A SHORT JOURNEY: Family, Happiness and Hurt

Author: naranari

Casting: Sehun and Luhan and another cast is going on

Genre: Angst, Romance, Family, Drama

Rating: T

Warning: Oneshoot and GS

Author's note below, please

.

.

.

Summary: Oh Sehun tidak mengenal cinta sejati. Sejak kecil ia selalu diabaikan oleh orang yang sangat dibutuhkannya. Dan ketika ayahnya pergi dengan taksi itu, Sehun telah berjanji untuk tidak memperdulikan apapun. Xi Luhan juga selalu menolak cinta. Hidupnya selalu dibawah bayang-bayang sebuah rahasia besar. Tidak mempunyai teman dan selalu menyendiri.

Ketika akhirnya Sehun dan Luhan bertemu, mereka menyembunyikan perasaan mereka. Tapi takdir berkata lain untuk mereka. Cinta mulai tumbuh tanpa mereka pedulikan. Dan saat mereka menyerah, disanalah mereka berlabuh. Pada cinta mereka.

Setelah ribuan hari esok, mereka tetap saling mencintai. Tapi harus ada harga yang harus dibayar pada cinta mereka

.

.


.

.

Sehun kecil saat itu hanya mengerti makan dan bermain saja. Kegiatan sehari-harinya yaitu bangun di pagi hari, berangkat sekolah, bermain lalu tidur pada pukul tujuh malam. Sehun kecil selalu merasakan kasih sayang dari kedua orangtuanya, ia menyayangi keluarganya termasuk pada sang calon adik. Tidak pernah terpikirkan sekalipun oleh Sehun keadaan keluarganya, karena ia merasa semuanya sudah pas; sudah sempurna untuk keluarga kecil Sehun.

Ayahnya selalu memberika Sehun sebuah miniatur otomotif favoritnya ketika ia mendapatkan nilai sempurna di pelajarannya, atau ia akan mendapat tambahan makan malam jika ia membantu ibunya. Sehun termasuk anak yang cerdas di seusianya, selalu mendapat nilai sempurna dan menjadi kebanggaan keluarganya.

Sehun saat itu berusia enam tahun di pertengahan musim semi ketika sang adik lahir ke dunia. Adiknya perempuan, sangat cantik dengan pipi kemerahan dan kulitnya yang sangat putih sama seperti kulit Sehun. Sehun selalu memimpikan adiknya seorang laki-laki, sama sepertinya, agar ia bisa mengajak adiknya bermain sepak bola atau miniatur otomotif koleksinya. Tapi adiknya seorang perempuan. Ia sedih, ia tidak akan pernah bisa mengajak adiknya bermain sepak bola atau miniatur otomotifnya.

Ibu Sehun dengan segala ketenangan dan kewibawaannya, menasehati sang putra tertua untuk selalu mensyukuri apapun yang diberikan Tuhan kepada mereka, termasuk seorang adik perempuan. Dan sejak saat itu Sehun tidak pernah mengeluh lagi soal adiknya.

Ayah Sehun bekerja sebagai pelatih sepak bola di salah satu Universitas di kota mereka. Dulu ia adalah pemain penyerang di klub sepak bola kotanya. Setelah mengalami cidera patah tulang pada lututnya, ayah Sehun mengambil pensiun lebih awal dan sekarang menjadi pelatih.

Menjadi pelatih klub sepak bola kecil-kecilan tidak menjamin semua biaya hidup keluarga mereka. Sehun sudah mulai masuk sekolah dan adiknya butuh susu yang lebih mahal lagi. Sedangkan ibu Sehun tidak bekerja, suaminya yang melarangnya bekerja. Uang mereka mulai habis. Dan ayah Sehun merasa masa depannya semengerikan lututnya. Kalau sepak bola tidak dapat menjamin apa-apa, ia harus mencari pekerjaan lain.

Ayah Sehun mulai frustasi. Tidak jarang setelah pulang melatih istrinya menemukan dirinya berjalan terhuyung-huyung dengan pandangan mengabur. Nafasnya sangat bau oleh alkohol. Setelahnya teriakan dan pecahan barang-barang terdengar sangat jelas. Sehun selalu mengurung diri di kamar bersama Seyoung—adiknya ketika teriakan ayah dan ibunya terdengar. Seyoung menangis kencang sedangkan Sehun sekuat tenaga melindungi adiknya supaya dia tidak mendengar apapun di bawah sana. Tangisan sang ibu selalu menjadi akhir dari perang teriakan itu.

Sudah sangat sering Sehun mendengar pertengkaran kedua orangtuanya. Hatinya sakit, telinganya sakit, seluruh tubuhnya sakit. Sehun hanya bisa merasakan sakit tanpa tahu apa alasannya. Seyoung baru berusia satu tahun setengah, jadi ia tidak mengerti kenapa ibu dan ayahnya saling berteriak. Dia hanya menangis ketika teriakan itu terasa sangat menyeramkan di pendengarannya.

Awal musim panas menjadi pertengkaran terhebat dalam rumah tangga ibu dan ayah Sehun. Ibu Sehun menemukan foto Polaroid suaminya bersama seorang wanita di bar dan mereka saling berciuman. Ibu Sehun menangis sejadinya dan menghajar suaminya habis-habisan. Perselingkuhan adalah hal terakhir yang bisa ibu Sehun maafkan dari kelakuan ayah Sehun.

Ayah Sehun jadi kalut dan gelap mata, ia menampar dan mendorong istrinya hingga jatuh terjerembab. Ayah Sehun meludah kearah ibu Sehun lalu melepas cincin kawin mereka dan melemparnya asal.

"Semua sudah berakhir, Hyun Joo. Aku tidak mencintaimu lagi."

Suara tangisan Seyoung terdengar, pelan dan monoton. Suara tangisan khas anak berusia satu setengah tahun. Hyun Joo menengok keatas, mengikuti asal suara tersebut. Lalu ia menatap suaminya lagi.

"Ini semua karena kau, Jong Sik." Hyun Joo berdiri lalu berderap menuju tangga. Langkahnya terhenti ketika ia melihat Sehun diujung tangga. Sehun memandang orangtuanya dengan tatapan yang sangat mengerikan yang bisa dilakukan anak berumur tujuh tahun. Sehun membawa Seyoung yang masih menangis dalam gendongannya. Hyun Joo cepat-cepat menaiki tangga lalu membawa Sehun beserta Seyoung kedalam kamar.

"Sehun, tolong jaga adikmu dulu. Biarkan ia tidur dan tenang, setelahnya ibu akan kembali padamu."

"Ibu,"

Hyun Joo memberikan kecupan di kening Sehun dan bergegas keluar dari kamar. Sehun bisa mendengar teriakan lagi setelah ibunya menutup pintu. Sehun sudah tidak tahan, kenapa ia harus selalu mendengar teriakan-teriakan itu. Seyoung terlelap karena lelah menangis, setelah menyelimuti adiknya, Sehun berderap menuju lantai bawah.

Sehun terkejut luar biasa saat melihat ayahnya sudah berada di ambang pintu bersama dengan beberapa tas besar. Ibunya sedang berlutut di bawah kaki ayahnya sambil menangis. Sehun bingung dan ikut menangis.

"Ayah, tunggu!" Sehun berlari keluar mengikuti ayahnya. Di depan gerbang rumah mereka sudah ada taksi yang menunggu. Sehun berlari lagi lalu menarik ujung baju ayahnya. "Ayah mau pergi kemana?"

Jong Sik terlihat ragu-ragu untuk menjawab, matanya menatap Sehun, "Kau tidak perlu tahu, nak"

"Tapi ayah—kapan ayah pulang?" Sehun masih memegang ujung baju ayahnya. Jong Sik melepas tangan Sehun lalu memegang pundak kecilnya. "Tidak akan." Jong Sik menatap Hyun Joo yang masih menangis lalu menatap Sehun lagi.

"Jaga ibu dan adikmu baik-baik, nak. Ayah tidak akan kembali." Jong Sik sudah naik ke bagian penumpang, ketika ia ingin menutup pintu Sehun menahannya. "Tapi ayah, ayah janji ingin mengajakku menonton pertandingan bola minggu depan. Ayah ingat?" anak itu ketakutan mengatakan setiap ucapannya.

Ayah Sehun menutup pintunya.

"Tunggu!" Hyun Joo berjalan tanpa alas kaki melintasi rumput basah ke arah taksi. Hyun Joo mengacungkan tangannya ke udara, "Kau tak bisa pergi sekarang, Jong Sik. Putramu sedang berbicara denganmu."

Jong Sik hanya memandang mereka lewat kaca jendela. Sehun memandang ayahnya lalu ibunya kemudian ayahnya lagi. "Apa yang terjadi? ayah mau pergi kemana?" Jong Sik menghela napas kemudian mengangguk kepada Sehun. "Sampai jumpa, nak."

"Baiklah!" Hyun Joo berteriak, suaranya melengking dan napasnya memburu. "Pergi saja kalau begitu." Bahunya bergetar dan ia menunduk, airmata sudah membanjiri wajahnya. "Silahkan pergi saja. Tapi kalau kau pergi sekarang jangan pernah kembali. Jangan pernah!"

"Apa?" mata Sehun membelalak menatap ibunya yang sudah menangis lagi. Kepalanya pening dan dunianya berputar-putar diatas kepalanya. "Jangan seperti itu bu, jangan katakan pada ayah kalau ia tidak boleh kembali. Ayah pasti kembali!"

Mata Hyun Joo tidak pernah lepas dari Jong Sik. "Jangan ikut campur, Sehun. Kalau dia tidak membutuhkan kita lagi, dia bisa pergi." Suara Hyun Joo meninggi lagi, "Kau dengar itu Jong Sik. Jangan pernah kembali lagi!"

Ayah Sehun sekali lagi memandang mereka berdua yang berdiri di halaman, kemudian taksi itu berjalan.

"Ayah!" Sehun meneriakan nama ayahnya dan berlari mengejar taksinya.

Suara tangis Seyoung terdengar lagi, Hyun Joo menatap jendela kamar Seyoung yang berada di lantai dua. Dia menggigit bibirnya kemudian menatap Sehun yang masih mengejar taksi. "Sehun kembali!" Hyun Joo berteriak sekencang mungkin tapi Sehun tidak mendengarkannya. Hyun Joo mulai panic sedangkan Seyoung semakin kencang menangis. Akhirnya Hyun Joo pergi ke dalam dan menemui Seyoung.

Taksi itu tidak berhenti sama sekali tapi Sehun tetap saja mengejar. "Ayah tunggu! Ayah!" Lima rumah terlewati, tujuh, sepuluh, tapi taksinya tetap tidak berhenti. "Ayah kumohon berhentilah!" Kini suara Sehun bercampur bersama isakan. Hyun Joo yang sudah kembali dari rumah, berlari mengejar Sehun bersama Seyoung dalam gendongannya. "Sehun kembali!"

Tapi Sehun tidak mau, dan tidak mau berhenti berlari. Di sepanjang hingga ke ujung blok, dengan kecepatan berlari yang didapat dari sang ayah, dia berlari hingga taksi itu menghilang dari pandangan. Sehun berhenti, isakan kecil masih keluar dari bibir mungilnya. Kemudian selama sepuluh menit ia tetap berdiri disana. Anak lelaki berusia tujuh tahun itu berdiri di sudut jalan menatapi sebuah taksi yang tidak akan kembali.

Hyun Joo nyaris senang mendapati Jong Sik telah pergi.

Beberapa saat yang lalu ia mencoba mempertahankan pernikahannya. Sesuatu yang harus ia jaga sampai mati. Tetapi lelaki sialan yang menjadi suaminya itu malah pergi. Ia sendiri yang menginginkan pergi. Hyun Joo baru mengerti sekarang seorang Jong Sik. Tidak pernah ada seorang ayah yang tega meninggalkan anaknya sendiri. Tapi Jong Sik melakukannya. Kalau Oh Jong Sik tidak mencintai kedua anaknya, maka ia tidak akan melakukan itu. Untuk dirinya dan untuk Sehun juga Seyoung.

Dan ia juga tidak menyangka pernikahannya telah berakhir.

.

.

.

.

Hyun Joo memfokuskan diri pada Sehun lagi, bahu bocah kecil itu lunglai ketika dia menunggu menatap jalanan yang kosong tempat taksi tadi menghilang. Sehun menangis, itu tidak diragukan lagi. Hyun Joo masih bisa melihat air mata yang mencoreng wajah anak lelakinya dan tatapan sedih. Apa Sehun juga merasakan apa yang ia rasakan? Dihianati? Ditinggalkan? Dikecewakan?

Pikiran aneh itu melintas di pikirannya dan mendadak ia menjadi takut.

Hyun Joo yakin ia akan baik-baik saja tanpa Jong Sik, begitupun dengan Seyoung. Tapi Sehun? Anak itu terlalu mengagumi ayahnya. Dan kalau bahu lunglai Sehun merupakan pertanda, kemungkinan Sehun tidak kembali baik-baik saja seperti dia dan Seyoung.

Sebaliknya, Sehun kemungkinan tidak akan seperti dulu lagi.

.

.

.


To be continued


Annyeong… nara kembali membawa ff baru HUNHAN

Dengan berlatar belakang sebuah kehidupan keluarga kecil dengan permasalahan yang sering dialami.

Cerita ini ringan dengan berbagi konflik yang nara masukan didalamnya

Ini bukan prolog melainkan sudah masuk kedalam awal cerita

Memang sedikit, tetapi nara sudah membuat konsep tersendiri untuk cerita ini, jadi kalau ceritanya engga terlalu panjang di setiap chapter, harap maklum dan nikmati saja ceritanya

Dan chapternya juga ga terlalu banyak

Nara juga ga memasukan terlalu banyak casting karena cerita ini hanya berfokus pada HUNHAN dan keluarga mereka

Dan nara juga membuat alur cepat, jadi diharap untuk semua reader mengerti, okay ;)

Terakhir….. kolom review ada dibawah

Silahkan jika ada yang ingin mengomentari cerita ini atau memberi kritik dan sarannya

Nara akan terima dengan lapang ;)

Terima kasih

Annyeong!