All Character © Masashi Kishimoto

Fanfic by Fuu

Rated M

.

.

.

Bukannya merasa bersalah, Sasuke malah senang mengetahui Sakura terlihat cemburu.

.

.

.

Happy reading guys!

.

.

.

Sinar rembulan sudah menggantung dilangit menggantikan matahari semenjak satu jam yang lalu. Dibawah langit yang bertabur bintang Sakura membelah jalan kota dengan mobilnya. Hari itu merupakan hari yang sangat dinantikan Sakura. Hari dimana ketika ia pulang setelah lima hari tinggal dirumah sakit.

Menjadi dokter jaga di UGD memang sangat melelahkan. Susah untuk tidur adalah masalahnya. Selain itu beberapa faktor lain juga menjadi penyebab. Salah satunya pasien yang datang silih berganti. Bisa dihitung selama lima hari ini ia hanya tidur sekitar tiga jam per harinya saja. Meski begitu, sejauh ini Sakura sangat menikmati profesinya sebagai seorang dokter. Membantu orang lain nyatanya lebih menyenangkan ketimbang berdiam diri saja dirumah tanpa melakukan apa pun.

Ia memarkirkan mobil pada halaman rumah minimalis yang berlokasi disalah satu perumahan elit yang ada dikota tersebut. Membuka pintu mobil setelah mematikan mesinnya terlebih dahulu. Ia keluar membawa satu tas besar yang berisikan pakaian, yang sengaja ditaruhnya pada pundak sebelah kanan.

Sebenarnya ada satu hal yang mengganjal semenjak ia memasuki halaman rumah. Dimana ia melihat sebuah mobil Pajero Sport hitam yang terparkir disisi kanan mobilnya kini. Ia tau siapa pemilik mobil tersebut. Dengan langkah cepat ia memasuki lebih dalam rumah itu. Tepat saat hendak memegang gagang pintu, seseorang dari dalam telah menariknya lebih dulu. Sakura sempat terkejut.

"Lho, Sasuke?"

Yang diajak bicara hanya diam tanpa menanggapi. "Sudah pulang?"

Gumaman didapati Sakura.

"Kau bilang baru kembali lusa." ia berbicara sambil melangkah masuk, karena merasakan pundaknya terasa berat sebelah akibat tas besar yang dibawanya. Melewati Sasuke yang saat itu juga menutup pintu kembali.

Mereka kini duduk disofa ruang tamu. Sakura tentu saja bingung saat mendapati Sasuke membukakan pintu untuknya. Karena pagi tadi Sasuke mengabarinya kalau lelaki itu sedang tidak ada dirumah ketika Sakura mengatakan kalau ia akan pulang.

"Tidak jadi."

Sakura melemparkan pandangan. "Kenapa?"

"Mereka kabur."

Seketika Sakura menatap Sasuke serius. "Kok bisa?" ia bergeser agar lebih dekat dengan Sasuke yang duduk dikursi tunggal sebelahnya.

"Bukannya dijaga oleh tim mu?"

"Aku juga tidak tau bagaimana bisa mereka kecolongan seperti itu."

Menjadi seorang detektif tidaklah semudah yang dibayangkan. Sasuke dan yang lain harus rela terjaga sepanjang malam agar tidak kecolongan. Mencari jejak setiap waktu untuk dijadikan sebagai bahan bukti. Namun untuk kali ini, sepertinya penjahat itu berotak cerdik. Entah bagaimana caranya ia bisa kabur dari rumah yang sedari pagi dijaga oleh tim Sasuke.

"Lalu orang itu sekarang kemana?"

Sasuke mengangkat bahu. "Entah. Tapi tim ku sedang mencari jejaknya. Ku pikir orang itu kini pergi ke kampung halamannya."

"Kau tau dimana?"

Sasuke melirik. "Sedang aku selidiki."

"Dasar! Tidak tau malu, ya." Sakura kesal sendiri dibuatnya. "Kalau aku yang menemukannya, akan ku patahkan kedua kakinya itu."

Sasuke tidak menanggapi. Ia hanya melirik sesekali.

Sakura menghembuskan napas kasar. "Tim mu juga!" ia menatap marah.

"Kenapa?"

"Teledor. Masa kalah sama satu orang?"

Nyatanya ucapan Sakura memang ada benarnya juga. Tetapi Sasuke tidak ingin jika reputasi timnya hancur dimata istrinya ini.

"Kau meremehkan kinerja tim ku?"

"Bukan begitu." Sakura melipat tangan didada. "Tapi memang semua salah mereka."

Sakura melirik sekilas. Ia memang seperti ini. Jika ada seseorang yang salah ia tidak akan segan mengucapkan apa yang ada dipikirannya saat itu juga. Meski harus membuat Sasuke tidak suka dengan ucapannya. Tetapi setelah berkata seperti itu sebenarnya Sakura merasa tidak enak pada Sasuke. Karena ia tau Sasuke dan tim nya tidak akan seceroboh ini jika menyangkut tentang penjahat yang diincarnya.

Tidak ada tanggapan, akhirnya Sakura memutuskan untuk beranjak. Terus diam disini dengan situasi seperti ini sangat tidak mengenakkan menurutnya. Namun dua buah tangan kekar membuat tubuh Sakura seakan melayang. Sasuke menggendongnya. Dengan tangan kanan berada dipunggung dan tangan kiri dilipatan paha.

"Sasuke, mau apa?" Sakura menatap lelaki itu. Berpegangan pada kaos abu-abu polos yang dipakainya.

"Katakan sekali lagi." Tidak ada senyuman. Wajah Sasuke terlihat datar.

Sakura masih menggenggam erat kaos Sasuke. Ia benar-benar takut jika lelaki itu tiba-tiba menjatuhkannya. Meskipun hal itu mustahil dilakukan oleh seorang Sasuke yang sangat mencintainya. "Apa?"

"Ucapanmu yang tadi."

Sakura menampakkan wajah bingung. Ia tidak mengerti dengan ucapan Sasuke. "Yang mana?" Sakura sedikit memberontak. Memukul pelan dada bidang suaminya itu. "Cepat turunkan aku."

"Ulang kata-katamu dulu."

"Apa sih, Sasuke. Aku tidak mengerti."

Satu ciuman mendarat dibibir Sakura.

"Apa ini?" sekujur tubuh Sakura terasa memanas.

Alih-alih jawaban yang didapat, Sakura malah mendapat ciuman lagi dari Sasuke. Kali ini lebih lama.

"Mencium."

Oksigen disekitar Sakura seakan menipis. Ia mulai mengatur napasnya agar terlihat normal. "Aku tau."

Belum sempat mengambil napas lagi, Sasuke kembali menciumnya. Mungkin disertai lumatan kecil.

Sakura memukul pelan dada Sasuke. Ia sudah benar-benar kehabisan napas.

"Hentikan, Sasuke." katanya selepas pagutan itu terlepas.

"Tidak." kembali Sasuke ingin menciumnya. Namun Sakura memalingkan wajah.

"Ku bilang hentikan."

Bukan Sasuke namanya kalau menuruti ucapan Sakura untuk hal seperti ini. "Ku bilang tidak." ia hendak mendekatkan bibir tapi ucapan Sakura membuat senyumnya berkembang tipis.

"Setidaknya beri aku aba-aba. Aku kehabisan nafas tau."

Wajah Sakura memerah total. Ia malu sekaligus senang dalam waktu bersamaan. Menghabiskan waktu dengan Sasuke sangatlah susah semenjak Sakura memutuskan untuk kembali bekerja beberapa tahun terakhir ini. Mengingat profesinya sebagai seorang dokter yang hari-harinya dihabiskan dirumah sakit dan Sasuke sebagai detektif yang sibuk mencari bukti. Momen seperti ini lah yang sangat Sakura rindukan.

"Oke."

Tangan Sakura bergerak mengalungkan lehernya. Sasuke mendekatkan wajahnya perlahan. Membiarkan Sakura menutup matanya terlebih dahulu sebelum bibirnya menyentuh bibir wanita itu. Ia ikut terpejam saat permukaan bibir Sakura mulai menempel. Melumat pelan bibir halus nan lembab itu.

Satu hal yang selalu Sasuke sukai saat berciuman dengan Sakura. Manisnya bibir wanita itu entah kenapa membuat Sasuke seakan terlena. Ia ingin tau pelembab bibir seperti apa yang dipakai istrinya ini. Mungkin ia berencana akan membelikannya suatu hari nanti.

.

.

.

"Kau sudah selesai?"

Sakura menoleh kala suara Sasuke terdengar diambang pintu. Ia hanya bergumam saat lelaki itu memilih melangkah masuk lebih dalam. Lalu berdiri tidak jauh dari wanita yang kini sedang meriasnya.

Tidak ada suara setelah itu. Saat melirik kembali Sakura melihat Sasuke tengah menyender pada dinding dengan kedua tangan dimasukkan ke dalam kantung celana. Tuxedo hitam yang menempel ditubuh Sasuke terlihat sangat pas sekali. Membuat ketampanan suaminya itu bertambah berpuluh-puluh kali lipat.

Tidak sampai lima menit riasannya sudah selesai. Wanita yang dikenal bernama Ayame permisi keluar setelah merapihkan peralatan make up. Tinggal lah Sakura dan Sasuke yang kini saling menatap satu sama lain.

Sakura tersenyum saat langkahnya menghampiri Sasuke. Begitupun sebaliknya. Hanya saja bedanya senyum Sasuke tidak selebar senyum yang Sakura berikan. Tapi tetap tidak mengurangi rasa kagumnya pada wanita dengan surai pink tersebut. Namun tepat saat pandangan Sasuke menurun ke area leher Sakura senyum itu perlahan memudar.

"Bagaimana?"

Tanya Sakura. Ia benar-benar merasa seperti menikah kembali ketika mengenakan gaun putih panjang tanpa lengan seperti ini. Apalagi melihat Sasuke dengan tuxedonya.

Sasuke diam. Pandangannya masih tertuju pada satu titik dipangkal leher Sakura. Tidak ada senyuman lagi. Entah apa yang sedang dipikirkan lelaki itu sampai Sakura menggoyangkan lengannya. "Ada apa?"

"Tidak."

Sakura menatap ragu. "Jangan bohong." tangannya dilengan Sasuke diturunkan.

"Tidak."

Ia memutar balikkan badan. Berniat ingin mengaca. Mungkin riasannya terlalu tebal. Maka dari itu Sasuke hanya diam saja saat ditanya tadi. Namun belum sampai dua langkah Sasuke kemudian berucap.

"Lehermu."

Ia hanya menolehkan kepala. "Apa?"

Karena tidak sabar Sakura memilih kembali melanjutkan langkah. Menunggu Sasuke hanya akan memperlambat waktu saja. Ia lalu berhenti didepan cermin.

"Kapan kau memberikan ini?"

Sakura menoleh spontan. Ada rasa malu saat mata itu bersitatap dengan mata Sasuke. Ia belum berkaca sedari tadi. Selepas mandi ia langsung mengenakan gaun ini. Lalu tidak lama Ayame datang dan kemudian meriasnya. Jadi ia tidak sempat berkaca terlebih dahulu. Pantas saja Ayame tersenyum-senyum sendiri sedari tadi. Jadi semua karena bekas merah yang ditinggalkan Sasuke disini.

"Kemarin. Kau lupa?"

Sakura menghembuskan napas kasar. "Ku kira tidak senyata ini." ia menatap sebal Sasuke. Lalu dengan cara apa ia menutupinya?

"Karena kau nih." Sakura bergerak ke arah lemari. Mencari sesuatu agar bisa menutupi jejak merah dipangkal lehernya ini.

"Lalu aku harus pakai apa dong, Sasuke."

.

.

.

Suasana aula hotel yang telah diubah bak istana ini terlihat mewah dengan lagu klasik yang diputar. Acara pesta pernikahan putri satu-satunya detektif terkenal, Uchiha Sasuke, berlangsung dengan lancar pagi tadi. Kini terdapat ratusan orang yang memenuhi aula. Memberi selamat kepada putri detektif yang sangat terkenal dengan legendanya.

Tidak sedikit juga beberapa rekan dokter dan perawat serta teman sejawat Sakura yang lain hadir diacara ini. Memberi selamat sehingga membuat wanita itu sedari tadi sibuk dengan tamunya sendiri. Sedangkan Sasuke, entahlah. Mereka berpisah semenjak tamu undangan Sakura hadir. Mungkin lelaki itu kini bersama temannya.

Mengingat Sasuke, Sakura jadi ingat dengan pangkal lehernya yang ditinggali jejak oleh lelaki itu. Untung saja ia punya syal berbulu berwarna putih yang sengaja dibawanya dari Konoha. Jadi bekas merah tersebut tertutupi sempurna.

Satu tepukan pelan mendarat dipundak Sakura. Ia menoleh untuk melihat siapa gerangan orang tersebut. Ketika pandangannya bertemu dengan sipemilik tepukan senyumnya berkembang.

"Naruto."

Sakura menjabat tangannya. Pandangan matanya beralih pada seseorang disisi lelaki itu. "Sakura." Jabat tangannya kembali.

"Hinata."

Sakura tersenyum membalasnya. Ia tau ini adalah istri baru Naruto. Ia memang sudah sering melihat wajahnya dalam beberapa postingan Naruto dimedia sosial, namun belum pernah melihatnya secara langsung dan berkenalan seperti ini. Karena saat acara pernikahan mereka berlangsung ia dan suaminya tidak bisa hadir.

"Sebentar ya ku panggilkan Sasuke. Kalian coba makanannya dulu saja."

Setelah mendapat persetujuan Sakura beranjak dari sana. Ia menghampiri Sarada yang tengah mengobrol bersama teman-temannya. Bertanya pada anak itu dimana keberadaan Sasuke saat ini. Namun sama sepertinya, Sarada juga tidak tau dimana Sasuke. Ia memutuskan untuk keluar aula hotel karena diseluruh penjuru tempat ini tidak ditemukannya keberadaan Sasuke.

Sakura menempelkan telepon genggamnya pada telinga. Menunggu panggilan disana dijawab oleh seseorang. Sambil mengedarkan pandangan Sakura menemukan sesuatu yang mengganjal didekat pintu masuk lift. Ia melihat Sasuke berdiri dibalik pot besar disana. Bersama seseorang dengan sesekali tertawa. Sakura sangat mengenali perawakan orang itu. Menurunkan ponselnya dari telinga Sakura kemudian menggeser tombol merah dilayar. Ia berbalik arah, kembali masuk ke dalam aula hotel. Tentu dengan perasaan yang karuan.

.

.

.

"Ternyata kau disini?"

Sasuke masuk ke dalam kamar hotel yang telah disewanya. Setengah jam lebih mencari Sakura ternyata wanita itu malah ada disini. Terlihat asyik pula memainkan ponsel ditangannya tanpa menghiraukan ucapan dan kehadiran Sasuke.

"Ada apa dengan wajahmu?"

Setelah diam beberapa saat akhirnya Sasuke berbicara. Ia sudah menatap Sakura sedari awal masuk. Tidak tau mengapa Sasuke merasa ada yang tidak beres disini. Wajah wanita itu terlihat ditekuk.

Tidak juga menjawab Sasuke menolehkan wajah Sakura ke arahnya dengan satu telunjuk. Tatapan sebal langsung didapatinya.

"Kenapa?"

Sakura menjauhkan telunjuk Sasuke. Ia masih diam namun kini ponselnya sudah ditaruh diatas meja.

"Kenapa disini?" Sasuke menyenderkan badan pada punggung sofa. "Banyak tamu, tidak enak kalau kita disini."

Masih belum mendapat jawaban Sasuke kembali mengeluarkan suaranya. "Sarada mencarimu dari tadi."

"Kau saja yang keluar sana." Sakura melirik sebal. "Sekalian reuni dengan mantan istrimu itu."

Sasuke tertegun saat itu juga. Ia menoleh spontan pada Sakura. Menelaah tatapan sebal serta ekspresi tidak suka yang ditampilkan oleh wajah Sakura.

"Siapa?"

Sakura memutar bola mata. "Memang kau menikah berapa kali? Tiga?"

"Karin?"

Senyum tipis muncul diwajahnya mengingat pertemuannya dengan Karin tadi. Jadi Sakura seperti ini karena melihatnya bersama Karin? "Jadi karena itu."

Bukannya merasa bersalah, Sasuke malah senang mengetahui Sakura terlihat cemburu. Memang, ia tidak sengaja bertemu Karin diluar aula hotel saat ia sedang menerima panggilan. Saat itu anak Karin yang masih berumur tiga tahun merengek minta pulang. Ketika Karin menjelaskan apa yang terjadi Sasuke terkejut bukan main. Sasuke bahkan baru tau detik itu juga kalau Karin ternyata adalah istri dari rekannya yang berada di Iwa, yang juga diundangnya ke pesta ini.

"Sakura."

Tidak ada tanggapan dari Sakura. Wanita itu kini mulai menyalakan televisi yang terdapat dihadapannya. Namun Sasuke mengambil alih remote dan kembali mematikan.

"Kenapa sih? Sudah sana keluar." Sakura beranjak dari duduknya.

Sebelum langkah Sakura benar-benar menjauh Sasuke menahan pergelangan tangan wanita itu. Ia ikut beranjak dari duduk. Kedua pundak Sakura diputar agar menghadap ke arahnya. Dalam hitungan detik kedua bibir mereka menyatu.

Awalnya Sakura sempat terkejut. Namun kemudian ia menerima dan membuka mulutnya untuk membiarkan Sasuke mengambil alih situasi.

"Istriku manis sekali."

Dengan sekali kecupan lagi Sasuke meninggalkan Sakura yang merona disana. "Aku keluar dulu. Mau reuni sama mantan istri."

"Sasuke!"

Lelaki itu tertawa. Seakan-akan menggoda Sakura merupakan hal yang menyenangkan menurutnya. Karena ia sangat tau bahwa Sakura tidak pernah benar-benar marah padanya, juga wanita itu mudah melunak dengan sebuah kecupan atau belaian mesra. Maka dari itu Sasuke selalu memanfaatkan kelemahan Sakura disaat-saat seperti ini.

"Tunggu."

Setelahnya Sakura pun mengikuti dibelakang.

.

.

.

Terima kasih buat yang sudah meluangkan waktu untuk membaca. Semoga kalian terhibur.