AN: first of all, Author mau minta maaf kalo misalkan fic buatan Author masih agak jelek dan kurang memuaskan, karena baru pertama kalinya menulis di Fandom Twilight. Tapi Author ingin menekankan, bahwa ide dari semua ini hanyalah karanganku murni. Aku tak pernah mencontek karya orang lain, jadi maafkan Author kalau mungkin ide dan jalan cerita agak mirip dengan fic luar/dalam, terimakasih.
Disclaimer: Twilight Saga is 100 % created by Stephenie Meyer.
WARNING: Gaje, plot cepat, jelek, gak memuaskan, dan sederet ketidaksempurnaan lainnya.
Happy Reading!
Renesmee's Normal Life © Beatrixmalf
Sinar mentari pagi membangunkanku dari Mimpi Sempurnaku. Dengan malas aku mengangkat kakiku yang mulai jenjang sekarang. Yeah, umurku sekarang adalah 12 tahun, tentu saja itu hanya kiasan dalam arti lain—mungkin dengan tahun manusia aku masih berumur 4,5 tahun.
Aku melihat sekeliling dengan pandangan yang masih dihiasi oleh kunang-kunang yang menari-nari. Ternyata Jake belum datang. Aku terpaksa pergi ke sekolah dengan Momma hari ini. Yeah.. mungkin Daddy mau ikut. Aku tak tahu.
"Nessie?" suara Momma, dalam hal ini Bella terdengar dari balik pintu kamarku yang berwarna putih—warna yang berubah-ubah selama 2 tahun terakhir ini—sesuai dengan selera umurku yang berubah sangat cepat.
"Yeah, selamat pagi, Momma," balasku, lalu aku berdiri dari tempat tidur dan mengecup pipi dinginnya—aku sudah biasa.
"Ness.. Jake baru saja memberitahuku ia tak bisa menemanimu hari ini, mereka ada tugas di Seattle. Edward juga tidak bisa karena lagi-lagi ada Janji Berburu dengan Garret dan ehm, kau terpaksa hanya berangkat ke sekolah barumu hari ini denganku," desah Bella, nadanya tampak agak bersalah dan khawatir.
Yah—sekolah baru. Selalu sekolah baru. Tahukah kau, terkadang aku sangat membenci bahwa aku adalah Vampir Hibrida, yang jumlah populasinya hanya ada lima di dunia ini. Bukannya aku tidak mampu mensyukuri atau apa—memang menjadi Vampir Hybrida itu ada untungnya juga, tapi bagian yang paling aku tidak sukai adalah fakta bahwa aku harus berganti sekolah setiap bulan atau paling lama dua bulan, hanya untuk menghindari kecurigaan—yang artinya aku tidak bisa menikmati waktu belajarku.
Yaa, aku beradapatasi dan mempelajari materi dengan baik tentu saja, tapi maksudku-hei! Aku juga ingin menemukan siapakah sahabatku, teman dekat, para fansku, dan kau tahulah intinya.
Jadi seperti pagi ini. Aku akan pindah sekolah ke sebuah sekolah di Portland, entah berapa lama aku akan bisa menetap di sekolah ini.
Aku tersenyum menenangkan, "Tak apa, Mom. Tapi sepertinya kau harus memacu mobilmu lebih cepat, mengingat waktu yang tersedia hanya satu jam," gurauku. Bella tertawa.
"Tenang, Nessie. Kau tahu seberapa cepat diriku jika mengejar tenggat waktu, bahkan kalau perlu aku akan menggendongmu dan membawamu berlari ke sekolah barumu, mengingat tubuhmu yang seringan bulu," katanya tersenyum.
"Momma, please. Aku sudah tak seringan bulu," dengusku, sambil mengaduk-ngaduk pakaian baru yang baru saja diberikan Alice—bibiku, dan berpakaian dengan cepat di depan Bella.
"Bagiku kau selalu seringan bulu," ujarnya, masih tersenyum sayang kepadaku. "Oke, berkemaslah dengan cepat. Aku akan memanaskan mobil."
"Ke," balasku singkat, sambil merapikan rambutku—yang sebenarnya tak perlu dan mengemas buku baru.
-o0o-
Aku menggigit sepotong Croissant yang baru saja dibeli dan melahapnya dengan cepat. Kami sudah sampai di Seattle sekarangm dan waktu masuk tinggal 20 menit lagi. Aku sudah meminum secangkir darah—mungkin kau akan jijik padaku, tapi itulah yang membuatku merasa lebih baik, lagipula aku berusaha meminum pasokan darahku sedikit setiap hari.
"Tahukah kau, Mom, bahwa ini kecepatan tercepatmu selama aku menemanimu mengemudi?" tanyaku ringan, sambil tetap menggigiti Croissant.
Bella terkekeh. "Dan tahukah kau, Nessie, sebelum ini—saat masih manusia, aku selalu menganggap Keluarga Cullen—keluarga kita menyetir terlalu gila, dan sepertinya aku mengerti mengapa mereka mengemudi dengan kecepatan maksimal."
"Mengapa?"
"Karena segalanya tampak terlalu lambat untuk ukuran kami," jawab Bella, mengedip kepadaku. Aku terkikik sebentar lalu kembali memfokuskan pandanganku ke depan.
"Berapa lama lagi?"
"Mungkin 10 menit lagi kita sampai," Bella berkata tenang. Aku menghembuskan napas, dan pendengaran Vampir yang tajam membuat Bella menoleh kepadaku.
"Ada apa, Ness?" tanyanya khawatir. Aku menggeleng, tetapi Bella menelengkan kepalanya skeptis.
Aku mendesah.
"Tidak, aku hanya berpikir… bahwa terkadang aku ingin tumbuh seperti anak normal lainnya," gumamku. Dari sudut mataku, aku dapat melihat tubuh Bella menegang, dan pandangan lurus matanya diwarnai oleh kegelisahan.
"Sudah kubilang, kan, Momma tidak perlu mendengar ini," gerutuku cepat-cepat. Bella menggeleng dan tersenyum.
"Oh, tidak apa-apa, Ness. Aku justru senang jika kau mau berkonsultasi denganku. Dan mengenai itu..," Bella menggigit bibir.
"Sudahlah, Mom, taka pa-apa. Kalau perlu kita membicarakan di rumah nanti saja, kita sudah semakin dekat," kataku mencoba riang kembali ketika melihat Pagar Sekolah Baruku di depan sana.
-o0o-
Portland Creek High School. Yeah, kini aku sudah mulai berjalan ke dalam.
Well, sebenarnya tadi Bella memaksaku agar bergerak lebih cepat dengan kekuatan Semi-Vampirku agar aku tidak terlambat, tapi toh aku tidak keberatan dengan keterlambatan ini. Lagipula aku tidak ingin menjadi pusat perhatian.
Yang selalu terjadi apabila aku memasuki sekolah baru.
Oh, ini dia pintu masuknya! Aku pun segera membuka pintu tersebut dengan cepat dan masuk. Dan yeah, aku langsung disambut oleh tatapan 'whoa' dari semua murid yang berlalu lalang ingin masuk kelas. Oh, yang benar saja. Aku tidak perlu kemampuan Edward untuk membaca pikiran mereka, karena aku sudah tahu apa yang ada di pikiran mereka. Kau juga sudah menerka, bukan?
Sambil mengabaikan mereka, aku terus mencari Ruangan Pusat Informasi. Tiga langkah lagi menuju kesana, dan aku mempercepat langkahku. Dan seseorang menubrukku.
Bau Darah yang Lezat langsung menyambutku. Aku memang tidak begitu sensitif dengan Aroma Darah, seperti Vampir Tulen. Tetapi saat ini aku lumayan lapar. Dan Aroma Darah itu tanpak.. lebih menggiurkan.
"Demi Tuhan. Maaf!" seru gadis muda yang menubrukku tadi. Ia memunguti buku-bukunya yang jatuh.
"Oh ya, tidak apa-apa," kataku tenang, berdiri perlahan-lahan. Ia mendongak dan menyiratkan pandangan bersalah.
"Bukannya aku tidak sopan—tapi aku sedang ditunggu, jadi—" dia tersenyum meminta maaf, dan berlari ke kelasnya.
Gadis aneh. Terburu-buru dan canggung. Dan tatapannya berbeda ketika melihatku. Jika orang-orang melihatku dengan terkejut dan kagum, atau penuh pemujaan—dia hanya menganggapku seperti onggokan barang biasa.
Tapi itu bukan masalah besar. Jadi sambil menenteng tasku, aku berjalan lagi ke arah Pusat Informasi.
-o0o-
Kelas Pertama: Biologi - Mr. Flynn.
Kelas Kedua: Sejarah&Geografi - Mrs. Walden
Kelas Ketiga: Jasmani&Olahraga - Coach Longman
Kelas Keempat: Matematika. - Mrs. Elissa
Great. Dari empat pelajaran yang harus kuhadiri hari ini, aku hanya menguasai tiga bidang. Biologi, Geografi, dan Olahraga. Jangan terlalu menyalahi diriku. Aku bukanlah Dad yang Sempurna—menguasai 50 bahasa, semua Ilmu Pengetahuan dan Sejarah—aku baru hidup 4,5 tahu, ingat?
Jadi, kelas pertama—Biologi. Berdasarkan penjelasan Miss Tucker—Kepala Administrasi, Ruang Biologi hanya berjarak 3 kelas dari sini. Itu berarti aku harus memasuki kelas tempat Si Gadis Canggung berada.
Ini pintunya. Sebaiknya aku mengetuk atau langsung masuk? Ketuk sajalah, agar aman. Edward bilang, Etika Vampir adalah urusan nomor satu agar kau diterima di Dunia Manusia. Yang benar saja.
Pintu itu terbuka, menampakkan sebuah muka runcing, tua dan galak—khas Guru Biologi. Mr. Flynn. Aku mencoba menyunggingkan senyum ramah dan menawan, yang diajarkan Bella.
"Selamat Pagi, Mr. Flynn. Aku Renesmee, murid baru disini. Maafkan atas keterlambatanku sebelumnya, aku harus mengurus administrasi sekolah, tetapi bolehkah aku masuk?" tanyaku, sambil memandangnya lekat-lekat.
Ia menelitiku dengan tajam—seolah aku adalah objek eksperimen yang mengerikan. Lalu pandangannya mencair dengan lebih lembut.
"Oh iya, kau Ms. Cullen? Begini, Ms. Cullen, aku menolerir keterlambatanmu hari ini, tetapi kau harus mencamkan baik-baik bahwa aku adalah guru yang menjaga disiplin tinggi. Mengerti maksudku? Dan kau boleh masuk. Perkenalkan dirimu dahulu," terangnya, lalu ia berjalan masuk kembali ke dalam kelas. Aku mengekorinya.
"Class! Aku butuh perhatian. Ada murid baru yang akan memperkenalkan diri," serunya kepada kelas yang Ricuh dan Penuh Obrolan. Lalu tiba-tiba suara itu menghilang dan hening, dan bisik-bisik menjalar.
"Siapa ya, dia? Parasnya terlalu cantik untuk ukuran Portland," bisik seorang gadis berambut pirang kepada temannya. Hei, aku ada warisan Indra Vampir, tahu.
"Bloody Hell, tubuhnya ramping sekali. Jika aku mengejarnya, bisakah aku mendapatkannya?" komentar salah seorang lelaki di ujung ruangan, dan aku segera beralih ke sura itu dengan mual. Seorang lelaki tampan (lebih tampan Jacob-ku, sebetulnya) menyeringai dan mengedip ketika tatapannya bersirobok denganku. Menggelikan.
"Jadi, Ms. Cullen, silahkan memperkenalkan diri?"
Aku berdeham kecil, dan mengeluarkan suara merduku.
"Good Morning. Aku Renesmee Carlie Cullen. Kalian bisa memanggilku Renesmee, dan aku adalah murid pindahan dari Forks. Mulai sekarang, aku akan menjadi murid disini. Mohon bantuan," kataku singkat, dan tersenyum pada seluruh murid. Sebenarnya aku agak enggan melakukan yang ini.
"Baik, Ms. Cullen, kau boleh duduk di samping Ms. Brooklyn Hudson. Meja kedua dari belakang tengah," perintah Mr. Flynn, dan aku mengangguk cepat lalu segera melangkah ke meja Brooklyn, yang kukenal sebagai gadis yang menabrakku tadi.
Aku tersenyum padanya. "Hai, Brook. Atau Hudson?"
Dia balas nyengir, "Brook saja. Kau yang tadi menabrakku, kan?"
Aku memutar bola mata. "Hey, kau yang menabrakku!"
Ia tertawa kecil sesaat lalu kembali menekuni buku pelajarannya dan memerhatikan Mr. Flynn dan ocehannya yang membosankan.
Aku mengeluarkan buku catatan dan buku cetakku. Lalu mulai menulis apa yang dijelaskan Mr. Flynn dengan agak mengantuk. Sebenarnya materi ini sudah kukuasai dengan baik, diajarkan Edward tentu saja.
"Jadi, apakah Forks terlalu kuno untukmu, sehingga kau pindah kesini?" tiba-tiba Brook mengeluarkan suara saat Mr. Flynn membagi-bagikan bundle tugas. Aku menoleh.
"Oh, tidak seperti itu. Aku hanya tidak menyukai iklim lembab," jawabku ringan. Berbohong adalah suatu hal yang sangat mudah dilakukan selain menyalurkan kemampuan abnormalku.
"Whoa, kalau begitu kau bukan Vampir, ya? Ah, tidak asyik," Brook mengatakan hal yang tak terduga dan pensilku meleset di atas kertas tugasku.
"Vampir?" aku mengulanginya sambil tercekat.
"Yeah," ia mengangguk-angguk penuh semangat. "Aku mengetahui hampir seluruh mitos-mitos kuno. Incubus dan Succubus, Vampir dan Pola Hidup mereka, Werewolf, bahkan.. Shape Shifter!"
Aku memandangnya tertarik. "Shape-Shifter?"
"Yeah. Mereka adalah sekumpulan manusia yang dapat bertransformasi menjadi binatang, tergantung mereka ingin menjadi binatang apa. Misalkan, berdasarkan mitos yang ada, Para Shape-Shifter di Amazon mengubah diri mereka menjadi Anaconda dan melindungi Kaum Manusia Pedalaman, dan yang baru-baru aku dengar.. aku mengetahui adanya Shape-Shifter yang berwujud Serigala, dan hal tersebut menyebabkan kerancuan perbedaan Shape-Shifter Serigala dan Werewolf," jelas Brook berbinar-binar. "Tapi tentu saja aku masih giat mencari tahu dimana Shape Shifter Serigala," tambahnya dengan sedih.
Astaga. Hampir 90 % yang dikatakan gadis aneh ini benar. Darimana ia dapat dapat mengetahui hal seperti ini?
"Whoa. Kau tertarik dengan mitos kuno? Darimana kau mengetahui legenda-legenda itu? Aku belum pernah menemui itu dalam pencarian Google atau sumber-sumber lain," selidikku. Ia mengerlingku sambil menyeringai.
"Itu rahasia besar. Kau akan menderita jika aku membocorkan rahasiaku, percayalah," gumamnya tertawa.
"Oh, aku percaya kok," jawabku sepenuh hati. Akupun menjamin jika aku menceritakan tentang Mitos-Mitos Kuno yang benar adanya, maka ia pun akan mengalami penderitaan yang tak pernah di bayangkannya.
Brook menatapku simpati. "Mungkin aku bisa menceritakannya.. lain kali," katanya sambil terkekeh, lalu ia kembali menggoreskan penanya ke buku latihan.
-o0o-
Kelas kedua adalah Sejarah dan Geografi. Bel pergantian kelas berbunyi dan aku menoleh ke arah Brook yang juga sedang membereskan bukunya.
"Apa sehabis ini?"
Brook mengalihkan pandangannya. "Aku Bahasa Inggris sehabis ini, kau?"
Aku mendengus sebal—setidaknya aku ingin sekelas dengan Brook, seseorang yang sudah kukenal dan lebih menyenangkan daripada semua teman terdekatku sejak dulu.
"Sejarah dan Geografi," kataku singkat.
"Oke, kalau begitu sampai ketemu di Acara Makan Siang. Daaaah," ia melambai padaku, dan berlari ke luar kelas. Aneh, sepertinya ia selalu terburu-buru dan berusaha datang lebih awal ke kelas lain?
"Hei," seseorang berkata di sebelahku dan aku menoleh. Lelaki yang tadi mengedip padaku kini tengah berdiri di samping mejaku, tersenyum menawan yang bagiku, memualkan. Ia mengangkat tangannya.
"Hai, Renee. Aku Stephen Monteith," katanya, dan aku menjabat tangannya setengah hati. Renee? Yang benar saja.
"Sebetulnya aku lebih suka dipanggil Renesmee, tolong," jawabku kaku. Ia menaikkan alis matanya, agar kelihatan cool. Ih! Mengapa selalu ada seseorang seperti ini di sekolahku yang baru, Demi Tuhan.
"Oh, maaf," tapi ia kelihatan tidak menyesal. "Jadi ada kelas apa selain ini? Sehabis ini?"
"Sejarah dan Geografi," kataku sekenanya, mulai berjalan meninggalkannya. Dan ia memang tak tahu diri, menjejeri langkahku dan bertanya seperti anak kecil.
"Wow, kita sama! Baiklah, ayolah bersama-sama kesana," katanya bersemangat. Ya, ampun. Sepertinya aku harus bertahan menghadapi kelas Sejarah dan Geografi dengannya selama yang aku mampu.
Dan aku menjalani Pelajaran itu dengan cukup baik, meskipun fakta bahwa Stephen Monteith yang mengekoriku sangat mengangguku, tetapi yah—Geografi kan pelajaran favorite ku, jadi masih lumayan lah. Pelajaran ini diawali dari perkenalanku, dan aku kembali menjadi pusat perhatian dengan bisikan-bisikan yang agak menggangguku. Lalu kegiatan itu dimulai ketika Mrs. Walden menjelaskan tentang Perang Dunia dan daerah mana yang terkena dampak, yang berarti hari ini lebih didominasi oleh Geografi. Well—tidak buruk.
Bel pelajaran kembali berdentang, dan aku segera meninggalkan Stephen yang sedang menyisir rambutnya. Tujuanku hanya satu: makan dengan tenang bersama Brook, lalu mulai berbicara tentang kecintaannya pada mitos yang sangat menyatu dalam hidupku. Aku menduga Brook setidaknya berkaitan dengan seseorang yang penting dalam mitos, mungkin?
Dan aku berpikir, langkah lucunya jika Brook menyadari bahwa teman barunya ini adalah salah satu makhluk dari mitos tersebut.
Cafetaria sudah ramai saat itu, dan tiba-tiba sekelompok anak perempuan yang tampak fashionable berdiri di depanku. O-oh.
"Hai," sapa salah seorang gadis berambut pirang menawan, seperti Rosalie, tapi kecantikan Rosalie 10 kali lipat dibandingkannya.
"Eh? Oh, hai juga," sapaku heran, tersenyum sambil merapikan rok-ku.
"Kau Renesmee, kan? Aku Cassie, dan ini Vicky, Tania dan Beth. Jika kau tidak keberatan, maukah kau duduk bersama kami? Aku memiliki banyak pertanyaan untukmu," katanya memohon. Ia memperkenalkan teman-temannya. Gadis dengan warna Coklat Hazel itu Vicky, Tania yang berambut hitam dan Beth berambut Coklat Gelap. Mereka semua tersenyum.
Aku menyetel air muka sesopan mungkin. "Ah, aku yakin pasti menyenangkan berbincang dengan kalian, tapi aku sudah ada janji dengan Brook, jadi—mungkin lain kali," jawabku. Wajah Cassie agak mengerut sedikit.
"Brooklyn? Hati-hatilah—kau bisa tertular Aura Vampirnya," katanya terkekeh. "Oke, sampai besok kalau begitu," lanjutnya, lalu berlalu. Aku dapat menangkap akan kesan ketidaksukaan mereka kepada Brooklyn.
Jadi, aku berjalan ke meja kosong tempat Brooklyn sedang berkutat dengan pensil, kalkulator dan I-Podnya.
"Hey, girl," sapaku, dan duduk di depannya. Nampan telah kuambil tadi, dan sekarang telah penuh dengan berbagai macam makanan.
"Oh, halo Nes," sapanya, melirik sedikit sambil menggoreskan penanya serius. Aku membelalakkan mataku.
"Kau tahu nama panggilanku?" tanyaku terkejut. Ya, dia memanggilku 'Nes'. Brook mendongakkan kepalanya.
"What? Aku memanggilmu Nes, Re-Nes-Mee, kan?" tanyanya heran. Aku cepat-cepat mengangguk dan menyuap Shirloin Steakku.
"Jadi apa nama panggilanmu? Kalau kau mengizinkan, namamu agak sulit diucapkan. Mungkin ada nama yang lebih praktis?" tanyanya, menyudahkan Tugas Matematikanya dan menatapku.
"Yeah, sebenarnya—ada. Nessie, kalau kau mau tahu. Tapi itu hanya berlaku bagi keluargaku," timpalku terkekeh.
"Nessie—seperti Monster Loch Ness?" katanya menahan tawa. "Oke, baiklah, jangan marah. Aku boleh memanggilmu Nessie, kan?"
"Yah—kau memang tidak tahu diri, jadi ya terserahlah," kataku pura-pura sedih. Ia tertawa, sama sekali tidak tersinggung.
"Jadi kau sudah bertemu dengan Para Cewek Unordinary?" katanya, dengan kesan jijik dalam suaranya. Ia menggigit Burger nya dengan satu gigitan besar.
"Unordinary?"
"Cassandra Longman, Victoria Hope, Nathania Kirk dan Annabeth McDonald," katanya memutar bola mata.
"Ah—sudah."
"Aku heran mengapa kau tidak menyambut tawaran mereka?"
"Wah, kau ternyata memerhatikanku," kataku bercanda, tetapi dia hanya menatapku.
"Okay, okay, they are annoying. I can see that. And I prefer you than all of them to having a comfort lunch, puas?"
Brook tertawa, dan aku hanya memutar bola mata.
"Kau musti tahu, Ness. Bergaul denganku ada akibatnya. Kau tidak akan bisa menjadi Popular Girl seperti mereka, dan sebenarnya kau punya potensi itu," pesannya serius. Aku menatapnya sesaat lalu meledak tertawa.
"Oh, Brook! Kupikir kau lebih pintar dari itu. Untuk apa aku mencari ketenaran? Selama aku lebih nyaman berteman kepadamu daripada mereka kan tidak ada masalah," kataku ringan.
Brook menatapku selama beberapa saat. Wajahnya agak merona sedikit.
"Kau sudah punya pacar?" katanya tiba-tiba. Aku terperanjat.
"APA?"
"Wow, santai Ma'am. Kau sudah punya pacar?"
"Err—sebenarnya sudah."
Senyumnya terangkat membentuk seringaian. "Pantas saja aku tidak melihatmu mencoba menarik perhatian laki-laki di sekolah ini."
"Ugh, sebenarnya kalaupun aku tidak punya pacar, aku tidak akan melakukan itu kok," sergahku memutar bola mata. Ia tertawa.
"Kalau begitu siapa pacarmu? Kelas berapa?"
Aku terdiam selama beberapa saat. Biasanya aku akan berbohong untuk menjawab hal-hal semacam ini, tetapi entahlah—Brook adalah seseorang yang membuatmu tidak dapat menyembunyikan rahasia.
"Ng, dia terpaut 5 tahun dariku."
Apel yang dipegang Brook menggelinding dan jatuh. Wajahnya penuh horror. Lalu ia segera mengambil apelnya dan memandangku geli.
"Ya, ampun. Seleramu tidak dapat diprediksikan ternyata. Lima tahun? Siapa namanya?"
"Jake. Memang menurutmu seleraku seperti apa?"
"Yah—mungkin lelaki tampan dan mapan seperti Justin Bieber?" sarannya dengan mimik lucu. Aku tertawa keras, sehingga beberapa orang menoleh ke arahku.
"Yang benar saja! Justin Bieber itu jelek, lagipula," kataku.
"Hei! Jangan menghinaku. Aku Beliebers, kau tahu?"
Dan kami berbicara ringan seputar kehidupan di luar sekolah, dan untuk pertama kalinya, aku dapat merasakan kehadiran sahabat.
Yah—sesuatu tidak dapat diprediksikan, bukan?
-o0o-
Aku baru saja mengeringkan rambutku dengan handuk ketika Edward membuka pintu rumah. Ia menyunggingkan senyum lebar dan penampilannya tak tercela, meskipun ia baru saja melewatkan satu hari dengan berburu.
"Bagaimana harimu?" tanyanya dan langsung merangkulku. Aku balas merangkulnya dan duduk di sofa, mengganti-ganti channel sampai menemukan National Geographic.
"Sebagian menyenangkan, sebagian membosankan," kataku datar. Bella belum pulang dari Rumah Charlie, kakekku, dan aku praktis berdua saja dengan Ayahku Tercinta.
"Wow—kemajuan besar, Ness. Sebelum ini aku hanya mendengar 'sedikit menyenangkan', dan 'membosankan' dan hal negative lainnya. Jadi dimana letak menyenangkannya?" Selidik Edward.
"Err—sebenarnya aku sudah berteman akrab dengan seseorang," kataku canggung. Aku lebih suka berbicara hati-ke-hati dengan Bella, karena dengan caranya sendiri Bella dapat memahamiku. Dan jangan salahkan aku jika sikapku seakan mengabaikan Bella dan Edward—orangtuaku, aku sebenarnya sangat mencintai mereka.
Edward tersenyum membaca pikiranku. Ia tahu bahwa aku tidak suka berbicara normal, aku lebih suka kemampuan abnormalku untuk berkomunikasi dengan Para Cullens.
Aku menyentuhkan tanganku ke tangan dinginnya dan untuk sementara Edward membaca pikiranku. Kau pasti berpikir mengapa aku perlu repot-repot menggunakan kemampuanku untuk Edward, kan? Toh, pasti ia juga dapat membaca pikiranku juga.
Tapi ternyata mekanisme kemampuan kami berbeda. Jadi, jika Edward bisa membaca pikiranku, ia hanya dapat melihat kilas gambaran dan suasana pikiranku. Tapi jika aku menyalurkan kemampuanku, Edward bisa benar-benar menjadi diriku untuk sementara. Kau mengerti, bukan?
"Ah—begitu," jawab Edward sekenanya. "Kupikir kau perlu menunjukkan temanmu yang menarik itu kepadaku, Ness. Aku perlu mengetahui darimana ia mengetahui itu semua.
"Okay, Dad. Tapi jangan melibatkan dia dalam bahaya, ya? Dia sahabat pertamaku," pesanku memohon. Sorot mata Edward melembut.
"Dan Dad—kau harus mandi! Kau Bau Singa Betina!" gurauku melemparkan bantal kepadanya. Ia menangkap bantal itu dengan cepat dan tertawa.
"Baiklah, Ma'am. Jika kau mau, kau bisa ke Rumah Besar. Bella akan kesana," pesannya, dan ia mengecup ubun-ubunku.
"Okay," kataku.
Dan seraya mematikan TV, aku berjalan ke pintu depan, dan membelah kegelapan malam.
-o0o-
Daaaan selesai! Yah—fic Twilight pertama saya. Bagus? Cacat? Jelek?
Tolong maklumi, saya masih amatiran. Kritik dan saran diterima disini, dan jika Review melebihi 4, aku akan melanjutkan fic ini, dan jika tidak, yah.. kita lihat ke depannya ^^" Oh iya, semua Teori dan Informasi yang berada di fic ini karangan saya. Konflik belum terasa disini, dan akan lebih terasa di Chapter depan. Oke, thankyou untuk para Readers dan Reviewer, ya!
