SOULMATE?
Main Cast : Lu Han, Oh Se Hun, Wu Yi Fan (HunHan, KrisHan)
Genre : Family, Romance, Sad
Length : Chapter 1 0f ?
Summary :
Lu Han, gadis yang berusia 18 tahun, periang, pintar, humoris dan selalu positif thingking, menerima perjodohan dengan anak laki-laki tunggal keluarga Wu, seorang pengusaha garment menengah di Kota Seoul, yang berusia 33 tahun, demi mengangkat derajat keluarganya.
Bagaimanakah perjalanan rumah tangga mereka?
.
.
.
DISCLAIMER :
Hai Readers, sebelum kalian membaca fanfic ini, aku kasih tau dulu kalau cerita fanfic ini aku ambil dari sebuah novel yang berjudul 'Belahan Jiwa?' by KY. Inti ceritanya hampir mirip dengan kisah yang aku alami kurang lebih setahun yang lalu. Garis bawahi ya, HAMPIR MIRIP. Makanya aku tertarik untuk mempostingnya di FFN dengan mengubah tokoh utamanya dengan anggota boyband biasku-EXO.
Aku kasih tau sama kalian kalau ceritanya ini bagus. Konfliknya banyak dan sangat menarik untuk dibaca. Kalau kalian tidak puas hanya dengan membaca fanfic ini, aku saranin untuk membaca novelnya langsung. Dijamin kalian akan puas.
Aku ngeposting cerita ini niatnya bukan untuk meng-COPAS tapi hanya untuk berbagi dengan kalian semua yang suka hunting cerita di FFN, terutama yang suka HunHan sebagai tokoh utamanya. Dan cerita ini sepertinya belum ada terposting di FFN, menurut sepengetahuanku ya ^-^"
Terakhir, aku ingatkan bahwa cerita ini Genderswitch dengan Rate M. Bagi Readers yang tidak suka dengan Genderswitch dan yang belum cukup umur dipersilahkan menutup kembali halaman ini.
NB. Tulisan miring hanya untuk kata/kalimat dalam bahasa asing.
.
.
.
Happy Reading ^-^
.
.
.
CHAPTER 1
.
.
.
Hari ini adalah hari paling bersejarah dalam hidupku.
Pertama, hari ini adalah hari kelulusanku dari SMA.
Kedua, hari ini adalah hari lamaranku.
Hah?
Iya.
Aku lulus, dengan nilai terbaik kedua. Aku seorang gadis, berusia 18 tahun, periang, pintar, humoris dan selalu positive thinking!
Positive thinking? Iya. Selalu berpandangan positif. Buktinya, walaupun aku hanya juara umum kedua, tapi aku selalu berpikir angka dua lebih banyak daripada angka satu….
Aku lebih senang menyatakan bahwa gelas itu setengah penuh, daripada gelas itu setengah kosong!
Aku pulang ke rumah siang ini dengan hati ringan, ditemani motor peninggalan papaku yang berwarna merah keluaran tahun 80an.
Ketika temanku bertanya kenapa aku masih mau memakai motor kuno seperti itu? Apa tidak malu?
Aku menjawab, sebuah benda semakin kuno, semakin berharga nilainya. Positive thinking.
Gerbang sekolah yang selama tiga tahun selalu kulihat, semakin lama semakin mengecil….jauh…dan menghilang….Selamat tinggal sekolah tercinta….jangan bertemu lagi…..
Di rumah semua orang terlihat sedang sibuk bersih-bersih, adik laki-lakiku membersihkan seluruh jendela dan barang-barang di ruang tamu. Adikku satu lagi yang perempuan sibuk membersihkan foto-foto kami yang tergantung di dinding.
Aku menarik rambut adik perempuanku sambil berlalu, dan sebelum dia sempat menarik balas rambutku, aku sudah berlari ke arah mama yang berada di dapur, sedang membuat beberapa kue. Dengan sigap aku membantu mama menyelesaikan membuat kue, hidangan untuk tamu.
Nanti sore, jam lima, calon suamiku dan kedua orang tuanya akan datang ke rumah. Untuk melamarku…..
.
.
.
Bulan lalu seorang wanita setengah tua dengan dandanan menor, menemui mama di rumah. Dia menjadi orang suruhan dari keluarga Wu Zhoumi, seorang pengusaha garment menengah di Kota Seoul.
Setelah 10 menit berbasa-basi, wanita itu akhirnya mengatakan niatnya menjodohkan aku dengan anak laki-laki keluarga Wu Zhoumi!
Aku yang ikut duduk bersama mama hanya mampu membelalakkan mata terkejut!
"Maaf Hyukjae-ssi, memang anaknya Zhoumi itu belum menikah?" tanya mama ragu…ada sekilas ingatan tentang keluarga kaya itu.
"Iya Heechul-ssi, keluarga terpandang, anaknya hanya seorang, laki-laki, tampan lagi! Masih perjaka! Pokoknya jangan khawatir, kehidupan anak Heechul-ssi akan terjamin! Lihat sendiri kan rumahnya mewah, tingkat tiga! Mobilnya banyak, usahanya mapan, ahli waris tunggal pula! Hmm, kalau saya masih single, tidak akan saya sia-siain tuh!"
GLUP..
Aku menelan ludah…Gawat ahjumma ini!
Wanita itu mulai mempromosikan anak laki-laki keluarga Wu itu.
Mama tampak mengerutkan dahi, sedangkan aku masih membelalakkan mata tidak percaya, di jaman yang modren ini masih ada perjodohan semacam ini!
"Ini, ini fotonya saya bawa Heechul-ssi. Namanya Yifan, Wu Yifan, tampan kan?"
Mama mengambil foto yang diserahkan wanita itu dan menunjukkannya kepadaku.
Aku speechless….
Seorang pria, badannya proporsional, wajahnya mulus, senyumnya terlihat tulus, termasuk bernilai delapan…menjadi sembilan kalau mengingat dia adalah ahli waris tunggal keluarga kaya…..
"Berapa usia Yifan sekarang Hyukjae-ssi?" tanya mama lagi.
Wania itu terlihat membetulkan posisi duduknya, mengedepankan badan atasnya sedekat mungkin ke arah mama.
"33 tahun Heechul-ssi…" bisiknya perlahan.
KYAAAAA!
Aku berteriak kaget, mengambil nafas panjang – hembuskan – tarik nafas panjang – hembuskan…
33 tahun?
Selisih 15 tahun dari aku? Ahjussi? Aku mau dijodohkan dengan seorang ahjussi? AHJUSSI?
Aku melihat lagi foto si Yifan ahjussi itu.
"Foto ini foto tahun berapa ahjumma?" tanyaku ke wanita itu.
"Hush! tidak sopan bertanya begitu!" sela mama. Aku nyengir dan diam mendadak.
Wanita itu menjawab, "Bulan lalu, foto ini foto Wu Yifan bulan lalu."
"Katanya orangnya tampan, kenapa tidak ada yang mau?" tanyaku penasaran.
PLAK!
Mama memukul dahiku seketika.
"Ahhh, tidak apa-apa Heechul-ssi, namanya juga anak muda, rasa ingin tahunya pasti besar…" wanita itu tersenyum tipis.
"Yifan ini terlalu serius mengikuti jejak papanya, mengelola usaha garment keluarga mereka. Jadinya dia lupa waktu. Orang tuanya menghubungi saya untuk mencarikan jodoh buat anaknya. Dan saya kan punya data base anak perawan di Kota Seoul, dari segi bibit-bebet-bobot, anak Heechul-ssi yang paling ber-koalisi….."
"Berkualitas mungkin ahjumma…" aku mengoreksi kata-katanya.
PLAK!
Tepukan Mama mendarat lagi di dahiku. Wanita itu terlihat acuh.
"Begini Hyukjae-ssi, saya akan merundingkan dulu masalah ini dengan Luhan anak saya ini. Dia kan masih 18 tahun, nanti saya akan menghubungi Hyukjae-ssi…."
Wanita itu tersenyum, agak lemas, karena dia mengharapkan jawaban positif saat ini juga, karena menurut hitungan matematikanya, positif sama dengan uang.
"Heechul-ssi jangan khawatir, keluarga Wu itu sangat baik, keluarga baik-baik juga, mereka sudah menyediakan satu rumah lagi untuk hadiah kepada keluarga menantunya…." wanita itu mengeluarkan kartu As-nya.
Aku membelalakkan mata. Ingin bertanya sebesar apa hadiah rumah itu. Belum juga satu kata keluar dari mulutku, mama sudah mendelikkan matanya, melarangku mengeluarkan suara.
Wanita itu itu pulang setelah meninggalkan enam nomor telepon yang bisa dihubungi! Enam! ENAM! Seperti telemarketing…
Mama menatapku, mengajakku duduk disisinya. Tangannya merengkuh kepalaku dengan penuh kasih sayang.
"Ma…" aku memeluk badan kurus mama. Sejak Papa meninggal 10 tahun yang lalu, mama menjadi single fighter bagi ketiga anaknya. Aku –Luhan– anak tertua, adikku Chanyeol masih 1 SMA dan Baekhyun masih 2 SMP.
Mama ingin agar aku menyelesaikan sekolahku sampai SMA, walaupun nantinya tidak bisa kuliah, paling tidak aku bisa mendapat pekerjaan yang lebih layak dengan gaji yang lumayan besar.
Aku tidak pernah membantah mama, apa yang dicita-citakan mama untuk anak-anaknya masuk akal…dan mama sudah mengucurkan keringat darah untuk membiayai sekolah ketiga anaknya selama ini.
Wajah letih mama dan kulit kering keriputnya membuat hatiku pedih. Mama tampak jauh lebih tua dari umur aslinya.
Apakah ini jawaban doa-doaku setiap hari?
Aku ingin meringankan beban mama, melihat kedua adikku sekolah setinggi-tingginya, melihat mereka sukses, melihat mereka bertiga tertawa bahagia!
"Ma…Luhan sayang mama…sangat…." aku menciumi pipi mama yang tirus. Setiap hari mama bangun tengah malam, membuat kue-kue untuk dijual di depan rumah kontrakan kami, mulai dari pagi hingga tengah hari, sendirian, tanpa bantuan siapapun…
Otakku mengatakan, mungkin ini adalah kesempatan untuk mengangkat derajat keluarga….Bukan berniat untuk menguasai harta calon suamiku yang kaya, tetapi paling tidak aku memiliki akses untuk mendapatkan kesempatan yang lebih besar apabila aku mau berusaha sendiri.
Hatiku mengatakan, apakah aku akan mencintai ahjussi itu?
Positive thinkingku mengatakan dari kutipan buku seseorang: Cinta bermula karena resleting terbuka…Hell!
Setelah dua jam perdebatan, satu toples kue dan tiga gelas teh, mama mengalah, membiarkanku untuk bertemu ahjussi itu satu kali.
Setelah pertemuan itu, baru aku akan menentukan apakah aku mau dijodohkan atau tidak.
Mama segera memberi kabar ke wanita koalisi tadi…
Deal!
.
.
.
Tiga hari kemudian pertemuan itu diatur di rumahku.
Wanita itu datang ke rumah lebih awal untuk menyaksikan hasil perjodohannya.
Aku berusaha tenang. Tapi debaran jantungku membuat tanganku berkeringat dingin. Beberapa kali mama menepis tanganku yang mengenggam erat rok katunku yang terbaik, warna hijaunya mulai memudar.
"Jangan digenggam begitu Lulu….kelihatan kusut! Sebentar lagi tamunya datang…." mama mengingatkanku untuk ke sekian kalinya. Mata mama selalu mampir ke arah rambut hitam legamku yang terurai panjang sampai ke punggung, memastikannya masih rapi, meneliti wajah putih mulusku tidak terdapat noda, memastikan lipstik pink tipisku masih terpoles rata di bibirku yang tipis. Sepatu bertumit tidak begitu tinggi berwarna coklat tua mempelihatkan kakiku yang putih bersih.
Suara mobil berhenti di luar rumah. Sebuah mobil mewah berwarna hitam berhenti dengan gagahnya.
Mama bergegas membuka pintu pagar besi yang setengah reyot untuk mereka.
Terlihat si supir mobil itu tergopoh-gopoh membuka pintu tengah mobil.
Seorang pria berusia 60an memakai baju berwarna coklat turun.
Papanya pasti.
Berikutnya seorang wanita berusia -sebelas dua belas dari pria tadi- turun.
Mamanya pasti.
Seorang pria berusia 20an memakai kemeja putih lengan pendek dan celana denim biru muda turun.
Siapa?
Aku melihat kesana-sini menunggu ahjussi yang mau dijodohkan denganku itu. Wah…jangan-jangan dia batal kemari….pikirku bingung.
Mama menyongsong mereka ke halaman. Aku menyusul di belakang mama. Mama langsung berjabat tangan dan menarik lenganku untuk bersalaman.
Pria berdenim biru muda itu memperkenalkan dirinya, "Wu Yifan…" dan senyum tulusnya keluar dari bibirnya yang kemerahan. Wangi tubuhnya mengingatkanku aroma green tea yang segar….
Oh My GOD!
Aku menganga lebar dan baru menutup mulutku ketika mama mencubit pahaku diam-diam. Orangnya lebih tampan daripada fotonya!
Ketika kami berjabatan tangan, mata kami bertemu…dunia seakan berhenti berputar, lagu L-O-V-E nya Nat King Cole terlantun merdu di otakku!
Baru aku mengerti yang dinamakan falling in love at the first sight!
Yifan terlihat jauh lebih muda dari usianya…. Aku memberi dia senyuman paling indah, dan Yifan yang tidak mau melepaskan tanganku juga tersenyum manis, sinar matanya penuh kelembutan….
Mama menatap kami berdua dengan pandangan merestui….
Calon mertua menatap kami berdua dengan senyuman….
Wanita itu –orang suruhan keluaraga Wu yang menjodohkan aku dengan Yifan- menatap kami berdua dengan mata bergambar tanda dollar….
Pertemuan hari itu sukses! Kedua belah pihak, maksudnya aku dan Yifan saling menyetujui perjodohan ini. Urusan tanggal pernikahan dan yang lainnya akan dibicarakan pada waktu acara lamaran.
Ohh…Yifan ini kah belahan jiwaku yang kucari selama ini?
.
.
.
Acara lamaran berjalan lancar. Panitia abadi perhelatan ini, wanita setengah tua itu, bertepuk tangan gembira!
Pernikahan ditentukan sebulan setelah acara lamaran ini.
Semua biaya ditanggung oleh keluarga calon mempelai pria. For sure…Nantinya aku hanya perlu membawa beberapa barang kecantikan pribadiku dan beberapa potong baju yang masih dalam kondisi bagus….itu yang dibisikkan wanita itu kepadaku.
Selama menunggu hari H, kedua calon mempelai dilarang saling bertemu.
Ritual bolak-balik salon harus aku jalani selama sebulan penungguan itu.
Pesta pernikahan anak tunggal pengusaha terkenal di kota Seoul diselenggarakan pada malam hari secara mewah. Pandangan iri dari para gadis seantero isi kota mengarah kepadaku semua malam itu.
Resepsi berlangsung selama tiga jam, di sebuah ballroom mewah Hotel berbintang lima. Bunga berwarna biru tua, biru muda, dan putih bertaburan royal dalam ruangan. Hidangan melimpah ruah tidak ada habis-habisnya.
Tamu undangan yang berjumlah seribu orang lebih membuat pesta terlihat meriah!
Mama memakai baju berwarna biru navy, sama seperti yang dipakai oleh mama Yifan. Kedua adikku pun memakai baju dengan warna senada.
Sepanjang acara, kami lebih banyak berdiri daripada duduk, membuat kakiku serasa kram.
Yifan –hm!– suamiku, terlihat gagah dan tampan dalam balutan tuxedo hitamnya, dan gaun pengantin putihku yang panjang ekornya saja mencapai dua meter, membuatku menjadi Cinderella dadakan hari ini.
Tangan kami tidak pernah terlepas, saling menggenggam….
Aku selalu tersipu saat Yifan meremas tanganku. Yifan, suamiku adalah pria pertama yang memegang tanganku dengan mesra seperti ini, jari-jemarinya terjalin diantara jariku…pria pertama yang membuatku jatuh cinta…pria pertama yang membuatku menjawab Yes I Do sebelum kalimat Will You Marry Me terlontar dari mulutnya…
.
.
.
Kamar pengantin kami dihias elegan, warna putih, biru dan perak mendominasi. Ranjangnya berukuran besar, dengan sprei putih bermotif salur seperti tanaman merambat berwarna biru muda dengan aksen berwarna perak di sekeliling sprei. Perabotan tampak baru, berwarna abu tua dengan garis biru. Meja rias yang berbentuk elips dengan motif bunga biru yang merambat dan beberapa kristal kebiruan menempel, menambah keanggunan kamar pengantin kami.
Sebuah vas bunga ada di sudut ruangan, sangat cantik dengan bunga lily putih dan bunga berwarna kebiruan semacam bunga forget–me–not, rimbun disekelilingnya.
Semua ini membuat dadaku bergetar, pernikahan yang sempurna! Apa lagi yang kuharapkan?
Aku duduk di depan cermin hias dengan wajah merona merah. Aku satu kamar dengan seorang pemuda! KYAAAAA!
Yifan membuka setelan tuxedonya, melangkah menuju lemari baju yang berwarna senada dengan ranjang dan meja hias yang memiliki lima pintu, lalu berganti dengan piyama tidur. Dia mendekatiku, membantuku membuka slayer pengantin di kepalaku, membuka resleting panjang yang ada di belakang gaunku…..
Aku tersipu malu…
Ketika gaunku melorot jatuh di kakiku, aku setengah telanjang, hanya memakai bra dan celana dalam,….Yifan menatapku dengan seribu macam arti. Lima detik!
"Sini Luhan…" Yifan menarik tanganku ke depan lemari baju. Dia membuka lebar-lebar pintunya, sederet baju baru untukku sudah siap sedia tergantung rapi berderet di dalam lemari yang mengeluarkan aroma wangi. Dari baju tidur hingga gaun sederhana untuk pesta. Wow! Aku merasa takjub dengan persiapan Yifan….
Yifan menarik baju piyamaku dari lemari lalu menyodorkannya kepadaku agar aku memakainya.
Yifan mulai menaiki ranjang, menepuk-nepuk sisi kosong di sebelahnya, mengajakku mengikutinya.
Aku menghampiri Yifan, menaiki ranjang perlahan, membaringkan tubuhku di sebelahnya.
Yifan mencium dahiku, memelukku erat dan memejamkan matanya…
Aku terdiam, jantungku berdetak kencang….
Semenit kemudian dengkurannya terdengar….Yifan tertidur! Mungkin dia kecape-an. Positive thinking.
Aku bingung, kata orang-orang, malam pertama adalah malam penuh kenangan, malam yang ditunggu-tunggu setiap pasangan pengantin. Tapi kenapa kenyataannya begini?
Aku mengkerut dalam dekapannya, mataku masih jalang melotot kesana-kesini, masih mencerna apa yang terjadi hari ini.
Aku pulas tertidur setelah jam dinding di kamar berbunyi tiga kali…..
.
.
.
Aku terbangun, melirik jam di dinding, jam 10! Astaga! Kalau mama tahu aku bangun sesiang ini, mama pasti memercikkan air ke wajahku.
Yifan sudah tidak ada lagi di sampingku.
Aku cepat-cepat ke kamar mandi yang ada di dalam kamar. Selesai berdandan aku keluar kamar, melihat ke kanan kiri. Aku benar-benar merasa asing.
Aroma makanan akhirnya menuntunku dengan sukses ke arah dapur!
"Pagi Ma…." aku menyapa mama mertuaku yang kulihat sedang memotong sayuran.
"Pagi Pa…" sambungku lagi ketika kulihat papa mertuaku menyesap minumannya, duduk di kursi meja makan.
"Sudah bangun Luhan?" mama mertuaku tersenyum dan langsung mencuci tangannya.
"Bisa tidur semalam Luhan?" tanya papa mertua.
"Bisa Pa…." aku menunduk. Perasaan asing menyergap, aku selalu bangun di hari yang baru dikelilingi oleh orang-orang yang sudah aku kenal seumur hidupku. Sekarang tiba-tiba aku dikelilingi oleh orang "asing".
"Yifan tadinya tidak akan ke kantor hari ini Lulu, tadi dia ditelpon orang kantor, ada masalah yang Yifan harus selesaikan segera…" papa mertua menjelaskan keabsenan anaknya di hari bulan madunya sendiri.
"Tidak apa-apa, Pa. Itu bagian dari tanggung jawab Yifan…." aku tersenyum memaklumi.
"Luhan, sini ikut mama sebentar." mama mertua menyeret tanganku ke ruang keluarga yang besar. Memaksaku duduk di sebelahnya.
Wajahnya tampak berseri-seri. Dari dalam saku bajunya dia keluarkan sepotong kain atau sesuatu yang terlihat seperti sapu tangan.
"Hyukjae benar, kamu benar-benar masih perawan Luhan, mama senang! Jaman sekarang susah mengatur anak gadis! Susah menyuruh mereka menjaga keperawanannya…!" mama mertua berkata dengan nada berbisik, matanya juga melihat ke kanan kiri, seakan memastikan tidak ada orang yang mendengar percakapan kami.
Aku bingung, tidak mengerti apa yang dibicarakan mama mertua-ku ini.
Hanya bisa tersenyum kecil.
"Ini, di saputangan ini ada bercak darah keperawanan kamu, Yifan memberikan ini ke mama tadi pagi sebelum berangkat kerja…" jelas mama mertuaku lagi.
What?!
Mamaku tidak pernah bercerita sebelumnya bahwa ada mertua yang memerlukan pembuktian tentang keperawanan menantunya…
Aku tersenyum bodoh. Aku harus menanyakan hal ini kepada Yifan…suatu hari nanti…
.
.
.
Hari pertamaku sebagai istri Wu Yifan, aku harus ikut mama mertua ke butik langganannya, dia membelikanku lima set baju baru (lagi), tiga tas resmi, dua tas santai, lima pasang sepatu dan dua pasang sandal!
Ho ho ho ho…..
Aku seperti putri dalam dongeng-dongeng, menikah dengan pangeran tampan, yang mencintaiku sepenuh hati, yang kaya raya, dan it will be happily ever after!
Mama mertua-ku orangnya benar-benar baik, walaupun dia tipe suka mengatur, semuanya, termasuk pernikahanku.
.
.
.
Jam enam sore, Yifan sudah pulang kerja. Wajahnya terlihat letih namun dia memaksakan diri tersenyum dan mencium kedua pipiku.
"Maafkan aku Luhan, tadi pagi kamu terlihat tidur lelap sekali, aku tidak tega membangunkanmu…" jemarinya membelai pipiku lembut, jempol kirinya dibalut perban bergambar tokoh kartun…
"Tidak apa-apa Fan…" aku menjawab tulus.
Aku memutuskan memanggil namanya saja, biar lebih cepat akrab, tentu saja hal itu juga sesuai persetujuannya kemarin.
"Aku jadi merindukanmu..." Yifan mengusap rahangku, memelukku penuh arti….Aku tersipu, menikmati belaian sayangnya…
Dengan cekatan aku menyimpan tas kerjanya dan menyiapkan baju ganti. Pelajaran yang selalu didengungkan Mama: suami pulang kerja, mengambil tas kerjanya, menyiapkan baju dan peralatan mandi lainnya, membantu membuka sepatu dan bajunya, menyiapkan air minumnya, menyiapkan makanannya! Jangan lupa, wajah harus tersenyum! Jangan cemberut!
Sip!
Itu sih hal mudah!
Yifan tersenyum melihat aku mondar-mandir di kamar, meletakkan ini, mengambil itu…..
Tangannya menangkap tanganku, ditariknya badanku rapat di badannya. Walaupun baru pulang kerja, badannya tidak bau keringat, wangi green tea masih tersisa di tubuhnya. Walaupun usianya sudah 33 tahun, badannya masih tergolong ramping….tidak banyak lemak terlihat di tubuhnya.
Yifan mendekatkan wajahnya, bibir hangatnya menyentuh bibirku. Aku mengejang tiba-tiba….diam saja..menunggu….
Wajahku panas saat tangannya membelai wajahku, menatapku lembut, lalu memelukku erat sekali! Aku balas memeluknya erat...menempelkan sisi wajahku ke dadanya, menciumi aroma tubuhnya, menyimpannya dalam otakku. Aroma suamiku….kata ini terdengar seksi ditelingaku…
Terlintas keinginan untuk bertanya tentang saputangan yang ditunjukkan mama mertua pagi ini, tapi aku berpikir lain kali saja dibahasnya.
Yifan melepaskan pelukannya, mencium kepalaku sekilas, lalu ke kamar mandi.
Aku setengah berbaring di ranjang, membaca buku tentang tempat-tempat wisata di dunia. Buku tua yang selama tiga tahun ini selalu aku buka di saat senggang, menikmati keindahan ciptaan yang Maha Kuasa di setiap foto-foto yang terpampang di sana. Grand Canyon, Pantai Dominika, Bunaken, Great wall….Aku tersenyum sendiri membayangkan bisa mengunjungi semua tempat fantastik di seluruh benua!
Tidak kusadarai Yifan sudah menyelesaikan mandinya dan berdiri di belakangku, memperhatikanku yang sedang asyik dengan buku bacaanku.
Yifan tiba-tiba menjatuhkan badannya, lalu menindih badanku dari belakang! Dia menciumi leher belakang dan bahuku.
Aku membeku merasakan hangat badannya yang menempel….dan aroma body soapnya yang segar….
"Kamu suka membaca Luhan?" suaranya pas di telingaku. Lengan kirinya menumpuh berat badannya sendiri sedangkan lengan kanannya mengelus jemari tangan kananku.
"Iya…aku suka membaca tentang tempat-tempat wisata di seluruh dunia Fan, rasanya asyik sekali ya, kalau bisa melihat langsung tempat indah seperti itu…" jawabku tidak melepaskan pandanganku dari gambar.
"Suatu hari kamu pasti bisa kesana Luhan…" Yifan seakan-akan menghiburku.
"Kamu biasa bermain internet?" tanya Yifan lagi. Aku mengangguk.
"Kadang-kadang…..kalau pas ada tugas sekolah yang mengharuskan kita membuka internet."
Yifan menggerak-gerakkan badannya ke badan belakangku. Aku bingung. Aku melihat gambar pemandangan jadi tidak fokus lagi.
"Sebenarnya aku sudah merencanakan bulan madu kita ke Venice Luhan, cuma pekerjaan di pabrik saat peak season rame seperti ini tidak bisa ditinggalkan…..tidak apa-apa kan?" Yifan masih mendekatkan bibirnya ke telingaku.
"Tidak apa-apa, bisa lain waktu. Cari uang itu penting, tidak ada uang percuma juga tidak bisa jalan-jalan." aku menjawab—terkontaminasi pikiran Mama. Positive thinking.
Yifan mencium pipiku dari belakang, lalu mengajakku makan malam. Aku tersenyum menerima uluran tangannya.
Setelah makan malam, kami berbicara dengan Papa dan Mama mertua sambil menonton televisi, lalu tidur….
Aahhhh, indahnya hidupku!
.
.
.
Pagi–pagi aku bangun, saat melihat ke samping -suamiku-, masih tidur dengan lelapnya. Kakinya selalu dia diletakkan di atas kakiku dan tangannya selalu merengkuh kepalaku dalam pelukannya. Aku merasa nyaman…dan aku mencintai pria ini sepenuh hatiku…
Aku memindahkan kakinya perlahan dari kakiku, dan meloloskan diri dari lengannya, nyaris tanpa membuat suara apapun.
Cepat-cepat aku mandi -pelajaran lainnya dari mama, bangun tidur langsung mandi! Jadi suami akan melihat kita dalam kondisi wangi dan cantik- lalu menyiapkan baju kantor, kaos kaki, sepatu dan tas kerjanya.
Yifan tampak menggeliat terbangun ketika aku sudah selesai menyiapkan semuanya.
Dia membuka matanya, dan tersenyum. Aku mendekat, duduk disisinya, menikmati aroma seorang suami yang baru bangun tidur….Aku menyusupkan kepalaku ke leher dalamnya, merasakan kehangatannya.
Yifan menarikku memasuki selimut hangatnya, menciumi wajahku, tangannya melingkari kepala dan punggungku, mengusap dengan penuh sayang.
"Aku seorang pria yang sangat beruntung memiliki istri sepertimu, Luhan…" ujarnya di telingaku. Aku merasa bangga.
Aku keluar dari selimut hangatnya dan duduk di pinggir kasur, menunggu Yifan selesai mandi, lalu membantunya mengenakan baju dan kaos kaki.
Setelah siap, kami berdua sarapan. Mama dan papa mertua bergabung bersama kami pagi itu.
Papa mertua sudah jarang ke kantor, pekerjaan sudah dialihkan seratus persen ke Yifan.
Mama mertua memiliki kegiatan tersendiri, selain rutinitas memasak, belanja dan ke salon, senam taichi bersama papa mertua dan ikut grup arisan di lingkungan rumah ataupun arisan keluarga.
Yifan mencium dahiku dan memberiku pelukan erat sebelum dia berangkat ke kantor. Hal ini sudah menjadi rutinitas yang menyenangkan bagiku.
Hari ini aku ikut mama mertua ke pasar, berbelanja kebutuhan untuk beberapa hari. Sepanjang hari aku membantunya masak.
Mama mertua mengajariku memasak masakan kesukaan Yifan.
Aku mencatat semuanya dalam otakku. Resep-resep mama mertua, aku tulis di buku agendaku.
Kata mamaku, seorang istri juga harus bisa menyenangkan perut suaminya!
.
.
.
Malam harinya, Yifan pulang kerja membawakanku kejutan! Dia membelikanku sebuah pad yang terbaru! Dengan bangga dia memperlihatkan cara memakai pad itu yang ternyata sudah tersambung dengan internet, mantap!
Dengan adanya pad ini, buku tuaku mulai tergeser. Pad ini telah menggantikan posisinya untuk memanjakan mataku dengan pemandangan-pemandangan indah di seluruh dunia! Tidak ada batasan lagi!
Aku berterima kasih pada suamiku, memberinya ciuman di pipi. Yifan tersenyum, membelai mataku, hidungku, pipiku…rahangku dan memberikanku ciuman lembut di bibir…aku mulai merasakan nyaman setiap kali bibirnya menempel di bibirku…..
.
.
.
Masih ingat dengan wanita setengah tua yang menjadi orang suruhan mama dan papa mertuaku untuk menjodohkanku dengan Yifan? Ternyata dia tidak asal bicara pada saat berkunjung ke rumahku untuk yang pertama kalinya.
Tadi mama mertua memanggilku dan tiba-tiba memberiku sebuah kunci.
Aku bingung, kunci apa?
Ternyata kunci sebuah rumah baru di kompleks perumahan yang baru dibangun di sisi lain Kota Seoul. Ukurannya jauh lebih besar dari rumah kontrakan mama, hadiah untuk mamaku! Aku melirik surat tanah dan surat rumah yang sedang kubuka, luas tanahnya 144 meter persegi!
Aku tersenyum lebar ketika mengajak Yifan ke rumah mama, pada malam harinya. Sudah satu bulan tidak melihat mama, rasanya aku sangat merindukannya, hari-hariku disibukkan dengan kegiatan mertua-menantu, ke salon, dapur, butik, salon, dapur, butik….
Sepanjang perjalanan, wajahku terlihat bahagia….Di setiap kesempatan, Yifan selalu berusaha menyentuh wajahku….
"Mama! Mama!" aku berteriak memanggil mamaku begitu mobil Yifan berhenti dan pintu mobil terbuka.
Mama tampak tergopoh-gopoh menyongsongku ke halaman depan.
Dia menciumi seluruh wajahku, memelukku erat. Aku memeluk badan kurusnya, tak kuasa air mataku menetes…
Mama tersenyum hangat, ada genangan air di matanya yang tampaknya sengaja dia tahan agar tidak terjatuh….
"Mama…." Yifan menghampiri mama, mencium pipi mama dan memberikan pelukan ringan.
"Ayo kalian cepat masuk ke rumah. Chanyeol dan Baekhyun tidak di rumah, masih bermain ke rumah teman mereka." Mama menggiring kami berdua memasuki rumah.
Yifan mengenggam tanganku dan menarikku duduk di sebelahnya.
Mama tersenyum melihat perlakuan Yifan yang romantis.
"Ma, mama Qian menitipkan kunci ini buat mama." aku menyerahkan kunci dan sebuah amplop coklat berisi surat hak milik atas nama diriku, yang dari tadi aku pegang.
Mama mengkerutkan dahinya. Tidak mau menerima barang yang kusodorkan.
"Kunci apa Lu?"
"Kunci rumah baru mama! Dari mamanya Yifan, jadi mama tidak perlu memikirkan biaya kontrakan rumah lagi…." jelasku bersemangat.
Wajah mama tiba-tiba menegang….mama memejamkan matanya dan menarik nafas panjang…aku menelan ludah…sangat mengerti kalau mama sudah begitu, artinya dia sedang dalam keadaan emosi yang dalam….Tidak terasa aku menggenggam tangan Yifan lebih erat.
"Yifan, tolong kasih tahu mama kamu, dengan tidak mengurangi rasa hormat mama, mama terpaksa menolak pemberian mama kamu….mama tidak mau ada anggapan miring tentang Luhan suatu hari nanti, kalau dia menikah dengan kamu hanya untuk ditukar dengan sebuah rumah, kasarnya seolah-olah mama menjual Luhan hanya demi sebuah rumah…." mama menjelaskan alasannya dengan tenang.
Yifan terhenyak kaget, memandang mata mama tidak berkedip selama beberapa saat. Dia tidak pernah menyangka akan mendapatkan penolakan seperti ini.
Yifan mengangguk, sangat mengerti tentang harga diri yang sedang dijunjung tinggi oleh orang tua istrinya ini. Yifan merasa salut dalam hati.
"Saya mengerti maksud mama….saya akan membicarakan hal ini ke mama nanti, Ma…tolong jangan tersinggung…" jelas Yifan.
Mama tersenyum menunjukkan kelegaan hatinya.
Ketika kedua adikku datang, Yifan memberikan beberapa barang yang sengaja dia beli untuk mereka.
Aku segera ke kamar mama, ingin berbicara berdua…
Aku menghempaskan tubuhku ke kasur yang sejak papa meninggal selalu menjadi tempat tidurku, di samping mama….
Aku membalikkan tubuhku, kuciumi bau kasur yang sangat kurindukan.
Kasur dari bahan kapuk, bukan jenis springbed. Lebih sejuk untuk tidur di kamar yang tidak memakai AC.
Aku menggerakkan tangan dan kakiku seperti gerakan berenang, merasakan lembutnya sprei tua yang mama pakai.
Mama duduk disampingku, mengelus jariku yang memakai cincin kawin bermata berlian tunggal yang berkilau indah.
Entah apa yang ada di benaknya, namun senyumnya selalu terkembang untukku.
"Kamu dapat menstruasi bulan ini Lu?" tanya mama tiba-tiba.
"Hah? iya, memangnya kenapa Ma?" aku balik bertanya, bingung dengan maksud mama.
"Semoga kamu cepat hamil Luhan…." desah mama, mirip berupa doa.
Aku diam. Otakku cepat mencerna kemana kira-kira arah pembicaraan ini melaju.
"Yifan sering berhubungan badan denganmu?" mama bertanya hati-hati.
Aku menunduk. Mempertimbangkan sesuatu.
"Iya, Ma…." aku memasang wajah penuh rasa malu.
Mama tersenyum senang.
.
.
.
Bulan depan adalah ulang tahun pernikahan kami yang pertama. Berarti sudah satu tahun rumah tanggaku dan Yifan berjalan.
Hubunganku dengan Yifan semakin akrab, tidak ada yang kami sembunyikan diam-diam. Kami berusaha terbuka – berkomunikasi – berinteraksi – setiap kali bertemu.
Yifan yang kelihatannya agak pendiam, ternyata memiliki sense of humor yang tinggi juga. Tanpa perlu kalimat yang panjang, kami mampu menertawakan sesuatu bersama-sama.
Komunikasi kami memang di segala bidang….kecuali satu hal : hubungan ranjang….Setiap kali aku mengarahkan pembicaraan ke arah sana, Yifan selalu berkelit dan membelokkan pembicaraan kami.
Sampai saat ini Yifan hanya sekedar memeluk, meraba, mencium saja. Tidak pernah lebih. Tapi kan sebuah pernikahan tidak harus berbau soal seks? Positive thinking.
Jadi?
Damn sick! benar, aku masih real virgin!
Setiap kali bertemu mama atau bertemu keluarga yang lain, pertanyaan pertama yang selalu mereka ucapkan adalah : sudah hamil belum?
Membuatku ill feel…
Ketika mereka melanjutkan pertanyaan, kenapa?
Aku benar-benar bingung menjawabnya. Kalau Yifan mendengar pertanyaan itu, dia akan menjawab : belum diberikan kepercayaan sama Tuhan.
Sudah. Titik.
.
.
.
Hari Minggu ini aku memutuskan untuk membuka percakapan tentang hubungan seks kami yang selalu jalan di tempat…Aku hanya merasa bahwa, hal ini akan menjadi masalah. Dan masalah harus diselesaikan, harus dicari rootcausenya – akar permasalahannya, bukan didiamkan saja atau dilupakan atau bersikap seakan akan tidak ada masalah.
Kami sedang bermalas-malasan di kamar. Aku meletakkan kepalaku di pangkuan Yifan.
Yifan terlihat serius sedang browsing artikel fashion di padku.
Lagu-lagu Keith Urban mengalun pelan dari pad yang dipegang Yifan, menghibur pagi hariku, membuat moodku full charged.
"Fan….kita bicara yuk.." aku menarik tangannya.
Yifan meletakkan pad di meja kecil di sampingnya dan tersenyum padaku. Tangannya mengelus rambut panjangku yang terurai di sepanjang pahanya.
"Fan….aku…ngg….boleh terus terang tidak?" aku ragu.
" Tentu saja boleh Lu, kamu kan istriku…."
"Tentang kita…."
Yifan terdiam, wajahnya membeku.
"Tentang rencana bulan depan, anniversary kita…ng…eh, tapi tidak jadi Fan, mmmm, minggu depan saja merencanakannya, sekarang lagi mau santai…" aku merubah topik tiba-tiba begitu kurasakan hatiku mencelos melihat wajah segarnya menjadi sedingin es batu.
Terbersit di otakku untuk membekali diri pengetahuan tentang hubungan suami istri, tentang rumah tangga, tentang laki-laki….
.
.
.
Minggu lalu perayaan hari jadi pernikahan kami yang pertama. Kami merayakannya berdua saja. Yifan mengajakku ke sebuah restauran di hotel besar, yang selama ini hanya ada dalam angan-anganku.
Yifan memintaku memakai gaun ungu tua yang dia belikan. Gaun seksi yang memperlihatkan punggung terbuka sampai ke tulang ekor!
Rambutku di gulung kecil sederhana dihiasi tiga butir kristal semburat ungu berbentuk teratai.
Sepatu high heel berwarna serasi dengan gaunku, membuat kakiku tampak seksi. Dan clutch mungil berwarna pink muda menambah manis penampilanku.
Make up minimalis mampu mengeluarkan aura kecantikan alamiku….Dan rasa bangga, malu, tersanjung, berhasil membuat semburat kemerahan alami di pipiku.
Yifan menyelipkan tanganku di lengannya, menggandengku dengan dada membusung bangga. Entah sudah berapa kali Yifan memuji penampilanku malam itu. Yifan sendiri memakai setelan jas hitam sederhana, dengan dasi berwarna ungu senada dengan gaunku.
Meja untuk candle light dinner sudah disiapkan oleh pihak restauran, Yifan sudah membooking tempat ini sejak dua bulan yang lalu!
Hadiah darinya membuatku terperangah, sebuah kalung mewah! Liontinnya batu Amethys dengan semburat ungu di tengahnya, batu berbentuk tear drop dikelilingi belasan berlian sebagai rantainya, diikat oleh emas putih!
Oh Fan…suamiku…
Lututku seakan tak bertulang karena kejutan yang tiada putusnya selama ini.
Aku tersanjung ketika beberapa mata di restauran itu menatapku iri saat Yifan mengalungkan kalung itu di leher putihku. Yifan tampak tidak perduli bahwa kami berada di sebuah restauran yang sedang penuh oleh pengunjung.
Dan aku yakin para wanita akan menggerutu kepada pasangannya masing-masing ketika pulang, saat melihat Yifan menciumku dengan mesra. Ciuman di bibir….di depan umum…
Aku sering berpikir, adegan romantis di film-film hanya rekayasa belaka dan tidak mungkin ada dalam kehidupan nyata. Ternyata…..Yifan – suamiku – mematahkan semua teori skeptisku itu.
Yifan adalah suami yang hampir sempurna!
Kata hampir itu pasti aku hapus, kalau keromantisan itu berlanjut di kamar kami…
Positive thinking. Save the best for last.
.
.
.
T B C
.
.
.
Mind to Review..?
