A/N: My first ChangNew fic! Pairing OTP saya beside OnJong. LOL! Saya tahu kalo pairing ini crack banget. But, I hope you like it too as much as OnJong! ^^

Btw, baru kali ini saya ngebuat fic dengan Onew sebagai uke. Kalau pasangannya Changmin, jelas Dubu yang uke! Hohohoho!

Karena oneshot ini super panjang, saya bagi jadi dua chapter (twoshot). Dan kedua chapternya udah langsung saya publish. Baik 'kan? :P *plaks*


What's wrong with my Dubu? © Viero D. Eclipse

Disclaimer: SHINee and DBSK/TVXQ are belongs to SM Entertainment, God and them self

Casts: Max Changmin, Lee Jinki 'Onew', Kim Jonghyun, U-Know Yunho, Cho Kyuhyun and other K-Pop Boyband members (as cameo).

Pairing: ChangNew (Max Changmin x Lee Jinki 'Onew'), slight OnJong (Onew x Jonghyun)

Genre: Romance/Drama/a little Humor

Rated: T

Warning: Very long Oneshot, Cheesy, Frustated Changmin, Drama humor Abal, Boy x Boy/Shounen ai, OOC, Alur gaje, redundansi, typo(s) mungkin bertebaran

Don't Like? Don't Read!


"You're like oxygen, when I drink you in

I can't breathe you out

Inside this intense agony

Can't you see I'm dying away like this."

SHINee – Love like oxygen


Shim Changmin seolah berada di awan sembilan.

Genangan retrospek—mengenai kisah cintanya selama ini dengan sosok namja chingunya— ternyata mampu untuk membuatnya mengapung di lautan euforia. Ia masih ingat jelas bagaimana mereka merajut tali kasih hingga menjadi sebuah bingkai hubungan yang begitu indah. Dan ia sungguh tak menyangka bahwa ia nyatanya mampu merasakan cinta hingga sedalam ini terhadap seseorang.

Sebut saja Lee Jinki.

Nama itu seakan mampu membuat seorang Shim Changmin berevolusi 180 derajat. Namja brunet yang tadinya selalu menjaga imej dan tampak cool itu ternyata bisa bertingkah seperti seorang fangirl saat mendengar nama namja chingunya itu disebutkan. Dan tidak hanya itu saja indikasi-indikasi yang dapat dihasilkan.

Bahkan beberapa dongsaengnya pernah melihat Changmin tersenyum sepanjang hari seperti orang idiot di dalam toilet hanya karena menerima sapaan lembut dari namja chingunya tersebut sepulang kuliah. Sungguh, nama itu benar-benar mampu membuat Changmin bertindak diluar nalarnya sendiri.

Itu karena ia benar-benar sudah terjatuh.

Ia benar-benar sudah jatuh cinta setengah mati.

Lee Jinki, nama itu benar-benar berhasil membuat hidup Changmin menjadi bersinar. Membumbung indah bak lentera utopia.

Akan tetapi...

Nama itu jugalah yang membuat hidup Changmin hancur. Berantakan bak neraka Distopia.

"Changmin-hyung. Mianhe. S-Sepertinya, aku tak bisa meneruskan hubungan kita."

"M-MWOH!"

Jedeeeerr!

Seolah ada sambaran petir dan guntur yang meluluhlantakan taman impian Changmin. Hanya dengan seuntai frase keji itu, segenap harapan dan kebahagiaannya selama ini menjadi hancur lebur tak bersisa. Namja berambut brunet itu hanya bisa berdiri dengan syok. Kedua matanya terbelalak lebar tak percaya. Lee Jinki, namja yang sangat ia cintai itu terlihat menunduk di hadapannya. Raut penyesalan tak dapat terelakkan dari paras manisnya itu.

"Mianhe, Changmin-hyung. Aku benar-benar tak bisa. Maafkan aku..."

'Ti-Tidak mungkin. I-Ini benar-benar tidak mungkin...'

Berteriak.

Ingin rasanya Changmin berteriak. Menjerit. Membakar habis semua doangsaeng yang menatapnya saat ini. Mencongkel semua mata mereka dan menghajarnya sampai babak belur. Sampai mereka semua dapat merasakan kesakitan yang sama dengan Changmin. Sampai mereka semua dapat merasakan betapa hancurnya hati Changmin. Namun nalarnya berada dalam denial. Masih berada dalam jala penyangkalan yang begitu besar.

"K-Kau bercanda 'kan, Jinki? Hahaha... kau bercanda 'kan? I-Ini lucu sekali. Leluconmu kali ini takkan mempan padaku—"

"Maafkan aku, Changmin-hyung."

"Ji-Jinki..." Dan berlalunya Jinki dari hadapannya merupakan tanda bahwa semua ini serius. Semua ini bukanlah lelucon garing yang selalu digemakan Jinki untuk menghiburnya. Semua ini adalah kenyataan. Kenyataan pahit yang benar-benar terdengar tidak masuk akal sama sekali.

Semua ini benar-benar tak masuk akal.

Bagaimana tidak?

Hari ini adalah hari jadi hubungan mereka. Sudah hampir dua tahun mereka menjalin kasih dan di saat Changmin datang untuk merayakannya, Jinki tiba-tiba memutuskan hubungan mereka begitu saja?

Buket bunga mawar yang ada di genggamannya lantas gugur ke lantai begitu saja. Sungguh, selama ini jarang terjadi pertikaian diantara keduanya. Meskipun terkadang mereka berselisih hanya karena hal-hal yang sepele, namun Changmin terlalu mencintai Jinki untuk tidak meminta maaf pada namja chingunya itu. Ia akan selalu meminta maaf meskipun semua itu bukanlah kesalahannya.

Namun kali ini...

Apa salahnya sampai-sampai Jinki memutuskannya begitu saja?

Ia bahkan memutuskan Changmin tanpa memberi penjelasan apapun? Hanya berlalu pergi begitu saja?

Kedua tangan Changmin terkepal erat. Namja brunet itu benar-benar tak terima dengan semua ini. Ia membutuhkan penjelasan. Dengan cepat, segera ia kejar Jinki dan menjerat lengan namja chingunya itu, menahannya untuk pergi.

"C-Changmin-hyung—"

"Apa maksudnya ini, Jinki? Coba jelaskan padaku mengapa kau memutuskan hubungan kita begitu saja? Apa alasannya? Cepat katakan padaku!"

"Kumohon hyung, le-lepaskan aku—"

"Tidak! Tidak sampai kau menjelaskan semuanya padaku!" Jinki mencoba berontak. Namun jeratan Changmin terlalu kuat untuknya. Namja berambut brunet itu memandang tajam, seolah ia bisa saja menjadi gila jika melepaskan Jinki begitu saja. Dan hal itu membuat namja chingunya gentar dalam rasa takut yang begitu besar.

"A-Aku... aku sudah tidak mencintaimu lagi, Hyung. M-Maafkan aku."

"A-APA?"

"A-Aku s-sudah tidak mencintaimu lagi!" Changmin memandang kosong. Ia terlalu syok untuk mempertahankan jeratannya di lengan Jinki. Dengan gemetar, namja chingunya itu hanya dapat tertunduk dengan raut bersalah. Air mata terancam gugur di pelupuk matanya.

"Mianhe, Changmin-hyung..."

Dan dengan itu, ia pun berlari. Meninggalkan Changmin yang sudah semakin hancur seutuhnya. Namja brunet itu lantas tertunduk dengan raut pucat. Pandangannya seakan blur. Kepalanya semakin terasa berat dan pening.

'I-Ini sungguh tidak mungkin—'

"JINKIIIIIIIIIIIII!"

.

.


DUAAAKKK! PRAAAAANGGG! KRATAAAAKK!

"CHANGMIN! APA-APAAN KAU INI, HAH!"

Yunho hanya dapat menjerit frustasi saat beberapa perabot tampak dibanting dan membentur hamparan lantai dengan nyaringnya. Changmin tak mempedulikan ucapan hyungnya dan terus saja mengunci diri sembari memporakporandakan kamar apartemen mereka. Yunho benar-benar tak mengerti, apa yang sudah menyebabkan adiknya marah seperti itu. Pagi tadi, ia masih melihat keceriaan terpatri di raut Changmin.

Dan kini, sepulangnya namja itu dari kampus, tiba-tiba ia sudah berlari memasuki kamar, membanting pintu, mengunci diri dan merusak semua perabot yang ada. Yunho hanya bisa menghela napasnya. Meskipun adiknya itu sudah berumur 22 tahun, ia masih saja tak mampu mengontrol emosi.

"Changmin! Sudah, hentikan! Kalau kau merusak semua yang ada di dalam kamar, aku tak akan bisa tidur dengan nyenyak—"

TRAAAANG! CTAAARRR!

"CHANGMIN! JANGAN BILANG BAHWA KAU SUDAH MEMBANTING BOTOL PARFUMKU! ITU PARFUM MAHAL YANG SUDAH KUBELI JAUH-JAUH DARI ARAB!"

"CEREWET! TUTUP MULUTMU, HYUNG!"

DUAAAKKK! BRAAAKKK! KRAAATAAAAKK!

Dan suara perabotan yang dibanting semakin banyak dan nyaring saja. Yunho mengernyit mendengar itu. Changmin benar-benar tak bisa menggunakan nalarnya untuk saat ini. Amarah sudah membutakan logikanya. Dan Yunho yakin, hanya ada satu hal yang mampu membuat Changmin menjadi hilang kendali seperti ini.

"Ini pasti karena Lee Jinki 'kan? Hoobae yang sangat kau cintai dan puja-puja itu?"

Hening.

Seketika itu pula, tak terdengar lagi suara perabotan dan benda-benda yang dibanting ke lantai. Changmin benar-benar menghentikan tindakannya untuk sesaat. Dan Yunho hanya dapat menggeleng miris dengan semua itu. Spekulasinya tepat. Siapa lagi yang bisa menyebabkan Changmin gila jika bukan Jinki? Namja itu sudah menjadi obsesi terbesar bagi adiknya.

Tak lama, pintu kamar pun terbuka dan menampakkan keadaan Changmin yang terlihat begitu berantakan. Wajah namja tampan itu begitu kalut dengan kedua matanya yang memerah. Rambut brunetnya acak-acakan. Yunho terhenyak menatap itu.

"C-Changmin?"

"Jinki."

"M-Mwoh?"

"Jinki... memutuskanku, Yunho-hyung..." Suaranya terdengar parau. Sekujur tubuh Changmin tampak gemetar dan sangat terguncang. Air mata terancam gugur, seberapa keras namja brunet itu berusaha menahannya. Ia benar-benar hancur dan sakit. Yunho mulai tak tega dengan panorama pilu itu.

"I-Ia memutuskanku, Hyung. Ia memutuskan hubungan kami begitu saja. Ia sudah tidak mencintaiku lagi. J-Jinki tidak mencintaiku..."

"Changmin..." Dan adiknya itu sudah tak mampu membendung butiran air matanya tatkala Yunho mulai memeluknya dan mencoba menenangkannya. Isak tangis itu terdengar begitu menyakitkan. Yunho sungguh tak pernah melihat Changmin sehancur ini. Itu karena ia merupakan namja yang begitu kuat dan tegar.

Namun seberapa kuat Changmin, ia juga memiliki perasaan.

Ia rawan hancur. Ia rawan sakit.

"A-Aku sangat mencintai Jinki, Hyung... aku sangat mencintainya...ughh..." Dan dibalik pengakuan memilukan Changmin, Yunho pun paham mengapa adiknya itu bisa memendam perasaan cinta yang begitu besar dan dalam pada seorang Lee Jinki. Itu karena namja chingu dari adiknya merupakan sesosok namja yang cukup sempurna.

Shim Changmin, seorang mahasiswa jurusan Manajemen semester akhir, berusia 22 tahun dan dianugerahi dengan wajah yang sangat tampan. Ia begitu populer di SM-E, sebuah institut besar bertaraf internasional yang ada di Seoul. Namja itu begitu jenius dan memiliki banyak fans disamping latar belakangnya yang berasal dari keluarga bangsawan dan juga merupakan seorang ketua gangster.

Yunho sendiri merupakan satu-satunya kakak kandung Changmin. Merupakan penerus bisnis keluarga dan menjadi donatur terbesar di dalam institut SM-E. Hal itu membuat Changmin memiliki akses kekuasaan penuh di dalam kampusnya sendiri. Tak ada yang berani melawan dan membarakan resistensi padanya.

Dan lagi, dengan kelakuan buruk Changmin sebagai ketua gangster, tak jarang pula ia dan anggota gengnya terlibat tawuran dan sering membully beberapa mahasiswa yang mencoba melawannya. Lambat laun, reputasinya sebagai Max, the devilish demon of SM-E, cukup sukses untuk membuat takut segenap penghuni kampus itu sendiri. Mereka semua lebih memilih untuk menjauhi Changmin dan tak berurusan dengan namja brunet itu.

Sampai pada akhirnya, mahasiswa pindahan baru pun datang dalam wujud hoobae bernama... Lee Jinki.

Namja berambut karamel, berwajah tampan dan sangat manis serta setahun lebih muda dari Changmin itu benar-benar sukses menarik perhatian publik dengan rekor nilai tertingginya di dalam kelas. Ia merupakan seorang hoobae yang paling jenius dalam jurusan Desain Multimedia yang ia tapaki. Dan popularitas itu tentu tak lepas dari pengamatan Changmin selaku sunbae di kampus mereka.

"Hei, kau anak pindahan baru itu 'kan? Siapa namamu... ah! Lee Jinki!"

Pertemuan awal mereka terjadi di dalam perpustakaan. Saat itu, Changmin dan gengnya berencana untuk membully Jinki. Namja brunet itu bahkan berekspektasi bahwa hoobaenya itu pasti akan berlari ketakutan dan menyembah-nyembah kedua kakinya, memohon ampun. Ya, pasti ekspektasinya benar. Karena mahasiswa kutu buku dan berkacamata tebal seperti Lee Jinki pasti hanyalah seorang pengecut culun.

Namun, dugaan Changmin salah besar.

"Mianhe, bisakah hyung tidak mengangguku sekarang? Aku sedang berkosentrasi membaca buku ini." Dengan tegas, Jinki mengucapkan hal itu tanpa berpaling dari bukunya dan tak merasa takut sama sekali. Resistensi itu membuat Changmin kaget tentu saja.

Apa-apaan namja ini? Apa ia tak tahu siapa Changmin sebenarnya?

"Ahahaha... rupanya kau berani melawanku, Lee Jinki-yah?" seringai sinis terpancar di raut Changmin sebelum pada akhirnya, namja brunet itu memicing tajam dan mulai menjerat paras Jinki, memaksanya untuk menghadap Changmin. "Lihatlah aku saat aku berbicara denganmu, Hoobae!"

Dan lagi-lagi Jinki tak menunjukkan tanda-tanda gentar. Ia tatap Changmin tanpa ekspresi dan mulai mengenggam erat tangan sunbaenya itu, mencoba melepaskan jeratannya dari parasnya.

"Aku sangat tidak suka jika ada seseorang yang mengangguku saat membaca. Kumohon, tinggalkan aku sendiri. Aku pasti akan meladenimu nanti, Changmin-ssi." Dengan itu, Jinki pun beranjak menuju ke sebuah meja di dekat penjaga perpustakaan dan melanjutkan aktifitas membacanya. Changmin sedikit tercengang sebelum pada akhirnya, simpulan senyum sinis mulai mengembang di parasnya.

"Changmin-ssi? Jadi kau tahu siapa aku. Menarik sekali..."

Dan semenjak itulah, Changmin menjadi terobsesi dengan Jinki dan semakin tertarik dengan hoobaenya itu. Karena baru kali ini ada yang berani melawannya. Baru kali ini ada yang berani menyangkalnya mentah-mentah.

Dan satu-satunya orang yang mampu melakukan itu hanyalah Jinki. Kejeniusan namja itu mampu mengimbangi jalan pikiran Changmin.

Dan Yunho pun paham mengapa hanya Jinki yang mampu mengubah tabiat liar Changmin secara bertahap. Adiknya itu kini tak lagi berkelakuan layaknya pemberontak jalanan yang tak memiliki sopan santun. Ia tak lagi membully dan berkelahi dengan orang-orang. Ia bahkan berhenti menjadi seorang pembuat masalah. Semua itu semata-mata karena Lee Jinki. Hoobaenya itu benar-benar sudah menjadi tumpuan harapan dan titik kewarasan Changmin.

"Yunho-hyung, perkenalkan. Ini Lee Jinki-yah. Hoobaeku dari kelas Desain Multimedia."

"Annyeoung hashimnikka, je ireum-eun Lee Jinki imnida, Mannaseo bangapseumnida, Yunho-ssi."

Pertama kali Changmin mengenalkan Jinki di hadapannya, jujur saja, Yunho terlihat begitu takjub. Ia tak pernah menyangka bahwa adik liarnya itu ternyata mampu mendapatkan seorang kawan yang begitu sopan dan sangat baik seperti Jinki. Dan Yunho pun mengerti dengan sikap Changmin yang selalu tampak gugup di dekat Jinki. Ia selalu saja menatap Jinki terlalu lama. Seolah-olah hoobaenya itu adalah nyawa bagi Changmin sendiri.

Semuanya memang sudah jelas.

Adiknya itu sudah pasti memendam perasaan yang lebih terhadap Jinki.

Ia sangat mencintai hoobaenya.

Bahkan terlalu mencintainya.

Dan tak ada alasan bagi Yunho untuk melarang hubungan keduanya. Yunho bahkan berhutang budi pada Jinki karena namja itu telah berhasil mengubah Changmin menjadi sesosok namja yang lebih baik dari yang dulu. Ia bahkan sudah merestui jika memang Changmin memutuskan untuk menikahi hoobaenya itu kelak.

Namun kini...

Semua kenangan indah itu seakan ternodai dengan kehancuran Changmin—yang dengan ironisnya, disebabkan pula oleh Jinki. Yunho bahkan tak tahu, harus berbuat apa untuk membantu permasalahan yang menimpa adiknya itu. Ini adalah urusan mereka dan Yunho tahu bahwa Changmin tak akan memaafkannya jika ia mencoba untuk ikut campur.

Dan ia tak akan menyuruh Changmin untuk melupakan Jinki. Karena ia tahu bahwa namja berambut karamel itu merupakan nyawa bagi adiknya sendiri.

Ia tak ingin membuat Changmin mati.

"Jadi, apa yang akan kau lakukan? Aku tak tahu, apa yang sudah membuat Jinki tiba-tiba memutuskanmu seperti ini. Namun yang jelas, aku yakin bahwa ia bukanlah namja yang sejahat itu. Ia adalah namja yang begitu baik dan sangat santun. Ia pasti memiliki alasan untuk melakukan hal ini."

Changmin membisu mendengar itu. Yunho hanya bisa berharap bahwa perkataannya tidaklah salah. Karena sekali saja ia kelepasan menghina Jinki, adiknya itu bisa saja mematahkan lehernya tanpa ampun. Dan ia masih belum bosan hidup. Terima kasih.

"Aku tak akan pernah melepaskan Jinki."

"Mwoh?"

"Aku akan mendapatkannya kembali." Butiran air mata yang tadinya berguguran kini telah ditepis dengan kuatnya. Changmin menatap penuh determinasi. Kedua tangannya terkepal erat bersamaan dengan deretan giginya yang tergertak rapat. Ia tak akan menyerah begitu saja.

"Jinki adalah nyawaku. Aku sangat mencintainya tak peduli jika ia sudah tak mencintaiku lagi. Akan kubuat ia kembali ke dalam dekapanku. Karena sampai kapanpun, Lee Jinki adalah milikku, Hyung. He's mine. Forever."

Ikrar keyakinan itu membuat simpulan senyum mengembang di paras Yunho. Ini baru Changmin. Adiknya itu adalah seorang namja yang kuat dan tak akan menyerah semudah itu. Ia akan selalu mempertahankan apa yang menjadi miliknya. Dan ia takkan segan untuk memberi pelajaran dan membunuh siapapun yang sudah berani merebut namja chingunya itu.

"Baguslah, itu baru semangat. Sebaiknya sekarang kau rapikan dirimu di kamar mandi. Kau benar-benar berantakan. Dan Jinki tak suka dengan orang yang serba berantakan, bukan?" Ancaman Yunho bak mantra yang mampu membuat Changmin membelalak pucat dan segera berlari ke kamar mandi untuk merapikan dirinya. Yunho hanya tertawa melihat geliat itu. Menyebutkan nama Jinki adalah cara yang ampuh baginya untuk dapat mengontrol tabiat sang adik dengan baik.

Dan sementara Changmin mencoba merapikan dirinya dan menenangkan emosinya di dalam kamar mandi, Yunho pun hanya bisa pasrah saat melihat kekacauan yang sudah dihasilkan oleh Changmin di kamarnya tadi. Dan sebuah botol parfum yang dibeli Yunho dari Arab benar-benar sudah menemui ajalnya dan terlihat pecah berkeping-keping di atas lantai. Namja itu menghela napasnya.

"Aisshh... walaupun bau parfum itu seperti bau unta, namun tetap saja itu parfum mahal." Dengan cemberut, Yunho segera membereskan pecahan botol parfum itu dan mulai menggumam singkat. Ia memiliki ide brilian untuk mengganti parfum kesayangannya itu.

"Mungkin... aku bisa memesan parfum mahal yang dari India itu via situs LEbay? Ya, benar! Aku akan membelinya secara online!"

.

.


"Hei, Minnie. Ada apa denganmu? Sudah hampir dua jam kau menatapnya seperti itu. Ia tak akan mempedulikanmu."

"Tsk! Diamlah, Kyuhyun! Aku tak butuh komentarmu!"

Changmin hanya dapat mendengus dengan raut kesal tatkala usahanya untuk menarik perhatian Jinki sepertinya akan berakhir sia-sia saja. Saat ini adalah kelas entrepreneurship, satu-satunya kelas dimana hoobae dan sunbae dari jurusan desain multimedia, informatika komputer, akutansi serta manajemen bisa dikumpulkan menjadi satu. Dan saat ini merupakan satu-satunya kesempatan bagi Changmin untuk bisa selalu memperhatikan Jinki yang tengah terduduk di bangku paling depan.

Namun, seberapa keras Changmin menyangkal, ucapan Cho Kyuhyun, partner in crime dalam gengnya itu ada benarnya juga. Jinki sama sekali tak menoleh ke arahnya. Ia bahkan menganggap Changmin tak ada sama sekali. Dan hal itu membuat sang ketua gangster sedikit memelas dengan kesedihan di parasnya.

"Dubu..." nickname itu digemakan dengan nada pilu. Kyuhyun menggelengkan kepala melihat keadaan kawannya yang semakin menyedihkan itu.

"Minnie, Minnie... sudahlah. Ia sudah membuangmu di depan umum dan menyatakan bahwa ia sudah tak lagi mencintaimu. Kenapa kau masih saja mengharapkannya, hah? Banyak yang menantimu di luar sana. Lagipula, apa bagusnya hoobaemu itu?"

"Apa kau tak dengar dengan apa yang baru saja kukatakan, hah? Aku tak butuh komentarmu, Kyu!" Nada Changmin mulai meninggi. Deretan giginya kembali tergertak rapat menahan emosi. Kyuhyun hanya menghela napas pasrah melihat itu.

"Yah! Tenanglah. Aku hanya mengatakan apa adanya. Aissh... aku benar-benar heran padanya. Membuang namja tampan bak dewa dan populer sepertimu benar-benar merupakan keputusan yang bodoh. Aku jadi penasaran, siapa sosok namja yang sudah berani merebut cintanya darimu, Minnie~"

Changmin memutuskan untuk diam dan tak mempedulikan ucapan Kyuhyun. Ia paham betul bahwa kawannya itu memang seorang Raja Troll sejagad. Meski begitu, ia akan membutuhkan jasa Kyuhyun nantinya. Untuk sekarang...

Sebaiknya ia fokus pada rencananya.

"Yah! Bel sudah berbunyi! Waktunya break. Aku harap, kalian bisa mengumpulkan tugasnya tepat waktu! Tak ada toleransi bagi yang terlambat!" Ucapan sang dosen menjadi salam penutup untuk mengakhiri kelas entrepreneurship di kala itu. Changmin mulai antusias tatkala menatap Jinki yang tengah membereskan beberapa bukunya. Namja chingunya itu pasti akan menuju ke kantin setelah ini.

'Aku tak boleh melewatkan kesempatan ini.'

"Yah! Changminnie! Kau mau kemana? Aku belum sempat menyalin tugas pajak! Aisshh!" Tak mempedulikan ucapan Kyuhyun, Changmin beranjak begitu saja dari bangkunya dan segera mendatangi Jinki. Simpulan senyum mulai mengembang tatkala ia bisa melihat dengan jelas paras manis 'mantan' namja chingunya.

Ia benar-benar merindukan Jinki.

"Annyeoung, Jinki-yah. Apakah kau ada waktu sebentar? Aku ingin bicara—"

"Mianhe, Hyung. Aku tak ada waktu untuk berbicara denganmu." Belum sempat Changmin menyelesaikan ucapannya, Jinki sudah menyela dengan begitu dingin. Hal itu membuatnya tenggelam dalam dimensi syok. Semarah-marahnya Jinki terhadapnya, ia tak akan pernah berkata dengan nada yang sedingin dan setajam itu.

"Jinki, tunggu sebentar! Mengapa kau seperti ini? Apa kau marah padaku, Jinki? Jinki!" Changmin berusaha keras untuk menghadang Jinki agar namja itu tak lagi lari darinya. Namun yang dihadang terlihat menggelengkan kepalanya dan mencoba menepis Changmin.

"Aku tidak marah padamu, Hyung. Sekarang, biarkan aku pergi. Aku tak ingin kehabisan ayam di kantin—"

"Bohong. Jika kau tidak marah, mengapa kau bersikap dingin seperti ini padaku?" Jinki membisu untuk sesaat. Ia tak berani memandang langsung ke arah Changmin. Karena namja berambut brunet itu terus saja menatapnya lekat, memohon sebuah penjelasan.

Dan Changmin hanya dapat gemetar, menahan gentar saat Jinki tak menjawab pertanyaannya dan berlalu begitu saja meninggalkannya. Mantan namja chingunya itu bahkan tak sudi untuk menatap langsung kedua matanya. Dan hal itu membuat Changmin tenggelam dalam rasa kecewa yang begitu dalam.

"Jinki..." kedua tangan Changmin terkepal erat. Hatinya terasa begitu sakit. Namun, tidak. Ia tak akan menyerah begitu saja. Ini belum apa-apa. Jika memang Jinki tak mencintainya lagi...

Setidaknya, ia harus tahu alasan yang sebenarnya.


"Jinki, kau mau pulang? Apa perlu kuantar?"

"Anio."

"Wae?"

"Aku naik bus."

"Kalau begitu aku juga akan naik bus." Jinki menghentikan langkahnya. Changmin hanya menelan ludah saat hoobaenya itu menatapnya dengan begitu tajam.

"Tolong, tinggalkan aku, Hyung. Jangan mengangguku."

"Tapi Jinki! Jinki! Jinki, Tunggu! Aissh!" Changmin hanya dapat menendang kaleng minuman yang ada di pinggir jalan dengan raut kesal. Lagi-lagi Jinki mengabaikannya dan meninggalkannya begitu saja. Taktik mengantarkan pulang benar-benar gagal total.

Skor Changmin VS Jinki: 0 – 1


"Jinkiiiii! Kita satu kelompok dalam projek entrepreneurship! Bagaimana kalau kita mengerjakan projek ini di rumahku? Atau mungkin di rumahmu? Aku akan membuatkan isi presentasinya dan kau yang membuat desain layout—"

"Tidak perlu, Hyung. Aku sudah membuatkan desain layoutnya untukmu. Kita tak perlu mengerjakannya bersama-sama di satu tempat. Kau hanya tinggal memasukkan isinya ke dalam layout. Aku yakin kau bisa melakukan itu sendiri." Jinki mulai beranjak dari bangkunya. Changmin hanya bisa mengatup-ngatupkan mulutnya dengan raut panik. Ia tak menyangka bahwa Jinki sudah mempersiapkan segala sesuatunya.

"T-Tapi aku butuh pendapatmu tentang isi presentasi buatanku, Jinki. Sebagai tim, kita perlu berdiskusi bersama-sama 'kan?"

"Tak ada yang perlu kita diskusikan, Hyung. Aku percaya bahwa isi presentasimu pasti akan sangat bagus. Kau adalah sunbae terjenius di kelas ini. Aku akan membantumu untuk mempresentasikannya di depan kelas nanti. Sampai jumpa."

Dan lagi-lagi, usaha Changmin kembali menemui kegagalan. Namja berambut brunet itu hanya bisa terduduk di bangkunya dengan raut galau. Jinki benar-benar lihai dalam menghindarinya.

"Dasar Dubu Pabo. Selalu saja menyangkalku seperti ini dengan taktik dan kejeniusannya. Hah. Tak apa-apa. Inilah sebabnya mengapa aku sangat mencintaimu..." Senyum miris tersimpul di paras Changmin. Namun itu bukan berarti, ia akan menyerah.

Skor Changmin VS Jinki: 0 – 2


"Aaarrghh! Siaaal! Aku kehabisan ayamnyaaaa!

"Itu karena kau terlambat ke kantin, Hyung."

"Taeminnie~ Kau ingin barter dengan telurku? Ayolah! Aku akan memberikan burger dan sandwichku untuk ayammu itu!" Jinki tampak memelas. Lee Taemin, hoobaenya dari kelas Informatika Komputer terlihat menggelengkan kepalanya, pertanda keberatan.

"Mianhe, Hyung. Kali ini aku tak mau menukarkan ayamku."

"Aaahh, ayolah, Taeminnie! A-Aku tak akan bisa bertahan jika sehari saja tak makan ayam!"

"Mianhe, Hyung."

"Taeminnieee!"

"Jinkiiii! Kau mau ayam? Aku punya banyak! Ambilah!" Intervensi terjadi saat Changmin tiba-tiba muncul sembari membawa bertumpuk-tumpuk ayam goreng di piringnya. Namja brunet itu mulai duduk di hadapan Jinki dan menyengir girang. Namun, belum sempat ia berkata lebih lanjut lagi, hoobaenya itu sudah terlihat berdiri dari kursinya dan segera beranjak meninggalkan Changmin dan juga Taemin.

"Mianhe. Mendadak aku tak napsu makan. Aku duluan, Taeminnie."

"Hah? Hyung, lalu makan siangmu bagaimana?"

"Makan saja." Taemin tampak terbelalak mendengar itu. Kontradiksi dengan Changmin yang mendadak lesu dan mulai menunduk dengan raut muram. Jinki tak akan bisa menolak ayam. Dan mendengarnya menolak pemberian ayam dari Changmin benar-benar merupakan masalah yang sangat serius.

"Mengapa Jinki begitu membenciku, Taemin-ah? Apa kau tahu mengapa ia bersikap seperti itu padaku?" Taemin mulai tak tega menatap keadaan Changmin. Walau bagaimanapun juga, Changmin juga merupakan kekasih dari kawan baiknya. Dan ia sangat menghormati sunbaenya itu.

"Mianhe, Changmin-hyung. Andaikan aku tahu, pasti sudah kuceritakan padamu." Changmin menghela napas pasrah mendengar itu. Entah mengapa, meskipun ia dijuluki sebagai seorang monster makanan, untuk kali ini, ia sama sekali tak bernapsu untuk memakan apapun. Selera makannya benar-benar menghilang.

Dan ia yakin, jika ia seperti ini terus, ia juga akan kehilangan berat badannya.

'Goddamnit!'

Say goodbye to your sexy body, Changminnie~

Skor Changmin VS Jinki: 0 – 3


"Wah! Joon-hyung! Apa kau tak bosan membaca buku pajak setebal itu?"

"Anio. Buku-buku ini justru semakin membuat semangat belajarku menjadi membara!"

"M-Mwoh? Daebak!"

Kali ini mereka berada di dalam perpustakaan.

Melihat Lee Joon, kawan satu jurusannya di kelas Manajemen berduaan saja di perpustakaan bersama Jinki, sejatinya sukses membuat Changmin naik darah. Ia tahu bahwa namja itu sebenarnya juga memendam perasaan terhadap Jinki.

Dan kini, melihat Jinki yang sepertinya sedikit terpesona dengan karisma Joon sejatinya mampu membuat Changmin ingin membakar hidup-hidup rivalnya itu sekarang juga.

"Ah, jika aku menjadi anak manajemen, aku pasti tak akan sanggup membaca buku setebal itu." Jinki terlihat memperhatikan buku pajak yang ada di tangan Joon. Dan melihat namja desain itu mengerucutkan bibirnya membuat Joon dan Changmin (dari kejauhan) berusaha keras agar tidak mimisan di tempat.

'M-My Dubu... aegyo...' Changmin seolah kehilangan nalarnya dan terlarut dalam indahnya paras mantan namja chingunya itu. Ya, jelas saja itu terjadi mengingat Jinki yang terkenal dengan kadar keimutan dan kemanisannya. Namja itu bahkan seringkali disebut sebagai Emperor Angel di SM-E. Kontradiksi dengan reputasi Changmin sebagai Devilish Demon.

'Itu artinya, berdasarkan teori iblis dan malaikat, Jinki memang ditakdirkan sebagai soulmateku, iya 'kan?' dengan penuh percaya diri, Changmin menganggukkan kepalanya dan semakin mengklaim bahwa eksistensi Jinki memang tercipta untuknya. Dan sayangnya, segenap fantasinya itu seolah runtuh saat Jinki mulai memberikan simpulan senyum malaikatnya kepada Joon.

"Ah, pujianmu terlalu berlebihan terhadapku, Joon-hyung. Tapi sunbae yang pekerja keras dan rajin membaca sepertimu memang benar-benar merupakan figur idolaku!"

"B-Benarkah? Jadi aku tipe idealmu?" Joon seakan berada di awang-awang. Dan hal itu membuat Changmin hampir terkena serangan jantung.

Jinki mengangguk antusias, "Neh! Aku senang dengan sunbae-sunbae yang berotak jenius—"

"Hei, Joon! Bukankah skorku kemarin lebih tinggi darimu? Kau payah dalam perpajakan. Akui saja." Dengan senyum jahat, Changmin tiba-tiba datang dan menginterupsi. Joon tampak pucat saat rahasianya dibongkar begitu saja di hadapan Jinki. Ya, memang benar. Memang benar bahwa ia sangat payah dalam kelas perpajakan. Dan ia hanya berakting saja di hadapan Jinki.

Akan tetapi...

"Dan aku senang dengan sunbae seperti Joon-hyung. Karena setidaknya, Joon-hyung tidak dengan sombongnya menggembor-gemborkan skornya kepada siapapun."

JEDEEEEEEEERRRR!

Ucapan sarkas Jinki seolah mampu membuat Changmin serasa tersambar petir hidup-hidup. Joon hanya dapat terkekeh, mengejek Changmin dan Jinki lantas beranjak meninggalkan perpustakaan.

"Mianhe, Changmin. Kali ini akulah yang menang~"

"S-Sial! Awas kau Joon! Lihat saja, akan kubunuh kau setelah ini!"

Skor Changmin VS Jinki: 0 – 4


"Jinkiiii! Kau butuh parfum? Yunho-hyung baru saja membeli parfum asli dari india!"

BRAAAKK!

Pintu kelas tertutup dengan rapatnya. Changmin hanya bisa menghela napas dan tertunduk dengan raut lesu. Berbagai upaya sudah ia lakukan untuk mendekati hoobaenya itu. Namun semuanya gagal. Semakin Changmin berusaha keras, semakin keras pula perlakuan yang ia terima dari Jinki.

"Hahahaha! Minnie, Minnie~ sebegitu putus-asanya-kah dirimu? Sampai-sampai kau ingin mendekati Jinki dengan parfum dari india?" gema tawa mengejek semakin termuntahkan dari mulut Kyuhyun. Changmin hanya dapat mengepalkan kedua tangannya erat-erat. Ia tahu bahwa tindakannya itu begitu konyol. Namun, ia juga semakin tak tahan melihat Jinki terus-terusan menjahuinya seperti ini.

Semakin namja cingunya itu membencinya, semakin berkurang pula daya kewarasan Changmin.

"Aku tak tahu lagi, apa yang harus kulakukan agar Jinki mau bicara padaku, Kyu-yah. Ia sama sekali tak pernah tersenyum padaku seperti dulu," Namja brunet itu mengacak-acak rambutnya frustasi. "Ia bahkan meng-cancel status menikah kami di Facebook! Aigooo... My Lovely Dubuuuu! Aku tak ingin bercerai denganmu! Waeeeeee!"

Kyuhyun menggeleng miris dengan panorama galau itu. "Kau terlalu mendramatisir, Minnie. Itu hanya status di Facebook. Kalian tak benar-benar menikah di dunia nyata."

"Tapi Jinki adalah milikku, Kyu! Setelah kami lulus kuliah, kami bahkan pernah membuat janji untuk menikah! Dan aku pasti akan melamarnya! Bagaimanapun juga, dia itu calon istriku! Lebih baik aku mati dalam keadaan perjaka daripada tidak menikahi Jinki sama sekali!"

"Aww... how romatic~"

BUAAAKK!

"Yah! Kau tak perlu melemparku dengan buku seperti ini, Shim Changmin!" gerutu Kyuhyun kesal saat parasnya memerah karena lemparan buku kamus tebal. Sang tersangka hanya mendengus mendengar itu.

"Kau menjadi partner in crimeku bukan tanpa alasan. Bantulah aku, Pabo! Serangan trollmu hanya membuatku semakin darah tinggi saja!" Kyuhyun mulai terkekeh. Ditepuknya bahu kawannya itu dengan senyum licik di parasnya.

"Yah! Kau pikir aku hanya berdiam diri saja melihat kawanku kesusahan seperti ini? Tentu saja aku akan melakukan sesuatu, Minnie~ Beberapa hari ini aku sudah mengumpulkan banyak informasi. Dan sepertinya aku tahu, apa yang menyebabkan Dubumu yang tercinta itu menjadi berpaling darimu."

"..." Butuh beberapa detik bagi Changmin untuk mencerna segenap ucapan Kyuhyun. Dan di saat ia berhasil menyadarinya, kedua mata namja brunet itu membelalak lebar dan ia pun mulai mencengkram bahu Kyuhyun dengan begitu erat.

"B-BENARKAH ITU KYUHYUN! J-JADI KAU SUDAH TAHU PENYEBAB KENAPA JINKI MEMUTUSKANKU? AYO, KATAKAN PADAKU ALASANNYA! MENGAPA DUBUKU BERSIKAP DINGIN DAN MENGACUHKANKU SEPERTI IN—"

"YAH! Tak perlu bernada tenor begitu! Telingaku bisa berdarah!" Changmin hanya dapat terkekeh sembari berdehem dengan raut riang. Kyuhyun memutar bola matanya melihat itu.

"Ehem! Jadi, Kyu-yah? Apa penyebab Dubuku menjadi seperti ini?"

"Namja."

"Mwoh?"

"Berdasarkan informasi yang kudapatkan, banyak saksi yang melihat Lee Jinki sering jalan berdua dengan seorang namja sepulang dari kampus."

"N-Namja?" dahi Changmin berkerut serius. Kyuhyun mengangguk afirmatif.

"Benar. Seorang namja. Sepertinya dia hoobae semester 3 dari jurusan Arsitektur. Kalau tidak salah, namanya... Kim Jonghyun. Ya, benar. Kim Jonghyun!"

"Kim... Jonghyun?" Changmin tampak semakin serius. Namja itu menyangga dagunya dengan pandangan mata yang begitu tajam. Jujur saja, Kyuhyun sedikit merinding dengan evil face kawannya itu.

"Jadi... pengganggu hubunganku dengan Dubu bukanlah... Joon."

"Joon?" Kyuhyun menautkan alisnya, bingung. "M-Maksudmu, kawan kita... Lee Joon?"

"Kupikir dia yang sudah berani merebut Jinki dariku. Sekarang, aku sudah menguncinya di dalam toilet dan merajamnya dengan ular kobra dari atas pintu."

"WHAT?" Kyuhyun melotot horor mendengar itu. Changmin hanya menaikkan bahunya dengan ekspresi tak mau tahu.

"Sudahlah, ia tidak penting. Aku yakin, sengatan kobra-kobra itu tak akan membunuhnya semudah itu. Lebih baik sekarang kita selidiki hoobae yang bernama Kim Jonghyun itu. Tch! Berani-beraninya ia merebut Dubu dariku!" Dengan raut ketus, Changmin mulai beranjak keluar dari dalam kelas. Kyuhyun lantas mengekor di belakang kawannya itu. Ia sungguh tak dapat membayangkan bagaimana nasib Lee Joon nantinya.

Dan tepat di sebuah toilet pria terpencil di dekat koridor kampus.

Kedua namja gangster itu tak sadar jika ada gema teriakan memilukan yang terdengar seperti teriakan korban raep.

"KYAAAAAAAAAARRRGGGHHH! TOLOOOOOOOONG!"

.

.

.


Bel tanda berakhirnya materi terdengar berdendang di penjuru kampus. Puluhan mahasiswa berhamburan, perlahan berjalan menuju ke pintu gerbang.

Sudah saatnya mereka beristirahat setelah berjam-jam menyerap materi dari para dosen. Dan tak ada yang lebih menyenangkan selain hanya pulang ke rumah atau ke tempat kos masing-masing, melempar tas ransel ke sembarang tempat, membaringkan tubuh di atas ranjang, tertidur pulas dan melupakan sejenak kumpulan tugas dengan distopianya yang bernama deadline.

Namun Changmin tak memiliki waktu untuk hal itu.

Dengan bantuan Kyuhyun, mereka kini benar-benar terlihat seperti stalker amatir yang tak tahu bagaimana caranya menyamar. Mereka terlihat sangat mencurigakan dari balik pohon rindang yang ada di dekat kelas Arsitektur. Ya, benar. Sudah hampir lima belas menit kedua namja itu berdiri di sana dan mencoba menguntit target utama mereka.

"A-Ah! I-Itu Dubu! My Dubuuu!" Dan Changmin mendadak menjerit ala fangirl mesum saat menatap mantan namja chingunya itu berjalan dengan senyum lembut di parasnya. Jantung Changmin berdebar kencang. Jinki terlihat manis dengan balutan jaket putih di tubuhnya. Emperor Angel itu benar-benar terlihat seperti malaikat dengan warna putih.

"Shim Changmin, harap kendalikan dirimu dan gejolak hormonmu yang menyebalkan itu jika kau tak ingin rencana stalker kita ini gagal total. Kau tak ingin Jinki semakin membencimu 'kan?" ancaman Kyuhyun sukses membuat Changmin bungkam seribu bahasa. Yang dikatakan kawannya itu benar juga. Jika sampai aksi mereka ketahuan oleh Jinki, mungkin Changmin akan benar-benar mati dalam keadaan perjaka tanpa bisa menikahi Jinki sama sekali.

Hal itu benar-benar buruk.

Dan tak membutuhkan waktu lama bagi Changmin dan Kyuhyun untuk mendapati penampakan dari target mereka yang kedua. Sesosok namja berambut brunet, bertubuh sedikit pendek dari Jinki terlihat menyambut sang Emperor Angel dengan antusiasme tinggi.

"Jinki-hyung!"

"Annyeong, Jonghyun-ah!"

"Jadi, dia yang bernama Kim Jonghyun?" Changmin terus memperhatikan dengan serius saat hoobae brunet dari kelas arsitektur itu menghampiri Jinki dengan aura keakraban yang begitu kental. Dan yang membuat Changmin beraut horor adalah saat mantan namja chingunya itu mulai mengusap rambut brunet Jonghyun dan memutuskan untuk berbagi ritual skinship dengan memeluknya. Jonghyun mulai terkekeh riang bak anak anjing yang dibelai oleh majikannya.

"Jinki bahkan tak pernah mengusap-usap rambut brunetku dengan penuh kasih sayang seperti itu..."

"Tch! Ini bukan saatnya untuk merasa iri, Minnie. Kau benar-benar kekanak-kanakan!" Kyuhyun memutar bola matanya saat Changmin menggigit bibir bawahnya dengan pandangan sakit. Dan dua namja gangster itu kembali beraut serius saat Jinki kembali memulai konversasinya dengan Jonghyun.

"Jadi, apa kau suka dengan pilihan hadiahku, Hyung? Aku harap pilihanku tidak terlalu mengecewakanmu."

"Ah, hadiahmu benar-benar bagus, Jonghyun-ah! Aku yakin, semuanya akan berjalan dengan baik-baik saja! Dan aku sangat suka dengan style barumu waktu itu. Kau terlihat keren dan sangat tampan."

"B-Benarkah? Aku sangat keren dan tampan di mata Jinki-hyung?"

"Neh!"

"M-Mwoh! Namja ingusan seperti itu tampan dan keren? Aissh, My Dubu. Apa kau sudah melupakanku? Calon suami masa depanmu yang sangat hot, berparas dewa dan seksi ini?" Changmin memasang raut sarkas. Ia masih tak percaya dengan pengakuan Jinki barusan. Kyuhyun menahan tawa melihat denialisasi dan tingkat kenarsissan kawannya yang tak elit itu.

"Wae, Minnie? Aku rasa, namja ingusan itu memang tampan. Walaupun ia tak setampan dan segahar dirimu. Tapi akui saja bahwa ia memiliki paras dan penampilan yang lumayan. Tubuhnya juga lumayan sixpack walaupun agak... pendek. Ia sedikit mirip denganmu—"

"M-Mwoh? Mirip? Hah! Jangan bercanda, Kyu! Aku tak akan sudi disamakan dengannya! Dan aku tak akan pernah rela namja ingusan seperti itu disandingkan dengan Dubuku! Ia benar-benar tak kreatif! Ia bahkan mengcopy style rambut brunetku! Apa-apaan itu, Hah! Dasar plagiat biadab!" Ketua gangster itu terlihat mengepalkan tangannya erat-erat. Aura pembunuh kian terasa semakin pekat. Kyuhyun hanya merenung saat melihat Jinki yang mulai berjalan dengan Jonghyun sembari merangkul bahu hoobae arsitektur itu.

"Kau tahu, Minnie? Kurasa... tipe-tipe yang disukai Jinki itu merupakan tipikal namja yang seperti dirimu. Rambut brunet semi jamur, maskulin, body yang indah dan—"

"Apa? Jangan katakan bahwa namja pendek itu seseksi dan segahar diriku! Cih! Lihat saja wajahnya! Ia bahkan terlihat seperti anak anjing! Ia tak akan bisa mendominasi Jinki! Jinki bahkan bisa menjadi lebih gahar darinya!"

"Nah, itu dia!"

"H-Hah?"

"Ia tak akan bisa mendominasi Jinki! Itulah sebabnya mengapa Dubumu berpaling darimu, Minnie!" Kyuhyun terlihat begitu antusias dengan ekspresi sok tahu. Changmin mengernyutkan dahinya, masih tak paham dengan poin kawannya.

"Apa maksudmu?"

"Uke."

"A-Apa?"

"Namja ingusan itu adalah uke. Dia Badass Uke!"

"B-Badass Uke?" Changmin semakin tak paham. Ditatapnya Kyuhyun dengan raut skeptis. "Tapi Jinki adalah ukeku—"

Dan di saat itulah Changmin mulai menghentikan ucapannya saat ia menyadari maksud Kyuhyun. Namja brunet itu mulai terbelalak sembari membungkam mulutnya. Syok. Kyuhyun mengangguk afirmatif dengan spekulasi ala kadarnya.

"Sepertinya Dubumu sudah lelah menjadi uke. Itulah sebabnya ia putus darimu dan mencari seorang uke untuk menjadi seme?"

"Andwae. A-Andwaeee!" Changmin menggelengkan kepala dengan raut pucat. Sungguh mustahil. Selama ia berhubungan dengan Jinki, namja berambut karamel itu tak pernah protes dengan dominasi yang dipegang Changmin. Jinki selalu mengalah dan mungkin sangat menikmati posisinya sebagai seorang bottom. Ya, meskipun saat itu Jinki pernah iseng mengatakan pada Changmin bahwa ia ingin berada di atas sekali-kali.

Dan tentu saja sebagai seorang namja yang berjiwa seme sejati, tentu Changmin tak akan mengijinkan hal itu terjadi. Harga dirinya akan hancur jika ia mengijinkan satu orang pun mendominasi dirinya. Jangan harap. Lebih baik Changmin terjun dari sebuah tower listrik daripada harus terdominasi oleh seseorang. Ia hidup sebagai seorang seme. Karena tugas seorang seme adalah untuk mencintai.

Dan ia hanya ingin mencintai Jinki dan membuat hoobaenya itu selalu merasa dicintai.

"Jinki bukanlah orang yang seperti itu, Kyuhyun. Ia tak terlalu mempermasalahkan posisi dalam berhubungan. Yang terpenting baginya adalah kebersamaan dan kepercayaan. Dan aku sangat mencintainya untuk itu." Kyuhyun hanya tersenyum mendengar itu. Ia naikkan pundak sembari melambaikan kedua tangannya.

"Jika memang kau yakin akan hal itu, maka tak ada alasan bagiku untuk menyangkalnya. Yang mengenal dan memahami Jinki adalah dirimu, Changmin. Tak ada yang bisa kau lakukan selain hanya terus percaya padanya."

Changmin terdiam mendengar itu. Yang dikatakan Kyuhyun ada benarnya juga. Semenjak Jinki memutuskannya, ia selalu saja dilanda dengan dinding kecurigaan dan skeptis tinggi. Namun, bukan berarti Changmin tak percaya terhadap Jinki.

Justru sebaliknya.

Ia percaya pada Jinki. Ia akan selalu percaya padanya. Ia akan selalu percaya dengan mencintainya. Dan Changmin tahu, seberapa keras ia ingin menghentikan semua itu...

Namun tak bisa.

Ia tak akan bisa berhenti mencintai Jinki dan percaya pada namja chingunya itu.

Meskipun semua itu menyakitkan.

Meskipun semua itu hanya akan membuatnya semakin hancur.

Changmin sungguh tak dapat menghentikan perasaannya.

Ia tak mampu.

Dengan pandangan pilu, namja brunet itu segera beranjak dari tempatnya dan berlalu meninggalkan Jinki. Ia tak sanggup menatap namja chingunya itu berduaan dengan namja lain. Lebih baik Changmin memejamkan mata dan menjadi buta selamanya. Daripada ia terus saja menyiksa diri dengan membiarkan mata hatinya hancur secara perlahan hingga tak bersisa.

'Saranghae, Jinki-yah...'

...

'... Saranghaeyo...'

.

.

.

TBC