Disclaimer: They're God's and theirself's
Genre: Romance/drama
Rated: T
Pairing: YunJae, YooSu, ChunJae, YunSu(?)
Warning: Two shoot, Boys Love, OOC, typo(s), alur kecepetan, dll
Don't Like Don't Read please~
.
.
"Aku suka kamu..."
Mimpi itu muncul lagi. Mimpi itu sering datang, dan berulang-ulang.
Kenapa selalu tidak kelihatan?
Aku terus mencari orang itu. Tapi, siapa?
Siapa yang menyatakan cintanya padaku itu?
.
.
Dream
By: Misa Yagami Hitsugaya
.
.
Cuaca saat itu sangat dingin. Orang-orang terlihat berlalu-lalang di sekitar jalan. Akan lebih nyaman jika pulang ke rumah dan menghangatkan diri dengan pemanas ruangan.
Seoul memang seperti ini, saat musim dingin, terasa begitu dingin. Saat musim panas, benar-benar terasa panas. Bukankah seharusnya memang begitu?
Seorang namja berparas cantik berkali-kali memeriksa ponselnya, siapa tahu ada pesan atau telpon masuk dari sang kekasih. Demi apapun, ia sudah menunggu selama dua jam lebih di depan bioskop ini, tapi kekasihnya tak kunjung datang.
Diusapnya kedua tangannya untuk menciptakan rasa hangat. salju turun cukup lebat saat itu. aish, seharusnya ia tahu akan seperti ini jadinya. Kekasihnya itu memang tidak pernah menepati janji.
Ia tersentak ketika seseorang menepuk pundaknya.
"Jae, maaf, aku terlambat lagi..." suara lirih itu menembus telinganya.
Namja cantik bernama lengkap Kim Jaejoong itu menatap kekasihnya.
"Tak apa, sudah biasa..." Ia memutuskan kontak mata dengan kekasihnya itu. tsk! Tak taukah kalau ia sudah menunggu selama dua jam lebih? Di tengah cuaca seperti ini?
"Tetap saja, aku merasa bersalah. Aku telat karena-"
"Main di game center lagi? begitu kan?"
"I-itu-"
"Aku tahu, Chun. Kau memang begitu. Aku bisa mengerti kok." Jaejoong tersenyum. Ya, ia memang mengerti. Yoochun, kekasihnya, memang maniak game, terutama yang berhubungan dengan sepak bola. Begitu cintanya sampai lupa waktu. Lupa pada dirinya. Tapi, ia tetap tidak bisa bicara apa-apa. Hanya bisa mengatakan, "tak apa.".
"M-mian. Sebagai permintaan maaf, bagaimana kalau kita pergi nonton pertandingan sepak bola lusa? Mau kan?"
Jaejoong menatap Yoochun lama, hingga ia mengangguk dan tersenyum.
"Ne."
"Emm, sekarang kita minum coffee saja yuk. Aku yang traktir deh."
Yoochun menggenggam tangan Jaejoong erat, kemudian melangkah pergi dari sana.
Saat bersama Yoochun, perasaan itu tidak ada...
.
.
.
"Mwo?! Jadi tiket bioskop yang kuberikan itu tidak terpakai pada akhirnya?! Aish! Dasar! Kenapa dia selalu begitu?! Jae! Kalau kalian terus begitu., mau bertahan sampai kapan hubungan kalian?!"
"Sudahlah, Su. Lagipula ia sudah minta maaf padaku. Dan lagi, ia mengajakku nonton sepak bola lusa. Sebagai permintaan maaf."
"Ya Tuhan! Bukalah matamu, Jae! Dia itu selalu melanggar janji kan?! Kenapa kau terus saja memaafkannya? Itu yang membuat dia tak tahu diri dan terus mengulangi kesalahannya!"
Jaejoong terdiam mendengar perkataan Junsu, sepupunya. Junsu tinggal di rumahnya, karena ayah dan ibu Junsu sedang berada di Jepang.
"Mungkin saja, suatu saat ia akan berubah."
"YA! kau tahu hal itu tidak mungkin terjadi kan? Aish!" Junsu mengacak rambutnya frustasi. Ia benar-benar kesal pada namja bernama Park Yoochun yang selalu mengingkari janji dengan sepupunya itu.
"Kau sendiri, bagaimana hubunganmu dengan Yunho?"
"Hah? Kenapa jadi membahas Yunho?"
"Ani.. hanya saja, aku merasa, pasti senang kalau sifat Yoochun seperti Yunho."
Junsu menatap ke arah Jaejoong. Ia sedikit mengerutkan keningnya.
"Tidak juga, Yunho juga tidak sebaik yang kau pikirkan. Ia terlalu penurut. Apapun yang kukatakan, ia pasti menerimanya. Kalau sedang bertengkar, meskipun aku yang salah, ia selalu meminta maaf duluan."
"Lho? Bukankah itu justru bagus? Itu berarti dia sangat mencintaimu, Su."
"Kau tidak mengerti, Jae. Sikapnya yang seperti itu justru membuatku bingung."
"Bingung?"
"Ne, ia tidak pernah marah, tidak pernah membentakku. Selalu tersenyum dan bersikap baik. apa benar kalau ia mencintaiku?"
"Kalau dia tidak marah, berarti ia tidak ingin kau terluka. Kalau ia meminta maaf, berarti ia tidak ingin masalah kalian berlarut-larut dan termakan ego masing-masing. Ia selalu tersenyum dan bersikap baik, itu berarti ia selalu ingin kau mengingat segala hal baik tentang dia."
"Menurutmu begitu?"
"Ya, itu sudah pasti!"
Junsu tersenyum dan memeluk sepupunya erat. Ia sangat menyayangi sepupunya itu. ia juga mencintai Yunho dengan tulus. Ia ingin terus seperti ini. bahagia seperti ini.
"Gomawoyo, Jaejoongie."
.
+misamisa+
.
Jaejoong menatap ke sekelilingnya. Lagi-lagi ia harus menunggu lama. Ia jadi terpikir omongan Junsu. Apakah Yoochun akan mengulangi kesalahannya lagi kali ini? mengingkari janji lagi?
Ia mendesah berat. Sebenarnya ia kesal, sebenarnya ia marah. Tapi ia tidak bisa mengekspresikan perasaannya itu bila bersama Yoochun. Selalu tersenyum, dan tersenyum.
"Jaejoong-ah? Kau Jaejoong kan?"
Jaejoong menatap namja di depannya.
"Yunho? Kau disini?"
Namja bermata musang itu tersenyum. "Ne, aku janjian dengan Junsu disini. Kami akan pergi ke taman ria."
"Oh, begitu."
"Kau sendiri? Sedang janjian dengan Yoochun?"
"Ne, aku sedang menunggunya sekarang."
Ia memang sudah pernah bertemu dengan Yunho beberapa kali saat Junsu membawanya ke rumah. bahkan mereka pernah double date, tentu saja atas paksaan Junsu. Dan harus Jaejoong akui. Mukanya sering kali memanas bila berdekatan dengan namja itu. jantungnya sering berdetak tak karuan.
"Ah, kalau begitu minumlah ini." Yunho menyerahkan secup cokelat hangat pada Jaejoong.
"Ini..."
"Tenang saja, belum sempat aku minum kok. Tadi Junsu menelponku, ia akan sedikit terlambat. Jadi aku beli ini untuk menghangatkan tubuh."
"K-kalau begitu, kau saja yang minum, pasti kau kedinginan."
"Ani, aku yakin kau sudah lama menunggu disini. Kau pasti lebih kedinginan. Minumlah, sebelum dingin cokelatnya."
Jaejoong tersenyum lalu menerima cokelat itu.
DEG
Aku suka kamu...
DEG DEG DEG
Entah kenapa bayangan mimpi itu kembali muncul. Matanya terus menatap ke dalam mata musang Yunho. Dadanya berdesir aneh. Perasaan ini. perasaan nyaman yang tidak pernah dirasakannya saat bersama Yoochun.
"Jae? Kau baik-baik saja?"
Jaejoong tetap tidak melepaskan matanya dari mata Yunho. Tidak menghiraukan Yunho yang sedari tadi memanggil namanya. Terlalu tenggelam dalam mata kecil itu.
Yunho yang sedari tadi diacuhkanpun mulai merasa kesal.
"Hei, Jae-" Ia menepuk pipi Jaejoong pelan. Ini aneh, kenapa dadanya berdetak sangat cepat? Kenapa wajahnya memanas?
Tanpa sadar, ia mengelus pipi halus itu lembut. Mata mereka masih saling terhubung. Perasaan nyaman yang dirasakan oleh keduanya.
"Apakah aku menyukainya?" Pikir mereka berdua bersamaan.
Yunho menelusuri wajah Jaejoong dengan jarinya. Pipinya yang halus dan sedikit tembem. Bulu matanya yang lentik. Hidungnya yang mungil. Kedua doe eyes yang sedari tadi terus menatapnya. Juga... bibir merah mungil itu.
Entah setan apa yang sedang menghampirinya. Entah apa yang akan terjadi jika Junsu mengetahuinya. Namun ia tidak bisa berhenti. Dengan pelan ia mendekat ke arah bibir itu, siap untuk menciumnya.
Di pihak Jaejoong, ia juga merasa berdebar. Matanya yang sedari tadi fokus pada mata Yunho, kini mulai menutup.
Jarak semakin dekat, dan semakin dekat. Sampai Yunho tersentak, dan menjauhkan wajahnya.
"Maaf... Maafkan aku." Yunho sedikit membungkuk pada Jaejoong. Sebenarnya apa yang ia pikirkan? Kenapa berani sekali melakukan hal seperti itu pada Jaejoong yang merupakan sepupu kekasihnya?
"T-tidak, tidak apa-apa."
Suasana canggung menghampiri mereka. Yunho mencoba mencari hal menarik di sekeliling mereka. Berusaha untuk tidak menatap Jaejoong. Ia malu sekali. Benar-benar malu.
Jaejoongpun menatap cokelat dalam cup yang sudah mulai mendingin. Ya Tuhan, sebenarnya apa yang sedang dia pikirkan? Jaejoong! Ingatlah! Yunho itu kekasih sepupumu! Kekasih Junsu! Ia merutuki hatinya yang merasa sedikit kecewa karena Yunho membatalkan ciuman tadi.
Bermenit-menit mereka lalui dengan keheningan. Hingga tak terasa sudah satu setengah jam mereka menunggu disana.
"Tidak akan datang." gumam Jaejoong. Ia tersenyum miris. Ia yakin Yoochun tidak akan datang.
Yunho menatap Jaejoong yang menggumam sedari tadi. ia melihat wajah Jaejoong yang mulai memucat. Ia pasti kedinginan.
"Jae, kau tidak apa-apa?" Yunho menepuk pundak Jaejoong pelan.
Jaejoong tersenyum, dan mengangguk. "Tidak apa-apa. Hanya saja sepertinya Yoochun tidak akan datang. Lebih baik aku pulang saja."
Jaejoong hendak berjalan pergi, ketika rasa hangat menjalari lengannya.
"Junsu juga sepertinya tidak akan datang. Sayang sekali kalau kau datang kesini tanpa hasil. Sebaiknya..." Yunho mengeluarkan dua buah tiket taman ria, dan menunjukkannya pada Jaejoong. "Sebaiknya kita pergi berdua ke taman ria. Kau mau?"
Dan seperti pelangi yang muncul setelah hujan, Jaejoong menatap Yunho. Namja itu tersenyum pada Jaejoong.
"Tidak apa-apa kalau kau tidak mau, aku-"
"Aku mau... Aku mau pergi denganmu."
Yunho tersenyum lembut mendengar jawaban Jaejoong. Ia menarik tangan Jaejoong pelan.
"Kalau begitu, ayo kita pergi."
.
+misamisa+
.
Junsu berjongkok di depan gerbang masuk selatan stadion sepak bola itu. berkali-kali ia mengirim pesan dan mencoba menelpon Yunho, tapi ponsel Yunho tidak aktif. Ia mendesah berat. Ia mulai lelah dan kedinginan. Masa iya Yunho tidak datang? Apakah seperti ini perasaan Jaejoong ketika menunggu Yoochun? Dan sekarang ia merutuki perutnya yang mulai meronta-ronta minta diisi.
"Dingin sekali, Yun. Kau dimana?"
Junsu bertanya entah pada siapa. Haruskah ia menunggu terus seperti ini?
Ia mendengar suara pintu dibuka. Sepertinya pertandingan bola itu sudah selesai. Banyak orang mulai keluar dari tempat itu. tapi Junsu tetap pada posisinya. Kepalanya berdenyut sakit dan tubuhnya menggigil.
.
Yoochun keluar dari stadion seorang diri. Ia mencoba menunggu Jaejoong di pintu masuk barat stadion, tapi tak kunjung datang. Akhirnya ia memutuskan untuk masuk sendiri.
Hari ini buruk, tim yang ia idolakan kalah dalam pertandingan. Jaejoong yang tak datang. Juga cuaca buruk yang membuat tubuh tidak enak.
Ia keluar melalui pintu selatan, karena jalur keluar pintu barat cukup padat, ia tidak mau harus berdesak-desakkan hanya untuk keluar dari stadion. Yoochun melangkahkan kakinya meninggalkan stadion. Dan ia berhenti ketika melihat seseorang sedang berjongkok di samping pintu gerbang.
"Gaya rambutnya, sepertinya aku kenal."
Yoochun menghampiri seseorang itu. ia menepuk pelan bahunya.
"Hei, kau-"
Ia terbelalak ketika namja itu jatuh pingsan. Dan semakin terkaget mengetahui siapa namja itu.
"Kim Junsu?"
Yoochun memang mengenalnya. Ia pernah beberapa kali bertemu dengan Junsu, ketika pergi ke rumah Jaejoong, dan yang ia tahu, Junsu adalah sepupu yang tinggal di rumah Jaejoong.
"Hei! Bangun! Kim Junsu!" Yoochun panik ketika menyentuh pipi pemuda itu, begitu dingin. Begitu pucat.
Tanpa pikir dua kali, ia langsung membopong tubuh Junsu di punggungnya, kemudian ia berlari menuju rumah Jaejoong.
"Bertahanlah Kim Junsu!"
Ia terus berlari, ia tidak tahu kekuatan dari mana ia dapatkan. Tapi yang jelas, ia terus berlari, dan berlari. Membawa Junsu di punggungnya.
"Hangat... Punggungmu, hangat sekali."
Yoochun melirik sedikit ke belakang. Sepertinya Junsu mengigau, ia masih menutup matanya.
"Sebentar lagi sampai. Bertahanlah."
.
+misamisa+
.
Jaejoong tertawa geli ketika Yunho menceritakan kisah lucunya semasa kecil. Saat ini, mereka sedang beristirahat di sebuah coffee shop.
"Kau pasti sangat manis ketika kecil dulu." Jaejoong kembali tertawa geli.
"Begitulah, tapi karena wajahku yang kecil ini, aku sering diejek oleh teman-temanku ketika SD." Yunho menyentuh kedua pipinya, dan kemudian cemberut. Membuat Jaejoong kembali tertawa melihat tingkahnya.
Yunho tersenyum lembut ketika melihat Jaejoong tertawa. Benar-benar cantik. Sepertinya Jaejoong punya kebiasaan tertawa sambil menutup mulutnya.
"Tertawa sepeti itu, baru benar, Jaejoongie." Gumam Yunho.
"Eh? Kau mengatakan sesuatu?"
"Ah, ani. Aku tidak mengatakan apa-apa."
"Ngomong-ngomong, kita naik apalagi ya? sudah hampir semua kita naiki."
"Asal jangan semacam rollercoaster saja kita naiki. Kau menjerit sangat kencang tadi." Kali ini Yunho yang tertawa geli. Mengingat saat mereka menaiki wahana roller coaster tadi, Jaejoong menutup kedua matanya, dan menjerit keras.
"YA! jangan menertawakanku! Itu kan memang menyeramkan. Bukan hanya aku kok yang menjerit." Jaejoong mempoutkan bibirnya lucu.
"Haha, iya iya, memang bukan hanya kau yang menjerit. Tapi jeritanmu yang paling keras, Boo."
"Eh? Boo?"
"A-ah, itu, emm, semacam panggilan, emm, panggilan sebagai 'sahabat'. Hehehe."
Jaejoong terdiam mendengar ucapan Yunho. Benar juga, mereka adalah sahabat. Bagaimanapun, mereka sama-sama sudah memiliki kekasih.
Jaejoong tersentak ketika mendengar nada dering di ponselnya. Dan ia terkejut melihat nama Yoochun di nama pemanggil itu.
"Yeobosseyo? Yoochun-ah?"
"Kau dimana, Jae? Kenapa di rumahmu tidak ada orang?"
"O-oh, aku sedang di rumah teman. Tadi saat menunggumu, kau tak datang. Jadi aku memutuskan untuk pergi."
"Tak datang katamu? Justru kau yang tidak datang! Aku sudah menunggumu, tapi- aish! Itu tidak penting. Kau cepatlah pulang!"
"A-ada apa? Apa ada masalah?"
"Kim Junsu! Sepupumu pingsan! Tadi aku bertemu dia di depan stadion. Ia sakit. wajahnya pucat sekali. Cepatlah pulang!"
"Mwo? Junsu pingsan? Ne, arraseo, aku akan segera pulang." dan permbicaraanpun terputus.
Jaejoong menatap ke arah Yunho yang juga tengah menatapnya bingung.
"Ada apa, Jae?"
"Junsu pingsan. Ia pingsan saat menunggumu di stadion."
"Mwo?"
Yunho segera berdiri dari tempatnya, ia lalu membayar minuman mereka ke kasir.
"Ayo, Jae. Kita segera ke rumahmu."
Kemudian Yunho memimpin jalan di depan. Langkahnya terburu-buru. Terlihat seklai ia sangat mengkhawatirkan Junsu. Tak menyadari bahwa sepasang mata tengah menatap sendu dirinya.
Junsu-ya, mianhae, aku tak tahu harus bagaimana. Tapi, aku menyukainya. Aku menyukai kekasihmu. Maafkan aku, Junsu-ya.
.
TBC
.
Hai, Misa balik lagi nih~ XD
Udah lama hiatus, rasanya jadi rada aneh. So, maaf kalau ceritanya atau gaya bahasanya rada gimanaa gitu:p
Tadinya ini mau Misa jadiin oneshoot, tapi kepanjangan, jadi dibagi dua deh ^^
Makasih buat readers sekalian yang udah nyempetin buat baca fic ini :3 :*
Oke, tanpa banyak basa-basi lagi.
Ripiu yaaaa XD
