Haloooo~ Rei disini. Setelah bergelut di genre Angst dan Hurt/Comfort, Rei akan mencoba menjajaki dunia Humor. Ini fic humor pertama Rei, jadi kalau garing, mohon dimaafkan dan tolong beri Rei petuah, wangsit, hidayah, ilham mengenai fic ini.

Yap langsung saja ya. Yuu-kun ayo bantu!


Naruto by. Masashi Kishimoto

Audisi Akatsuki by. IceQueen Rei-chan Yuki and Seiryuu

Rate T

Genre Humor/Friendship/Romance

Pairing AkatsukixDeidara (hayo, tebak siapa yang berhasil dapetin Deidara)

OOC, Sho-ai, Garing, Gaje, Aneh, Maksa, De El El.


xXxXx

Konan menguap. Dalam hati menggerutu, kenapa harus ada audisi pencarian bakat. Ups.. pencarian anggota baru kalau yang ikut audisi mengancam popularitasnya sebagai wanita satu-satunya di Akatsuki. Lihat saja si pirang yang berdiri disana itu, entah dia laki-laki atau perempuan, yang jelas Konan tak suka cara semua anggota Akatsuki –kecuali Sasori yang sibuk bermain boneka- menatapnya.

Salahkan Kisame yang dengan bodohnya membuang semua poster audisi. Untung Itachi masih menyimpan selembar posternya sehingga audisi ini masih ada yang ikut.

-Flashback-

Ricuh bisik-bisik warga mengalun merdu bak burung bercicit di pagi hari. Di salah satu pojok kerumunan warga, tampaklah seorang pemuda tampan sedang dirayu oleh mahluk aneh, katakan saja hiu atau siluman hiu. Saya tak tahu ada hiu bisa bernafas di darat.

"Sudahlah, Itachi-san. Tak perlu repot. Biar saya yang bicara. Kau tunggu disini saja."

Mahluk yang lagi-lagi tak saya ketahui jenisnya itu berbicara penuh keyakinan. Bukan apa-apa, dia hanya takut jika kulit putih mulus Itachi berubah kecoklatan gara-gara berpanas-panasan ria. "Tapi, Kisame-san…"

"Tak ada tapi-tapi-an. Itachi-san tunggu disini saja." Kisame mendorong pelan Itachi pada sebuah bangku di dekatnya. Akhirnya Itachi nurut dan duduk manis di bangku sementara Kisame maju ke tengah kerumunan warga.

Tatapannya sangat serius sampai membuat orang-orang disana menjadi terdiam. Kisame melirik anak kecil yang sibuk menjilat es krim, dan saat pandangannya bertemu dengan Kisame, es krim anak itu meleleh.

"Kaasan~ orang itu punya santet! Masa' es krimku langsung meleleh. Hwaa~!"

Dahi Kisame berkedut. Seenaknya saja anak itu mengatai dia punya santet. Jangankan punya, arti santet saja dia tak tahu. Jadi jika ada yang mengatakan Kisame punya ilmu santet, tolong jangan dipercaya. Itu fitnah!

"Ehm…" mengabaikan tangisan dan sumpah serapah yang dilemparkan ibu sang anak, Kisame mulai bersuara.

"Saudara-saudara, sebangsa tanah sebangsa air…"

Kisame berdehem lagi. Mencoba mengangkat wibawa terpendam yang dia simpan untuk saat-saat tertentu.

"Saya Hoshigaki Kisame, menyatakan… akan mencalonkan diri sebagai ketua Perkumpulan Cinta Alam se-Kirigakure."

GUBRAK!

Hilanglah sudah harkat derajat martabat seorang Uchiha Itachi yang secara tidak langsung telah dinodai oleh rekan kerjanya sendiri.

"Kisame-san, bukan itu tujuan kita kesini!" Itachi menggeram, menjaga citranya sebagai pria tampan by default yang kalem dan tak mudah terpancing emosi. Walau dalam hatinya dia sudah sangat ingin menjadikan Kisame sebagai sup hiu untuk makan malamnya bersama sang adik tercinta.

Sadar dengan kebodohannya, Kisame kembali memasang wibawanya.

"Saudara-saudara, sebangsa tanah sebangsa air… Saya Hoshigaki Kisame menyatakan…"

Mendadak hening. Itachi mengorek kupingnya. Suara tikus tertabrak masih terdengar, begitupun suara nyamuk yang ditepuk diatas sebuah kulit. Hanya suara Kisame yang menghilang dibalik bisik-bisik warga disekitarnya. Ah, sudahlah. Mungkin Kisame lebih senang memakai sandi semaphore atau sandi rumput.

"Tuan, kalau yang ini ditumis atau dimasukkan ke kuah?"

Oke. Ini aneh. Tujuan mereka mencari calon anggota baru Akatsuki, meskipun memakai alat peraga seperti kompor, wajan, sayuran dan bumbu masak, tak perlu juga bertanya ditumis atau dimasak. Apa hubungannya?

"Oh, sayuran ini dicuci dulu, setelah itu diiris dan tumis setengah matang. Baru masukkan ke kuahnya," kali ini Kisame menyahut.

"Oh~" suara ibu-ibu ber-oh serempak.

Mau tak mau, Itachi jadi penasaran. Dia bangkit dari bangkit dari bangkunya dan membelah kerumunan massa.

What the hell? Untuk kedua kalinya harkat derajat martabat seorang Uchiha yang susah payah dijunjung tinggi oleh Itachi harus dinodai kebodohan rekan kerjanya sendiri.

"Kisame-san!" hampir habis kesabaran Itachi. Sekali lagi, Itachi tekankan, tujuannya untuk mencari anggota baru Akatsuki. Bukan DEMO MASAK!

"Ayo pergi!"

Terlanjur malu, Itachi akhirnya menyeret Kisame menjauh dari warga. Para ibu-ibu mendesah kecewa. Ada pula yang sempat berteriak, "Tuan, Dimasaknya berapa lama?"

"Cukup lima menit~" tahu siapa itu? Yap, Kisame masih sempatnya menjawab antusiasme ibu-ibu dalam demo masaknya.

Bisik-bisik warga terdengar makin heboh kala Itachi dan Kisame sudah agak jauh. Bahkan Itachi sempat mendengar seseorang berkata, "Lain kali, Tuah Hiu itu demo masak tanpa isterinya saja. Isterinya galak sekali."

Itachi mengeratkan cengkramannya pada baju Kisame.

"Kisame-san, kalau masih mau melihat dunia, lebih baik setelah ini saya yang melaksanakan tugas. Kisame-san tak perlu repot-repot DEMO MASAK lagi," titah sang pria tampan by default dengan penekanan pada kata 'demo masak'.

Kali ini takkan Itachi biarkan harkat derajat martabat seorang Uchiha yang susah payah dijunjung tinggi dinodai secara tidak langsung oleh rekan kerjanya. Akan itachi tunjukkan betapa berbedanya wibawa yang mereka miliki-tentu lebih tinggi wibawa Itachi.

Sekarang pun, perbedaan wibawa dan kehormatan mereka sudah terlihat. Terbukti dengan cara Itachi yang menyeret Kisame dengan menarik kerah baju belakangnya, bukan menggendongnya ala bridal style karena disini tak ada pair KisaIta dan saya juga tak rela jika fic ini ber-pair KisaIta.

Tanpa disadari Itachi, Kisame sudah menjulur-julurkan lidah karena tercekik bajunya sendiri.

Lebih tragis lagi karena sesampainya di penginapan, Itachi melempar Kisame begitu saja layaknya orang buang sampah. Akhirnya kita tahu kalau Uchiha adalah keluarga yang selalu membuang sampah sembarangan.

Itachi merebahkan diri dilantai. Dua hari berlalu sejak kepergiannya dari markas untuk menjalankan misi. Tapi sampai detik ini belum ada tanda-tanda misinya berhasil. Siapa lagi pelaku yang menyebabkan kegagalan misinya selain rekan kerja sendiri.

Itachi bangkit. Daripada tak ada pekerjaan, lebih baik ia membereskan barang-barangnya di penginapan. Siapa tahu hari ini mereka mendadak akan pulang ke markas.

Itachi menggeser pintu kamarnya. Dan yang dia temukan adalah… Adiknya tercinta sedang direnggut keperawanannya oleh pria hidung belang!

Jelas bukan! Yang Itachi temukan adalah suasana hening dan rapi. Terlalu rapi sampai tak ada satu barangpun disana.

"Kisame-san!" teriak Itachi. Kaget, panik, Itachi tak bisa menemukan Kisame dan semua barang-barangnya dimanapun. Di penginapan, di rumah makan, di kolong meja, di aquarium, di tong sampah, tak nampak secuil upil pun jejak Kisame.

"Kalau begini, saya bisa dihabisi oleh Pein-sama," gumam Itachi sambil membayangkan wajah seram Pein. Itachi langsung merinding.

"Jangan takut, Itachi.. Jangan takut.. Bayangkan saja Pein-sama tanpa busana."

Khayalan Itachi langsung memunculkan bayangan Pein tanpa busana tapi masih pakai celana, berpose dengan gagahnya di tepi pantai khas langit senja. Deburan ombak menjadi latar ketika tatapan Pein mengarah pada Itachi.

Itachi memukul kepalanya. Mimpi apa dia sampai bisa melihat bayangan seperti itu? Inilah bahaya dari khayalan. Apa yang tampak bisa lebih bagus meski tanpa trik kamera dan sebagainya.

Nan jauh disana, Kisame berdiri menghadap laut. Dia melambai-lambaikan tangannya guna memanggil teman-teman yang sudah pasti adalah para hiu. Kisame berdehem lebih dulu. Mungkin wibawanya akan keluar juga dihadapan saudara-saudara jauhnya.

"Bapak hiu, Ibu hiu, Adik hiu, Nona hiu, Tuan hiu dan hiu-hiu lain yang tak kusebutkan. Saya berada disini ingin menyampaikan maksud dan tujuan saya memanggil anda sekalian."

Kisame berdehem lagi. Ia merogoh tas pikniknya dan melempar selebaran kertas ke laut.

"AYO, IKUTILAH, IKUTILAH, AUDISI PENCARIAN ANGGOTA BARU AKATSUKI. TANPA DIPUNGUT BIAYA. PENGINAPAN DAN KONSUMSI DITANGGUNG PANITIA!" Teriak Kisame menggunakan pom-pom mirip dengan cheersleader yang mati lalu arwahnya hidup lagi dan menggunakan tubuh hiu sebagai ganti tubuh aslinya.

Nging.. nging.. nging..

Suara tak jelas sayup-sayup sampai ke telinga Itachi. Itachi menahan diri untuk tidak menggunakan amaterasu jika bertemu Kisame. Apa lagi yang diperbuat siluman hiu itu?

"Jangan-jangan, Kisame-san…"

Mendadak wajah Itachi yang kaget luar biasa ter-close up dari sebuah kamera yang kebetulan sedeng melaksanakan syuting sinetron. Hore, Itachi masuk TV.

Itachi langsung melompat dari satu pohon ke pohon lain. Satu atap ke atap lain, satu kepala ke kepala lain alias menginjaki kepala orang. Sampai di tempat tujuan, Itachi tak bisa menyembunyikan raut kaget dan speechless-nya. Memangnya hiu bisa baca?

"Kisame-san! Kenapa posternya dibuang kelaut?"

"Biar para hiu juga ikut." Jawab Kisame dengan tampang saya-tak-tahu-itu-sok-polos-atau-polos-sungguhan.

"Kisame-san!" Itachi menggeram. Tak bias ditahannya lagi untuk tidak menjadikan Kisame sebagai santapan makan malamnya bersama adik tercinta.

PRANG! BUK! JEDAK! TAK! PLAK! SWING! BYURR~!

Jelas itu adalah suara Kisame yang baru saja ditendang Itachi dan sukses nyebur ke laut.

Untung Itachi masih menyimpan selembar poster untuk jaga-jaga, sehingga pencarian anggota baru masih bisa dilakukan meski lewat selembar poster, dan Itachi masih selamat dari khayalan kegagahan Pein.

xXxXx

"Hei, kembali, un!" suara serak-serak-cempreng membahana ditengah hutan. Kelinci-kelinci yang tadinya bercinta ria kini mengalami kejang-kejang. Burung beo yang hendak berkata 'I Love You' malah jadi berkata 'I Lap You' pada pacarnya. Beruang yang tengah menyantap madu harus tersedak tawonnya. Cacing yang hamil pun terpaksa harus melahirkan sebelum waktunya.

Detik berikutnya, hutan itu bagaikan karnaval dengan berbagai macam bangsa dan budaya. Ada yang bercicit, mengaum, melolong, ada pula yang meratap karena tak tahu harus mengeluarkan suara apa.

Alasannya hanya satu. Tetap menjadi alasan langganan kenapa hutan mendadak ribut layaknya orang tawuran.

"Kembalikan pisangku, un!" suara serak-serak-cempreng kembali membahana. Dari kejauhan tampak seekor kera mengais pohon pisang dan dibelakangnya satu mahluk pirang panjang dengan poni menutupi mata kiri yang diragukan kelaminnya tengah berkejar-kejaran ala film india.

"Hei, cepat kembalikan, un!" pisangnya dicuri kera. Sangat tidak elite. Sebagai teroris, setidaknya dia ingin pisangnya dicuri oleh pencuri kelas kakap yang berpengalaman menggelapkan uang Negara atau semacamnya. Bukan kera.

"Kau mau aku bom, un! Kalau mau aku bisa menghancurkan hutan ini dengan sekali ledakan, un!" ancam si pirang. Namun jika kalian sadari siapa yang konyol disini, ancaman si pirang takkan menyeramkan. Kera itu juga tidak mengerti bahasa si pirang.

Sesampainya di gerbang hutan, si kera melempar pohon pisangnya ke jalanan desa. Tak lupa si kera juga memberi deathglare pada si pirang.

"Ngak ngik nguk ngak ngik nguk ngik nguk ngik ngik nguk…"

"Un?" tanda tanya besar muncul dikepala si pirang. Ayolah, ini saatnya menjalin hubungan-bukan pacar-antar sesama mahluk hidup. Si kera sedang mengajaknya bicara, tak sopan jika si pirang menjawab sekadar 'un' saja.

Maka dari itu, si pirang merogoh tas pinggangnya. Selain kunai, shuriken, tanah liat, pisau cukur, sisir serta bedak yang ada didalam sana, masih ada satu benda keramat warisan turun temurun dari seorang pengarang buku. Apa lagi kalau bukan 'alat bantu pendengaran'.

Bohong! Benda keramat warisan seorang pengarang kakak ipar dari keponakan adik sepupu yang kakaknya menikah dengan anak ketiga kakak sepupu kedua-Kamisama kapan ini berakhir.

Singkatnya, si pengarang itu masih punya hubungan darah dengan si pirang, dan warisan keramat turun temurun miliknya adalah buku 'Mengenal 1001 Tata Bahasa Serta Beragam Budaya Hewan'.

Si pirang membolak-balik halaman bukunya, kosa kata dan tata bahasa yang digunakan si kera sangat sesuai dengan EYD. Apalagi dalam kalimatnya terdapat pesan moral yang bermanfaat. Lihat yang dilakukan si pirang. Saking terharu, si pirang sampai mencatat kata-kata si kera.

"Dasar manusia munafik! Kalian selalu menolak disamakan dengan kami, tapi makanan kalian pisang, sama seperti kami. Ambil saja pohon ini, makan sepuasnya. Sekalian kami antarkan pisang setiap hari asal kalian tidak seenaknya mencuri di wilayah kami. Kalian tahu berapa yang kami keluarkan untuk membuat kebun? Mahal! Mahal! Sekarang ini jamannya Global Warming, tanah kami tidak sesubur dulu! Jangan buat kami susah!"

Benarkah artinya sepanjang itu? Entahlah. Hanya dia dan buku 'Mengenal 1001 Tata Bahasa Serta Beragam Budaya Hewan' yang tahu.

Singkat cerita, si pirang pulang ke desanya dengan hati senang. Untuk saat ini, makanannya terjamin. Pisang yang didapatnya bisa dijadikan berbagai olahan makanan. Pisang goreng, pisang rebus, pisang bakar, pisang panggang, sup pisang, tumis pisang, sate pisang dan pisang-pisang lainnya.

Tak sia-sia kerja kerasnya bergelut didunia teroris pisang. Sekarang dia bisa menikmati buah manis dari pekerjaannya sebagai perakit bom pisang. Congratulation for your success life, blondie. Tapi kenapa dari tadi kata 'pisang' terus terabsen.

"Hiks… hiks…" seorang kakek tua sesenggukan di depan got. Disampingnya terdapat keranjang buah yang kosong, dan di dalam got beberapa apel tampak mengambang indah.

"Kakek kenapa, un?" Tanya si pirang kasihan. Sungguh tega warga desanya membiarkan kakek tua menangis sendirian didepan tempat pembuangan sampah, air cucian dan ehem-saya sensor katanya.

"Apel-apel Kakek jatuh ke got. Rencananya Kakek mau menjual apel-apel itu ke pasar, hiks. Gimana Kakek bisa makan, hiks…"

Si pirang tersentuh hatinya. Teroris juga manusia. Dia masih punya hati nurani untuk merasakan penderitaan disekitarnya.

"Kakek bawa saja pisang-pisang ini, un," si pirang menyerahkan seluruh rezeki miliknya. Mudah-mudahan si pirang dapat balasan yang lebih dari Kami-sama. Amin~

"Kau baik sekali, Nak. Kakek baru bertemu dengan anak muda seperti kamu," yang baik, imut, manis, lucu, andai kamu mau saya jadikan isteri.

"Ah, Kakek berlebihan, un. Biasa saja, un."

Sesaat adegan mereka layaknya seorang kakek yang hendak member apel pada cucunya. Dan memang akan terjadi seperti itu.

"Sebagai gantinya…" sang kakek berjongkok mengambil satu buah apel dari got.

"Ambilah ini, Nak…" wajah sang kakek sumringah. Dalam bayangannya, si pirang akan menerima apel itu dengan senang hati dan mau dia jadikan isteri.

Si pirang terbelalak tak percaya. Si kakek baru saja mengambil satu apel dari got untuk diberikan kepadanya. What the…?

"Ti-tidak usah, Kek. Saya ikhlas kok, un."

"Ya ampun, Nak. Ambil saja. Lagipula ini bukan cerita Snow White yang apelnya diracuni."

"Apelnya memang gak diracun, un. Tapi kalau dimakan tetap saja jadi racun, un."

Si pirang membayangkan berapa banyak virus yang ada di got hasil pencemaran sampah, air cucian dan ehem-saya sensor katanya. Jangan sebutkan lagi!

Pola hidupnya sehat. Dia tidak jorok dan tidak bodoh untuk tergoda apel merah menggiurkan hasil campuran sampah, air cucian dan ehem-saya sensor katanya.

"Un, GYAAA~" si pirang lari terbirit-birit. Imannya tak sanggup menghadapi pemberiansemipaksa dari si kakek. Sedikit menyesal pula, kenapa pisangnya tidak dibawa. Lihat sendiri tadi si kakek mengambil apel dari got. Kalau tak jijik dipungut, untuk apa si kakek menangis ala pemuda ababil putus cinta. Uw… jorok.

Di tengah larinya, si pirang menemukan selembar poster berwarna hitam motif awan merah terpampang di tiang listrik.

"Akatsuki, un," si pirang menggumam.

Menarik. Pendaftaran tidak dipungut biaya, penginapan dan komsumsi ditanggung panitia. Seringai terpasang di wajah manis si pirang. Saatnya membuktikan pada dunia bahwa teroris telah datang. Dicabutnya poster itu dan dibawa pulang. Rasanya aku pernah mendengar kalimat ini?

Audisinya besok. Hari ini, dia bisa mempersiapkan mental dan kemampuan untuk besok. Akatsuki, lihat saja. Beberapa hari kemudian, si pirang yakin dia pasti sudah memakai jubah hitam motif awan merah cirri khas kebanggaan akatsuki, un!

-To Be Continued-

xXxXx


Fic ini pernah saya publish bukan di FFn. Tapi disini saya sudah mengedit jika suatu hari ada yang menemukan fic ini di sebuah situs jejaring sosial yang paling terkenal dan ada kesamaan sedikit-banyak-banyak mohon jangan langsung memarahi saya. Berarti yang anda temukan itu adalah akun saya. Dan saya berhak meng-edit fic saya sendiri sesuka hati.

Nah, terima kasih bagi reader yang menyempatkan membaca fic aneh ini. Terakhir, berkenankah meninggalkan jejak review kalian di fic ini?

Arigato.

Aizuka Rei and Mangetsu Seiryuu.