rating. T
genre. Romance/Hurt-Comfort
disclaimer. Shingeki no Kyojin © Isayama Hajime.
summary. Tetes demi tetes turun dari langit, maniknya selalu melihat pemandangan yang sama, menginderai wangi hujan dan merasakan sosok berpayung putih itu lalu.—AU. LevixHanji.
warnings. OOC—pertama kali saya menulis sosok heichou dan buntaichou. Juga mungkin typo dan diksinya jelek. notes. SAYA LAGI JATUH CINTA SAMA PAIR INI KYAAA #abaikan Ehem. Sedikit eksperimen saja btw, saya iseng dan bingung mau ngapain. Saya juga pake nama non-official Hanji, tapi saya udah demen pake Levi daripada Rivaille jadi—yah, oke. Semoga berkesan di hati para pembaca dan silahkan stay tuned! xD
.
reverberate; 2013 © Kuroi-Oneesan
{opener. "Parade angan."}
Pertama kali yang dirasakan Levi ketika hujan membasahi bumi itu adalah keheningan yang merata.
Ya, Levi—pria berumur kepala dua belah akhir ini—sangat menyukai sebuah fenomena alam yang berganti. Tidak hanya hujan; iapun menyukai harum musim panas dan nafas musim dingin. Ia bukanlah sosok pria yang sentimental, lagi juga pria yang mendayu; ia hanya sebatas penikmat hidup.
Memandangi hujan turun di jendela atas kantor miliknya itu merupakan sebuah nikmat fisis baginya.
"Sir, ini kopi anda."
Sekretarisnya masuk membawakan secangkir kopi kedua sore ini. Lembur hari keempat telah ia lalui dalam jangka waktu sebulan. Sekretaris bersurai jingga itu menatap bingung bosnya yang sama sekali tidak memandang kertas di mejanya itu, atau kopinya.
"… Sir?"
"Ada apa, Petra?"
"Kopi anda nanti dingin."
Sorot dingin lagi tajamnya ia tampilkan, ia bertopang dagu dan memutar kursinya dari pemandangan duniawinya menghadap sekretarisnya yang diam seribu bahasa. Perusahaan yang dikelola Levi merupakan perusahaan kecil yang bergerak di bidang besar—agen, bodyguard dan semacamnya. Terkadang, pekerjaan kertasnya justru lebih banyak dari pekerjaan lapangan; toh, karena tugasnya hanya menyuruh dan mengatur.
Gedung itu terdiri dari empat lantai, merupakan rumah kedua bagi sang bos.
"Bagaimana laporan minggu ini?" Levi menyeruput kopinya.
"Tidak ada yang aneh. Segalanya—konstan, mungkin?"
"Hn." komentar pendek ia layangkan, menyuratkan agar sang sekretaris pribadinya itu meninggalkan ruangannya. Levi membuang muka ke haribaan jendela sebelum menghabiskan kopi hitamnya.
Pria dengan tinggi seratus enam puluh sentimeter itu lalu mengambil jas hitam yang biasa ia kenakan. Ia ingin mengambil waktu untuk sendiri sebelum tenggelam lagi dalam kertas-kertasnya. Distrik Karanese yang merupakan tempat kantornya itu adalah tempat ramai, penuh berjejal orang-orang entah dari urusan pekerjaan hingga jalan-jalan. Distrik Karanese merupakan salah satu distrik terkenal di Maria dalam urusan bisnis dan pusat belanja. Untungnya, ia memilih kantor di tempat yang tepat; lumayan jauh dari sedu-sedah itu, cukup jalanan perempatan kosong yang diapit dengan sebuah kafe, dua buah restoran Perancis, satu toko buku bekas juga satu toko barang antik.
Levi dikenal tidak pernah menguar senyum kepada bawahannya, lagi orang-orang rekan kerja maupun klien. Ia hanya berjalan sambil lalu dengan topi dan jas hitam; sedikit meminta izin pada Auruo Bossard, Erd Gin dan Mike Zakarius yang selalu menjaga meja depan.
Lelaki berdarah Perancis itu keluar dari suasana kantornya, melihat bahwa hujan masih turun dengan intensitas rendah. Ia menghela nafas seraya merasakan dingin menusuk dirinya yang sudah berlapis jaket hitamnya. Kakinya hendak menyeberang menuju kafe bernama Kartoffel yang dikelola oleh anak-anak muda kota setempat, sebelum maniknya bertemu dengan pemandangan yang sama.
Tetes demi tetes turun dari langit; pemandangan yang sama antara jalanan kosong dengan beberapa mobil dan bus melintas; ia menginderai wangi hujan dan merasakan sosok berpayung putih itu lalu. Payung putih itu dimiliki seorang wanita, bisa Levi tilik dari pakaiannya, sebuah blus cokelat dan terusan rok berwarna senada namun lebih pudar; dan sedikit lebih tinggi dibanding dirinya yang pendek.
Levi telah melihat pemandangan yang sama semenjak dua bulan lalu; ia sendiri tidak tahu mengapa—entah takdir bermain dengannya atau segalanya hanya sebuah makna praksis yang percuma.
PLASH.
"Ah—hei. Kau menjatuhkan bukumu."
Levi dengan cepat menangkap keberadaan buku yang menyentuh tanah berair. Sosok berpayung putih itupun menoleh. Pria itu memungut buku bersampul cokelat tua tersebut—agak sedikit basah adanya—dan menyerahkan ke hadapan wanita tersebut.
—Yang ia heran; kacamata milik wanita tersebut berkilat, malah tangannya disambut dan ekspresi yang ditampilkan wanita itu sungguh merekah, kontras dengan elegan dirinya.
"Terima kasih!" ucapnya riang. "Bagaimana aku membalas kebaikanmu, tuan?"
"… Hah?"
.
[Levi ingat betul pertemuannya dengan wanita muda itu—Hanji Zoe.]
.
.
.
TBC.
