Copyright © 2015 by Happyeolyoo

All rights reserved

.

.

Kiss

Genre : Romance, Drama

Rate : T

Pairing : HunHan as Maincast.

Chapter : 1/4

Warning : Genderswitch. Miss typo(s).

Disclaimers : The cast is belonged to God, their parents, and their company. All text here is mine. Dilarang memproduksi atau memperbanyak seluruh maupun sebagian dari cerita ini dalam bentuk atau cara apapun tanpa izin dari penulis.

Summary : Ciuman dianggap sebagai sebuah skinship dasar yang perlu dilakukan para pasangan. Luhan berpikir begitu, tetapi sepertinya, kekasihnya tidak memiliki alur pikiran yang sama. Mereka sudah pacaran selama dua tahun, tetapi kenapa Oh Sehun tidak pernah menciumnya? Bahkan Oh Sehun tidak pernah menunjukkan ketertarikannya untuk melakukan skinship dengan Luhan.

BGM : Lipstick by Orange Caramel

Di luar sedang hujan deras, seolah malaikat sedang bergembira sehingga rela menyiram bumi dengan air surga. Makhluk hidup yang mendamba air kayangan mendesah lega begitu mengecup tiap tetes yang terjatuh dari langit. Ranting-ranting pohon bergoyang dipermainkan angin, burung-burung perkutut bersembunyi dalam sarangnya yang hangat.

Tiga orang cewek yang sama-sama mungil, sedang berbincang penuh kehangatan mengacuhkan derasnya hujan yang mengguyur dunia luar. Ada secangkir cokelat panas di hadapan masing-masing, sebuah tayangan drama lokal berputar di televisi yang tidak diperhatikan secara serius. Ketiga wanita itu sedang sibuk membicarakan cerita yang terlempar secara bersahut-sahutan.

Yang bermata teramat sipit dengan gores eyeliner hitam tebal di garis matanya, mendelik ketika bibir tipisnya akan berucap sesuatu. "Hal paling romantis yang pernah dilakukan Chanyeol adalah menciumku di depan orangtuanya. Dia itu bejat, tetapi kurasa orangtuanya tidak keberatan," ujarnya heboh sambil meringis gemas saat pikirannya dihujam ingatan romantis yang terjadi sekitar enam bulan lalu; saat Park Chanyeol yang merupakan kekasihnya, mengajak Baekhyun mengunjungi kediaman orangtuanya kala natal.

"Well, itu memang romantis," Seorang cewek berbibir tebal yang seksi, menyibak helai rambut cokelatnya melewati pundak dan kembali menyangga dagu. Tatapan spekulatif dilayangkan begitu saja dari mata bulatnya. "Jongin tidak terlalu romantis. Mungkin baginya, ciuman hanyalah ciuman. Lakukan kalau kau ingin, tidak perlu ada niat kuat."

"Sebenarnya, Chanyeol bukan tipikal cowok romantis sih," gadis bermata sipit itu tampak menimbang-nimbang sesuatu. Lalu senyuman lebar tiba-tiba nyempil di bibirnya. "Tapi, dia bisa jadi romantis sekali kalau sedang ada maunya."

"Ah, si Dobi itu memang penuh muslihat di balik senyuman lebarnya," gadis yang lebih banyak diam, kini angkat bicara setelah kembali dari arah dapur. Dia membawa sekotak besar es krim dan tiga sendok mungil untuk teman-temannya. "Baek, kau harus waspada."

Gadis yang dipanggil Baek, malah nyengir selebar-lebarnya lalu beralih menatap es krim cokelat bercampur stroberi di hadapannya. Gadis yang paling pendek dengan mata bulat, menyilangkan kaki sambil geleng-geleng kepala saat melihat tingkah Baekhyun kala menemukan makanan manis.

"Diam-diam, cowok kalian itu memang berbahaya," sambung gadis berbulu mata lentik itu sambil melahap sesendok es krimnya.

Dan kalimatnya barusan menuai tatapan tajam dari dua gadis lainnya. Yang satu cemberut, dan yang satunya lagi mengerutkan kening.

"Memangnya, pacarmu tidak?" Baekhyun bertanya. "Aku yakin sekali kalau Sehun selevel dengan kekasih Kyungsoo. Bukankah mereka teman?"

"Kau berucap seperti itu karena kau sedang galau, ya?" Kyungsoo menyendok es krim dengan warna merah muda, lantas menatap Luhan lekat-lekat. "Sepertinya, ada suatu hal yang ingin kau bagi dengan kami. Tentang Sehun."

"Sejak kapan kau jadi seperti cenayang, Kyung," Luhan tersenyum kecut. Tetapi dewi batinnya sedang merongrong kesal. "Apa yang harus kubagi? Sehun tetaplah Sehun."

"Tapi kau tidak pernah membagi cerita mengenai ciuman atau .., did you have a great sex with him?" Baekhyun memicingkan matanya yang sudah sangat sipit.

Kedua mata Luhan membola saat mendengar kalimat Baekhyun barusan, dengan gerakan secepat mungkin dia berusaha membekap mulut gadis bermulut tipis itu. "Apa-apaan sih?" protesnya tidak suka. "Aku tidak suka menceritakan hal-hal seperti itu!"

"Tidak suka atau karena tidak pernah melakukannya?" Kyungsoo menyahut jahil. "Kalau dipikir-pikir, kau memang tidak pernah menceritakan hal seperti itu pada kami, Lu."

"Aku sudah bilang kalau aku tidak suka menceritakan hal-hal seperti itu!"

"Sudahlah, Kyung," Baekhyun menahan tawa dan siap untuk menyemburkan suara kikikannya yang menyebalkan. "Sepertinya Luhan memang belum pernah ciuman dengan Sehun."

OoO

Kyungsoo serta Baekhyun akhirnya pulang tepat pukul setengah satu siang karena masing-masing pasangan mereka memaksa untuk menjemput. Yang dijemput duluan adalah Kyungsoo, tentu saja. Jongin adalah sosok lelaki tegas yang tepat waktu; walau dia mesum, tetapi dia memiliki sistem memanajemen hidup yang bagus. Tiga puluh menit kemudian, Chanyeol baru datang dengan kaus yang kena bercak-bercak air hujan; dia bilang jika dia kelupaan membawa payung sehingga dia kebasahan saat berjalan dari area parkiran menuju gedung apartemen Luhan.

Dua gadis cantik yang sudah menjadi sahabat karibnya di kampus itu meninggalkan begitu banyak sampah. Oke. Walau pun Luhan ikut andil dalam pengotoran tempat ini, tetapi tetap saja dia merasa dongkol karena hanya dia sendiri yang harus membersihkan ini semua.

Luhan meletakkan gelas bekas cokelat panas di wastafel dan mencucinya sambil melamun. Iya, melamun tentang pacarnya. Si Oh Sehun. Sehun dua tahun lebih tua darinya, pemuda itu adalah seorang manajer yang mengurus berbagai fasilitas rekreasi di hotel milik pamannya. Karena pekerjaan itulah; Oh Sehun bisa mengenal seorang putri cantik yang sekarang diikat sebagai kekasih.

Pertemuan pertama mereka adalah saat dimana ayah dan ibu Luhan memilih menginap di hotel milik paman Sehun ketika mereka mengunjungi Korea. Luhan tidak begitu ingat saat mereka bertemu untuk yang pertama kali. Sehun mengatakan jika mereka berpapasan beberapa kali di sana; entah di lorong, lobby, atau taman hotel. Dan karena hal tidak masuk akal itu, dengan amat lancang, Oh Sehun mulai mengirim bunga serta cokelat ke kamar yang disewa atas nama orangtua Luhan. Setiap hari, dengan inisial OSH yang aneh. Ternyata, hal kekanakan seperti itu berhasil mengikat mereka dalam sebuah hubungan.

Sudah dua tahun menjalin hubungan, tetapi Oh Sehun sama sekali belum pernah menciumnya. Luhan jadi dongkol setiap kali dia mengingat hal itu. Padahal, Sehun sudah dua puluh lima tahun dan Luhan sendiri dua puluh tiga tahun.

Bayangkan saja seperti apa rasanya jika pacarmu yang ternyata lebih tua darimu selalu menganggapmu sebagai gadis kecil yang perlu dilindungi.

Luhan mendengus keras-keras sambil menyentak lepas sepasang kaus tangan karet yang digunakannya saat mencuci gelas.

"Ada apa, Lu?"

Suara itu. Luhan tersentak karena kehadiran orang yang tahu-tahu sudah ada di dalam sini sebelum Luhan menyadarinya. Oh Sehun yang telah melepaskan jas elegannya, berjalan dengan menyeret kakinya menghampiri Luhan.

Ternyata Sehun pulang cepat. Ini hari apa sih?

"Teman-temanmu baru datang, ya?" Sehun meletakkan jas serta tas kerjanya di atas meja secara sembarangan. Kini tangannya beralih ke simpulan dasi yang mengikat lehernya.

"Hm. Mereka meninggalkan sampah-sampah itu," Luhan melirik malas ke arah kantung sampah yang tergeletak tepat di sebelah kaki meja makan. "Sudah makan siang?"

"Sudah," Sehun memerhatikan gerak-gerik kekasihnya yang sedang mengambil sesuatu di kulkas. "Kau juga sudah makan, 'kan?"

"Belum sih," Luhan mengunyah stroberi segar yang baru diambilnya. "Tapi aku tidak ingin makan. Oh, ya, ada apa kemari?"

Sehun baru akan mengucapkan sesuatu mengenai seberapa penting makan tiga kali sehari secara teratur, tetapi dengan begitu cerdik kekasihnya malah berniat mengganti alur pembicaraan. "Apa siang ini aku harus memasak sesuatu untukmu? Pasta?"

Sehun selalu tahu apa yang bisa membuat perut Luhan tiba-tiba berbunyi nyaring minta dimasuki makanan. Pasta; masakan paling enak yang sejauh ini bisa dihasilkan oleh tangan dewa Oh Sehun. Kalau sudah disebutkan oleh pembuatnya, Luhan jadi dibayang-bayangi oleh mi panjang kenyal yang dibalur oleh saus gurih keju.

"Tidak usah," Luhan berusaha untuk menjadi keras kepala. "Aku mau langsung tidur siang saja. Sudah mengantuk."

"Tidak, aku tidak mau menemanimu tidur siang kalau kau belum makan."

"Sehuuun .."

Sehun akan mengeryitkan dahi saat gadis mungil yang menjadi kekasihnya itu memanggil namanya dengan logat informal yang menggelikan. Imut sih, tapi kedengaran aneh kalau orang yang lebih muda menggunakan banmal saat tengah berbicara dengan orang yang lebih tua—walau ada ikatan khusus di antara mereka.

"Luhan," Sehun balik memanggil dengan intonasi yang berbanding terbalik; terkesan amat tegas, nyata, dan penuh perintah. Luhan tidak akan punya nyali untuk berucap tidak ketika mendengar nada bicara yang seperti itu dari Sehun. Apalagi jika itu semua dikombinasikan dengan binar tatapan peringatan yang dilayangkan oleh manik mata Sehun.

Jadi, Luhan menyempatkan diri untuk mengisi perutnya dengan pasta buatan Sehun. Lalu keduanya beranjak ke kamar tidur untuk mendapatkan jam tidur siang.

Luhan paling suka jika dia pergi tidur siang ditemani oleh Sehun. Dipeluk erat-erat sehingga punggungnya bisa bersentuhan langsung dengan dada bidang Sehun.

"Kalau kutinggal tugas ke luar kota, apa kau juga sering melewatkan jam makanmu?" Sehun bertanya setelah melingkarkan lengannya di sekitar pinggul Luhan. Seperti biasa, wajahnya akan menyelip di sekitar tengkuk kekasihnya.

"Tidak sering sih," Luhan menjawab dengan nada penuh pertimbangan, menuai geraman tidak suka dari Sehun. "Aku butuh diet juga, tahu. Kalau aku sudah terlalu banyak ngemil, aku tidak akan makan. Kalau aku gendut seperti beruang bagaimana?"

"Asal kau sehat, aku oke-oke saja," kata Sehun, bibir kekasihnya langsung mengerut jelek. "Beruang juga imut kok."

"Selalu begitu. Aku serius kalau sedang ingin diet. Tapi kenapa kau selalu memaksaku makan dengan porsi yang sama?" Luhan langsung mencecar dengan pertanyaan penuh nada protes. "Kenapa sih makin hari kau semakin menyebalkan, mengaturku ini-itu padahal aku bisa menentukan semuanya sendiri."

Sehun terdiam sambil mendengungkan suara yang tertahan di pangkal tenggorokan. Sisi pikiran dewasanya mengerti mengenai apa yang ingin dikatakan kekasihnya; bahwa semakin hari Sehun memang lebih protektif. Diktator. Tapi, Sehun harus seperti itu karena Luhan memang butuh pengarahan. Gadis itu masih saja dipenuhi pikiran kekanakan.

"Jadi, apa yang dilakukan dua sahabatmu di sini?"

Luhan semakin cemberut tetapi dia tidak bisa membiarkan pertanyaan itu lewat begitu saja. "Hanya mengobrol."

"Tentang apa?"

"Hal-hal cewek. Dan juga, kelakuan kekasih mereka."

"Wow, mereka kemari hanya untuk menggosipkan kekasih mereka, begitu?"

"Bukan menggosip, tetapi berbagi cerita, Sehun."

"Memangnya, cerita seperti apa?"

Luhan menelan ludah sebelum menjawab, berusaha untuk bersikap netral untuk sekarang. "Sesuatu yang romantis yang pernah dilakukan Jongin atau Chanyeol."

"Misalnya?"

"Dari tadi kau bertanya terus," cecar Luhan, menuai cengiran lebar dari kekasihnya. "Dalam hal apa saja. Baekhyun bahkan pernah dicium di depan orangtua Chanyeol, dia hebat."

"Hebat apanya?" Sehun mengerutkan alis setelah mendengarnya. "Mengumbar hal-hal seperti itu terlebih di depan orangtua? Chanyeol benar-benar tidak punya malu."

"Jangan dilihat dari sudut pandang seperti itu, Hun. Harusnya kau bisa melihat betapa besar usaha Chanyeol untuk menunjukkan keseriusannya."

"Bagaimana kau tahu kalau Chanyeol serius tentang perasaannya hanya dengan tindakan seperti itu? Bisa saja Chanyeol sudah sering membawa cewek ke orangtuanya dan menciumnya di hadapan keluarganya. Benar-benar."

"Kau yang benar-benar!" Luhan menyentak tubuhnya sehingga menjauhi Sehun, membalikkan tubuhnya dan memicingkan mata penuh emosi. "Otakmu tidak bisa diisi hal-hal seperti itu!"

"Bukan begitu," Sehun rebahan sambil menyandarkan kepala pada lengannya yang tertekuk. "Kalau dipikir-pikir, memangnya, ciuman di depan umum itu begitu hebat?"

"Aish!" Luhan melempar bantalnya ke arah wajah Sehun. "Sudahlah! Aku tidak mau bicara lagi denganmu! Dasar tidak peka!"

OoO

Seharian, Sehun sudah bekerja keras di tempat kerjanya tetapi sesaat ketika dia melamun barang beberapa menit, pikirannya dihampiri oleh Xi Luhan yang terus mengucapkan kalimat 'Dasar tidak peka!' berulang kali. Itu adalah ungkapan yang didengarnya kemarin siang, saat mereka berdua akan tidur siang di apartemen kecil Luhan.

Lagi pula, apa maksud Luhan dengan mengatakan hal semacam itu? Mengganggu sekali. Sehun sama sekali tidak mengerti apa yang paling diinginkan oleh gadis kuliahan yang menduduki semester tujuh. Sehun sudah menelepon dan mengirim pesan percakapan pada Luhan, tapi gadis itu seolah tengah berusaha mendiamkannya.

Padahal kalau dipikir-pikir, Sehun sudah menjadi pemuda yang peka.

"Dari tadi kuperhatikan, kau lebih sering mengulum-ngulum bibirmu sendiri, Hun,"

Sehun mendongak saat lamunan-lamunan mengenai kekasihnya yang cantik jelita retak dan hancur begitu saja manakala orang asing itu datang. Alisnya mengeryit lantas dia mendengus, baru ingat jika dia ada di coffe shop dan tidak sendiri.

"Ada apa sih?" Tanya Kris, manajer lini yang menjadi teman akrabnya, sambil menyodorkan coffe latte kesukaan Sehun.

"Aku sedang pusing karena cewekku mengataiku tidak peka. Sialan, ternyata itu membuatku sangat kepikiran," Sehun melirik coffe latte-nya dengan pandangan tanpa minat.

"Tidak peka dalam hal apa?"

"Entahlah. Padahal aku selalu menuruti semua keinginannya."

"Semuanya?"

"Ya, kurasa," Sehun mengingat-ingat. "Kalau dia ingin ini-itu, aku selalu memenuhinya."

"Kalau terlalu rumit, kau bisa mengajaknya ke ranjang lalu dia akan melupakan semua kesalahanmu, Man," Kris terkekeh setelah menyesap amerikano di cangkir sterofoam miliknya.

"Pikiran macam apa itu?" Sehun tiba-tiba merasa berang sesaat setelah mendengar hal itu. "Astaga, kau bejat sekali."

"Hei, kenapa kau bersikap seolah-olah itu adalah hal yang tidak wajar?" Kris menyilangkan kaki dan memandang raut Sehun spekulatif. "Jangan sok suci. Aku tahu kau pasti pernah meniduri seorang cewek."

Sehun jadi ingat mengenai seks pertama yang dilakukannya saat dia berumur dua puluh satu tahun—dengan mantan kekasihnya yang merupakan gadis Jepang tulen. Waktu itu, dia dirayu. Yuki merecokinya dengan hentai lalu mereka berakhir di ranjang dengan badan lengket penuh keringat. Kenangan yang selalu sukses membuatnya mual setengah mati saat mengingatnya.

"Walau begitu, aku tidak bisa menidurinya," Sehun memijit kedua sisi alisnya yang melengkung tajam.

"Bukankah Luhan seorang mahasiswi?"

Sehun mengangguk. "Itu bukan alasan untuk membuatku bisa menidurinya, Kris."

"Lalu, apa? Mahasiswi termasuk golongan cewek yang paling menggairahkan."

Sebenarnya, Sehun ingin sekali memukul kepala Kris keras-keras sehingga pikiran kotor itu bisa melompat dari tempurung kepala sahabatnya. Karena kalimat tidak bertanggung jawab itu, samar-samar Sehun mulai memikirkan suatu adegan ranjang yang dilakukannya dengan Luhan. Sialan, itu tidak boleh terjadi.

"Walau Luhan mahasiswi, tetap saja aku tidak bisa. Luhan masih seperti bocah dan aku tidak tega menodainya."

"Holy shit," Kris mengejek. "Kalau kau tahan sih, tidak apa-apa. Silakan membayangkan hal-hal seperti itu di mimpi saja."

OoO

Luhan tidak mengerti kenapa tiba-tiba dia merasa begitu penasaran setengah mati saat memikirkan nasibnya sendiri. Terlebih mengenai ciuman itu. Seumur-umur, dia belum pernah merasa ciuman.

Akhir-akhir ini, drama yang diputar di televisi terlalu sering menampilkan adegan ciuman; entah hanya menempelkan bibir atau saling melumat penuh gairah. Para pemeran dalam serial drama itu bisa menghayati peran masing-masing, begitu pula saat bibir mereka bertemu dalam sebuah kecupan yang mengandung magis. Sepertinya sangat luar biasa. Luhan akan memonyong-monyongkan bibirnya saat melihat adegan itu di layar kaca.

Saat malam hari, dia mulai dibayang-bayangi jika Oh Sehun yang menciumnya. Betapa menyenangkan. Memikirkannya saja sudah membuat Luhan berdetak tidak keruan, rona-rona merah membuatnya merasa gerah. Meleleh. Rasanya persis seperti meleleh. Karena fantasinya yang mulai meluas, Luhan sering memejamkan mata dan mengerucutkan bibir; seolah Oh Sehun benar-benar ada di sini dan berniat meraup bibirnya.

Tapi tetap saja fantasi tidak semenyenangkan kenyataan. Kalau saja Sehun benar-benar menciumnya, maka Luhan benar-benar akan meleleh seperti es krim kesukaannya.

Oh, alangkah membahagiakannya ..

Ada seseorang yang menelepon saat Luhan sedang asyik melamun mengenai momen ciuman yang serasa mustahil dilakukannya dengan Sehun. Gadis itu mengutuk siapa pun yang berani mengganggu kegiatan berkhayalnya lalu menyambar ponselnya di nakas.

Oh, eh? Ternyata Sehun yang menelepon.

"Kau di mana, Lu?" Sehun bertanya begitu Luhan selesai membalas salam. "Di apartemen atau kampus?"

"Di apartemen. Kenapa?"

"Nanti aku tidak bisa menemanimu berenang, maaf, ya?"

Air muka Luhan langsung berubah sesaat setelah kalimat itu terlontar. Berenang di kolam renang milik gedung apartemen Sehun adalah aktivitas mingguan yang rutin dilakukan keduanya. Sebenarnya, Luhan yang paling semangat sebab menurut sepengetahuannya, berenang bisa menambah tinggi tubuhnya.

"Kenapa tidak bisa?"

"Ada hal yang perlu kuselesaikan. Jadi, kau tidur lebih awal saja, ya?"

"Tidak," Luhan cemberut. "Aku akan pergi ke kolam renang dekat apartemenku. Sendiri."

"Hei," Sehun tampak keberatan dengan ide itu. Membiarkan Luhan berenang sendirian di kolam renang umum bukanlah gagasan yang bagus. Banyak orang-orang kurang ajar yang memiliki kemungkinan untuk menggoda Luhan. Sehun tidak bisa membiarkan hal itu terjadi. "Jangan begitu. Kau 'kan masih belum bisa berenang dengan benar," katanya.

"Tapi aku sudah bisa berenang," Luhan keras kepala. "Pokoknya aku mau berenang!"

"Bagaimana kalau ditunda besok?"

Besok? "Benar?"

Suara deheman terdengar kering dari seberang. "Tidak janji juga sih."

"Uuuh! Selalu begitu! Sudah, ya. Kututup saja teleponnya!"

Dan telepon benar-benar ditutup. Menuai helaan napas tidak berdaya dari kekasihnya yang tampan.

TBC