A/N: Halo. Belom bosan kan melihat saya? :D *ditabok* pertama-tama, saya mau mohon maaf kalau ada yang sudah mengklik fic ini dan melihat hasilnya, lalu tidak puas karena jelek. Fandom pertamaku di RosPius nih ehehee. Kenapa aku buat fic Rospius? Gile boooo, gue baru liat di Delicate-nya Padfoot4ever itu Rose Weasley hamil di tahun ke6nya soalnya one-night-stand sama Scorpius di pestanya Al O.O yaampun. And I feel like… akhirnya! Anaknya Hermione sama Draco jadian juga T_T tapi…. Ternyata Scorpius gak nikah sama Rose, soalnya ortunya gak ngijinin. Draco dodol ya-_- kalau ada yang tertarik ngeliat urlnya liat di bawah yaa, tapi read dulu fic ini key key?;;) ohya, fic ini terinspirasi dari Delicate:p

Disclaimer: Semua tokoh dan karakter dimiliki J.K. Rowling, kecuali tokoh yang tidak dikenali dan plot milik saya;p

This is Our Years © Beatrixmalf

Chapter I: Sekelumit Tentang Kami

Perempuan berambut merah kunyit tampak kepayahan memeluk buku-bukunya ketika ia berjalan di dalam kereta yang melaju cepat. Sesekali pekik tertahan terdengar dari dalam mulutnya. Rose Weasley, demikian panggilan akrabnya. Murid Hogwarts yang kini sedang menjalani Tahun Ketiganya.

"Albus! Tidakkah kau kasihan kepadaku sedikit?" Rose berseru kepada sepupu laki-lakinya yang menenteng ransel dengan gembira, 3 meter di depannya. Albus, demikian panggilannya—hanya menoleh dan menyeringai.

"Yang benar saja, Rose. Kau tidak mematuhiku tadi. Kan aku sudah bilang, lebih baik kau menaruhnya satu paket dengan kopermu, agar kau tidak susah payah. Lihat sendiri kan," ucapnya menyebalkan. Rose tidak menjawab, malah mendengus menghina.

"Ya sudah. Cepatlah mencari kompartemen," katanya jengkel. Albus hanya bersiul-siul pelan, sampai akhirnya ia berhenti di sebuah kompartemen dan masuk ke dalamnya.

Cengiran khas Slytherin langsung terkembang saat melihat Scorpius Malfoy, lelaki tampan berambut pirang perak—anak Draco Malfoy menyeringai sambil membuka Coklat Kodok yang berhamburan di pangkuannya. Ya, Al memang terseleksi masuk Slytherin, dan bodohnya lagi Scorpius Malfoy, anak dari musuh bebuyutan Harry Potter—malah menjadi sahabat karibnya.

"Oh, Merlin. Aku tidak mau sekompartemen dengannya," kata Rose tanpa menutup-nutupi ketika ia melihat Scorpius. Scorpius hanya memutar bola mata.

"Ya sudah, pergi cari kompartemen lain sana," jawab Al tak acuh. Scorpius terkekeh.

"Dan buku-bukuku?" seru Rose tidak percaya.

"Gryffindor akan bersikap ksatria demi kepentingannya," kata Scorpius sambil mengikuti gaya seorang ksatria. Rose terpaksa mengalah. Beban buku yang dibawanya serasa berkali-kali lipat lebih berat daripada beban Atlas, Sang Penyangga Bumi. Dan parahnya lagi ia tidak bisa duduk sekompartemen dengan Lily dan Hugo, sepupu dan adiknya yang hari ini akan menjadi murid Tahun Pertama, karena kompartemen mereka sudah penuh, dan duduk dengan James? Itu lebih parah lagi. Victoire dan Teddy baru saja lulus tahun kemarin.. sedangkan Dominique masih berlibur di Prancis, dan Rose tidak bisa sekompartemen dengannya.

"Minggir," desis Rose pada Al, yang duduk di depan Scorpius.

"Apa?" Albus mendongak dengan polos.

"Jangan pura-pura bego, Al. Kau tahu aku tidak sudi satu kompartemen dengan dia," Rose mendesis ke arah Scorpius, "Apalagi duduk di sebelahnya."

"Hei, aku duluan disini. Lagipula aku terbiasa untuk duduk di samping kanan," bela Albus tak mau kalah. Rose memandangnya tajam selama beberapa detik, lalu mengalah dan menghempaskan tubuhnya ke samping Score—dengan jarak satu meter jauhnya.

Kedua laki-laki Slyhterin itu hanya terkekeh, dan Rose mencoba mengalihkan perhatiannya dengan membaca salah satu buku yang dibawanya tadi.

"Apakah buku itu termasuk dalam kurikulum?" bisik Scorpius tiba-tiba, tepat di belakang rambut tebal milik Rose. Rose terlonjak tinggi lalu segera menjauh dengan jijik.

"Jangan mengejutkan—dan jangan dekat-dekat aku!" serunya panik.

"Oh, Demi Merlin, Rose. Kau masih memperdulikan tentang Hak Waris blablabla yang diperingatkan oleh Uncle Ron? Tenang saja, Score bukanlah wabah penyakit," Al memutar bola matanya lelah, tak sabar oleh sikap Rose yang tidak pernah akur dengan Score.

Rose berkacak pinggang marah. "Bukan itu! Aku tidak terlalu bodoh untuk mengetahui maksud Dad tentang itu. Aku hanya tidak ingin dekat-dekat dengan sesorang yang telah merubahku—merubahku—" Rose tidak melanjutkan kata-katanya. Terlalu ngeri untuk membayangkan hal itu lagi.

Sebenarnya pada Tahun Kedua di Hogwarts, Scorpius dan Rose pernah menjadi partner dalam sebuah Tugas Transfigurasi. Saat itu hubungan keduanya tidak seburuk ini, setidaknya Rose tidak menganggap Score Penyakit-Cacar-Naga yang harus dibasmi. Tapi karena Mantra yang meleset dan Scorpius yang tidak konsentrasi mengayunkan tangannya ketika mengucap mantra 'Vera Verto' pada cangkirnya, maka Rose berubah menjadi marmot kotor alih-alih cangkir, dan terpaksa mendekam di Rumah Sakit selama 5 hari sambil mencicit-cicit.

Scorpius memasang cengiran polos di wajahnya selama beberapa saat.

"Oh, ayolah, Rosie. Kau tahu aku tidak sengaja mengucapkan mantra itu. Lagipula menjadi marmot bukanlah sesuatu yang buruk, kan?" desah Score membela diri. Rose menatapnya membelalak tak percaya, tetapi dia kembali duduk.

"Demi Kancut Merlin. Kalian menyebalkan sekali! Sudah sana, ngobrol saja berdua. Biarkan aku menikmati waktu dengan membca buku," gerutu Rose, mengibaskan rambut sepinggangnya. Score dan Al menatapnya selama beberapa saat, memandang satu sama lain, lalu mulai mengoceh tentang obrolan seru mereka.

Hogwarts Express melaju dalam kecepatannya yang biasa, dan siang sudah beranjak menuju Sore, dan Rose mulai mengalihkan tatapan dari bukunya, memandang gunung-gunung dan pedesaan yang dilalui oleh kereta ini. Karena tidak tahu apa yang harus dilakukan, dan perjalanan masih memakan waktu tiga jam lagi, akhirnya Rose mengeluarkan headset dari dalam kantong celana jeansnya, dan menusukkan kabelnya ke I-Podnya.

Albus menghentikan obrolannya dengan Score. Ia mengalihkan tatapannya ke I-Pod yang dipegang Rose. Matanya membeliak keluar, membulat secara tak percaya.

"Kau dibelikan I-Pod?" seru Al, tatapannya penuh kekaguman.

"Yeah. Ada apa sih?" Rose bertanya acuh tak acuh dan mulai memilih lagu—dan menjatuhkan pilihannya pada lagu Baby Boy – Beyonce Knowles, Muggle terkenal yang suaranya membuat Rose jatuh hati.

"Itu keren! Bahkan Dad saja menolak untuk membelikanku itu, dan malah membelikanku Nintendo DS," gerutu Al sebal.

Scorpius hanya memandang mereka bergantian seakan tidak mengerti. Ia belum terbiasa oleh fakta bahwa sahabat dan sepupu sahabatnya itu mengikuti Teknologi Muggle yang Modern—seminimalnya Score hanya memakai Jeans dan Baju Muggle yang trend hanya untuk berbaur, kalau tentang Teknologi Muggle—pengetahuannya hanya 0.

"Ipowd? Nindtendoe?" Scorpius bertanya dengan aksen yang menggelikan, sehingga Albus tertawa, bahkan Rose menyunggingkan senyum sedikit.

"Jelaskan kepadanya, Rose. Kau lebih tahu," ucap Albus santai, dan ia mengunyah Pastel Labu sambil menatap mereka berdua.

"Sesekali kau harus bertandang ke Dunia Muggle, Malfoy. Mereka tidak seburuk yang kau kira," Rose berkata serius. "Jadi begini. I-Pod adalah teknologi Muggle yang sedang booming di kalangan Muggle, karena disini," Rose mengacungkan I-Podnya, "Kau bisa menyimpan berjuta-juta Lagu Muggle kesukaanmu, dan ini menggunakan Model Touch, yaitu menyentuh, dan Speaker—alat untuk mengeluarkan suara pada alat ini dapat mengeluarkan Volume sekeras suara mercon teredam. Dan kau bisa mengatur volumenya sesuka hati," jelas Rose panjang lebar, dan tanpa sadar Score terpukau dengan pengetahuan gadis ini.

"Apa? Kau mau mencoba?" kening Rose mengernyit ketika ia merasakan tatapan Scorpius yang masih terpaku padanya.

"Boleh?" Score bertanya tidak percaya. Rose memutar bola mata.

"Aku tidak sejahat yang kau pikirkan, Uban. Ini," Rose mengangsurkan kedua headsetnya pada Score, "Jangan sampai kau jatuhkan. Pasang di kedua lubang telingamu, dan aku akan memilih lagu-nya."

Score mematuhi perintah Rose—hal yang jarang terjadi, dan setelah kedua headsetnya aman terpasang, Rose memencet-mencet layar dan masuk ke folder Musik Klasik, dan menyalakan Canon gubahan Pachelbel.

Perubahan ekspresi Scorpius berbeda-beda ketika mendengarkan musik itu. Pertama, kaget, lalu menikmati, dan saat Rose meminta I-Podnya kembali, ekspresinya berubah kagum.

"Bagaimana? Sudah selesai gencatan senjatanya? Kalian mesra sekali," kata Albus sarkastis, memandang mereka dengan geli. Muka Rose memerah dan ia cepat-cepat menjejalkan headsetnya di kedua telinganya. Ia memelototi Albus sebal.

"Oh, diamlah," Scorpius menonjok lengan Al sambil memutar bola mata.

Rose, yang tiba-tiba teringat janjinya dengan Lily akan suatu hal, tiba-tiba terlonjak dan mengagetkan kedua pemuda Slytherin itu.

"Err—hei, aku harus ke Kompartemen Lils dan Hugo dulu. Daaaah," katanya cepat, sisa kata-katanya tertelan oleh suara kereta saat ia berlari cepat-cepat meninggalkan Score dan Al.

Mereka berdua menatap kepergian Rose selama beberapa saat.

"Aku tak tahu apakah kau mampu mendapatkan hatinya, Score," Albus mendesah ketika melihat tatapan Score yang seakan selalu terpatri pada Rose.

"Oh tenanglah, suatu saat nanti ia akan jatuh ke pelukanku," balas Score percaya diri, membuat Albus tersedak. Albus hanya menatapnya seolah ia gila.

Ya, Scorpius memang sudah memerhatikan Rose sejak gadis itu menyiram kepalanya dengan Ramuan-Tumbuh-Lebat ketika Scorpius merebut kursinya dengan paksa, yang membuat gadis itu mengalami detensi dengan Prof. Gordon yang dijalaninya dengan berpuas diri.

oOo

"Semoga Sukses, Lils," Rose berbisik ke telinga sepupu yang lebih pendek sekepala darinya itu, dan meremas tangannya erat.

Senyum Lily terkembang penuh kekhawatiran, dan ia mengangguk lambat-lambat.

"Aku takut, Rosie. Dad memang menerima dengan senang hati Al masuk Slytherin, tapi..," Lily tidak melanjutkan kata-katanya.

"Kelas satu! Disini!" suara Hagrid yang menggelegar membuat Lily menoleh dengan terkejut, dan itu memberi kesempatan Rose untuk pergi secara diam-diam.

Kini ia menyusuri Stasiun Hogwarts yang diselimuti kabut, menyusul ke tempat Al dan Scorpius menunggu. Rose telah memakai 3 lapis baju dan mantel Hogwarts yang hangat, tetapi udara malam yang menusuk membuatnya menggigil.

"Mana Al?" Rose bertanya agak dingin ketika melihat Scorpius yang menunggunya di salah satu bangku Peron.

"Ia mengambil barang yang tertinggal di kereta, dan ia menyuruh kita berdua duluan," jawab Scorpius kalem, menggosok-gosok tangannya yang tertutupi sarung tangan hangat. Rose memandang sarung tangan itu dengan iri, dia tidak membawa sapu tangan.

"Jangan harap," Rose mendengus. Ia menghempaskan diri di samping Scorpius dan mengambil Twilla—Kucing yang baru saja dibelikan Mom—Hermione.

"Baiklah, aku akan duluan," balas Scorpius tenang, dan ia mulai berdiri. Rose agak tersentak sedikit. Stasiun sudah mulai sepi sekarang, dan kabut semakin tebal, merendahkan suhu yang mungkin sudah dibawah 0 derajat. Global Warming membuat Perubahan Suhu yang agak ekstrem. Ia bisa mati beku disini.

Scorpius sudah berjalan 3 meter di depan ketika Rose berseru panik.

"Tunggu, Malfoy. Biarkan aku ikut," Rose berkata tanpa berpikir, dan ia merutuki dirinya ketika Rona Merah menjalari wajah pucatnya. Ia segera memeluk Twilla dan Buku-buku yang sudah tersimpan dalam Tas yang diberikan Lily, dan mengejar Score.

Wajah Pemuda itu tampak agak berpuas diri, dan ia menyeringai menang ketika Rose sudah berdiri di sampingnya.

"Jadi akhirnya Madam Rose yang Agung bersedia menyusulku, eh?"

"Oh, diamlah," Rose mengibaskan tangannya, dan mereka berjalan cepat-cepat, membelah udara dingin yang menusuk.

Perhentian Thestral. Rose segera menaiki Kereta yang hanya kini tersisa dua, dan hanya berisi seorang anak Hufflepuff yang mengutak-atik Deluminator kelas dua, dan seorang anak Ravenclaw yang tampak kutubuku—membaca sebuah Buku Tebal.

Scorpius masih berdiri di depan, mengelus makhluk yang tidak bisa dilihat Rose. Thestral. Rose agak terperanjat. Anak itu—

"Kau bisa melihat Thestral?" serunya tak percaya, ketika Kereta mulai maju dengan teratur. Scorpius memandangnya tajam sesaat, membuat rona merah menjalari mukanya lagi.

"Ya," jawabnya singkat.

"Kematian—kematian siapa?" Rose bertanya agak hati-hati.

"Kakekku. Lucius," jawabnya singkat lagi, dan Rose agak tak enak hati.

"Eh…" gumam Rose canggung, "Maaf."

Scorpius mengangkat alisnya selama beberapa saat, lalu berkata, "Tidak apa-apa. Aku juga, yah—agak senang mengetahui Lucius meninggal."

Rose membelalak. "Apa aku tak salah dengar?"

"Tidak. Kau tidak tahu apa yang telah dilakukan Lucius pada Dad dan Grandma—agak kejam sebetulnya," jawab Score tenang. Rose mengunci mulutnya. Ia tak mau bertanya lebih lanjut lagi, karena mungkin itu privasi. Ternyata kehidupan Scorpius tidak sesempurna yang dibayangkannya.

Kereta itu kini telah melewati Hogsmeade—yang tampak suram di bawah siraman salju. Beberapa menit lagi mereka akan sampai di Hogwarts. Udara masih dingin, bahkan bertambah dingin—dan Rose tidak menyadari giginya yang bergemelutukan.

"Dingin?" Tanya Scorpius. Rose memilih untuk mati daripada mengaku, tetapi mulutnya mengingkari apa yang dia inginkan.

"Y-y-ya..," tanpa sadar ia berkata parau, lalu merutuki dirinya sendiri. Scorpius melepas mantel kulitnya yang tebal, lalu mengangsurkannya pada Rose, yang mantelnya hanya didesain oleh Bulu Werewolf—tak terlalu tebal.

"B-bagaimana d..denganmu?" Tanya Rose. Scorpius hanya mengangkat bahu santai.

"Aku masih punya satu," jawabnya riang, dan menarik sebuah mantel yang lain dari balik tas kecilnya. Diam-diam Rose merasa kagum juga. Scorpius bisa melakukan Mantra Perluasan Tak-Terdeteksi, seseuatu yang hanya bisa dilakukan Ibunya ketika kelas 5, bahkan dikalahkan oleh Scorpius.

Rose menerima mantel itu dengan agak tidak enak hati. Ia memakainya, dan segera saja—aroma Susu dan Mint menguar dari balik Mantel itu. Nyaman dan Hangat.

"Ayo, cepat, anak-anak! Kalian harus turun sekarang!" suara Professor Longbottom membelah keheningan malam, membuat Rose menoleh. Mereka sudah sampai.

Rose turun dengan hati-hati, dan menunggu Scorpius. Ketika mereka berdua telah melangkah dengan pelan, Rose diam-diam mengerlingnya. Muka pucatnnya yang memerah menahan dingin, bibirnya yang biru—menahan dingin, dan kemampuannya melakukan Mantra Perluasan Tak-Terdeteksi. Ia merasa bersalah. Scorpius tidak jahat.

"Terima..kasih," kata Rose singkat, lalu membuka mantel kepunyaan Score ketika mereka sudah mencapai Aula Depan.

"Untuk?" Score menyeringai.

"Semuanya," Rose memutar bola mata. "Ini mantelmu."

"Untukmu saja," kata Scorpius cuek.

"Tak usah," tolak Rose tak sabar.

"Untukmu."

"Tidak."

"Ya?"

"Tidak!"

"Yeah."

"No way."

"Tidak!"

"Yeah!" seru Rose tak sabar, lalu ia menyadari kesalahannya, lalu mendelik. Scorpius menyeringai penuh kemenangan.

"Jangan harap kau sudah mengalahkanku, Malfoy," kata Rose angkuh, lalu mengibaskan rambutnya, dan meninggalkan Scorpius.

Ternyata rencananya dengan Albus berjalan mulus. 15 menit berdialog dengan Rose adalah pengalaman yang berharga.

oOo

Rose menyantap Kalkun-nya dengan puas. Lily akhirnya terseleksi masuk Gryffindor. Hugo juga. Tampaknya Albus masih agak berpuas diri, karena selama ini hanya dialah yang memecahkan rekor untuk 'berbeda' dari yang lain.

"Dugaanku benar kan Lil?" goda Rose, menyenggol bahu Lily. Lily mendengus.

"Iya, Rose. Kau cerewet sekali. Lagipula apa kau tidak gengsi berbicara dengan anak kelas satu sepertiku?" tanya Lily, ia tengah menyuap sepotong sosis berminyak.

"Untuk apa aku gengsi? Tak apa-apa, kok. Kau sudah tahu akan sekamar dengan siapa?"

"Belum, sih. Tapi aku harap aku sekamar dengan Megan Thomas," gumam Lily.

Dahi Rose berkerut. "Megan Thomas? Anak Dean? Teman Dad dan Uncle Harry?"

"Yeah. Dia baik sekali loh, Rose! Dan dia membawa Virtual Pets. Ia mau meminjamkannya padaku!" cerita Lily dengan semangat. Rose memutar bola mata.

Rose baru akan berbicara ketika Professor McGonagall melangkah ke podium. Kericuhan anak-anak yang sedang makan perlahan-lahan meredam ketika ia mulai membetulkan Microphonenya.

"Selamat Malam, anak-anak. Dan selamat datang kelas satu," Professor McGonagall tersenyum. "Maaf aku menginterupsi acara makan kalian, tetapi aku perlu meluruskan satu-dua hal." Aula kini sunyi senyap, bahkan James dan Fred, dua pembuat onar juga terdiam.

"Untuk kelas satu—kalian harus mengetahui bahwa hutan di sekeliling halaman terlarang untuk dimasuki bagi siapa saja, tidak terkecuali kelas 2-7, dan aku tidak segan-segan memberitahu resiko bagi yang melanggar adalah mati dengan penuh penderitaan," jelas McGonagall, tampaknya peringatan itu lebih ditujukan kepada James dan Fred.

"Lalu yang kedua, Pemilihan Pemain Quiddicth akan diadakan pada minggu ketiga bulan ini, dan perlu ditegaskan bahwa pemilihan hanya terbuka bagi anak kelas dua-tujuh, dan yang mendapat giliran menggunakan lapangan pertama adalah Gryffindor. Siapa yang berminat, silahkan menghubungi Madame Bell."

"Dan yang terakhir—aku perlu memperingatkan bahwa ada baiknya kalian menghindari lorong bawah tanah lewat jam 10 malam, kecuali bagi kalian yang ingin merasakan kematian, tentu saja, terima kasih," dan ia meninggalkan podium. Bisik-bisik resah menggantung di Aula Besar selama beberapa saat, tetapi segera padam begitu James dan Fred mengeluarkan Sirene Pekikan. Seperti biasa, lelucon gila lagi.

Dan beberapa saat kemudian, McGonagall kembali melangkah ke Podium untuk mengumumkan bahwa saatnya untuk tidur.

oOo

Rose menenteng kopernya menaiki tangga lingkar dengan mengantuk, ia baru saja kembali dari Ruang Rekreasi, berbincang bersama Lily.

"Hei Redsie!" suara James memecah keheningan. Rose menoleh sambil mendelik.

"Kau kekanak-kanakan, James. Jangan memangglku dengan nama itu," bantah Rose sebal. James hanya nyengir sambil memberikan Amplop.

"Ini dari Dominique. Ia memberikanku lewat Sniper tadi," kata James.

"Isinya apa?"

"Lah, mana aku tahu. Aku tidak selancang yang kau pikirkan, Mrs. Redhead. Okay, sampai besok pagi!" seru James ceria, dan ia mengacak-acak rambut Rose. Seraya mendengus, Rose mendorong Pintu Kamarnya.

"Hei, Rose, jangan berisik!" suara Emmeline Perks memecah keheningan. Rose selama ini tidur bersama Emma, Dominique dan Wendy Finnigan—anak Lavender dan Seamus, dan mereka semua telah berteman baik.

"Oh, maaf," gumam Rose. Ia segera menghempaskan dirinya di kasur dan membuka sweater. Wendy menyembulkan kepalanya dari balik selimut.

"Dominique kemana, Rose?"

"Dia masih di Prancis dan akan kembali besok lusa," jelas Rose. "Tenang saja Wend, kau pasti akan dibelikannya beberapa oleh-oleh," lanjut Rose seraya menyeringai. Emmeline segera membalikkan badannya.

"Bagaimana denganku?"

"Kau ke laut saja," jawab Rose dan Wendy bersamaan, membuat Emmeline merenggut di balik selimutnya.

"Kalian jahat!" dan sebuah bantal pun meluncur ke arah Rose.

Rose terkikik, sementara Wendy terkekeh. "Bercanda, Honey. Dan sebenarnya kau tidak usah diberi hadiah lagi, karena sudah dikirimi banyaaak hadiah dari Anthony, bukan begitu, Rose?" Wendy mengedip kepada Rose, menggoda Emma.

"Kalian berdua menyebalkan! Ayo cepat tidur!" dengus Emmeline tersipu.

Diiringi oleh beberapa tawa mereka, perlahan-lahan suasana pun senyap, menyisakan kabut mimpi mulai merayap ke para gadis yang terlelap tersebut.

oOo

Bulan September berlalu dengan cepat, dan telah memasuki minggu ketiga. Salju semakin lebat menghujani dunia, membuat selimut putih di berbagai tempat, yang tentu saja—dimanfaatkan anak-anak untuk Perang Salju. Dominique dan Louis baru saja kembali—membawa banyak oleh-oleh.

Lily, Hugo, James, Fred, Dom dan Rose baru saja kembali dari Pekarangan Dedalu Perkasa dengan tumpukan salju di berbagai tempat. Mereka tertawa-tawa gembira.

"Kau akan ikut seleksi hari ini, iya kan Rosie?" Dom menyenggol bahu Rose.

"Ha? Iya, tentu saja. Aku masih menyesal tidak ikut seleksi tim tahun lalu, dikarenakan tetek bengek Olimpiade Sihir blah blah blah itu," dengus Rose, dan James memutar mata.

"Kau terlalu banyak berinteraksi dengan buku, Rose. Aku akan heran jika kau bisa mendapat jodoh selain Kitab Mantra Lanjutan di masa depanmu nanti," seringai James. Rose menimpuk kepalanya dengan tangan.

"Tetapi Rose hebat! Bahkan lebih hebat dari Aunt Hermione. Dia pintar dalam pelajaran, pintar dalam olahraga, bahkan pintar dalam pertahanan diri. Setidaknya ia memiliki kemampuan di atas rata-rata, daripadamu, James," bela Lily sebal, dan ia segera mendapat jitakan dari James. Dominique mengangguk bersemangat.

"Kami tidak butuh otak, iya kan, Fred?" Tanya James riang, ketika mereka memasuki Aula Besar untuk makan siang. Sehabis ini jam pelajaran ditiadakan, karena adanya Seleksi Quidditch untuk Gryffindor. Jadi Para Murid sedang bereuforia hari ini.

"Tentu saja. Karena ketampanan dan kejeniusan kami, kami jamin masa depan kami sepuluh kali lipat lebih sukses dari kalian, adik-adik kecil," Fred bergaya ala pendeta, dan meskipun Hugo, Lily, Dom, dan Rose mendengus, mereka tetap tertawa.

Rose menyuap sepotong kentang dan sosis berminyak ke mulutnya. Emmeline dan Wendy ada detensi hari ini—pelanggaran karena tak sengaja menumpahkan sup ke Pangkuan Flitwick—alih-alih melenyapkannya dengan mantra. Jadi otomatis sahabatnya itu tak akan bisa menonton Rose seleksi.

Rose adalah seorang Pemain Quidditch yang handal. Ia menjabat sebagai Keeper, biasanya, sedangkan Albus sebagai Seeker, Fred dan James sebagai Beater, dan Hugo-Louis—kakak Dominique sebagai Chaser. Keluarga mereka memang Keluarga Quidditch.

Hanya Victoire, Lily dan Dominique yang tidak bisa bermain Quidditch, dan biasanya mereka menjadi wasit. Jadi bisa dibilang Rose telah terlatih.

"Aku sudah selesai," Hugo menepuk-nepuk perutnya.

"Yeah, aku juga. Siap untuk seleksi, James? Redsie?" Fred mengangkat alisnya bergantian. Rose mengangguk.

"Ya, teman. Marilah kita singkirkan mereka semua," kata James sambil menirukan mimik pahlawan. Seraya tertawa, mereka semua segera menuju lapangan.

oOo

Rose meremas-remas jarinya dengan khawatir. Seleksi Chaser telah berlalu, dan kini saatnya untuk Para Calon Keeper untuk diseleksi. Rose harus menyisihkan 4 pesaingnya, yaitu Miranda dari kelas lima, Will dari kelas enam, Jake dari kelas enam dan Chelsea dari kelas dua. Chelsea dan Will—mereka mudah disingkirkan, tetapi Rose harus berhati-hati dengan Jake dan Miranda.

"Miranda Theresia Ferguson, silahkan maju," Kathleen McLaggen—Kapten Tim, berseru dari udara. Miranda mengangguk gugup dan terbang. Miranda adalah Keeper tahun lalu.

Rose mencoba mengalihkan tatapannya ke tribun. Dua tribun tampak disesaki anak-anak, sebagian besar adalah anak-anak Gryffindor dan Anggota Tim dari Slytherin, Ravenclaw dan Hufflepuff. Hugo, Lily, Dominique, James dan Fred tampak melambai dari salah satu tribun, dan Louis melambai dari Tim Ravenclaw-nya, juga Albus dari Tim Slytherin-nya.

Tidak terkecuali Scorpius Malfoy. Sial, anak itu juga ikut menonton! Rose harus agak berusaha hari ini. Rose kembali mengalihkan tatapannya ke lapangan.

Miranda telah menyelamatkan 4 bola. Satu bola lagi, dan ia bisa saja menang. Rose menyilangkan jarinya di dada.

Kathleen berputar berdesing, melempar Quaffle sekuat tenaga ke gawang dan—bola berhasil dijatuhkan. Rose merutuk dalam hati.

Kini giliran Will. Ia hanya menyelamatkan tiga gawang. Rose menghembuskan napas keras. Jantungnya mulai berdegup. Dua lagi—

Kini giliran Jake yang terbang ke udara. Rose agak kurang suka terhadap pemuda itu. Dia sombong dan memandang rendah semua anak. Lihat saja gayanya, seperti superstar. Beberapa penonton ber-'buu' tetapi Jake tetap menyeringai angkuh.

Dan yes! Jake hanya mampu menyelamatkan empat gawang. Rose berseru puas dalam hati. Dia masih bisa menerima kalau Miranda yang terpilih, tapi Jake—aww, ia tak akan menonton pertandingan sampai pemuda itu lulus. Jake turun dari udara dengan marah-marah. Beberapa penonton bersorak gembira.

"Hei, McLaggen! Kau terlalu kencang melempar bola!" serunya marah, dan Kathleen hanya memutar bola mata acuh. Jake digiring keluar dari lapangan.

"Rose Nymphadora Weasley. Kau boleh terbang sekarang," Kathleen dengan tenang memberi komando pada Rose. Rose, sambil berdoa dalam hati, memegang SnowStormnya lebih kencang dan menjejak tanah. Rambut Merah Jahe-nya berkibar halus di belakang.

"AYO ROSE!" Albus, James, dan Dominique berteriak heboh. Rose hanya nyengir, bersiap-siap. Kathleen 20 meter jauhnya.

"Siap, Rose?" seru Kathleen. Rose mengangkat dua jempolnya.

Peluit berbunyi. Rose memegang sapunya erat. Kathleen mulai mendesing, berputar mengelilingi lapangan, hingga sosoknya hanya sekelebat—lalu melempar Quaffle ke Rose dengan kecepatan Pesawat Jet. Rose telah bersiap dan menyepak Quaffle itu. Quaffle terlempar keluar lapangan. Rose bernapas lega.

"Bagus, Rose," puji Kathleen. Ia kembali mengecoh Rose lagi, berkeliling dan berputar-putar, kali ini lebih lama dan lebih cepat (Rose sudah belajar trik ini) dan sekali Kathleen melambung ke atas, lalu menembak Quaffle dari atas.

Antisipasi Rose ketika menangkap Quaffle kurang kuat, tetapi ia berhasil menangkapnya. Rose terdorong keluar sejauh 5 meter. Penonton berseru khawatir.

"Kau oke?" Kathleen mendekat dengan cemas. Rose mengangguk. Perutnya agak neyri sedikit, tetapi ia baik-baik saja.

Rose berhati-hati kali ini. Kathleen telah mengeluarkan Quaffle Pengecoh—berwarna biru, tetapi tidak bisa dibedakan ketika mendesing.

Kathleen menembak Dua Quaffle bersamaan. Rose memicingkan matanya, memandang Quaffle yang terlihat sama, lalu segera mengetahui yang mana Quaffle asli. Cepat-cepat ia mendesing ke gawang kiri, dan menangkap Quaffle.

"Oke. Dua bola lagi, Rose, dan kau bisa menjadi kandidat setelah Seleksi Kedua besok," jelas Kathleen, tersenyum kini. Rose mengangguk mantap.

Bola keempat berhasil ditangkapnya dengan Spektakuler. Penonton berseru kagum. Kemampuan Rose memang dirahasiakan, dan baru terungkap hari ini. Jadi mau tak mau penonton agak takjub oleh kutu buku yang tak biasa ini.

Bola kelima. Kathleen bersiap-siap. Rose juga bersiap-siap. Ia mengedarkan pandangannya ke tribun, dan mendapat pandangan dukungan dari sana.

Scorpius Malfoy juga sedang memandangnya, menatapnya tajam—kelihatan mencemooh. Dan detik itu juga Rose merasa adrenalinnya memuncak. Ia akan membuktikan kepada Cowok Sialan itu.

"ZZZZZNGGG," Quaffle meluncur ke Rose. Rose agak tersenyum sekarang. Ia agak heran kenapa sebegini mudahnya, tetapi ia tetap meluncur untuk menangkapnya.

Dan menyadari kesalahannya. Itu Quaffle pengecoh. Quaffle yang ada di tangannya berwarna biru. Jadi—

Quaffle asli mendesing melintasi lapangan, 3 detik lagi akan menuju ke gawang.

Rose Weasley meluncur sia-sia dan—

To be continued

Dan tubikontinyud. Project RosPius pertama saya. Yippi! Berhasil juga. Semoga fic ini masih layak di review, karena saya membutuhkan banyak saran. Jadi Review, please? Hihi muaaci^^

Chapter selanjutnya.. kita lihat 2 minggu ke depan;) Oh iya, url Delicate Series: