berapa lama kau akan tinggal?"

"emh …entahlah Madame. Mungkin akan lebih lama" jawabaku. "wah, Madame … sekarang anda hobi berkebun?" tanyaku seraya mendekati berbagai macam bunga yang tumbuh di halaman apartemen.

"ah, bukan. Ini milik Fleur, dia orang baru di sini" jawab Madame Louise sembari tersenyum.

"dia … wanita?"

"tidak, dia… ah—hay Fleur! Kau sudah pulang?" tanya Madame, pada seorang lelaki yang barusaja memasuki halaman apartemen.

Tersenyum sembari mengangguk, lelaki bertubuh lebih tinggi dariku itu beralih menatapku."ini Cherie" ucap Madame memperkenalkanku. "hay!" sapaku, seraya tersenyum. Ia hanya tersenyum lebih lebar, sembari menundukkan sedikit kepalanya.

"kalian pasti lelah, masuklah dan isirahat di kamar." ucap Madame penuh perhatian.

"ya, tapi Madame juga jangan terlalu lama di luar, udara sedang dingin." Ujarku mengingatkan.

"baiklah Cherie, aku akan masuk beberapa menit lagi" ucap Madame Louise .

Louise Apartment. Secara keseluruhan, apartemen milik Madame Louise ini dapat dikatakan cukup besar dan mewah. Berlantai sepuluh dengan 4 kamar dimasing-masing lantainya, di tambah atap yang berfungsi sebagai lapangan basket, dan sebuah besmen sebagai tempat parkir.

Kamarku terletak di lantai 10. Berhadapan dengan dengan kamar 38, dan bersebelahan dengan kamar 40 yang berhadapan dengan kamar 39.

"kau tinggal di kamar berapa?" tanyaku saat kami berada di dalam lift.

"39" jawabnya seraya tersenyum. Jika di perhatikan, dia terlihat cukup manis. Bertubuh sedang, dan pipi cuby yang terlihat begitu manis dengan kulitnya yang berwarna putih gading. Tapi, kenapa Madame menjulukinya Fleur?

"apa kauorang baru?" tanyanya.

"bukan, aku sudah dua tahun menempati apartemen di sini. Hanya saja, aku sering meninggalkannya" jelasku.

"kau sudah bekerja?"

"ya, aku seorang pramugara. Kau sendiri?"

"aku dokter" jawabnya seraya mengulas senyum. "kau orang Korea?" ia terlihat memperhatikanku.

"ya, kau sendiri?"

"semacam itu, emh … entahlah" ia tertawa kecil. Aneh, pikirku.

Ting! Pintu lift terbuka.

"siapa nama aslimu?" tanyaku sembari melangkah keluar lift.

"namaku …"

"hey awas!"

Mendengar sesuatu memanggilku, aku langsung menoleh ke arah panggilan. Dan, tiba-tiba saja sebuah benda keras mengenai wajahku sehingga membuat pandanganku gelap.

.

.


Another Side, and Author POV

.

.

Hujan sudah turun sejak setengah jam yang lalu. Di salah satu kursi sebuah café yang terlihat cukup ramai pengunjung di tengah kota Paris, terlihat seorang lelaki yang tengah duduk terdiam sembari membaca buku yang ia letakan di atas meja.

Membuka lembar berikutnya, lelaki bersurai madu itu mengabaikan sejenak buku yang telah menemaninya sejak satu jam lalu .

Hujan belum benar-benar mereda, meski begitu jalanan di sisi kanan jendela pria pembaca bukuitu telah ramai kembali oleh manusia yang ingin cepat tiba di rumahnya masing-masing.

Meraih cangkir latte-nya yang masih setengah, ia menyesap sejenak aroma minumannya yang mulai menghilang. "apa kau ingin menambah minumanmu lagi tuan?" terdengar suara lembut seorang wanita yang membuatnya mengalihkan pandangan dari luar jendela.

"tentu" jawab sang pria, seraya menyodorkan cangkirnya.

"selamat menikmati" ucap sang waiter usai melakukan tugasnya.

"terima kasih" balas sang pria, seraya mengulas senyum di wajah rupawanya.

Kembali menikmati aroma latte miliknya sembari menatap jalanan yang kian meramai, sayu-sayu ia dapat mendengar alunan piano yang terdengar merdu.

Lagu pembuka. Penanda jika waktu sudah menunjukkan pukul 07.00 pm waktu setempat.

Menjadi salah satu pengunjung setia sejak beberapa tahun yang lalu, lelaki pecinta latte itu sudah hafal akan jadwal café yang cukup tersohor bagi penduduk Paris itu disetiap jamnya.

Seperti pada saat ini, sudah menjadi ciri khas tersendiri bagi café itu, jika mereka akan mulai menyuguhkan lagu saat waktu telah menunjukkan pukul tujuh malam.

Dan khusus untuk lagu pembuka, penyanyi akan membawakannya hanya dengan di iringi piano. Berbeda dengan lagu-lagu setelahnya, yang akan di tampilkan dengan tambahan musik pengiring lainnya, bahkan di nyanyikan secara bersama-sama.

Dan lelaki yang kini tengah menyesap minumannya sembari menatap rintik hujan di luar café yang kian mereda itu tengah menikmati intro permainan sang pianis yang terdengar memikat pendengaran.

"we used to love during the many days we were together"

Terdengar bait pertama sang penyanyi solo yang terdengar lembut.

"we used to hurt together making each other pain our own"

Si pendengar tersenyum kecil. Entah mengapa, nada penyanyi itu terdengar berbeda di telinganya.

"where are you, can't you hear my voice? My pained heart is looking for you is calling out to you crazy. My heart, my tears, my memories of you. Drop by drop they are falling against my chest. Though I cry and I cry … the memories wont erase and again today. I drench my empty heart"

Penyanyi yang wajahnya tak dapat terlihat oleh lelaki penikmat latte itu seolah tengah bercerita dengan lagunya. Menjadikan para pengunjung yang tadinya sibuk akan kegiatannya masing-masing menjadi pendengar yang baik, hingga beralih memandang kearahnya.

"we used to like each other. You laughed at my smile. We used to cry together, you were pained by my tears. Where are you?"

Melembut dan menghilang bersamaan dengan denting piano. Penyanyi itu berhasil menciptakan jeda yang cukup dramatis.

"can't you see my tired body? My heart is looking for you! Is calling out to you …"

Membiarkan sang pianis mengambil interlude. Penyanyi itu tengah larut akan lagu yang tengah ia bawakan sendiri.

Dreet…dreet…dreet…dreet

Getaran kecil yang terasa mengganggu, lelaki itu meletakkan cangkirnya yang sedari tadi berada di tangannya seraya mengambil ponselnya yang bergetar dan menempelkan flap ponselnya ke telinga dengan kesal.

"kenapa kau menghubungiku, dasar pengganggu!" cerca sang penerima panggilan dengan nada kesal.

'maaf, aku hanya ingin mengatakan kalau aku tidak jadi menginap di apartementmu' ucap sang penelpon entah dimana.

"ya sudah, pulanglah ke apartementmu sendiri. Biasanya pun kau pulang juga langsung pulang!" decih sang pria menahan amarahnya.

'masalahnya…'

"kau kirim pesan saja, nanti kuselesaikan masalahnya. Aku sibuk" ucap si menikmat lagu final, seraya mengakhiri panggilan secara sepihak.

"please come back to me, I call out your name every night. And I my exhausted waiting"

Menggema dengan indah. Suatu kesialan bagi pria yang baru saja meletakkan ponselnya didekat buku yang terabaikan sejak ia membuka halaman berikutnya, karena kehilangan beberapa bait yang telah usai di lantunkan si penyanyi misterius.

"I wonder around and look …" merendah dan melembut, menghilang dengan sangat perlahan. Suara merdu sang diva itu begitu menyatu dengan dentingan piano yang kian menghilang.

"the memories won't erase, and today … I drench my empty hurt"

Menghilang dengan efek yang memukau. Riuh tepuk tangan memenuhi penjuru café bergaya minimalis itu.

Dreet …

Kembali menatap ponselnya malas, sang pecinta latte itu menggernyit heran saat membaca untai huruf demi huruf yang terlihat di layar ponselnya. Sedetik kemudian, mata sipitnya yang tetutup kacamata itu terbelalak lebar.

"oh my lord! Dasar bodoh!" umpatnya kesal.

Membayar dengan buru-buru, seraya meraih buku miliknya. Pria itu berlari keluar café dengan tangan kiri menggenggam erat ponselnya yang baru saja menerima pesan tak menyenangkan.

.

.

.

Berjalan cepat menuju gedung apartemen tempat tinggalnya. Lelaki yang—kini lebih—dikenal dengan nama Peter Park itu langsung membuka pintu kamarnya kesal, setelah memasukkan kombinasi code pengaman yang telah ia hafal di luar kepala.

Terbanting keras dan kembali tertutup karena memantul, pintu malang itu hanya dapat membisu. Menatap ke arah ranjangnya, lelaki pemilik kamar itu dapat melihat seorang lelaki asing yang tengah tertidur lelap sembari memeluk guling kesayangannya.

"Kris Wubodoh" decihnya, seraya mendekati ranjang king size miliknya.

Terpaku, lelaki bernama asli Park Chanyeol itu membulatkan matanya saat menatap secara dekat wajah lelaki asing di atas ranjangnya. "orang asia?" ia menyerit heran.

"hey wake up!" perintahnya perlahan.

"hey tuan, bangun!" ucapnya lagi, sembari menusuk-nusuk pipi sang pria asing dengan buku di tangan kanannya.

"emhg …jangan ganggu hyung, aku lelah!"racau sang pangeran tidur dalam bahasa asalnya sembari menepis benda yang mengganggunya.

"hyung? Dia berasal dari korea?" Chanyeol menyipitkan matanya. Memperhatikan lebih dekat wajah lelaki yang kini menggumam tak jelas.

"yak, ireona. Yak … !" teriaknya geram, seraya mengguncang tubuh lelaki asing itu.

"ish, jangan ganggu hyung! Dasar dongsaeng pabboya!"

"ackh! Yak… ! lelaki kurang ajar!" teriaknya kesal akibat mendapat pukulan di keningnya dengan guling yang di jadikan sebagai senjata oleh lelaki bertubuh mungil tersebut.

"yak!" belum menyerah, kini Chanyeol tengah menarik-narik tubuh berbalut mantel coklat muda itu.

"engh … kau kalau mau tidur, tidur saja! jangan ganggu hyung!"omel si pria asing dengan mata tertutup.

"kau bukan hyungku, ini kamarku. Pergi sana dasar namja asing!" balas Chanyeol kesal.

Buk! Sebuah bantal berhasil mendarat di wajah pria rupawan dengan tidak elit.

"neo!" hilang kesabaran, Chanyeol menarik kerah sang pria asing hingga tubuh kecilnya terangkat.

Memperhatikan wajah lelaki asing di hadapannya, ia dapat melihat mata lelaki kecil itu sedikit terbuka. "Chalia? Kau kembali?" gumamnya aneh. Chanyeol menaikan alis heran.

Tersenyum, seraya mengalungkan tangannya di leher Chanyeol. Lelaki bertubuh lebih tinggi itu mulai merasa risih akan posisi mereka saat ini. "Chalia, je t'aime~" ucap si pria asing seraya mendekatkan wajahnya.

Dan sebuah ciuman berhasil mendarat di bibir si pemilik kamar.

Bruk …

Tak kuasa menahan tubuhnya sendiri yang juga menopang tubuh lelaki kecil yang baru saja mengecup birnya, kini Chanyeol dapat merasakan detak jantungnya yang beradu dengan detak jantung lelaki kecil yang kini kembali tertidur di atas tubuhnya.

"Oh … my lord!" umpat sang lelaki rupawan seraya menutup matanya.

.

.


.

.


"apa ini?" tanya seorang lelaki bersurai hitam.

"hadiah untukmu, hyung" jawab lelaki di sisi kananya. "bukalah" ujarnya.

Membuka amplop berwarna coklat di tangannya, lelaki bersurai hitam itu menemukan sebuah tiket pesawat tujuan Paris. Ia menatap heran si pemberi hadiah.

"pergilah hyung, cari dia di Paris" ujar Sehun—si pemberi hadiah—seraya tersenyum.

Diam tak menjawab, lelaki bersurai hitam itu hanya memandangi tiket di tangannya.

"aku tahu kau tidak mencintaiku, jadi pergilah hyung. Cari dia, dan katakan kau sangat mencintainya"

"aku …"

"berhentilah membohongi perasaanmu. Aku tau apa yang hyung sembunyikan dariku" ujarnya sembari tersenyum kecil. "ka"

"ma-"

"tidak, hyung tidak perlu meminta maaf. Aku pun bersalah di sini" ucap Sehun sembari tersenyum.

"kita bersalah. Mengartikan kenyamanan ini sebagai perasaan cinta, kita terlalu ceroboh akan mengartikan semua perasaan ini sebagai ikatan cinta."

"ya, kita ceroboh. Aku merasa sangat bodoh Sehunie"

"hemh … dan aku tidak mau mengulanginya untuk kedua kalinya. Aku akan menjemputnya kembali ke sisiku"

"Luhan?"

"siapa lagi?" yang di tanya balik bertanya. "semoga berhasil hyung" ucap Sehun seraya berdiri dari tempat duduknya.

"kau juga" balas lelaki yang lebih tua.

"boleh aku memelukmu untuk terakhir kalinya?"

Tersenyum sembari bangkit dari tempat duduknya, lelaki lebih tua itu membuka kedua tangannya lebar-lebar sebagai ungkapan setuju.

"terimakasih atas segalanya, Huang Zi Tao"


"kau baik-baik saja?" tanya Fleur pada sosok Zi Tao yang tengah melamun

"eh- ya, aku baik-baik saja"

"kau memikirkan seuatu?"

"em … tentang ingatan terakhirku" jawab Zi Tao seraya menunduk. "apa aku bisa mengingatnya kembali? Aku merasa … aku-"

"kau akan mengingatnya lagi, tenanglah. Kau pasti sembuh" ucap Fleur menenangkan.

"tapi ini sudah hampir setahun hyung! Dan aku, aku tidak bisa mengingat apapun selain alasan kenapa aku di sini. Siapa yang harus kucari, siapa yang sebenarnya kucintai, aku tidak tau! Argh … !"

"hey tenanglah, kau menyakiti dirimu sendiri Dear" ucap Fleur seraya melepaskan tangan Zi Tao yang menjambaki rambutnya sendiri.

"tapi rasanya di sini lebih sakit hyung," ujar Zi Tao sembari memegangi dadanya. "aku harus mencarinya. Aku harus menemukannya" lelaki berwajah manis itu mulai meneteskan air matanya. Dadanya terasa terlalu sesak.

"kau akan menemukannya," ujar Fleur seraya memeluk sosok Zi Tao.

"kapan, kapan aku menemukannya? Bahkan aku tak dapat mengingat apapun kecuali percakapan itu. bagaima-"

"percayalah kau akan menemukannya. Aku yakin tuhan menyayangimu, dia tak akan menjauhkanmu dari orang yang kau cintai. Percayalah Zi Tao"

"aku harap begitu" lirihnya, seraya memeluk Fleur erat.

Huang Zi Tao, lelaki bersurai hitam dengan mata mirip panda itu mengalami amnesia. Semua ingatanya menghilang, ia tak mampu mengingat apapun kecuali sebuah percakapan dirinya dengan seorang lelaki bernama Sehun.

Memori otaknya terhapus, ia lupa akan semua masa lalunya.

Kecelakaan parah di jalan Beirness itu telah membuatnya seperti ini. Dan ia tak dapat menghubungi siapapun. Ponsel, identitas diri, ingatan dan semua barang miliknya menghilang bersamaan dengan tubuhnya yang terhempas ke sungai Maissel yang dingin di awal musim salju tahun lalu.

Ia kehilangan semua yang ia bawa. Dan hanya satu yang ia tau, ia harus mencari orang yang ia cintai dan mengatakan jika ia mencintainya.

Hanya itu yang ia tahu.

Namun apa yang harus di lakukannya? Ia bahkan tak mengetahui siapa orang itu, siapa namanya, bagaimana rupanya, bahkan ia tak mengingat apakah ia pernah mencintainya atau tidak. Semua hal itu terdengar begitu mustahil. Ia bahkan tak berani memimpikan jika dia dapat menemukan orang yang di carinya.

Menatap sejenak lelaki manis yang telah tertidur dengan damai, Fleur beranjak menuju pintu kamar. Keluar seraya menutupnya tanpa mengeluarkan suara, lalu kembali melanjutkan langkahnya menuju kamar apartemennya yang berada di hadapan kamar Zi Tao dengan perlahan.

Menoleh kearah pintu berhadapan di sebelah kirinya, ia sedikit memiringkan kepalanya. 'apa lelaki bernama Cheri itu sudah sadar?' batinya.

Setelah kepalanya terkena bola basket yang tak sengaja terlepas dari tangan sahabat tetangga sebelahnya, lelaki bertubuh kecil itu langsung tak sadarkan diri.

Setengah jam ia menemani lelaki bertubuh tinggi yang menjadi tersangka penyebab lelaki kecil itu pingsan di dalam kamar 38, lelaki itu tetap tak menunjukkan tanda-tanda akan bangun dari tidurnya. Bosan, ia pun memilih kembali ke kamarnya dan melanjutkan pekerjaanya yang belum sempat ia kerjakan saat di rumah sakit.

Meninggalkan si lelaki tinggi yang tengah menghubungi pemilik kamar dengan ekspresi takut.

Faktor kelelahan setelah melakukan perjalanan jauh mungkin yang menyebabkannya tertidur lama. Begitulah perkiraan yang ia berikan. Entahlah, ia agak malas mendiskripsikan apa yang sebenarnya terjadi.

Merebahkan tubuhnya di atas ranjang, jam digital di atas meja nakasnya telah menunjukkan pukul tengah malam. Telah menjadi kebiasaanya sejak Zi Tao tinggal di dekatnya, ia baru akan tertidur sesudah lelaki manis itu terlelap dalam alam bawah sadarnya.

Terhitung satu jam setelah Zi Tao pulang dari kerja Part time-nya, Fleur akan langsung menuju kamar tarakhir itu dengan nampan berisi makanan. Menemaninya makan malam sembari sedikit mengobrol, mendengarnya bercerita tentang apapun yang ingin ia ceritakan, dan menenangkannya saat ia mengalami masalah yang menimpa dirinya.

Meski diluar ia terlihat dewasa, di dalam … Zi Tao adalah anak kecil yang manja dan menggemaskan. Cengeng dan rapuh di saat yang bersamaan, kekanakan juga polos. Menjadi temannya, seolah menjadi baby siternya. Dan Fleur yang notabenya seorang anak tunggal dan selalu menginginkan adik seperti Zi Tao malah merasa senang dapat menemaninya menghabiskan malam meski hanya satu jam lamanya dan terpaksa harus tidur tengah malam.

Bagi Fleur itu menyenangkan. Karena dengan bersama Zi Tao, ia dapat melupakan sejenak sosok orang yang pernah ia cintai. Sosok lelaki yang memiliki sifat seperti ZiTao, kekanakan, dan rapuh. Meski tak sepolos dan semanis Zi Tao, sosok kekanakan itu begitu berarti dalam hidupnya. Ya, sosok yang kini telah menghilang karena tuhan lebih menyanyanginya itu adalah orang terkasihnya.

Menggelengkan kepala, Fleur memilih memejamkan matanya untuk menghapus ingatan buruk yang mulai berputar dalam benaknya tersebut.

"cinta tak selamanya menyakitkan" ucapnya lirih seraya menghela nafas panjang. Seolah menyakinkan dirinya sendiri jika cinta tak selalu menyakitkan seperti yang tengah terjadi pada lelaki manis di kamar 40 itu.

.

.


.

.

Membuka mata perlahan, Chanyeol dapat merasakan tulang punggungnya akan patah gara-gara semalaman tidur di atas sofa. Menguap dengan hikmat, lelaki rupawan yang terlihat acak-acakan itu mengalihkan pandangan ke arah ranjang miliknya yang masih di tempati lelaki asing yang semalam telah mencuri ciumannya.

Pipinya memanas.

"Kris Wu pembawa sial" rutuknya sembari menuju kamar mandi.

Usai membasuh wajahnya, Chanyeol memilih keluar dari kamar. Entah mengapa wajahnya akan terasa memanas jika melihat lelaki kecil itu, jantungnya pun seolah bermasalah. Berdetak tak terkendali, seolah akan meledak.

Rasanya ingin sekali ia mencincang sosok Kris dan membuangnya di pantai Maires.

Melangkah gontai melewati anak tangga di dekat lift, lelaki bersurai coklat itu mulai merutuki kesialannya memilih apartemen mahal di dekat kantornya. Berniat mengurangi ongkos perjalanan, ia malah mendapat sial di hari pertamanya menempati apartemen barunya dengan di cium lelaki asing yang memanggilnya dengan nama seperti wanita. Sial!

Hawa dingin langsung menerpa tubuh Chanyeol saat tiba di atap gedung. Terasa agak menusuk, tetapi terasa menyegarkan dan cukup membuatnya melupakan sejenak kesialannya.

Duk, duk …

Terlihat tak jauh darinya, seorang lelaki berpakaian tertutup yang tengah sibuk bermain basket. Tingginya sepantaran dengannya hampir menyamani Kris malah, tetapi Chanyeol yakin lelaki itu bukan sahabat pembawa sialnya tersebut. Mengingat Kris bukan tipe lelaki yang mau memakai aksesoris wanita seperti gelang dengan liontin bunga yang di kenakan lelaki itu.

Membuka penutup kepala yang menutupi sebagian wajahnya, Chanyeol dapat melihat wajah lelaki tinggi itu dengan jelas. Wajah itu …

"Huang … Zi Tao?" panggil Chanyeol ragu.

Menoleh perlahan, sosok tinggi itu memiringkan kepalanya bingung. "ya?" jawabnya.

"kau … kau benar-benar Huang Zi Tao? Kau Zi Tao?" Chanyeol mendekati sosok Zi Tao yang menatapnya was-was.

"kau siapa?" Zi Tao balik bertanya.

"kau tidak mengenalku? Aku Chanyeol, teman sekolahmu di korea."

"maaf, aku tidak mengenalmu." Ucap Zi Tao sembari menggelengkan kepala. Ia mulai melangkah mundur, karena merasa takut dengan Chanyeol yang terus melangkah ke arahnya.

"kau yakin?"

"aku, aku …tidak mengenalmu" Zi Tao semakin meringsut kebelakang, sembari menundukkan kepala dalam.

"hey, kenapa kau terlihat takut begitu?"

"aku …" Zi Tao mendongakkan kepalanya takut, menatap Chanyeol sejenak seraya berlari meninggalkan bola basket yang berada di tangannya. Berhambur memeluk sesosok lelaki bertubuh tinggi lainnya yang entah sejak kapan sudah berdiri di belakangChanyeol.

"Kris?"Chanyeol membelalakan matanya.

"apa yang kau lakukan padanya, kau menakut-nakutinya?" ucap sosok tinggi itu sembari memeluk erat Zi Tao yang tengah menyembunyikan wajah di balik dada bidangnya.

"what! Aku hanya bertanya, dia saja yang penakut" ucap Chanyeol membela diri.

"sudahlah Zi Tao, dia tidak berniat jahat. Wajahnya saja yang menakutkan" ucap Kris menenangkan Zi Tao.

"me-menakutkan! What, hey Kris Wu bo-"

"sssht! Kalau kau berteriak dia bisa menangis bodoh" ucap Kris penuh penekanan.

"hah?" Chanyeol menautkan sebelah alisnya.

Melepaskan pelukannya perlahan, Zi Tao langsung meringsut di belakang tubuh Kris. Menjadikan tubuh lebih besar darinya itu sebagai tameng dari sosok Chanyeol yang di matanya terlihat menakutkan dan mengancam jiwanya.

"lihat perbuatanmu? Kau membuat anakku ketakutan!" ucap Kris kesal.

"hah! Wait, anak? Hey Kris Wu apa katamu? Anak! What?"

"kau jangan berteriak lagi Park Chanyeol!"

"kau yang jangan gila bodoh, sejak kapan Zi Tao jadi anakmu?!"

"karena aku menyukai ummanya"

"u-umma? Tunggu, umma Zi Tao? Kau … menyukai-"

"Dear, kau baik-baik saja?" terdengar sebuah suara dari arah tangga.

"dia umma Zi Tao …" bisik Kris seraya berbalik badan, memeluk Zi Tao seraya memasang senyum termanisnya.

"hay Fleur, dia hanya sedikit ketakutan. Iya kan Zi Tao?" mengangguk sembari menatap sang 'umma' yang telah memakai pakaian kerjanya, Chanyeol yang berada di belakang kedua mahkluk tinggi itu hanya mampu membisu dengan mulut terbuka.

"oh, hay Kris. Zi Tao, hyung mau berangkat kerumah sakit, sarapanmu sudah ada di kamar. Jaga dirimu ne? Kris bisa temani dia sarapan? Dan … hay tetangga baru, maaf belum sempat menyapamu." Ucap Fleur seraya meninggalkan ketiga orang tersebut.

"ayo kekamarmu" ajak Kris pada Zi Tao.

"yak Kris Wu, apa maksudmu menyukai lelaki bunga tadi eoh!" teriak Chanyeol, saat melihat sosok Kris yang berjalan meninggalkannya.

"karena dia manis! Dan berhentilah berteriak" ucap Kris acuh

"what! Apa kepalamu terben- tunggu. Terbentur?"

.

.


Musim semi, beberapa bulan yang lalu.

"Peter, ada panggilan untukmu" tiba-tiba saja muncul seorang lelaki bermata kelabu yang memberikan ponsel miliknya pada Chanyeol.

"siapa?" tanyanya, dengan bahasa prancis yang fasih.

"sepertinya seorang dokter dari rumah sakit pusat" jawab rekan kerjanya tersebut.

"allo?" ucap Chanyeol ragu.

"ya, saya Peter Park. Benar. Apa, kecelakaan!"

.

.

.

Membuka sebuah pintu kamar dengan cepat, Chanyeol mendapati ruangan di dominasi warna putih yang tak berpenghuni."Kris?" panggilnya.

Tak ada jawaban.

Mencoba menajamkan pendengarannya, ia dapat mendengar suara gemricik air di kamar mandi yang berada tak jauh darinya. Berjalan perlahan, ia mencoba mendekati tempat asal suara itu.

Ckrek.

Belum sempat jemari panjangnya mengetuk pintu, gagang daun pintu tersebut sudah terlebih dahulu di putar dari dalam. Terbuka perlahan, menampilkan seorang lelaki bertubuh—sedikit—lebih tinggi darinya yang tengah memandangnya dengan tatapan bingung.

"kau baik-baik saja?" tanya Chanyeol sembari memegang kedua bahu sahabatnya.

"ya, hanya sedikit pusing dan mengalami memar." Jawabnya santai. "Kau terlihat berbeda, kapan kau memotong rambutmu?" ucap Kris sembari memperhatikan rambut sahabanya itu.

"hah?"

"seingatku, rambutmu sedikit panjang." jawab Kris.

"tunggu, apa kepalamu terbentur?"

Mengangguk perlahan, Kris mulai melangkahkan kakinya menuju ranjang di belakang Chanyeol. "kenapa?" tanyanya, sembari berjalan pincang karena kaki kirinya yang sedikit terkilir.

"Kris" panggil Chanyeol tanpa menoleh. Menatap punggung sahabatnya, Kris hanya menggumam sebagai respon balasannya.

"sekarang tahun berapa?"

"2010"

"siapa nama dokter yangmenanganimu?"

.

.

.

"dia mengalami amnesia sementara yang menyebabkannya kembali ke masa lalu, apa tiga tahun yang lalu dia pernah mengalami kecelakaan yang serupa?"

Terdiam sejenak, Chanyeol menganggukkan kepalanya. "ya, saat terlambat menuju airport ia mengalami kecelakaan di jalan tol dan sempat koma selama 2 jam" jelasnya.

"apa saat itu ia mengalami amnesia juga?"

"ya, dan kali ini adalah yang ketiga kalinya. Makanya aku sudah dapat menebaknya" jawab Chanyeol. Tak habis pikir, bagaimana bisa anak itu selalu hilang ingatan tiap kali mengalami kecelakaan. Apa tengkorak kepalanya tidak terlalu keras hingga tak dapat menahan benturan?

"tiga kali?" sang dokter membulatkan matanya.

"ya, tiap kecelakan dan kepalanya terkatuk sesuatu, dia akan hilang ingatan. Bahkan lima tahun yang lalu ia hilang ingatan hanya karena tertimpa tumpukan dokumen di kantorku. Tapi tak terlalu parah, dua minggu setelahnya dia sembuh." Ucapnya santai.

"dia sering mengalami amnesia?"

Chanyeol mengangguk, "tapi kali ini berbeda" lanjutnya.

"biasanya dia hanya lupa dengan kejadian beberapa hari yang lalu, tapi untuk yang saat ini …"

"emh … mungkin karena ia pernah mengalami kecelakaan yang serupa, beberapa pasien yang mengalami kecelakaan seperti tuan Kris memang ada yang sepertinya" ucap sang dokter.

"lalu, apa penyembuhannya akan lebih sulit?"

"kita lihat saja perkembangannya,"


.

.

.

.

TBC~

Ottoke?

Ini Sequel dari Love of A Fool. Ada baiknya jika membaca FF tersebut lebih dahulu. FF tersebut ada di dalam Triangle love Story. Silakan cari di deretan FF Itshu ne… :3

Next?