Tokyo, 11 September 2016, 9:45 pm

Mayuzumi Chihiro tidak percaya dengan semua ini. Kenapa dia? Kenapa harus dirinya yang menerima semua tatapan keji itu seolah-olah dia telah melakukan sesuatu yang sangat salah. Dan kenapa pula mereka bisa mengira ia yang melakukan semua itu?

Padahal ia yakin semuanya terlihat begitu jelas sehingga orang awam pun seharusnya bisa melihat apa yang terlihat dengan jelas. Karena seharusnya seseorang tidak butuh menjadi orang yang jenius untuk melihat apa yang ia lihat.

Kenapa orang-orang itu begitu buta?

Ia yakin alibinya sempurna. Semuanya sempurna. Atau setidaknya dia pikir begitu.

Dilihatnya Kuroko Tetsumi yang wajahnya terlihat penuh dengan terror dan keterkejutan. Gadis yang hampir selalu menampakkan ekspresi datar itu jatuh bersimpuh, air mata bersatu dengan hujan yang menetes dengan derasnya. Gadis berambut biru muda itu seakan tak peduli pada rok selututnya yang kotor terkena aspal yang basah, atau tatapan iba yang diterimanya dari orang-orang disekelilingnya.

"Gadis malang," ucap mereka. "Ia tidak tahu orang seperti apa yang masuk ke dalam keluarganya."

"Padahal sepertinya gadis itu adalah seorang gadis yang baik." Balas yang lainnya.

Kalian tidak mengerti! Ingin rasanya Mayuzumi berteriak begitu kepada semua orang yang berada di sekelilingnya. Namun, jika ia berbicara tentang apa yang ia inginkan, ingin rasanya ia memukul habis-habisan wajah kedua bersaudara itu. Sampai wajah mereka rusak dan tak bisa dikenali lagi kalau perlu.

Alih-alih melakukan itu, Mayuzumi hanya terdiam dengan wajah datar dan menatap langit hujan di atasnya, berusaha mengacuhkan tatapan benci yang diterimanya. Ia tidak peduli jika ada air hujan yang masuk ke matanya atau tak sengaja tertelan olehnya. Ironis sekali, bahkan sepertinya langit pun tidak berpihak padanya. Tidak ada seorang pun yang berpihak padanya di perang ini. Perang dimana dia telah kalah bahkan sebelum babak utama dimulai.

"Kurokocchi!" teriakan Kise terdengar samar diantara kebisingan orang-orang yang mengerumuninya dan derasnya air hujan yang membasahi Tokyo hari itu.

Ia bisa mendengar suara langkah kaki seseorang yang berlari ke arahnya yang dibarengi suara cipratan kecil yang dihasilkan saat seseorang berlari ditengah hujan. Mayuzumi masih tetap menatap langit, tidak dihiraukannya sedikitpun kejadian yang berlangsung di sekelilingnya. Mungkin orang itu adalah orang bodoh yang tidak tahu apa-apa dan ingin menghajarku sampai babak belur, pikirnya saat ia menatap langit gelap di kejauhan.

Polisi sepertinya berusaha menghalau orang tersebut untuk semakin mendekatinya karena ia bisa mendengar kericuhan yang semakin menjadi-jadi di sekelilingnya. Salah seorang polisi, Aomine Daiki, pemuda yang bisa dibilang adalah sahabat dekat Tetsumi semenjak SMP menatapnya dengan tatapan muak saat mereka menangkapnya tadi.

Kau tidak pantas menjadi saudara Tetsu, kata-kata Aomine yang terdengar seperti penuh dengan racun, terdengar jelas dalam ingatannya. Kau tidak mengerti, pikirnya membela dirinya sendiri. Tidak ada seorang pun yang mengerti.

"Tetsu!" Teriak Aomine yang terdengar frustasi. "Apa yang ingin kau lakukan?"

Mendengar nama itu membuat Mayuzumi mengalihkan pandangannya ke arah polisi yang berusaha mencegah seseorang untuk masuk. Kini Mayuzumi tahu siapa orang itu karena meskipun pandangannya tertutupi kumpulan polisi yang jauh lebih tinggi dari orang itu, tapi rambut sewarna langit tersebut membuatnya yakin siapa orang yang mencoba untuk menerobos masuk.

Kuroko Tetsumi.

Kise Ryouta yang masih memakai seragam pilotnya terlihat berusaha membantu polisi untuk mencegah Kuroko untuk masuk menembus pertahanan polisi. Dia tidak mengerti apa yang terjadi, tapi kemudian Kise mengangguk dengan ekspresi keras di wajahnya dan alih-alih membantu polisi, dia terlihat malah berusaha mericuhi para polisi tersebut.

"Oi, Kise! Minggir! Apa yang menurutmu kau lakukan?!"

"Maafkan aku, Aominecchi, tapi aku percaya dengan Kurokocchi." Ujar si blonde.

Ah, kini Mayuzumi tahu apa yang terjadi. Kuroko pasti entah bagaimana telah berusaha meyakinkan Kise untuk membantunya menembus pertahanan polisi. Dengan bantuan Kise dan dengan bakatnya sebagai seorang mantan pemain basket, Kuroko Tetsumi akhirnya bisa menembus barikade polisi meskipun dengan susah payah.

Tetsumi berlari mendekat sampai akhirnya gadis itu berdiri di hadapannya. Selama beberapa detik gadis itu hanya berdiri menatap Mayuzumi yang malah menundukkan wajah. Tidak berani membalas tatapan mata gadis itu karena ia takut melihat tatapan kecewa Tetsumi. Oh, atau mungkin gadis itu malah merasa begitu muak melihatnya dan ingin menamparnya keras-keras dengan ignite pass kai? Mungkin saja. Oleh karena itu, Mayuzumi menutup mata, menanti sebuah tamparan yang ia yakin akan diterimanya.

Tapi alih-alih tamparan, Mayuzumi merasakan kedua lengan gadis itu mengitari lehernya dan ada segumpal rambut yang masuk ke mulutnya. Ia membuka mata dengan heran dan akhirnya menyadari gadis itu memeluknya.

"Tetsumi?" kenapa kau malah memelukku? Kenapa kau tidak mencacimaki ku seperti orang lain? Tapi alih-alih menanyakan pertanyaan yang berkeliaran di kepalanya, Mayuzumi hanya menatap mata gadis itu, yang kini telah melepaskan pelukannya.

"Aku mempercayaimu, Onii-san."

Tetsumi balas menatapnya. Tatapan itu, sama persis seperti tatapan yang dilihatnya berada di mata gadis itu di saat mereka melawan satu sama lain di final Winter Cup bertahun-tahun lalu. Mayuzumi tahu arti tatapan itu.

Aku akan membuktikannya pada mereka. Itulah kira-kira pesan yang dikatakan Tetsumi lewat matanya.

Sebuah kalimat singkat tapi terasa begitu berarti bagi Chihiro. Kini ia merasa semuanya belum berakhir. Ia masih bisa bertarung di pertempuran ini. Ia masih mungkin memenangkan perang ini. Dia kini merasa masih sanggup menang melawan mereka.

Ditatapnya kedua bersaudara itu, Akashi Seijuuro dan Akashi Takumi, yang terlihat jelas diantara kerumunan orang di sekitar mereka. Keduanya hanya menatapnya dengan tatapan kosong yang sama, sama sekali tidak terlihat dalam wajah mereka apa yang mereka tengah pikirkan saat ini. Mayuzumi tidak tahu bagaimana, tapi ia yakin semua ini terjadi karena kakak beradik itu.

Sudah ia duga seharusnya dia tidak berurusan dengan Akashi mana pun yang ada di bumi ini


a/n:

err... hallo semua, sejujurnya aku gak enakan sama sekali bikin cerita baru tapi yang sebelumnya gak diupdate dulu.

mau bilang itu salah uas, plus tugas, plus dosen, dsb tapi kok kayanya gak juga. BTW sebenernya aku pengen nulis ulang yang The Other Side soalnya well... oc ku masih belum terkembangkan dengan sempurna sehingga aku aja bingung dia gendernya apa. Anyway don't worry aku sudah kurang lebih mengembangkan karakter oc ku, Takumi, jadi udah gak ada alasan buat gak update lagi (kecuali uas kayanya).

Terimakasih sekali buatyang mau sempat membaca cerita ini :)

-tacchi