Disclaimer: Naruto is belong to Masashi Kishimoto. Melodys from Heart is mine.
Rate: T
Warning (s): nista, lebayism, AU, OOC, my first multichap fic in this fandom.
Summary: apa yang lebih buruk daripada mengetahui kenyataan bahwa orang yang kau sukai menyukai sahabat kecilmu dan kau malah terperangkap dengan orang yang mesti dijauhi jika tidak ingin dibunuh?
.
.
~_Melodys from Heart_~
Kasih membawamu berbeda
Kasih membawamu untuk terbuka
Tapi…
Saat fakta mendiamimu
Apa kamu, akan tetap terpaku?
~XxX~
Hujan menjadi instrument terindah siang itu. Sekaligus menjadi satu-satunya pertunjukan alam. Ya, setidaknya dengan hujan, sebagian klub olahraga menghentikan runititas mereka. Meski ada yang sempat mengumpat lantaran latihan berharga mereka terpaksa harus dihentikan.
Hujan membawa hal ajaib tersendiri bagi setiap manusia. Begitu ajaib, hingga kadang hujan memberi makna paling penting tentang cinta. Cinta tulus yang memberi tanpa lelah, meski egois. Namun, kebanyakan orang tak mengerti hal itu. Kebanyakan orang, ketika hujan turun, sibuk merutuk karena aktivitasnya terganggu.
Tapi, apa mereka tidak tahu? Jika hujan membawa makna tersendiri bagi orang-orang yang mencintainya. Setidaknya, ketika hujan turun, satu tempat di suatu sisi belahan dunia, ada orang yang selalu menunggu hari turunnya hujan.
"Hei Jidat, kelas Kurenai-sensei akan segera dimulai!" suara Ino mengangetkan gadis berambut pink itu. Ia menolehkan kepalanya demi mendapati gadis pirang berkuncir menatapnya setengah kesal.
"Ah, aku segera ke sana!" balasnya pelan, namun tak ada tanda-tanda bahwa ia akan segera menganjakkan pergi kakinya meninggalkan kursi depan jendela.
Ino mendekat, menatap keluar jendela. Sebenarnya, sejak lama ia selalu penasaran mengapa sahabat baiknya itu selalu termenung di dekat jendela ketika hujan turun. Dan apa yang didapatinya setelah itu sukses membuat alisnya terangkat sebelah, menimbulkan tuduhan pasaran pada gadis yang sepertinya tak menyadari posisinya saat ini.
"Oh, si Prince Perfect, ya?" gumamnya kemudian, mengagetkan Sakura yang seketika mengalihkan pandangan padanya yang tengah menempelkan tangan ke kaca.
Di bawah sana, laki-laki berambut kelam. Laki-laki berjuluk pangeran sempurna satu sekolahan berdiri. Jelas saja, dengan wajah dingin dan senyum langka yang bahkan mampu melelehkan semua gadis sekaligus membuat dongkol seluruh murid laki-laki, membuatnya 'tak tertahankan'. Tentu, setidaknya, siapa orang bodoh yang mengabaikan dia? Tak ada! Dan aturan itu berlaku pada Sakura tentu saja.
Memangnya, gadis bodoh mana yang tahan berhisteris ria jika laki-laki itu memberikan senyuman maut? Jawabannya sudah jelas! Dan karena hal itu, dia tetap eksis berada di posisi puncak model remaja cowok terbaik.
Ya, model remaja kartu as milik Teens Gallery, sebuah majalah remaja yang tak pernah kehabisan pelanggan. Dengan pangeran Uchiha sebagai model utama, mereka bahkan tak pernah bersusah payah mencari model tambahan. Terutama, untuk model perempuan.
"Ternyata, kau juga menyukai model seperti itu, Sakura?" tuduh Ino yakin. Membuat wajah Sakura seketika memerah, namun agak kecut.
"Berisik! Kau sendiri?" tanyanya balik, membuat Ino menyeringai.
Gadis pirang itu tertawa sesaat, kemudian menajamkan pandangannya pada laki-laki yang berdiri di bawah hujan, "Ya, tentu! Laki-laki jenius pewaris darah Uchiha yang dihormati, model terkenal yang lagi naik daun, siapa yang tak suka, heh?" ia menutup perkataannya dengan mengangkat kedua alisnya berbarengan dengan senyum manis.
Sakura balas tersenyum menanggapi godaan Ino, ia tahu Ino hanya bercanda. Seberapa pun kuatnya pesona yang dimiliki oleh seorang Sasuke Uchiha, ia tak akan pernah lari dari kenyataan bahwa dia hanya menyukai seorang pemalas kelas kakap macam Nara Shikamaru. Sayangnya, tak ada kata yang menyapa mereka.
"Beruntung sekali, ya, gadis yang disukai Sasuke," Sakura menggumam pelan sambil menelungkupkan kepalanya di antara kedua tangannya di atas meja, "Hah, kenapa aku tidak dijodohkan saja sih dengannya?"
Tawa nyaring sarkastik terdengar keluar dari tenggorokan Ino. Ia memandang Sakura, berniat mengoloknya kembali. Bagi Ino, memermainkan Sakura adalah kesenangan tersendiri yang menjanjikan. Ia tahu, Sakura terlalu sering memikirkan kata-katanya belakangan ini. Entah karena Sakura memang butuh informasi yang terjadi atau karena hanya Ino satu-satunya yang dekat dengan dia dan yang paling ter-update informasinya.
"Hei Jidat! Ada banyak gadis cantik di luar sana. Mana mungkin Sasuke yang seperti itu menyukaimu!"
Kalimat ironis yang langsung memukul telak kepala Sakura, membuat gadis itu mengerang dalam tundukan kepalanya, setengah kesal dengan kata-kata gamblang itu. Rasanya seolah Ino sedang menjatuhkan beton di kepalanya dan tertawa laknat penuh suka cita setelah menghancurkan dirinya dengan kata-kata paling benar sedunia. Dan kenyataan bahwa apa yang dikatakan Ino tak meleset.
"Bisa saja, kan?" Kali ini kepala Sakura terangkat, memberikan tatapan mengesalkan pada Ino. Namun, kemudian kembali menenggelamkan kepalanya, "Huah, Sasuke!"
'duakh'
Sebuah jitakan mendarat sukses di kepala Sakura. Ia meringis sambil memberikan tatapan seolah ingin memakan Ino hidup-hidup saat itu juga.
"Bodoh sekali! Kalau kau seperti itu, semua penggemarmu bisa lari!"
Sebenarnya Sakura tak peduli, tapi mau tak mau, ia tetap saja mesti memikirkan penggemarnya. Ya, bagi seorang penyanyi remaja sepertinya, penggemar adalah motivasi tersendiri yang memberikan semangat tiada henti. Tanpa mereka, ia bahkan bukan apa-apa.
"Ya, aku tahu!"
Ino menghela napas melihat sahabatnya itu. Ia mengerti betul apa yang tengah dirasakan Sakura. Gadis itu mesti tetap terlihat tegar dan ceria meski sesakit apa pun hatinya. Tuntutan pekerjaan memaksanya seperti itu. Tapi, ia juga tidak dapat membiarkan Sakura berharap pada hal yang hanya akan menyakitkan hatinya jika kenyataan mulai terlihat. Karena itu, seironis apa pun kalimat yang dikeluarkannya, asalkan itu tak menyesatkan Sakura, akan ia lontarkan.
"Lagipula, belakang ini Sasuke dekat dengan Hinata. Gosipnya sih, Sasuke akan dikontrak Hyuuga Group. Tapi, sepertinya kedekatan mereka bukan hanya karena itu!"
Sedikit tersentak, Sakura menajamkan pendengarannya mendengar satu lagi gosip murahan yang berhasil dikumpulkan Ino, "Hinata-chan?"
"Heum! Putri Hyuuga Hinata, model catwalk dan majalah itu, atau harus kukatakan sedetail mungkin? Itu jika kau sudah melupakan sahabatmu sendiri, Jidat!"
Sakura ber-oh-oh ria. Tak menyangka jika laki-laki sedingin Sasuke akan dekat dengan seorang gadis. Tapi, dipikir berapa kali pun, tetap saja hanya Hinata yang bisa mengimbangi Sasuke. Sama-sama penyandang gelar the most wanted. Pasangan paling masuk akal jika disejajarkan.
Tapi bagaimana pun, sepertinya sebelah hati Sakura terasa perih. Satu sisi, ia tak dapat memungkiri bahwa entitas Sasuke adalah hal mutlak yang tak dapat dihindari. Namun, keberadaan Hinata pun tak dapat ia abaikan.
Hinata, sahabat kecilnya. Teman bermain yang semenjak kecil bersama dirinya, bersama dengan Ino dan Tenten. Hubungan yang tak pernah dapat terhindari hingga kedewasaan perlahan membawa jarak di antara mereka. Walaupun hanya jarak berupa waktu yang tak banyak berpihak.
Dan kini, kenyataan membawa hal baru yang tak terduga. Kenyataan bahwa ternyata orang yang disukai Sakura, dekat dengan sahabatnya sendiri. Bukan kesalahan Hinata memang, karena kenyataan lain berkata jika selain Ino, tak ada yang mengetahui perasaannya.
Ironis? Ya, tentu!
"Hei, apa yang kalian lakukan? Kurenai-sensei menunggu!" suara Tenten mengingatkan mereka.
Ino beranjak dari tempat itu, menyusul Tenten yang berjalan terlebih dahulu sambil sesekali menoleh kanan-kiri, entah apa yang ia lakukan. Seminggu ini Sakura tak melihatnya.
"Sudahlah, jangan dipikirkan. Lagipula, bisa saja hanya hubungan kerja. Cuma gosip, kan? Ayo, aku tidak mau melewatkan kelas Kurenai-sensei hari ini!" ujar Ino sebelum benar-benar menghilang dari balik pintu.
"Hei, Tenten-chan! Kau masih membawa senjata seperti itu?"
"Diamlah, Ino-chan! Kalau ketahuan Tsunade-sama, bisa gawat,"
"Tentu saja akan gawat. Bukannya kau sudah diperingati?"
"Ya, aku akan menyimpannya di kelas G di gedung belakang. Kau tahu kelas baru itu, kan? Tempat yang sempurna!"
"Hei, maksudmu yang itu? Tsunade-sama akan membunuhmu jika berurusan dengan murid belakang! Akh, kau ini benar-benar merepotkan, Tenten-chan!"
"Ahahahaha… aku tidak tahu kalau Ino-chan ternyata mengkhawatirkanku!"
Sakura menghela nafas mendengar suara Tenten dan Ino yang makin menjauh meninggalkan ruang kelas. Sepertinya mereka tidak menyadari jika dia tak mengekori mereka yang terus bercanda. Ia menoleh ke luar jendela. Hujan sudah reda tanpa ia sadari. Dan siluet laki-laki Uchiha itu pun telah menghilang dari bawah sana.
Rasanya, ia terlalu malas untuk mengikuti kelas Kurenai-sensei hari ini. Lebih baik ia memastikan hatinya terlebih dahulu.
~XxX~
"Bulan depan, aku akan konser, apa Sasuke-kun mau melihatku?" Sakura memulai dengan basa-basi, walau ia tahu jawaban apa yang akan keluar dari bibir Sasuke, namun, berharap sedikit tak apa.
Sasuke yang ditemuinya di sisi sekolah hanya menatapnya tanpa niat.
"Aku tidak bisa!" jawabnya yakin, membuat harapan yang Sakura bangun sejak menemuinya kini runtuh begitu saja hanya karena tiga kata.
"Eh, oh, begitu, ya? Eng, Sasuke-kun?"
Sakura tergagap, membuat Sasuke sesaat merasa muak melihatnya. Ia tak menjawab, hanya menatap tajam Sakura yang masih menunduk dengan wajah memerah.
"Apa, apa Sasuke-kun suka Hinata-chan?" suaranya sedikit memaksa, ditatapnya Sasuke yang makin mengerutkan keningnya tanda tak suka dengan alur pembicaraan Sakura.
"Bukan urusanmu!"
Setelah mengatakan pernyataan tajam bernada ancaman tanpa menjawab, Sasuke melangkahkan kakinya. Merasa tak ada lagi yang mesti dibicarakan dengan penyanyi berambut pink itu.
Seketika, entah kekuatan dari mana, Sakura meraih lengan Sasuke. Mencegahnya pergi sebelum menyelesaikan pembicaraan ambigu ini.
"Apa lagi, Bodoh?" bentakan Sasuke tak dihiraukan Sakura. Kini ia yang balik menatap tajam Sasuke.
"Jawab pertanyaanku!" suara Sakura tak lagi selembut atau segagap tadi. Gemuruh yang melanda hatinya mendesak ia untuk merenggut semua kebenaran yang Sasuke tahu. "Apa kau, menyukai Hinata-chan?"
Rasa panas seketika itu menjalari mata Sakura. Ada sesuatu yang mendesak untuk keluar, namun semua ia tahan di hadapan laki-laki ini. Sebelum menemui Sasuke, ia sudah meneguhkan hatinya untuk tahu.
"Kalau iya, kenapa?"
Hantaman keras menubruk hati Sakura. Lemas tubuhnya perlahan melepaskan tangannya dari lengan Sasuke. Namun, wajah tegar dan tatapan tajam menyelimuti lemah dan sakit dalam dirinya.
"Awas saja kalau kau hanya bermain-main! Walaupun kau model terkenal, aku tidak akan segan-segan padamu!" kalimatnya dipenuhi ancaman, namun tak cukup untuk mengancam seorang Uchiha Sasuke.
Ya, laki-laki dengan seribu satu kamuflase wajah di hadapan kamera itu tak akan merasa terancam hanya karena seorang penyanyi remaja sedang menatapnya seakan-akan ingin mencengkram wajahnya. Mereka berdua, melepaskan manis senyum yang menjadi barang jualan di mata publik.
"Heh, kupikir kau akan menangis seperti mereka! Ternyata kau tidak serendah itu, Fairy Pink!"
Senyum sarkastik tersungging sempurna di wajah Sakura. Mengabaikan segala tangis dan perih yang kini melanda di balik dadanya. Terutama, kenyataan bahwa baru saja Sasuke memanggilnya dengan nama panggung yang biasa ia pakai.
"Jangan bercanda, Prince Perfect! Heh, menggelikan!"
Sakura menghentikan pembicaraan, berlama-lama berhadapan Sasuke hanya akan menghancurkan topeng ketegaran yang tadinya ia bangun dengan susah payah. Ia tidak mungkin menunjukkan bahwa pengakuan yang dibuat Sasuke menghancurkan hatinya. Tidak, itu tak boleh terjadi.
Benar apa yang dikatakan Ino, jika ia seperti ini, penggemarnya akan lari. Dan ia tak ingin membuat skandal murahan seperti menangisi kedekatan Uchiha Sasuke dengan Hyuuga Hinata. Itu bukanlah skandal bermutu yang biasa digunakan oleh beberapa orang untuk mendongkrak popularitas mereka.
~XxX~
Isakan samar terdengar melebur di sepanjang pepohonan pemisah antara gedung utama sekolah dengan gedung belakang yang baru saja dibuka untuk kelas tambahan. Jarak seratus meter yang ditumbuhi berbagai pohon setidaknya mampu menyembunyikan sosoknya dari pandangan anak-anak lain.
Tentu akan jadi pertanyaan jika seorang penyanyi tenar sedang bolos kelas hanya untuk menangis di sudut paling jauh. Tapi, selama tak ada yang memergoki, ia akan selamat dari berbagai gosip tak berguna tentang dirinya.
"Hei, kau kan?"
Suara asing mengusik telinga Sakura, ia mendongakkan kepalanya. Berharap apa yang didengarnya barusan hanya ilusi. Jadi, dia tak perlu khawatir tentang ancaman deraan pertanyaan tentang apa yang dilakukan Fairy Pink di tempat seperti ini.
Kepalanya terangkat, dan apa yang didapatinya adalah seorang murid laki-laki yang tengah menatapnya bingung penuh tanya sambil menyorotkan mata memberikan gestur jika ia kesulitan mengingat. Dan hal itu cukup membuat Sakura berharap semoga orang ini tak ingat jika Sakura adalah idola.
"Musim semi…" ia meracau, membuat Sakura ingin segera berlari sejauh mungkin dari orang asing tak jelas itu.
"Pohon sakura… ah ya!" matanya berbinar, merasa menang melawan pikirannya sendiri.
Perlahan Sakura bergeser dari duduknya, berusaha membebaskan pandangannya dari monopoli pemandangan wajah orang itu.
"Kau, Sakura, kan? Haruno Sakura. Penyanyi itu, kan?"
Ia bersorak senang, membuat Sakura spontan tersentak. Menggagalkan aksi melarikan dirinya dari orang tak jelas yang baru hari ini ia lihat. Rasa-rasanya ia tak ingat jika ada orang macam ini di sekolahnya. Apalagi, dengan pakaian bebas tanpa seragam yang membaluti tubuhnya, membuat ia makin percaya jika orang itu siswa dari sekolah lain. Hanya saja, tak mungkin jika Anbu, satuan pejagaan khusus yang dibuat Tsunade-sama, kepala sekolahnya, dapat dilolosi.
Ah, dia ingat pembicaraan terakhir Tenten dan Ino tentang tempat yang baru saja ditemukan Tenten guna menyembunyikan kumpulan senjatanya. Jangan-jangan tempat seram ini yang dimaksudkan Tenten? Tidak mungkin!
Kelas baru yang dibuka untuk mengumpulkan anak-anak badung, berada di bangunan tak terpakai di belakang sekolah setelah hutan kecil. Itu yang sempat didengarnya ketika memasuki halaman sekolah setelah seminggu izin untuk rekaman lagu. Dan sekarang? Ia terperangkap dengan salah satu murid berpakaian berantakan tanpa seragam.
Aku pasti bermimpi!
"…Tsunade-sama akan membunuhmu jika berurusan dengan murid belakang!"
Peringatan Ino pada Tenten seakan-akan dibisikkan lagi di telinganya. Ia rasa bolos dari kelas Kurenai-sensei benar-benar berujung penyesalan. Karena, perasaannya kini mengatakan jika dia tak akan selamat dari orang asing yang sekarang menatapnya berbinar-binar penuh rencana.
"Aku Namikaze Naruto, siswa kelas G!"
Aku akan dibunuh!
~To be continued~
.
.
A/N: Fic yang didedikasikan buat Fidy Discrimination. Anehkah? Nista? Lebay? Akh, maafkan Kiyo, Fidy-san! *sujud-sujud*
Fidy-san mintanya canon/IC multichap, tapi Kiyo super payah buat canon/IC. Jadinya, cuma fic OOC, AU nista pula. Hiks, maafkan Kiyo! T.T
Akh, ada yang tahu Detective School Q, gak? di anime-nya kan ada sekolah detektif yang pembagian kelasnya berdasarkan kemampuan siswanya. Tapi, kelas Q seperti diisolasi jauh di belakang setelah hutan berpohon-pohon tinggi yang ditanam rapi. Kiyo pinjam konsep itu untuk sekolah Sakura. Hanya saja, di DDS, kelas Q itu kelas dengan siswa berkemampuan luar biasa. Nah, di sini, Kiyo balik jadi kelas anak-anak badung yang bandelnya minta ampun, hingga harus diisolasi.
Terakhir, makasih atas kesediaannya membaca!
Kritikan membangun, flame, atau pun pujian, diterima lewat review
_Kiyo_
