Summary: Berlatar belakang Jepang jaman Heian, Sakura adalah seorang putri shogun dan Naruto adalah siluman rubah. Bagaimana bila keduanya bertemu dan jatuh cinta?

WARNING: AU, OOC, PLOT TWIST, SEXUAL IMPLICATION, SUGESTIVE THEME

DISCLAIMER: STANDARD APPLIED

.

.

.

.

1.

.

.

"Sakura-hime!"

Samar-samar terdengar suara seorang pelayan wanita yang berteriak memanggil nama putri nomor sembilan Kaisar tersebut. Sudah sejak dua jam yang lalu para pelayan dibuat kerepotan mencari tuan putri mereka yang menghilang tanpa memakan makan siang yang sudah disiapkan untuknya. Para pelayan tersebut akan berada dalam masalah kalau Kaisar yang terkenal sangat memanjakan putrinya itu sampai tahu bahwa putri kesayangannya itu belum menyantap makan siangnya padahal hari sudah semakin sore. Para pelayan sudah mencari ke seluruh pelosok istana Sakura namun mereka tidak juga bisa menemukan putri bertabiat sedikit kelelakian itu.

Istana Sakura bukanlah kompleks istana yang paling luas di antara istana-istana lainnya. Istana yang diberinama sesuai dengan nama putri kesayangan Kaisar itu hanya dihuni oleh Sakura-hime dan ibunya, meski pun sang ratu lebih sering menemani Kaisar di istana utama, serta beberapa pelayan dan penjaga. Para pelayan sudah mengetahui seluk beluk istana di luar kepala mereka dan ada banyak penjaga yang berpatroli di sekitar istana tersebut sehingga seharusnya tidak terlalu sulit untuk menemukan Sakura-hime tapi kenyataannya, para pelayan pribadi putri Sakura tersebut belum juga berhasil menemukannya meskipun telah mencarinya ke seluruh penjuru istana.

"Sakura-hime!" Salah seorang pelayan kembali berteriak dengan putus asa memanggil nama sang putri.

"Ada apa ini?"

Pelayan wanita dengan ekspresi cemas di wajahnya itu menoleh dan terkejut saat melihat salah seorang panglima muda yang selama ini bertugas mengamankan istana Sakura. Pria muda dengan pakaian mewah dan topi tinggi perlambang jabatannya itu menaikan sebelah alisnya, menunggu penjelasan dari pelayan tersebut.

"Ochiyo! Kau sudah menemukan Sakura-hime?"

Belum sempat pelayan bernama Chiyo itu menjawab pertanyaan yang diajukan pria tersebut, seorang pelayan lainnya telah muncul dengan wajah cemas dan keringan membasahi lehernya.

Pelayan yang baru tiba itu membelalakkan matanya saat menyadari pria muda berwajah tampan yang berdiri di hadapan Chiyo dengan tangan terlipat di depan dadanya.

"Kakashi-sama!" Pelayan yang panik itu buru-buru membungkuk hormat. Kakashi adalah salah seorang pengawal pribadi Tsuki no hime, ibu Sakura hime yang juga merupakan istri resmi kaisar. Para pelayan yang bertugas menjaga Sakura-hime akan berada dalam masalah kalau Tsuki no hime sampai tahu bahwa putri satu-satunya telah menghilang sejak siang tadi tanpa sempat menyantap makan siangnya.

"Ada apa dengan Sakura-hime?" Tanya Kakashi tanpa menyembunyikan rasa kesalnya yang sebagian tertuju pada para pelayan yang tidak becus menjaga sang putri dan sebagian lagi tertuju pada sang putri yang lagi-lagi bersikap seenaknya.

"Maafkan kami, Kakashi-sama!" Ujar Chiyo buru-buru membungkuk, "kami tidak bisa menemukan Sakura-hime sejak siang tadi..."

"Maksud kalian, Sakura-hime menghilang?" Kakashi mendecakkan lidahnya, ini bukan kali pertama hal seperti ini terjadi. Putri berambut merah muda itu memang selalu melakukan hal-hal yang tidak seharusnya dilakukan seorang putri. Ia tidak mengerti dari mana putri yang satu itu meniru prilaku seperti ini sebab ia mengenal Tsuki no hime sejak kecil dan wanita yang mengganti namanya dengan gelar yang diberi sang Kaisar sejak masuk ke istana itu adalah wanita anggun yang selalu bersikap lemah lembut.

Kakashi menekan bagian atas hidungnya untuk menjernihkan pikirannya. Kalau Tsuki no hime sampai tahu... Ah tidak, kalau kaisar sampai tahu, para pelayan ini tidak akan lolos dari hukuman. Kaisar bukanlah orang yang semena-mena tapi Kaisar juga terkenal sebagai ayah yang memanjakan anak-anaknya, terutama putrinya yang satu ini.

"Baiklah, aku akan membantu mengerahkan pasukanku untuk mencari tuan Putri," kata Kakashi akhirnya, "sekarang kalian cari sekali lagi di taman belakang, aku akan memastikan pada penjaga gerbang bahwa Sakura-hime tidak keluar dari istana ini!"

"B-baik!"

Kedua pelayan yang ketakutan itu segera beranjak meninggalkan tempat itu untuk melanjutkan mencari sang putri. Mereka benar-benar akan terkena masalah kalau mereka tidak berhasil menemukan sang putri dengan segera.

Sementara itu di taman barat istana tempat dimana pohon-pohon tumbuh rindang dan beberapa semak-semak dibiarkan tumbuh rimbun, seorang gadis berusia delapan tahun duduk meringkuk memeluk lututnya. Perutnya lapar dan mulai mengeluarkan bunyi yang memalukan untuk seorang putri sepertinya tapi ia tidak peduli. Ia tidak akan keluar dari tempat persembunyiannya.

Putri bermata hijau cemerlang itu menggembungkan kedua pipinya. Sebelah tangannya menggenggam ranting dan mulai menoreh sebuah gambar di tanah di hadapannya. Mereka lama sekali. Ia sudah menunggu di tempat ini selama dua jam dan orang yang ditunggunya belum datang juga.

Sakura-hime sengaja bersembunyi bahkan tanpa menyantap makan siangnya terlebih dahulu hanya karena ia ingin Kakashi menemukannya. Ia tahu ia telah bersikap kekanak-kanakan dan merepotkan orang banyak tapi ia tahu hanya dengan cara seperti inilah ia bisa mendapatkan perhatian Kakashi-sama.

Kakashi-sama adalah orang yang sangat sibuk, ia tidak punya banyak waktu untuk bermain dengan Sakura, apalagi semenjak ia ditunjuk langsung oleh Kaisar untuk mengawal sang ratu. Sakura merasa cemburu karena Kakashi lebih banyak menghabiskan waktu bersama ibunya dibandingkan dengan dirinya. Meskipun ia tahu bahwa ibunya hanya mencintai ayahnya namun Sakura merasa ia tidak akan bisa menang melawan ibunya. Ibunya adalah wanita dewasa yang cantik dan lembut, tentu saja Kakashi-sama akan lebih memilih ibunya dibandingkan anak-anak sepertinya. Karena itu, bersikap kekanak-kanakan seperti ini adalah satu-satunya cara yang bisa ia lakukan untuk mendapatkan perhatian dari Kakashi-sama.

Sakura berjengit saat mendengar suara seseorang tertawa terkekeh di belakangnya. Sakura mengira bahwa salah seorang dari para pelayan yang tengah mencarinya telah menemukannya namun saat ia menoleh, ia tidak melihat siapa pun di sana.

Lagi-lagi terdengar suara tawa kecil.

Sakura merasa takut namun juga kesal karena tidak bisa menemukan asal suara tawa tersebut.

"Siapa yang tertawa?"

"Ah, maaf..." Sakura segera menoleh dan menengadahkan kepalanya, di atas dahan pohon yang ada di belakangnya, tampak seorang anak laki-laki berambut pirang yang tengah tertawa kecil. Sakura tidak pernah anak laki-laki itu sebelumnya, "habis gambarmu aneh sekali."

Wajah Sakura memerah. Ia menoleh sekilas ke arah coretan di tanah yang digambarnya tadi sebelum berdiri dan meletakan kedua tangannya di pinggangnya, meskipun dalam hati ia mengakui bahwa gambar yang dibuatnya itu tampak aneh, Sakura tidak akan membiarkan seorang anak yang tidak dikenalnya menghinanya seperti itu. Sakura kembali menatap anak itu, wajahnya mendongak menantang ke arah anak laki-laki yang tampak seusia dengannya itu.

"Memangnya kamu bisa menggambar lebih baik dariku?" Tantang Sakura dengan dari berkerut dan bibir mengerucut, "kalau kamu berani, turunlah dari situ!"

Anak laki-laki itu masih tertawa, "baiklah... Aku akan turun."

Lalu anak laki-laki itu, secara mengejutkan melompat dari dahan tempatnya duduk tadi dengan mudahnya. Tubuhnya terlihat begitu ringan saat ia mendarat dengan mudah di atas tanah di hadapan Sakura.

Sakura mengamati anak laki-laki yang berdiri begitu dekat di hadapannya itu. Rupanya ia sedikit lebih tinggi dari Sakura dan ini membuat Sakura merasa kesal. Anak laki-laki itu berambut pirang dan bermata biru. Sejak tadi ia terus tersenyum pada Sakura.

Pakaian yang dikenakan anak laki-laki itu tampak mahal. Ia mengenakan kalung yang juga terlihat mahal, seperti salah satu pusaka yang dimiliki sang Kaisar. Ada banyak hal yang menarik dari anak laki-laki itu namun yang paling menarik perhatian Sakura adalah hiasan di kepala anak itu yang menyerupai telinga dan... Ekor? Anak itu memiliki ekor berwarna keperakan.

"Ah ini," anak laki-laki itu rupanya menyadari tatapan Sakura, ia menyentuh hiasan yang dikenakan di kepalanya itu, "ini telinga asli," ia tertawa lalu menggoyangkan ekornya yang cukup tebal, "ekor ini juga asli."

Sakura memang bukanlah putri yang lemah lembut dan selalu bersikap kelelakian tapi bagaimana pun ia adalah putri yang cerdas dan ia dengan cepat dapat memahami apa yang terjadi. Tentu saja ia tidak pernah melihat anak laki-laki ini sebelumnya di sekitar istana.

"Kau rubah!"

Tentu saja itu bukan sebuah pertanyaan. Sakura menuding bocah rubah itu dengan telunjuknya. Telinga dan ekor yang berwarna keperakan itu adalah telinga dan ekor rubah, tidak salah lagi.

Anak laki-laki itu mengangguk, "lebih tepatnya aku siluman rubah, namaku Naruto."

"Aku Sakura," kata Sakura secara otomatis, terbiasa untuk balik memperkenalkan diri saat seseorang memperkenalkan diri padanya.

Lagi pula siluman rubah bernama Naruto ini tidak terlihat menyeramkan. Ia tidak tampak berbahaya di mata Sakura.

"Kamu seorang putri?" Tanya Naruto menuding kimono mewah yang Sakura kenakan. Kimono itu kini telah berlumuran tanah namun masih terlihat mahal.

Sakura mengangguk, "ya. Ayahku kaisar."

Naruto tersenyum lebar, "hebat sekali."

"Lalu?" Sakura menyodorkan ranting kering yang dipegangnya, "katanya kau bisa menggambar lebih baik dariku?"

Naruto menerima ranting itu dan mengangguk. Lalu ia segera berjongkok diikuti Sakura di sebelahnya. Siluman kecil itu mulai menggambar sesuatu yang tampak tidak jauh berbeda dari gambaran Sakura.

Sakura mendengus, "kau payah."

"Lihat baik-baik, ini terlihat lebih baik kan?" Naruto menunjuk gambarannya tapi Sakura tetap menggelengkan kepalanya. Naruto menghela nafas, "biar kucoba sekali lagi."

Keduanya tengah asyik menggambar di tanah ketika terdengar suara laki-laki muda yang sudah sangat dikenal Sakura. Ia menghentikan gerakannya saat mendengar Kakashi meneriakan namanya. Ia hampir lupa kalau ia tengah bersembunyi.

Sakura menoleh ke arah Naruto yang rupanya juga mendengar suara Kakashi yang memanggilnya.

"Aku harus kembali sekarang," kata Sakura menjelaskan, "aku belum makan siang."

Naruto mengangguk dan kembali tersenyum meskipun ia terlihat agak sedih karena harus berpisah dengan teman barunya itu.

Sakura juga merasa enggan harus menyudahi pertemuannya dengan teman barunya itu tapi ia harus segera kembali. Lalu ia pun memutuskan, "besok kita main lagi."

Senyum yang mengembang di wajah Naruto bertambah lebar. Ia mengangguk bersemangat, "tentu saja!"

"Baiklah, sampai jumpa besok kalau begitu!" Kata Sakura sebelum melambaikan tangan dan berlari menerobos semak-semak menuju ke arah Kakashi yang memanggilnya.

Kakashi baru saja bersiap untuk kembali memanggil nama Sakura-hime saat Sakura berlari ke arahnya dengan senyum mengembang di wajahnya dan beberapa daun kering menempel di kimono dan rambutnya. Kakashi menghela nafas lega dan menggelengkan kepalanya.

"Sakura-hime! Dari mana saja! Anda membuat semua orang panik!"

Sakura merasa sedikit bersalah, "maafkan aku..."

Kakasih menghela nafas sekali lagi. Ia masih merasa kesal namun ia juga merasa lega karena putri kecil itu tidak terluka sedikit pun, "lain kali, tolong pikirkan baik-baik hal buruk yang mungkin terjadi kalau Anda menghilang begitu saja dari pengawasan para pelayan."

Sakura mengangguk, kali ini ia merasa benar-benar menyesal. Ia telah bersikap kekanak-kanakan. Kakashi pasti merasa kecewa padanya.

"Sudahlah, asal Anda mengerti dan tidak akan mengulanginya lagi," Kakashi berjongkok di hadapan Sakura dan menepuk-nepuk kepalanya, "Anda belum makan siang dan pasti lapar kan? Ayo kembali, aku akan meminta para pelayan menyiapkan makanan."

"Un," Sakura tersenyum.

Kakashi balas tersenyum. Ia berdiri dan menggandeng tangan kecil sang putri dan mengajaknya kembali ke istana. Para pelayan pasti sudah panik setengah mati dibuatnya.

Sesaat sebelum beranjak pergi meninggalkan tempat itu, diam-diam Sakura menoleh dan melihat Naruto berdiri dan melambaikan tangan padanya. Sakura tertawa tanpa suara dan diam-diam balas melambai pada teman barunya itu.

Ia tidak sabar untuk kembali bertemu dengan teman barunya itu keesokan harinya.

.

.

Author's Note:

Hallo! Recchi lagi! Kali ini dengan genre yang berbeda lagi, historical fantasy! Settingnya, jepang jaman Heian, antara tahun 700an masehi sampai 1100an masehi.

Jaman Heian berarti jaman "damai", well sebenernya nggak damai2 amat tapi ini adalah jaman dimana puisi, lagu dan fashion mengalami puncak kejayaannya. Lagu kebangsaan Jepang "kimi ga yo" dan cerita legendaris "hikaru genji" juga ditulis pada jaman ini. Di jaman ini, masyarakat jepang menganggap "kecantikan" adalah hal mutlak yang harus dimiliki karena itu pria dan wanita "diharuskan" berdandan. Di jaman ini juga, pengaruh cina mulai berkembang di jepang (menyebarnya ajaran buddha dan lain-lain). Jaman ini dimulai sejak Kaisar saat itu memindahkan ibu kota ke *Kyoto. Saat itu Jepang masih disebut Kyo. (Ibukota pindah ke Tokyo (dulunya Edo) setelah restorasi Meiji, yg suka samurai X pasti pernah dengar soal restorasi Meiji).

Meskipun sewaktu saya sekolah di Jepang dulu nilai sejarah saya lumayan bagus, tapi sudah sepuluh tahun berlalu jadi ada beberapa hal yang harus saya pelajari lagi... Dan saya kurang begitu menguasai periode Heian, lebih menguasai periode Karakura ke atas... Tapi akan saya usahakan supaya cukup akurat. Karena saya ingin fanfic yang saya tulis, nggak cuma bisa menghibur tapi bisa menambah pengetahuan reader sekalian :D

Chapter depan akan ada time skip :)) jadi siap-siap untuk masuk ke cerita yang sesungguhnya mulai chapter depan.

Dan ya! Ini fanfic ke-50 saya! ok, kalau suka, tinggalkan review ya supaya saya tahu respon reader dengan genre seperti ini. Mohon bantuannya...

Recchi.