Lose You

Prolog

By : Anomalee

Embun mulai terbentuk di sekitar dedaunan pohon dan rumput, tidak hanya yang berwarna hijau, bahkan daun-daun yang gugur berwarna coklat pun tak lepas dari embun itu. Sang surya mulai menampakan warna keemasannya membuat sebagian makhluk hidup di bumi memulai beraktifitas seperti biasa. Burung-burung pergi berpamitan dengan anaknya untuk mencari makanan, ayam jantan yang telah terbangun lebih dulu juga memulai kawanannya untuk mengais sesuatu di tanah.

Hembus nafas itu terlihat, menandakan musim yang hampir berubah. Berjalan di jalan setapak yang licin adalah kebiasaannya. Setiap hari, menempuh beberapa kilometer hanya untuk mendapatkan beberapa keping uang logam guna menyambung hidup yang keras.

Dia pernah bermimpi, sangat sering bermimpi. Mencita-citakan apa yang ia inginkan, hidup mewah. Sangat klise mengingat banyak manusia yang ingin hidup mewah tetapi jarang berusaha. Terbangun di kasur yang hangat, dengan pelayan yang siap sedia melakukan apapun untuknya, memakai pakaian sutra, bertemu dengan orang-orang ramah dan baik hati, lalu menikah dan memiliki anak dengan akhir hidup bahagia selamanya.

Pegangan pada tongkat kayunya menguat, jalan yang ditempuh kini lebih jauh dari biasanya, dan dia hanya sendiri. Byun Baekhyun, pria berusia 23 tahun itu memulai hari saat bulan masih menyapa. Memakai pakaian seadanya yang ia jahit kemarin karena robek dibeberapa sisinya. Dan dia bermimpi lagi kapankah ia akan memakai pakaian sutra jika pakaian biasa saja tidak dapat ia raih?

Baekhyun hanya pria naif yang ingin ini dan itu, dia akan berhenti bermimpi saat perutnya telah berbunyi untuk diisi. Berprofesi menjadi petani bukan hal yang mudah untuk dilalui terlebih petani tanpa memiliki kebun sepertinya. Bahkan Baekhyun ragu pantasnya disebut petani.

"aku harus cepat, jika tidak aku bisa terlambat untuk persiapan musim dingin" gumam Baekhyun, dengan tinggi yang tak seberapa dia harus berjalan melewati bukit demi bukit untuk mencapai kebunnya.

Ah Baekhyun bahkan tidak punya kebun, Baekhyun biasa melakukan apa saja, menebang pohon, memanen buah dan sayuran, berjualan di pasar dan Baekhyun masih berharap untuk mendapatkan pelayan untuknya. Mimpinya terlalu besar untuk anak yatim piatu sepertinya.

Matanya memejam erat, tangannya terkepal. Baekhyun hampir mengamuk jika pengendalian dirinya tidak kuat. Kebun yang Baekhyun incar selama beberapa hari ini ternyata telah habis dipanen orang. Apa daya Baekhyun yang tak punya kebun hingga harus berebut dengan petani gelap lain untuk sebutir tomat? Pikiran buruk mulai melintasi otaknya, bagaimana jika tidak ada barang yang ia jual di pasar? Bagaimana perutnya nanti?

Baekhyun berputar, mulai memilih alternatif lain yang membuat nafasnya masih terus berhembus nanti. Kayu, hanya itu yang ada di pikirannya. Mau tidak mau Baekhyun harus menebang pohon dan menjual kayu-kayunya di pasar. Dan Baekhyun tidak menyukainya, Baekhyun lebih memilih untuk memetik dari pada harus menebang pohon.

Baekhyun menggerakkan tangannya untuk pohon berdiameter 0,3 meter di depannya. Kapaknya sudah sangat lama digunakan untuk menyambung hidup. Bergerak konstan demi celah yang dibuatnya, berharap semoga pohon itu tumbang dengan cepat.

TAAAKK ! TTAAKK !

Tanggannya mulai sakit saat ayunan-ayunan terakhir. Dan pohon itu pun tumbang setelah 1 jam Baekhyun mengayun.

"hhaahhh melelahkan" Baekhyun menyeka bulir keringat yang berada di dahinya. Kemudian mulai memotong pohon tersebut menjadi beberapa bagian.

Matahari telah berada di ufuk barat pertanda sore telah menjelang, dan Baekhyun masih melintasi bukit-bukit curam untuk sampai di rumahnya. Badannya yang kecil menggendong batang-batang kayu yang berat dipunggungnya. Perutnya bahkan belum terisi sejak pagi. Beberapa saat Baekhyun akan berhenti untuk beristirahat namun kali ini Baekhyun sangat ingin sampai di rumah.

Tidak ada sambutan hangat untuknya, semua sepi. Baekhyun terbiasa hidup sendiri dan melakukan semua hal sendiri, beberapa hari dalam sebulan Baekhyun akan ke pasar menjual berbagai hasil kebun atau kayu yang Baekhyun cari.

"Baekhyun-ssi?"

"Ya?" Baekhyun berdiri dengan cepat ketika seseorang memanggilnya, wanita yang sangat cantik. Memakai hanbok merah dan tersenyum manis pada Baekhyun.

"Bolehkah aku berkunjung Baekhyun-ssi? Aku Park Sooyoung" Kata gadis itu sambil membungkuk sedikit.

Baekhyun bingung, mengapa ada wanita di sekitar tempat tinggalnya. Parahnya dia mengenal Baekhyun dan meminta berkunjung, apa wanita didepannya ini gila.

"Maaf Sooyoung-ssi tapi aku seorang pria dan apakah-"

"Tidak Baekhyun-ssi aku tidak mempermasalahkan, aku hanya ingin berbicara sesuatu denganmu"

"Baiklah, silahkan masuk kalau begitu Sooyoung-ssi" Senyum kotak itu terpasang manis di wajah Baekhyun, pikirnya tidak ada salahnya mendengarkan wanita itu.

"Maafkan aku Sooyoung-ssi tetapi aku minta maaf aku tidak memiliki makanan apapun dirumah ini. Hanya air putih saja maafkan aku" Raut menyesal jelas ada di wajah Baekhyun, bagaimana pun wanita didepannya terlihat seperti orang kaya dan Baekhyun tidak memiliki makanan apapun.

"Tidak masalah Baekhyun-ssi, aku hanya menyampaikan beberapa hal. Mungkin ini terlalu cepat dan akan membuatmu terkejut Baekhyun-ssi"

"A-apa? Aku? Ada apa denganku?" Baekhyun sedikit bergidik melihat wajah serius Sooyoung.

"Pergilah, dan temui orang yang tinggal di alamat yang kutulis ini." Selembar kertas usanh diberikan Sooyoung pada Baekhyun, dalam hati dia berdoa supaya apa yang dilakukannya benar.

"Maaf tapi k-kenapa aku harus menemuinya? Dan aku tidak mengenal-"

"Aku kenal orang tuamu Baekhyun-ssi"

Wajah Baekhyun memucat, dia kembali harus mengingat orang tuanya yang sudah lama Baekhyun lupakan. Orang yang meninggalkan Baekhyun hidup sendirian sedangkan mereka hidup dengan tenang di surga.

"T-tidak, kau pasti berbohong"

"Byun Yunho dan Kim Jaejoong bukan?"

"B-bagaimana kau-"

"Aku sudah bilang aku mengenalnya Baekhyun-ssi" senyum kemenangan terbentuk di bibir merahnya.

Baekhyun diam, selama ini Baekhyun selalu mencari tahu jati diri kedua orang tuanya. Baekhyun hanya melihat mereka hingga umur 4 tahun. Setelah itu Baekhyun seperti hewan di hutan. Hidup sendiri dengan belas kasih tetangga-tetangganya di pinggiran desa. Baekhyun yang malang ketika anak seusianya bermain, Baekhyun justru sibuk menghidupi dirinya.

Betapa Baekhyun ingin bertemu orang tuanya, Baekhyun sudah mencoba bunuh diri, berkali-kali dalam 11 tahun terakhir sejak Baekhyun tinggal semakin dalam di hutan. Dan selama itu pula gagal, Tuhan belum ingin Baekhyun meninggalkan raganya. Hingga Baekhyun sadar, dia hanya menunggu kematian datang. Mulai bermimpi tentang suatu hal yang indah, dan terkadang menangis ketika sadar bahwa semuanya semu.

Baekhyun yang malang ketika diterkam binatang buas hingga berdarah-darah, kemudian diselamatkan pemburu justru sembuh tanpa diberi obat apapun. Baekhyun mulai lelah berandai-andai dalam mimpinya. Dan kini seseorang menawarinya informasi tentang kedua orang tua yang telah lama meninggalkannya.

Sooyoung tak bodoh untuk tahu bagaimana rasa di dalam mata laki-laki yang tak lebih tinggi darinya. Rindu, kecewa, marah, penasaran dan benci jelas terpancar di mata sipitnya. Semua terlalu sulit bahkan untuk dirinya sendiri.

Byun Yunho, ayah Baekhyun adalah seorang murid dari kakeknya sekaligus teman sang ayah, Park Yoochun. Mata sipitnya benar-benar menunjukkan jika Baekhyun adalah anak tunggal dari Yunho. Ia masih sangat ingat bagaimana Yunho memperlakukannya dengan sangat baik, bagai anaknya sendiri.

Sedangkan Kim Jaejoong, wanita dengan paras yang sempurna. Betapa Sooyoung sangat ingin menjadi sepertinya, Jaejoong menjadi rebutan bagi pria yang mengenalnya. Sifatnya yang keibuan membuat siapapun bertekuk lutut, beruntung Sooyoung sempat digendong saat ia berusia 4 tahun.

Sooyoung hampir menangis ketika mengingat bagaimana baiknya kedua orang tua Baekhyun, bahkan menatap Baekhyun terasa seperti menatap wanita yang ia sayangi Kim Jaejoong. Sooyoung tak punya ibu, maka dari itu dia menganggap Jaejoong seolah malaikatnya.

"Apa kau tau tentang kematian orang tuaku?" Baekhyun menahan bahunya yang bergetar ketika mengucapkan pertanyaannya.

"Ya, sangat tahu." Sooyoung meremas chima yang dikenakannya. Ia sangat mengingat bagaimana pemberontakan itu terjadi.

"Ketika kau tau, kuharap kau berbesar hati Baekhyun-ssi" lanjut Sooyoung

"APA YANG TIDAK KU KETAHUI !" Baekhyun menyerah,emosinya meluap. Ia belum makan sejak pagi buta, badannya lelah, perutnya sakit, dan kini pikirannya dipenuhi dengan informasi kedua orang tuanya yang diterimanya dengan tiba-tiba. Baekhyun menangis, dia tak pernah menangis di depan orang lain, tapi kini semuanya berbeda. Baekhyun sangat ingin berteriak karena merasa paling bodoh didunia ini.

"Kendalikan dirimu Baek-"

"APA HAH! KAU TAU TENTANG MEREKA KAN? KATAKAN PADAKU!"

Sooyoung memilih mengalah, emosi yang dilawan dengan emosi tak akan berakhir dengan baik. Memberikan kesempatan berpikir untuk otaknya merangkai kata sembari menatap Baekhyun adalah pilihannya. Hatiya berdenyut sakit melihat pria didepannya menangis, Sooyoung melihat sosok Jaejoong dalam dirinya.

"Baekhyun-ssi, aku tau kau akan terkejut seperti ini tapi aku tidak bisa berlama-lama. Kau akan tau alasanku kenapa tetapi aku hanya berharap kau pergi ke alamat yang kuberikan."

"Kenapa? Kau tak ingin memberitahuku kan?" Air matanya berlinang, Baekhyun tak peduli apa itu harga diri. Dia hanya ingin orang tuanya sekarang.

"Baekhyun-ssi sadarlah. Kau akan tahu ketika pergi ke alamat itu, dan aku membawa ini untuk kau makan. Tak seberapa memang tapi kurasa cukup untukmu"

Baekhyun melihat sebuah buntalan besar berada didepannya, Baekhyun masih tersedu, dia yakin penampilannya buruk tapi ia sungguh tak peduli.

"Aku permisi Baekhyun-ssi dan senang bertemu denganmu" Sooyoung pergi dengan tangan terkepal, betapa ia sangat ingin memeluk putra dari wanita yang ia sayangi. Tapi ia sadar semakin lama ia bertemu Baekhyun, semakin bahaya akan datang pada Baekhyun pula.

Review ?