Tittle : Summer Heat
Cast : Park Jimin / Min Yoongi
Ichizenkaze
BL! With Park!Seme
.
.
.
Happy Reading~
.
.
.
"In the heat of Summer, I meet your eyes.
.
.
"Jungkook bangsat."
Ini mungkin sudah keseratus kalinya Kim Taehyung mengatakan kalimat itu. Yoongi mendengus pelan, menjepit ponselnya di antara bahu dan pipi selama tangannya sibuk menarik dompet dari dalam saku celana jinsnya lalu mengambil beberapa lembar uang won dan memberikannya pada supir taksi yang tersenyum ramah. Yoongi bergumam 'ambil saja kembaliannya' saat supir itu berniat mencari uang kembalian di saku bajunya.
"Pacarmu memang bangsat, licik, dan sangat menyebalkan. Terimakasih banyak, aku sudah tahu itu." Yoongi keluar dari taksi sambil menenteng ransel di pundaknya. Tersenyum berterimakasih saat supir taksi itu menyerahkan koper hitamnya yang tadi tersimpan rapi di bagasi. Ia tidak serepot Taehyung jika hendak pergi. Yoongi hanya butuh satu tas polo berisi kamera dan satu koper dengan helaian baju, kemeja, beberapa celana jins serta sepatu. Well, semenjak ia tahu ini musim panas. Yoongi lebih banyak membawa baju oblong dan celana pendek selutut, juga kemeja tipis yang akan sangat nikmat bila dikenakan ditengah pantai yang panas.
"Tapi dia benar-benar bangsat!" Seru Taehyung di ujung sana. Suaranya perih akan kekecewaan. Yoongi tidak tahu harus berbuat apa untuk menghibur Taehyung. "Dia mengijinkanku pergi seminggu lalu. Kau saksinya, Hyung."
"Yayaya, aku saksi matanya," balas Yoongi penuh keyakinan.
"Dia tidak protes saat kita meributkan tiket pesawat di hadapannya, tidak juga marah saat aku berkata akan pergi ke Jeju bersamamu selama sepekan. Dia mengangguk tenang dan terus berkutat dengan tablet sialannya. Bahkan kemarin ia mengucapkan 'selamat bersenang-senang dengan Yoongi Hyung' dan bajingan itu tiba-tiba saja mengunciku di apartemen sekarang. Sekarang." Tekannya kesal. "Demi Tuhan, saat aku sudah berpakaian lengkap dengan koper dan siap untuk menemui taksiku yang sudah menunggu di bawah. Bajingan itu membawa serta kunci cadangan dan tidak mengaktifkan ponselnya. Haish, aku bisa gilaaaaa." Taehyung berteriak kesal. Terdengar serentetan bunyi barang jatuh dan hentakan kaki Taehyung. Mengenal Kim Taehyung teramat jelas hingga Yoongi tahu pasti Taehyung tengah menendang koper-kopernya yang bertumpuk atau merubuhkan vas bunga cantik di ruang apartemennya menjadi hancur bekeping-keping.
Yoongi mau tidak mau tertawa, ia membenarkan tali ranselnya yang meluruh di pundak ketika pundaknya tergelak karena tawa. Yoongi menyeret kopernya dengan tangan kiri, sementara tangan kanannya mencengkram ponsel dan dengan patuh mendengarkan makian Taehyung kepada Jeon Jungkook.
"Well, bakar saja semua kemeja Armaninya." Saran Yoongi, melangkah pasti memasuki pintu utara Bandara yang ramai. Matanya melirik papan besar digital yang berjarak cukup jauh. Tertera kata Jeju yang terang berwarna hijau dengan rentetan panah kecil menuju tulisan berkedip boarding.
"Dia, Hyung. Jeon Jungkook yang akan kubakar." Tekan Taehyung. Ia menarik nafas kasar yang begitu imut di telinga Yoongi. Membayangkan Taehyung tengah merenggut di sofa besar dalam apartemennya yang ia tinggali bersama Jungkook. Yoongi bahkan bisa mendengar suara televisi yang dipasang Taehyung keras-keras.
Yoongi tertawa kecil, "Mungkin kita bisa berlibur bersama dilain waktu, Tae-a," ujarnya mencoba mencerahkan mood Taehyung.
"Kau akan baik-baik saja 'kan, Hyung?"
"Perlukah kuingatkan jika aku adalah lelaki berumur tiga puluh tiga tahun yang sehat secara jasmani dan rohani. Aku hanya pergi liburan selama dua minggu, aku bisa melakukannya sendiri." Tekannya dengan nada kesal.
Taehyung terkekeh lucu. "tapi aku sungguh merasa bersalah. Liburan ini seharusnya waktu yang tepat bagi kita untuk menikmati pantai panas dengan lelaki-lekaki panas membawa papan selancar." Taehyung mendesah kembali, lebih dramatis.
"Itu bisa menjadi salah satu alasan mengapa Jungkook menguncimu." Yoongi menyampirkan lengan ranselnya di satu pundak, membuka resletingnya untuk mengambil passport beserta tiketnya yang sudah ia tata serapih mungkin dalam tasnya. "Karena sembilan puluh persen besar kemungkinan kau akan menggoda setiap pemuda brondong tampan, bertubuh sempurna, dan berkulit coklat."
"Hyung, aku sudah memilikinya; Jeon Jungkook. Ah, dan omong-omong, cowo berkulit coklat itu seksi, Hyung."
"Biasa saja," jawab Yoongi lugas. Memakai ranselnya dengan normal dan kini tangan kanannya sibuk menggenggan ponsel beserta passport dan tiket pesawatnya sekaligus.
"—juga hangat," sambung Taehyung. "Menakjubkan."
Yoongi mengerang. "Terserah," gertaknya galak.
Taehyung membalasnya dengan tawa. Mendengar pemuda itu tertawa seperti sedia kala setidaknya mampu membuat Yoongi tidak khawatir lagi.
"Aku harus check-in," ucapnya menyela derai tawa Taehyung yang menipis.
"Oh, baiklah!" Serunya ceria. "Bersenang-senanglah, Hyung! Tarik satu atau dua cowo panas dan jadikan kekasih, terutama brondong. Atau kalau tidak ajak saja one night stand!"
"Aku tutup,"
"Hyung, dengarkan aku!"
"Aku pergi untuk berlibur bukan mencari jodoh!"
"Tapi aku masih berharap kau mendapat cowo pan—"
PIP
Yoongi tersenyum kecil membayangkan wajah kesal Taehyung karena pemutusan secara sepihak hubungan telpon mereka. Ia mengirimi Taehyung pesan melalui Kakaotalk, berkata ia akan menghubungi Taehyung jika ia sudah sampai. Ini adalah liburan pertamanya seorang diri. Biasanya ia ditemani Jungkook atau Taehyung. Sebenarnya liburan ini direncakan bersama Taehyung, tetapi ternyata sikap overprotektif Jungkook bisa melebihi apapun jika menyangkut masalah Taehyung. Dan, disinilah dia, seorang diri dengan tas ransel dan kopernya yang sudah masuk bagasi. Yoongi sedikit khawatir dan tidak percaya pada dirinya sendiri. Selama dua minggu ia akan berada di sebuah kota yang asing, dan Yoongi harus mampu menyesuaikan diri dengan cepat. Smartphonenya bergetar, balasan chat dari Taehyung, Yoongi mengernyitkan hidung membaca sederet kalimat tentang mencari jodoh, sudah tua, dan cepat menikah. Ia mendengus, mematikan ponselnya dan bergerak menuju antrian untuk melakukan check-in. Yoongi menghembuskan nafas panjang.
Well, akan seperti apa liburannya?
.
Yoongi belum pernah menginjakkan kakinya di Jeju. Walaupun Jeju masuk dalam salah satu pulau dengan tingkat wisatawan memukau setiap tahun di Korea Selatan, juga sebagai daya tarik utama selain Seoul dan para artis tenar berjibun di Negara. Yoongi lebih menyukai berkunjung menuju tempat sepi dan tenang. Museum-museum kuno, tempat-tempat bersejarah (Yoongi pernah membawa Taehyung ke museum dan percayalah pemuda itu menguap sebanyak lima puluh tiga kali dan merengek setiap menit agar mereka segera angkat kaki dari tempat menyeramkan itu), maupun tempat-tempat rekreasi lainnya yang sepi pengunjung hanya agar ia menikmati liburannya dengan baik. Ia tidak berharap pada rekreasi ramai yang membuat kepalanya pusing, tempat paling digemari Taehyung yang memang bertingkah laku mirip bocah dengan Jungkook yang bisa sama bocahnya dengan Taehyung. Isi kepala Taehyung adalah kebebasan murni mengingat pemuda itu adalah seorang mahasiswa seni tingkat akhir yang menyukai tempat-tempat ramai di mana ia bisa menunjukkan bakat aktingnya yang indah dengan gesture indah alami yang Taehyung pelajari mati-matian. Berbanding terbalik dengan Jungkook, kekasih Taehyung sejak Sekolah Menengah yang gila bekerja dan merupakan pemilik tunggal JTech yang luar biasa terkenal akan teknologi terdepan beserta penelitian yang diluar batas penalaran dengan otak lancar asuhan MIT di bawah kejeniusan keluarganya yang tidak main-main, ilmuwan muda berbakat yang dimiliki Korea Selatan. Pemuda pendiam yang jarang tersenyum dan menyukai keheningan, satu-satunya keramaian yang Jungkook sukai mungkin adalah deru desah dan rintihan Taehyung dalam kamar mereka. Tetapi Jeon Jungkook bisa menjadi kacau dan penuh kanak-kanak bila menyangkut masalah Taehyung.
Yoongi terkadang heran, bagaimana bisa makhluk berbeda latar belakang yang sangat kentara seperti Taehyung dan Jungkook bisa bersatu dan terlihat luar biasa serasi. Jungkook yang memahami jiwa seni Taehyung dan kadang rela menjadikan dirinya sendiri objek kegilaan kekasihnya. Taehyung yang teramat bebas namun betah dikurung dalam sangkar cinta Jungkook yang kuat. Yoongi bahkan sering merasa iri dengan pasangan aneh itu. Ia menghembuskan nafas panjang. Memijit keningnya sembari mengambil kopernya yang keluar dari bagasi.
Jam di layar ponselnya menunjukkan pukul 13.45. Sembari menarik kopernya, ia memanjangkan leher, mencari mobil jemputan yang disediakan pihak hotel. ia menemukan sebuah mobil sedan berwarna hitam dengan seorang lelaki paruh baya yang bertanya dengan nada ramah apakah ia Min Yoongi, ia langsung mengangguk semangat, membiarkan kopernya diambil untuk ditaruh di bagasi sementara ia masuk ke dalam kursi penumpang dan mengambil kamera dari tasnya. Selama satu jam perjalanan, Yoongi tidak bisa menghentikkan jarinya menekan tombol shutter, berpikir untuk mengirim semua foto-foto hasil jepretannya kepada Taehyung yang pasti akan merengek kesal. Ia lalu ingat janjinya untuk mengabari Taehyung sesampainya ia di Jeju, Yoongi merogoh smartphonennya dari saku celana lalu mengaktifkan kembali ponselnya kemudian mengirimi Taehyung pesan jika ia sudah sampai dengan selamat.
Ia tiba di hotel mewah dengan nuansa musim panas yang lekat. Berjalan menuju meja respsionis untuk check-in, setelah mendapatkan kunci kamarnya ia melangkah cepat menuju lift, menekan tombol 5 di deretan angka di samping pintu lift yang berdenting dan membiarkan efek memusingkan saat lift berhenti membawanya keluar dari ruangan seluas dua kali dua meter itu.
Kursi sewarna emas, dengan dua single bed bernuansa biru lembut adalah hal pertama yang tertangkap matanya. Jendela bergorden putih terayun samar akibat angin, beroma panas dan membuat gerah, jendela itu menghadap langsung pada pantai. Di laut yang biru, terlihat kepala manusia yang menyembul keluar-masuk. Kulitnya meremang membayangkan sinar matahari yang akan menyinari kulitnya, atau sapuan ombak asin yang akan menyapa tubunya. Yoongi bahkan dapat mendengar seluruh keceriannya dari sini. Dan mungkin, untuk pertama kalinya Yoongi menyukai keramaian.
Yoongi menatap ke sekeliling kamarnya. Terlebih pada dua buah single bed yang yang luas dan kosong. Taehyung harusnya berada di sini. Menempati salah satu tempat tidur dan berceloteh ria tentang memakai sunblock agar kulit Yoongi terjaga dari sinar matahari. Untuk mendapatkan kamar ini, baik Yoongi maupun Taehyung tidak mengeluarkan uang sama sekali. Mengingat seringai jahil Taehyung yang memakai MasterCard milik Jungkook demi mendapatkan suit room berharga selangit yang membuat Yoongi meringis pelan melihat jumlah nominal harganya, namun Jungkook hanya tersenyum acuh saat Taehyung memberitahunya. Jungkook akan membelikan apapun untuk Taehyung, meskipun itu menyangkut Namsan Tower atau Menara Eifel.
Tidak. Yoongi tidak boleh lama-lama sendirian di sini. Ia harus menikmati liburannya. Ya, benar. Ia mencuci wajahnya yang mengantuk, lalu mengganti bajunya dengan kemeja santai, mengalungkan kameranya di leher dan berjalan ke luar.
Ia berjalan menuju sisi selatan hotel, menapaki kakinya yang terbalut converse berwarna merah yang menyatu dengan kemeja merah maroonya dan rambutnya yang merah muda menuju kolam renang outdoor yang sangat indah. Yoongi memotret beberapa kali pada pemandangan indah yang tersaji di depannya. Kolam renang itu ramai, beberapa orang terlihat menikmati minuman di sebuah bar mini yang menghadap sisi pantai, cewe-cewe berbikini nampak hilir-mudik dengan topi fedora sambil tertawa genit. Yoongi duduk di salah satu bangku mini bar, menaruh kameranya di atas meja sembari memijat tengkuknya yang pegal.
"Cocktail?"
Ia mengangkat wajahnya, pemuda di depannya tersenyum. Menarik sudut bibirnya begitu menawan, rambutnya berwarna coklat tetapi terdapat warna hijau lumut ketika cahaya senja matahari menyiram kepalanya. Keningnya lebar dengan mata berkedip lucu.
"Aku tidak berkenan menawarkan alkohol pada pemuda di bawah dua puluh tahun." Lanjut pemuda itu. Tatapannya meminta maaf.
Yoongi mengeluarkan tawa bercampur dengusan. Berdeham kesal. "Umurku tiga puluh tiga."
Pemuda di depannya melebarkan kelopak mata, menegakkan tubuh dan memperlihatkan pundaknya yang gagah. "Astaga, maaf!" Serunya. "Kau benar-benar tiga puluh tiga? Sialan, kemana kerutan tua di wajahmu. Kau terlihat seperti masih berada di awal dua puluh."
"Apa itu semacam pujian?" Yoongi menyandarkan dagunya pada telapak tangan. Sikunya menekan material meja kayu meja di bawahnya. Berkedip malas ketika angin pantai mengelus wajahnya.
"Jangan bercanda, tentu saja itu pujian." Pemuda itu tersenyum ramah. "Aku Seokjin. Kau bisa memanggilku Jin atau Seokjin, terserah."
"Min Yoongi." Kenalnya sopan. "omong-omong, aku setuju dengan cocktail yang kau tawarkan, tapi dengan tambahan alkohol, please?"
Seokjin tertawa kecil, mengangguk pasti dengan tangan cekatan menyiapkan minuman yang dipesan Yoongi
"Aku baru melihatmu," ujar Seokjin dengan tangan sibuk. Yoongi baru sadar jika Seokjin memiliki bibir dengan bentuk menarik saat tersenyum.
"Baru saja tiba," Yoongi mengangguk. "Apa Jeju ramai saat musim panas?"
"Sangat." Jawab Seokjin dengan cepat. "Pantai akan penuh oleh manusia. Ketika air pasang naik kau akan disuguhkan penampilan indah para peselancar profesional yang menunjukkan kemampuan menakjubkan mereka di sana. Menyajikan tarian indah di atas ombak. Jungmun terkenal akan ombaknya yang berada dibatas aman untuk peselancar pemula. Kau bisa belajar jika mau." Jelas Seokjin. Menghidangkan cocktail berbentuk cantik di hadapan Yoongi lalu menyiramnya dengan cairan putih berdesis dengan harum alkohol yang khas.
"Aku tidak terlalu tertarik berselancar." Gumamnya di bibir gelas.
Seokjin mengibaskan tangan. "Kau akan berubah pikiran saat melihat para instruktur selancar di sini."
Yoongi menaikkan alis sambil memasukkan buah segar dengan aroma alkohol ke dalam mulutnya.
"Mereka panas," Seokjin tertawa setelah mengatakan itu. "Well, jika kau seorang gay kau pasti mengerti ucapanku."
Yoongi mengeluarkan ringisan sembari mengunyah manisnya apel di gigi-giginya. "Sayangnya aku sangat mengerti sekali, Jin-a." Desahnya setengah kesal.
Seokjin terkekeh kecil, ia membungkuk dan menumpu tubuhnya pada lengan yang menekan permukaan meja. Mata Seokjin menatap ke belakang Yoongi dengan jahil. Tatapannya mencurigakan dengan senyuman yang biasa Yoongi lihat terpasang di wajah Taehyung. Yoongi yakin Seokjin dan Taehyung akan menjadi sekutu yang menyenangkan dan juga berarti genderang permusuhan bagi Yoongi.
"Seperti apa tipemu?" Tanya Seokjin tiba-tiba.
"Maaf?"
"Tipe cowo panasmu."
Tuhkan. Berbicara selancar air. Benar-benar duplikat Taehyung.
Yoongi tergagap, "apa itu perlu?"
"Mungkin saja itu membuatmu berubah pikiran. Lihat ke sana."
Seokjin menunjuk ke arah belakang Yoongi. Ia langsung memutar tubuhnya dan menghadap hamparan pantai berpasir coklat yang ramai. Terlihat anak-anak kecil yang berlarian dengan ceria dan beberapa pasangan menikmati cahaya matahari senja yang hangat.
"Yang itu namanya Jung Hoseok," tutur Seokjin dengan santai.
Yoongi menemukan pemuda yang ditunjuk Seokjin. Tubuh pemuda itu polos dengan celana pendek ketat di atas paha, warna kulitnya coklat dengan abs-abs samar dan bentuk V-line yang menggoda, pemuda itu tengah tertawa ceria dengan beberapa temannya, rambutnya yang berwarna hitam pekat tersibak angin dan memperlihatkan keningnya yang mulus. Ia bersandar pada papan selancarnya yang berwarna hijau toska dengan ukiran-ukiran tokoh kartun yang lucu.
"Delapan," ujar Yoongi sambil menyilangkan tangan di depan dada. "Masuk tipeku tetapi tidak terlalu," Ia tertawa saat mengatakannya. Tak menyangka ia dapat seakrab ini dengan orang yang baru saja dikenalnya. Biasanya Taehyunglah yang paling mudah akrab dengan orang lain dan dengan mudah melakukan percakapan ringan yang asik, salah satu alasan kenapa Jungkook begitu overprotektif, karena Taehyung terlalu mudah bergaul dan memikat siapa saja yang berada di dekatnya. Pribadi Seokjin hangat dan membuat setiap orang betah berlama-lama berbincang dengannya. Tak terkecuali Yoongi yang begitu terbuka berbicara tentang tipe cowo idamannya dengan Seokjin yang tak henti menunjuk beberapa instruktur selancar yang menurutnya panas.
Seokjin mendengus. "Seleramu tinggi juga ya." Ia lalu menunjuk seseorang yang berdiri di samping kanan Hoseok. "Itu Kim Namjoon. Orang-orang di sini memanggilnya Monster, karena ia bisa menaklukan ombak seliar apapun. Benar-benar seorang Monster." Desah Seokjin. Ada nada bangga di suaranya yang Yoongi ingin telisik lebih jauh.
Pemuda yang Seokjin maksud adalah seorang lelaki tinggi dengan rambut blonde, sangat kontras dengan tubuh coklat dan dimple manisnya saat tersenyum. Yoongi mendengar geraman tipis yang Seokjin keluarkan saat Namjoon tersenyum. Namjoon mengenakan kaus longgar berwarna hitam, dengan celana pendek sebatas paha, ia nampak berbicara asik dengan Hoseok dan beberapa orang di sampingnya. Ada raut pemimpin dan berkuasa di wajahnya, nadanya terdengar otoriter tetapi bersahabat. Namjoon tiba-tiba saja menoleh ke arah mereka, memberikan kerlingan tepat ke arah Seokjin. Yoongi melebarkan mata terkejut, tersedak cocktail yang tengah di minumnya.
"Aku rasa aku tidak bisa mendapatkan yang satu itu," Yoongi memukul lengan Seokjin main-main setelah menaruh gelasnya ke atas meja. Jarinya yang dingin karena korespodensi gelas tinggi yang di cengkramnya tadi kini bergetar kecil menyentuh lengan Seokjin yang hangat.
Seokjin tertawa, "berapa nilai untuk Namjoon?"
"Perlukah?" Delik Yoongi.
"Hei, aku hanya ingin tahu bagaimana para cowo gay menilai Namjoon."
"Posesif," gerutunya. Ia mendapat cubitan pedas di lengannya dari Seokjin. "Well, dia sangat alpha. Benar-benar leader. Seme sejati. Mungkin mendekati sembilan."
"Benarkah?" Mata Seokjin berbinar. "Bagiku nilai dia sepuluh," ucapnya sambil tersenyum idiot.
"Tentu saja, dia kan kekasihmu, Demi Tuhan." Yoongi menyesap cocktailnya hingga habis.
Yoongi kembali menjatuhkan pandangannya ke arah pantai. Matanya melirik Hoseok yang tengah berbincang, tetawa keras hingga Yoongi dapat mendengarnya dari tempatnya. Seokjin tengah membuatkan minuman untuk sepasang kekasih asal Kanada yang tertawa ketika Seokjin mengajak mereka bercakap-cakap. Sungguh, ia iri dengan keahlian Seokjin yang bisa akrab dengan siapa saja dalam waktu relatif singkat. Yoongi menghembuskan nafas, ia berniat untuk kembali ke kamar hotel dan membereskan isi kopernya. Ia menatap sekali lagi ke arah pantai. Dan, matanya seolah terpaku pada sileut seorang pemuda yang tengah berdiri di atas papan selancar, ombak menggulung tinggi dan pemuda itu nampak lihai mengendalikan papan selancarnya. Cahaya matahari sore membuat sileut itu semakin nyata, ia bahkan memekik samar ketika melihat sosok itu terjatuh dan limpahan ombak menimpa tubuhnya.
Yoongi melebarkan mata, nafasnya tak kuasa tertahan dan keluar lega melihat kepala yang menyembul dari dalam air laut yang tenang dengan deburan ombak tipis. Pemuda itu meraih papan selancarnya lalu berenang cekatan menuju bibir pantai. Yoongi menunggu antisipatif sambil menggigit bibirnya yang tipis. Ia bahkan tak sadar wajahnya memerah samar mengingat bagaimana hebatnya tubuh itu berada di atas selancar lalu terjatuh ke dalam ombak ganas namun mampu ditaklukan dengan mudah. Sosok itu kini berdiri dan berjalan menuju pantai sambil membawa papan selancarnya yang berwarna merah kelam di tangan kiri. Pemuda itu memiliki wajah luar biasa tampan, rahangnya tajam saat ia menggelengkan-gelengkan kepala ke kanan-kiri mengusir tetesan air di rambutnya. Ia berjalan dengan langkah pasti yang elegan, bentuk tubuhnya mengagumkan, dada kencang dengan pinggang selangsing pedang, abs terbentuk sempurna yang membuat Yoongi meneguk air liurnya sendiri, celana biru dongker ketatnya menggantung menyedihkan hingga memperlihatkan bentuk V-line seksi ditambah paha kuatnya yang bergerak luar biasa memukau ketika ia berjalan. Pemuda itu mengusap wajahnya yang basah, dengan kurang ajar menyisipkan jari-jarinya di antara rambut basahnya yang berwarna oranye lalu menyibaknya ke belakang, kening pemuda itu sempit dan berbahaya, ia mengeluarkan smirk mematikan pada beberapa wanita yang menatapnya, menancapkan papan selancarnya di samping milik Hoseok dan tersenyum saat Hoseok berkata sesuatu.
"A-a," Seokjin berucap manis di belakang telinganya. "Ternyata tipemu itu yang seperti itu." Seokjin menggoda Yoongi yang tak bisa berkedip sedikitpun memandang pemuda itu yang kini sedang tertawa mendengar kelakar Hoseok.
"Namanya Park Jimin, omong-omong," lanjut Seokjin.
"P-Park Jimin?" Gagapnya kencang. Ia menyebut nama Jimin terlampau keras, hingga sosok Jimin menoleh cepat ke arah Yoongi.
Yoongi langsung memalingkan wajah, membalikkan tubuhnya menghadap Seokjin sambil mengipasi wajahnya yang panas.
"Astaga, wajahmu merah sekali," komentar Seokjin. Ia melambaikan tangan ceria ke arah kumpulan Jimin, Hoseok, dan Namjoon.
"Apa ia masih menatap ke sini?" Tanya Yoongi dengan bisikan.
"Siapa? Jimin?"
"Siapa lagi," desis Yoongi.
Seokjin memasang wajah yang tak tertebak, ia mengangkat kedua alisnya. "Kenapa tidak cari tahu sendiri?"
Yoongi menggeram samar, mengepalkan tangan gugup sebelum akhinya memutar kepala ke belakang. Park Jimin masih menatapnya, mata pemuda itu tertuju langsung ke mata Yoongi. Matanya mengisyaratkan penasaran dan dominansi yang mencengkram jantung Yoongi kuat-kuat. Bulu matanya yang basah berkedip ringan, menyusuri wajah Yoongi lekat-lekat dan menantang. Kelopak matanya meredup, pandangannya turun menuju bibir lalu bergulir halus ke arah leher Yoongi. Jimin memanjangkan leher, ia menjilat bibirnya sendiri lalu mengangkat bibir membentuk senyuman. Yoongi membalas senyuman Jimin kilat, buru-buru mengalihkan pandangan kembali ke arah Seokjin.
"Seokjin-a." Panggil Yoongi pelan. "Beritahu aku bagaimana cara mendaftar."
"Daftar apa?"
Yoongi berdesis, "belajar berselancar, dammit."
Dan, Seokjin tertawa keras mendengarnya.
In the heat of Summer, I fall in love.
.
TBC
.
This is my new MinYoon chaptered guys!
Aku masih terobsesi luar biasa sama rambut oranye Jimin yang penuh racun itu. Dan, mungkin ratingnya bakalan naik ke M, hehehe just in case! Give me your respone should or no to continue?
Sooo, RnR Please?
