Disclaimer: School for Good and Evil © Soman Chainani
Warning(s): OOC, typho(s), Hestaric, short-fict, canon, SPOILER ALERT!
Happy Reading!
Peperangan telah berakhir.
Sophie telah menghancurkan cincin Kepala Sekolah dengan pedang Excallibur, membuat Kebaikan dan Kejahatan kembali seperti sedia kala, atau mungkin lebih baik.
Hester mengenakan jubah Sekolah Kejahatan miliknya dan memandangi suasana Sekolah Kebaikan dan Kejahatan yang hiruk pikuk seusai perang. Dilihatnya kereta kuda milik Tedros dan Agatha yang akan berangkat menuju Camelot dan sang pangeran yang berjalan hilir mudik. Seulas senyum terkembang di wajahnya. Rasanya dia akan merindukan kehadiran Pangeran Pecundang itu. Dia juga pasti akan merindukan Agatha, serta Sophie.
Tapi putra Lady Lesso tetaplah menjadi sosok yang paling dirindukan Hester. Ngomong-ngomong soal Aric, Hester jadi berpikir, bagaimana jika saat ini pemuda itu masih hidup? Apakah dia akan berada di Sekolah Kejahatan? Menjadi seorang guru atau murid? Atau mungkin dia tetap menjadi dirinya, yang fokus untuk membalas dendam.
Tidak. Hester yakin hal itu tidak mungkin. Selain karena Lady Lesso telah meninggal di tangan Aric sendiri, Hester yakin pemuda itu bisa berubah. Kenapa dia bisa seyakin itu? Karena Hester tahu benar, semua orang bisa berubah. Buktinya terpampang nyata di depan matanya. Sophie. Gadis yang rela melakukan apapun untuk dapat dicintai itu bisa berubah. Berubah demi seorang teman.
Jika Sophie yang notabene adalah Ratu Kejahatan saja bisa berubah, itu berarti Aric juga bisa, bukan? Yang dibutuhkan pemuda itu hanyalah sosok seorang teman.
Andai terjadi suatu keajaiban yang bisa membuat Aric hidup kembali dan bersekolah di Sekolah Kebaikan dan Kejahatan, Hester pasti akan mau menjadi temannya. Meskipun pemuda itu kejam, keras kepala, sombong, dan memiliki banyak sifat lain yang menyebalkan, Hester yakin bahwa sebenarnya dia hanyalah seorang penjahat biasa, sama sepertinya.
Mengingat betapa keras kepalanya Aric, Hester yakin, jika masih hidup, pemuda itu tidak mungkin mau menerima Hester sebagai temannya. Tapi Hester tidak peduli. Karena Hester juga sama keras kepalanya dengan Aric. Dan Hester memiliki satu sifat yang tidak dimiliki Aric. Egois.
Benar, Hester memang orang yang egois. Karena itu, jika Aric tidak mau membuka pintu hatinya untuk Hester, gadis itu akan mendobraknya, membuat engselnya rusak, dan memaksa masuk. Kemudian dia akan menyeret Aric keluar. Dia akan membiarkan keegoisan menguasai setiap inchi tubuhnya. Keegoisan agar pemuda itu menerimanya dan membiarkannya untuk terus berada di sisinya.
Namun bukankah semua pemikiran Hester itu sia-sia? Karena kenyataannya Aric telah tiada. Dan tidak ada keajaiban yang bisa membuat penjahat yang telah mati hidup kembali sebagai manusia, bukan sebagai zombie seperti yang telah dilakukan Kepala Sekolah. Kalau saja keegoisan bisa menghidupkan orang mati, maka Aric akan jadi orang pertama yang bangkit dari kematian, karena Hester akan menjadi lebih egois dari siapapun, untuk Aric.
-END-
