SILVER LINING
by Hey Its MelMel
Rating : T - M
Pairing : (endgame) Alucard x Zilong
Disclaimer : All characters belong to Moonton.
Warning : Semi AU, OOC, undescriptive, fast-paced plot, violence, dark theme.
Story is told mainly from Zilong's PoV
Read at your own risk.
.
.
.
.
PROLOGUE
Legends Academy, sebuah akademi yang di khususkan untuk mereka-mereka yang berkebutuhan khusus. Namun pengertian berkebutuhan khusus pada kasus ini berbeda dengan yang diterapkan pada sekolah-sekolah umum lainnya. Berkebutuhan khusus ini dimaksudkan untuk orang-orang yang memiliki kemampuan-kemampuan di atas rata-rata dan di latih khusus untuk bertarung. Walaupun tempat ini umurnya masih bisa dikatakan sangat muda, namun sudah ada beberapa murid di akademi ini dan semuanya sangat bertalenta dengan skill khas masing-masing. Didirikan akademi ini bertujuan untuk menjaga perdamaian negeri, yang dikenal sebagai Land of Dawn. Dari segi pendidikan, jika dibandingkan dengan sekolah biasa memang sangat jauh. Tetapi untuk kehidupan sekolahnya, dapat dikatakan tidak jauh berbeda. Masih ada yang saling mem-bully, bertengkar karena masalah tempat duduk, dihukum membersihkan gudang karena terlambat, bahkan gosip mengenai lawan jenis.
Berbicara mengenai lawan jenis, di akademi ini sangat terkenal dua sosok yang selalu jadi topik panas di perbincangan antar wanita. Jika kau mengarahkan perhatianmu ke satu sisi, akan kau temukan segerombolan wanita yang tengah mengelilingi seorang pria tampan dengan rambut panjang berwarna coklat yang diikat menjuntai ke belakang. Nama pemuda ini adalah Zhao Yun , tetapi orang-orang lebih mengenalnya sebagai Zilong ; seorang petarung bersenjata tombak berketurunan china yang memiliki nyali selayaknya seekor naga. Ia sudah terkenal handal dalam pertarungan. Tak heran jika ia selalu menempati posisi teratas di tiap ujian kemampuan. Tak heran pula, semua fakta tersebut membuatnya agak sombong dan cenderung merendahkan orang lain. Hal ini, bukannya mendorong para wanita itu menjauh, malah membuat mereka mendekat. Memang ya, terkadang sifat buruk seorang lelaki menjadi suatu ketertarikan bagi kaum hawa.
Pada sisi lainnya, akan kau temukan seorang pemuda berambut pirang terang dengan garis dagu yang tajam, membuatnya mendapatkan sebutan "Pria Paling Hot" di sekolah itu. Tatapannya dalam dan dingin, disertai sebuah smirk yang menjadikan siapapun yang sedang ia pandangi akan merasa 'terundang'. Ia adalah Alucard, pemuda luar biasa dengan kemampuannya memainkan pedang berukuran besar. Latar belakangnya tak terlalu diketahui selain ia merupakan anak yatim piatu. Dan saat ini, lelaki bersurai pirang tersebut tengah asik berduaan dengan seorang wanita cantik bernama Layla, yang bukan kebetulan juga menyandang gelar sebagai "Wanita Paling Hot" di akademi itu. Semuanya sudah tahu bahwa Alucard dan Layla berpacaran, tapi kenyataan itu tak menghentikan bertambahnya antrian para wanita yang ingin dikencani oleh Alucard. Pasalnya, lelaki ini dikenal sebagai playboy unggulan, alias tiap bulan bisa saja berganti pacar sampai tiga kali.
Lalu mengapa aku memberatkan kisah ini pada mereka berdua? Karena ini memang kisah mengenai dua insan yang berbeda jauh dari segi sifat dan visi, masing-masing juga memiliki rahasia, namun seiring waktu, mereka menyadari banyak persamaan daripada perbedaan di diri mereka, yang mana membuat mereka akhirnya melihat 'masa depan' di satu sama lain. Mari ikuti untuk mengetahui bagaimana hal itu dapat terjadi.
CHAPTER ONE
Semuanya berawal ketika dua tokoh utama kita yang kebetulan hari itu berinteraksi untuk pertama kalinya sepanjang perjalanan pendidikan mereka di akademi ini. Dan bisa dikatakan, itu tidak berlangsung terlalu baik.
"Kau tahu," Zilong memulai setelah sekian lama hanya diam dan fokus menyerang seraya melangkah maju dan menghunuskan tombaknya ke arah lawan sparring-nya, Alucard. Pria bersurai pirang itu segera menghindar dan menangkis tombak tersebut dengan pedangnya, menghasilkan suara nyaring dari pertemuan dua senjata metal di udara. "Kau itu murahan." ucapnya enteng diikuti tawaan kecil yang dimaksudkan untuk meledek.
Alucard mengangkat alisnya, sesungguhnya tidak merasa terhina seperti apa yang diharapkan oleh Zilong. Justru ia merasa semakin arogan dengan sebutan itu. Ia menyergap ke arah Zilong dan memberi tebasan pedang yang mana oleh Zilong segera di atasi dengan sebuah tangkisan. "Lihat siapa yang berbicara." Balasnya, melemparkan senyuman yang merendahkan pada pria bersurai coklat di hadapannya. "Kau hanya cemburu aku dapat menikmati mereka dengan maksimal." Kata-katanya tak lain menunjukkan pada pengalamannya memacari banyak wanita, suatu hal yang membuatnya sangat berbeda dengan Zilong yang berprinsip hanya kencani seseorang yang memang ingin ia kencani. Dalam artian lain, Zilong belum pernah memacari siapapun.
Keringat mengalir di pelipis Zilong, nafasnya pendek namun cepat, menandakan ia mulai kelelahan. Hal yang sama terjadi pada Alucard. Bagaimana tidak? Mereka sudah bertarung tanpa henti sejak satu jam yang lalu dan sampai detik ini belum ada yang kalah ataupun mau mengalah. Sementara murid lain bahkan sudah berganti pasangan bertarung setelah mengambil istirahat sejenak.
Zilong mengeluarkan sebuah tawa ledekan lagi. "Tidak sepertimu, aku masih mengenal moral." Ia mengambil momentum beberapa saat sebelum melancarkan serangan bertubi-tubinya lagi pada Alucard. Alucard tahu serangan itu akan terjadi namun anggota geraknya merespon sepersekian detik lebih lambat dari pikirannya sehingga ia terhempas ke tanah. Sebelum ia terkena lagi, ia melempar dirinya ke satu sisi menjauhi titik serangan Zilong dan berdiri kembali, bersiap untuk memberikan serangan balik. Alucard menebaskan pedangnya lagi dengan mengumpulkan kekuatan penuh dan mengenai Zilong pada bagian samping. Lelaki china itu hampir terjatuh tapi ia masih dapat mempertahankan keseimbangannya dengan menancapkan ujung tombaknya ke tanah.
"Hm, not bad!" Puji Alucard dengan senyuman sembari menancapkan pedangnya juga ke tanah, napasnya terengah-engah. Ia menyisir helaian rambutnya dengan jemarinya, mendapati keringat yang membasahi kepalanya. Tidak dipungkiri lagi, rambutnya tidak terlihat se-sempurna saat ia memulai sparring. Hal kecil yang dapat ia lakukan adalah memperbaiki tataannya walau hanya menggunakan tangannya. "
Tch, serangan seperti itu siapapun dapat mengatasinya." Biasanya Zilong akan menerima pujian dengan senang hati tapi ketika pujian itu di ucapkan oleh Alucard, dirinya memandang itu hanya sebagai celaan semata.
Untuk sesaat, dari mereka berdua tidak ada yang hendak melakukan serangan lagi. Keduanya sama-sama lelah, sama-sama keras kepala dan sama-sama tidak ada yang mau mengalah. Hingga terdengar dentuman keras di tanah. Rupanya pengawas sparring mereka, Grock, tengah menghentakkan tangan batunya, menandakan waktu sparring telah usai. Dan disadari juga, murid-murid lain sudah menyelesaikan sparringnya lama sebelum Grock memberikan tanda usai. Mereka ternyata sibuk memperhatikan Zilong dan Alucard yang bertarung tanpa penghujung. Para wanita bahkan bersorak menyemangati ; satu kumpulan meneriakkan nama Zilong, sementara kumpulan lain meneriakkan nama Alucard.
"Well, sampai jumpa lagi di sparring selanjutnya."
Tidak ada yang salah dengan ucapan Alucard yang dilayangkan pada Zilong barusan. Tapi mengapa tadi Alucard pakai mengedipkan matanya pada Zilong segala? Pria berambut panjang itu hanya membalas dengan tatapan tajam, matanya mengikuti gerakan Alucard yang perlahan meninggalkan tempat tersebut.
DRAP!
DRAP!
DRAP!
Tiga panah lagi tertanam di pohon yang tidak bersalah. Pelakunya tak lain adalah wanita marksman unggulan akademi ; Miya, yang ceritanya sedang bosan karena kelas selanjutnya baru mulai dua jam lagi. Yang lain biasanya akan pergi berjalan-jalan ke hutan atau air terjun yang terletak tak jauh di belakang akademi, atau sekedar nongkrong dengan murid lainnya. Tapi Miya memang tidak seperti murid lainnya. Ia lebih suka menyendiri dan cenderung pendiam. Ia hanya bergerumul ketika situasi membutuhkannya untuk begitu. Untuk sekarang, dalam keadaan tidak ada kerjaan dan sahabatnya, Irithel, sedang absen, ia menjadi sangat bosan.
"Aku rasa sekarang pohon itu mempunyai lebih banyak panah daripada daun."
Miya menurunkan busur panahnya dan menoleh ke samping, melihat Zilong sedang berdiri dengan kedua tangan terlipat di dadanya. Pandangannya tertuju pada pohon tersebut. Ia terlihat terhibur dengan senyuman tipis di bibirnya. Bisa dikatakan, Zilong menaruh salut pada wanita ini karena ia tidak 'berisik' seperti yang lainnya dan lumayan cemerlang pemikirannya. Jika Zilong memang sedang mencari tautan hati, bisa saja ia memilih Miya untuk itu.
"Ya. Aku tidak peduli." Ujar Miya balik, memulai kembali aksi memanahnya.
Untuk beberapa waktu, Zilong hanya memperhatikan tiap anak panah terlepas dari busur dan tertancap di pohon. Hanya ada suara gemerisik dedaunan yang mengisi kekosongan percakapan mereka, hingga Miya memecah keheningan dengan angkat bicara. "Aku bingung, apa yang membuatmu tidak bisa mengalahkan Alucard? Sebagai murid yang selalu di peringkat teratas, kau biasanya hanya membutuhkan paling lama sepuluh menit untuk menumbangkan partner sparring-mu. Kau menahan dirimu?"
Pertanyaan itu mengeluarkan Zilong dari pikirannya. Ia membuka mulutnya, hendak membalas dengan alasan paling masuk akal, tapi tak ada kata yang keluar. Sebab sebenarnya ia juga tidak tahu. Yang ia tahu, Alucard adalah petarung hebat karena ia bisa mem-block dan menghindar cepat dari serangannya ; sesuatu yang kerap kali membuat lawannya kewalahan. Lawan yang selama ini ia anggap hampir setara adalah Roger dan Chou, sebab mereka berdua selalu berada di urutan setelahnya di ujian dengan nilai yang selisihnya tidak terlalu jauh. Dan sekarang ia mulai bertanya-tanya, kenapa ia tidak bisa mengalahkan Alucard? Ia bahkan tidak tahu Alucard selama ini bagaimana performanya dalam akademis maupun praktek.
Tak perlu ia mencari tahu, sang marksman sudah menjawabkannya untuknya. "Alucard selalu kalah dalam lima menit pertama. Walaupun sudah berganti partner, ia tetap kalah. Bahkan melawan para support sekalipun." Miya menekankan ucapannya, menunjukkan betapa tidak masuk akalnya seorang fighter/assassin seperti Alucard kalah bertarung dengan murid-murid yang memang di khususkan untuk support sehingga kemampuan bertarungnya tidak akan setinggi mereka semua. Pada bagian ini, Zilong mengerjap tidak percaya. Ia kembali terlamun dalam pikirannya, mengulang kembali rekaman memori saat ia bertarung melawan pemuda pirang itu. "Jadi kenapa?" Tanya Miya kembali, mulai tidak sabar dengan tidak adanya respon dari orang yang ia tujukan pertanyaan.
"Aku tidak tahu." Zilong menjawab setelah beberapa detik berlalu. "Aku tidak tahu." Ulangnya, kali ini lebih ke dirinya sendiri. "Tapi aku akan cari tahu." Tambahnya dengan determinasi. Ada sesuatu yang janggal.
Miya tampak tidak puas dengan jawaban Zilong, tapi ia diam saja. Karena tampaknya Zilong juga sama bingungnya seperti dirinya. Belum sempat ia mengucapkan pertanyaan selanjutnya, lelaki itu sudah hilang duluan.
Alucard melingkarkan lengannya ke pinggang langsing Layla, menariknya lebih dekat ke dirinya hingga paha sang marksman berada di atas pahanya. Kursi taman yang mereka duduki cukup panjang dan lebar namun yang mereka inginkan adalah berada sedekat mungkin. Alucard menempelkan bibirnya di telinga kekasihnya, membisikkan kata-kata manis dan janji yang mungkin tidak akan pernah ia tepati. Tapi wanita tampaknya mudah jatuh hanya dengan kebohongan-kebohongan yang terdengar nyata. Layla tertawa kecil, malu-malu namun tak menarik dirinya. Ia mengalungkan lengannya di sekitar leher Alucard, menambahkan kesan mesra bagi siapapun yang melihat.
"Oi, Alucard."
Sebuah suara memanggilnya, mengusiknya dari kesenangan yang sedang ia perbuat. Mau tak mau ia melepaskan diri dari Layla untuk menengok sumber suara yang sepertinya familiar itu. Benar saja, matanya jatuh pada sosok partner sparring-nya pada waktu lalu.
"Zilong~ Aku tidak menyangka kita akan bertemu dalam waktu sesingkat ini." Sambut Alucard dengan keceriaan yang terdengar salah di telinga Zilong. Lagi-lagi, lelaki ini seperti sedang mencemoohnya. Alucard tampaknya dapat merasakan aura offensive dari Zilong sehingga ia membisikkan sesuatu pada Layla, kemudian wanita berkuncir dua tersebut mengangguk sebelum beranjak pergi meninggalkan mereka berdua. Lelaki pirang itu berdiri dan menghampiri Zilong, memasang senyuman yang mungkin di mata wanita sangat melelehkan namun bagi Zilong, ia hanya ingin menghantam senyuman itu sampai hilang dari wajahnya.
Langsung pada tujuan keberadaannya disini, Zilong menggenggam kerah baju Alucard dengan kasar dan melemparkan tinju yang mendarat di pipi lelaki itu. Satu kaki Alucard mundur ke belakang, menahan bobot tubuhnya agar tidak terjatuh. Tapi serangan tadi cukup membuatnya agak sempoyongan. Sebagian wajahnya terasa panas dan rasa sakit mulai berkembang dengan kuat. Tak perlu basa-basi, Alucard mengepalkan tangan dan meninju balik Zilong di bagian mata. Zilong terdorong mundur, bisa menahan dirinya untuk tidak jatuh. Matanya berdenyut, rasa sakit menyerang cepat.
"Apa masalahmu?!" Alucard menggeram marah. Zilong bisa melakukan apapun yang ia mau dan Alucard akan membiarkannya tapi ketika tidak terjadi apa-apa dan Zilong tiba-tiba menyerangnya, tentu ia punya hak untuk marah.
"Kau pikir lucu mempermainkanku seperti itu saat sparring?!" Zilong berteriak di wajahnya saat ia berhasil menjatuhkan satu pukulan lagi ke wajah Alucard, kali ini mengenai sudut bibirnya. Sedikit darah mengalir dari luka yang ditimbulkan. Alucard langsung mengusapnya dengan punggung tangannya, nyaris tidak peduli.
"Apa yang kau bicarakan? Kau tidak terima tidak bisa mengalahkanku? Tidakkah kau pikir itu terlalu kekanak-kanakan?!" bentak Alucard balik. Saat ia hendak mendaratkan tinju balasnya, Zilong sudah bergerak lebih dahulu. Ia mendorong Alucard hingga jatuh ke belakang dan menempatkan dirinya di atas lelaki itu. Satu tangannya mengepal dan terangkat, kemudian satu tinju mengenai wajah Alucard lagi. Serangan ini membuat bibirnya berdarah.
Ketika Zilong akan menghantamnya lagi, Alucard menahan serangannya dengan menggenggam kepalan tangan tersebut sebelum bisa menambahkan luka di wajahnya lagi. Tapi Zilong memutar tangannya untuk melepaskan pegangan Alucard dan membalik situasi. Kali ini Zilong yang menahan tangan Alucard di atas tanah. Setiap tangannya mengunci tangan Alucard. Ia menatap Alucard yang berada di bawahnya dengan tatapan mengancam.
"Aku tidak tahu pasti permainan busuk apa yang sedang kau rencanakan. Kau carilah masalah dengan orang lain aku tidak akan peduli. Tapi jika cari masalah denganku, akan kubunuh kau."
Untuk sesaat, perkataan Zilong seakan mengenai Alucard. Lelaki itu terdiam, melayangkan pandangannya ke arah lain untuk menghindari sorotan tajam sepasang manik coklat itu. Saat itu Zilong merasa yakin ia sudah berhasil mengintimidasinya, namun sekejap kemudian segala tanda kekalahan di wajah Alucard berubah menjadi ekspresi menantang. "Jangan membuatku tertawa. Mengalahkanku saja kau tidak bisa." Ucapnya mengejek.
"Kau..!" Jika kau ingin habis, maka itulah yang kau dapatkan, pikir Zilong geram. Ia menarik satu tangannya dan bersiap-siap menambahkan memar pada wajah Alucard, tapi Alucard melihat peluangnya terlebih dahulu. Ia menonjok Zilong, cukup keras untuk membuat pandangannya menggelap sesaat sebelum membalik posisi mereka. Alucard menahan Zilong dengan kuat yang ingin mendapatkan posisi atasnya kembali hingga tiba-tiba ia merasa sesuatu menariknya dengan keras, membuatnya melepaskan Zilong dan jatuh ke tanah setelah terseret beberapa meter.
"What the—"
Franco menggeleng-gelengkan kepalanya, tidak habis pikir tentang dua pemuda yang memilih sekolah daripada tempat lainnya untuk bertengkar. Kait yang ia gunakan untuk menarik Alucard masih menggantung di salah satu tangannya. "Aku menyelamatkan kalian berdua. Ingat peraturan akademi. Jika headmaster Estes mengetahui ini, tamatlah kalian berdua." Secepat ia datang, secepat juga ia pergi. Tanpa harus mendapatkan respon apapun dari kedua pemuda tersebut, Franco berjalan pergi sambil bergumam mengenai suatu menu yang dihidangkan di kafetaria.
Keduanya bangkit dari tanah dan membersihkan baju mereka dari debu yang menempel. Namun bekas perkelahian tentu tidak akan hilang secepat dan semudah itu. Mata dan dagu Zilong mulai menampakkan warna keunguan, menandakan pertumbuhan dini pembengkakan. Sementara Alucard mendapatkan pipi yang lebam dan darah yang mulai kering di sekitar bibirnya.
"Setelah kelas terakhir hari ini, temui aku di tengah hutan. Kita selesaikan disana." Ucap Alucard tegas seraya berbalik dan meninggalkan lokasi.
"Sure, pengecut."
Jam istirahat makan siang tiba. Zilong keluar dari ruang kelasnya dengan segerombolan wanita yang membuntuti. Seperti biasa juga, ia dengan mudah mengabaikan itu, bahkan ketika kedua dari mereka mulai memeluk-meluk tangannya.
"Zhao Yun, apakah matamu sakit? Kuambilkan kompres ya!"
"Sini aku cium pipimu, mungkin nanti memarnya akan hilang."
"Zilong, biar aku bawakan tasmu. Kau pasti kelelahan."
"Apakah kau mau kue buatanku, Zilong?"
Mereka bersaut-sautan hingga Zilong sendiri tidak dapat menangkap apa yang sebenarnya mereka tanyakan. Jadi ia hanya memberi mereka sebuah senyuman bohongan dan berucap "Aku tidak apa-apa." untuk menenagkan mereka. Ia berjalan santai (sesantai yang ia bisa dengan digandoli banyak sekali perempuan) menuju kafeteria akademi. Segera setelah ia menampakkan dirinya di hall makan, semua mata langsung tertuju padanya. Suatu hal yang lumrah, mengingat ia adalah orang tersohor di sekolah. Tetapi hari ini berbeda. Di tiap sorotan mata itu bukannya ada keterpukauan, melainkan tanda tanya.
"Sudahlah, gege, tidak usah kau perhatikan mereka. Perhatikan kami saja!" Salah satu wanita di gerombolan penggemar beratnya menimbrung tiba-tiba, menarik-narik lengannya untuk diajak duduk di meja utama seperti biasanya. Yang lainnya ikut menimbrung juga dengan seribu satu kalimat-kalimat manis dan godaan untuk menjauhkannya dari pandangan-pandangan mata yang ia peroleh. Ia tidak pernah terganggu dengan itu, justru bangga dengan bagaimana orang-orang memandangnya penuh iri. Namun karena perbedaan yang kentara hari ini dan atmosfer yang cukup memuakkan baginya, Zilong langsung berakhir pada satu dugaan.
Mereka semua tahu mengenai sparring-nya dengan Alucard, pemuda yang terkenal selalu berada di rank terbawah pada ujian praktek kemampuan. Dan Zilong, sebagai pemilik predikat "Legendary" terlihat kesulitan untuk mengalahkannya. Zilong menggertakkan giginya. Alucard tidak hanya mempermainkannya, tapi ia juga menghancurkan reputasinya.
Zilong terlambat ke kelas terakhirnya. Ia menggunakan jurus ulti-nya untuk bergerak lebih cepat menyusuri berpuluh-puluh koridor dan anak tangga untuk mencapai ruangan tujuannya. Beberapa ciuman ia dapatkan cuma-cuma karena sekedar melewati sekelompok wanita yang sedang dalam perjalanan ke perpustakaan. Zilong mengusap semua bekas ciuman dari pipi dan bibirnya dengan lengan bajunya cepat-cepat ketika mereka tidak lagi terlihat. Tak peduli betapa manis dan betapa enaknya ciuman itu, ia akan terus menghapusnya dan melupakannya begitu saja. Sesampainya di ambang pintu kelas, ia meraih pegangan pintu tersebut dan mendorongnya.
Bukan barisan murid yang ia temukan di balik pintu itu, melainkan Alucard yang tengah berlatih kemampuan pedangnya di ruangan besar yang kosong. Zilong awalnya ingin segera menutup pintu cepat-cepat sebelum ketahuan karena akan sangat canggung jika Alucard melihatnya, tapi lelaki itu tampak tidak menyadari ada yang melihatnya. Suara pedangnya yang membelah udara dan nada nyaring ketika pedang itu mengenai lantai sepertinya membenamkan suara pintu yang terbuka. Zilong terkesima melihat kelihaian Alucard memainkan pedangnya. Bagaimana bisa kemampuan seperti ini membawanya berada di peringkat paling bawah?
Suara langkah kaki terdengar dari ujung koridor. Seorang guru pengawas hendak ke arahnya. Gawat jika ia ketahuan sedang tidak ada di kelasnya. Ia menutup pintu itu perlahan lalu bersembunyi di balik pilar-pilar koridor. Untungnya pilar disini besar-besar sehingga dengan mudahnya menyembunyikan sosoknya. Ia memperhatikan guru itu, yang ternyata adalah headmaster akademi itu sendiri. Jika bertemu guru pengawas pada jam pelajaran seperti ini adalah gawat, bertemu headmaster berarti mati.
Zilong melirik kembali ke ruangan dimana Alucard sedang berlatih. Nyatanya, bukan dia saja yang sedang tidak di kelas. Sebut ia jahat, tapi ia penasaran bagaimana sang headmaster memproses orang yang telah ia jadikan musuhnya itu. Benar saja, Estes berhenti di depan pintu ruangan itu dan memasukinya. Kena kau, Alucard, batin Zilong.
Tapi ia tunggu-tunggu, tidak ada gelegar amarah atau tanda-tanda ada yang keluar. Zilong mengerutkan dahi. Ia merasa ada sesuatu yang ganjil. Melangkah perlahan mendatangi pintu ruangan itu, ia menilik dari celah yang ada. Pemandangannya masih sama, Alucard dengan pedangnya. Tapi pedangnya kini tergeletak tak jauh darinya yang sedang berdiri, kedua tangannya berada di lehernya, tampaknya seperti sedang membenarkan sesuatu.
Ketika Alucard merendahkan tangannya, Zilong bisa melihat itu sebuah collar besi berwarna gelap dengan ukiran-ukiran aneh yang tidak bisa ia baca. Kemudian Estes muncul di pandangannya, berdiri di depan Alucard seraya lelaki itu mengambil langkah mundur. Tak lama setelah itu, mage itu membuka sebuah buku tebal dan mulai membacakan mantra. Tiba-tiba dari bawah lantai yang dipijak Alucard mengeluarkan cahaya kekuningan yang ternyata adalah sebuah lingkaran magic. Apakah ini hukuman mematikan yang selalu dibicarakan orang-orang?
Estes melanjutkan mantra dan yang terjadi selanjutnya membuat Zilong terbelalak. Api, begitu banyak api membalut Alucard hingga pemuda itu tidak terlihat sejengkalpun. Jika ini memang hukumannya, ia merasa sangat menyesal dan kasihan pada Alucard. Tetapi sesuatu mengejutkannya lagi. Api itu perlahan menghilang dan menampakkan sosok Alucard, namun banyak sekali yang berbeda. Rambutnya putih seperti salju, matanya bercahaya seperti besi yang dilelehkan, baju yang ia kenakan pun berbeda ; bukan seragam biru yang sering Alucard kenakan, melainkan baju berwarna hitam dengan kerah tinggi dan elegan. Sebuah teriakan parau muncul dari mulut Alucard— bukan, bukan Alucard— tapi sesuatu yang lain.
Tidak ada yang manusiawi dari suaranya. Makhluk itu mulai menggeram marah, mengatakan sesuatu dalam bahasa yang tidak ia kenali. Tetapi sepertinya cukup familiar bagi Estes karena elf tersebut membalas geraman itu dengan perintah tegas terdengar dari bagaimana ia mengatakannya. Zilong tidak tahu apa saja yang dibicarakan dalam pembicaraan itu tapi makhluk itu tampak tidak senang. Sosok berambut putih itu hendak menyerang Estes, namun lingkaran sihir menguncinya tetap disitu. Estes mengatakan sesuatu lagi, seperti mengulangi perintahnya. Makhluk itu mengeluarkan teriakan lagi, perpaduan antara amarah dan kesakitan. Apapun yang dilakukan Estes bertujuan untuk menyiksa makhluk itu. Hingga Estes mengucapkan mantra terakhirnya dan api kembali membalut sosok itu sebelum hilang seperti sebelumnya dan menampilkan Alucard yang ia tahu. Lelaki itu ambruk ke lantai, uap panas terlihat keluar dari tubuhnya dan bersatu dengan udara sekitar.
"Maafkan aku." Estes berkata sambil menghampiri Alucard yang masih belum bangkit. Ia membawa sebuah botol berisi potion berwarna jernih yang ia berikan pada lelaki pirang itu sembari membantunya duduk. Alucard tampak sadar tetapi pikirannya seakan masih tertinggal. Ia meraih botol itu dan meneguk isinya.
"Tidak apa-apa. Aku hanya ingin iblis itu keluar secepatnya dari tubuhku." Jawabnya kelelahan, kehabisan napas seperti ia baru saja melakukan lari seratus putaran.
"Dia belum keluar."
"Aku tahu. Tapi setidaknya dengan begini ia akan melemah."
Estes mengangguk pelan, merentangkan tangannya untuk melepas collar yang terpasang di leher Alucard. Melihat semua kejadian itu sudah lebih dari cukup bagi Zilong. Ia beranjak pergi dari situ sebelum ketahuan. Setelah ia berhasil kabur, ia baru menyadari sesuatu.
Ia salah melihat jadwal.
"Hahaha, apa yang terjadi padamu, Zilong?" Chou dan Akai tertawa cekikan melihat rupa Zilong yang dihiasi dengan luka lebam.
"Biasa. Bertengkar." Jawabnya, mengangkat bahunya tidak peduli. Lelaki itu mengambil tempat di sebelah Akai dan menyenderkan kepalanya ke badan lembut nan berbulu milik sang panda. Hari ini terasa melelahkan daripada biasanya. Hanya bertemu Alucard seakan membuat energinya terkuras. Apapun yang ia lihat tadi tidak mengubah pandangannya mengenai Alucard ; seorang pecundang, dan tidak ada yang bisa menghentikannya untuk balas dendam. Walaupun segelimang pertanyaan muncul di benaknya.
"Ah ya, ngomong-ngomong tentang bertengkar, apa yang terjadi padamu saat sparring hah? Aku pernah menghadapi Alucard sekali, tanpa aku harus menggunakan ulti dia sudah terlihat kelelahan." Akai bertanya, melirik ke arah Zilong yang sedang memejamkan mata. Sudah biasa ia dijadikan bantal berjalan oleh pemuda china satu ini. Terlebih lagi, ia juga sudah biasa dijadikan bantal berjalan oleh siapapun.
"Mm, aku sedang tidak ingin membicarakannya." Zilong bergumam pelan tapi ia yakin kedua temannya dapat mendengarnya. Sebenarnya sekarang kepalanya pusing memikirkan peristiwa-peristiwa yang terjadi hari ini. Sebelum-sebelumnya Alucard tidak pernah menjadi sorotannya namun cukup sehari mereka bertemu dan berinteraksi sudah membuat ia ingin meneguk pil penghapus ingatan. Belum lagi, setelah ini ia harus ke hutan untuk menerima tantangan Alucard. Jika saja ia tidak menyaksikan insiden di ruangan tadi, mungkin ia tidak sepening ini. Sebagian dirinya tetap membenci Alucard layaknya ia seekor pengerat yang harus dibasmi. Tapi sebagian dirinya yang lain ingin tahu. Dan Zilong tidak suka ketika ia dihantui rasa ingin tahu. Ia harus mendapatkan jawabannya.
Alucard turun dari atas pohon saat Zilong datang menjawab tantangannya. Sekeliling mereka adalah pepohonan tua rimbun yang penuh dengan lumut karena tidak terkena sinar matahari. Suasana memang agak suram tapi tampaknya itu tidak mengganggu Alucard.
"Jadi," Alucard memulai, handle pedang signature-nya tergenggam di tangannya seraya mengambil langkah untuk mendekati Zilong. Mungkin ini hanya pikirannya atau pencahayaan yang sangat minim disini tapi Alucard tampak lebih pucat dari saat ia melihatnya sebelumnya. "Kau masih ingin membunuhku? Mau mencoba lagi?" Sikap Alucard begitu percaya diri, berjalan pelan mengelilingi Zilong, meremehkannya.
Zilong menggenggam tombaknya dan menerjang langsung ke arah Alucard. Perbuatannya barusan cukup menjawab pertanyaan lelaki itu. Alucard melihat serangan itu datang dan mengelak ke satu sisi, bertumpu pada kaki dominannya dan menerjang balik sambil menebaskan pedangnya ke arah Zilong. Mereka berdua bergerak begitu cepat, menerjang satu sama lain hingga yang terlihat hanya cipratan kilat yang dihasilkan pertemuan senjata mereka. Namun kejadian itu tidak bertahan lama. Alucard terhempas ke tanah, pedangnya terlepas dari tangannya dan jatuh tak jauh darinya. Zilong mengarahkan ujung tombaknya ke dada lawannya, cukup dekat untuk menyampaikan maksudnya bahwa ia tak segan-segan menancapkan senjatanya dan membunuhnya jika Alucard hendak menyerang lagi.
Sebuah pertanyaan kembali muncul tiba-tiba di pikirannya. Mengapa kali ini terasa mudah untuk mengalahkan Alucard?
"Kau tahu, aku ini Legendary. Sementara kau hanya orang yang berada di ranking bawah. Jangan harap kau akan bisa mengalahkanku." Cemoohnya, memandang Alucard dengan dingin. Alucard membalas tatapan itu dengan senyuman menantang. Rupanya walau sudah dipastikan akan kalah, Alucard tetap tidak mau mengalah.
"Semuanya telah menyaksian kesulitan seorang Legend untuk menandingi seorang LOW RANKED." Ucapnya, tidak ada tanda-tanda ketakutan di nada bicaranya padahal tombak itu hanya tinggal sedikit lagi dapat menusuk jantungnya. "You're not as great as you thought, aint it?"
"Diam!" Zilong memberi tekanan pada tombaknya. Ujungnya kini telah menembus jaringan atas dada lelaki pirang itu. Alucard tersentak, mulutnya terbuka untuk berteriak namun tidak ada suara yang keluar. Ia dapat merasakan tombak itu menancap di dirinya dan darah mulai meresapi kain bajunya. Warna biru itu telah tergantikan warna merah. "Inilah yang kau dapat jika menentangku, low-rank." Zilong ada pemikiran untuk segera menghabisi Alucard, tapi sebelum ia dapat melakukannya, segelumut api muncul dan mendorongnya kebelakang bagai ledakan. Api itu tidak muncul lama, hanya sekejap mata seperti kobaran sesaat sehingga Zilong tidak memperhatikannya dengan baik.
Alucard yang tadinya terbaring di tanah kini terlihat berdiri tegak. Luka di dadanya menghilang, hanya terdapat bekas bercak darah dan sobekan pada baju itu. Fighter itu masih terlihat sama, tidak ada yang berbeda selain penyembuhan instan yang entah didapat dari mana. Namun yang membuatnya tertegun adalah mata pemuda itu yang bercahaya. Persis seperti makhluk yang ia lihat saat Estes menaruh Alucard pada lingkaran sihir. Sepasang mata itu tampak tak fokus, mengerjap tidak beraturan. Tangannya tergerak dengan tidak alami seakan terdapat dua jiwa yang mengaturnya. Tetapi semua pergerakan itu jelas menunjukkan apapun yang terjadi dalam diri Alucard, ia berusaha melawannya. Dua macam gerangan yang terdengar berbeda muncul dari mulutnya.
Pada saat ini, Zilong masih belum tahu apakah kondisi ini terlalu berbahaya untuknya untuk tetap tinggal. Tetapi ia tidak yakin dengan makhluk apapun yang 'merasuki' Alucard. Dari yang ia lihat sebelumnya, makhluk itu bisa jadi sangat berbahaya. Tidak mau mengambil resiko, Zilong segera pergi keluar dari hutan.
Zilong tidak tahu apa yang akan terjadi pada Alucard. Tetapi ia merasa ia akhirnya dapat menyatukan tiap puzzle yang terus mengganggu pikirannya.
Pada saat Estes melakukan eksorsis (apakah ia bisa menyebutnya begitu?) pada Alucard, sepertinya kegiatan itu sudah terjadi cukup lama, yang mana berarti selama ini Alucard telah melalui banyak proses menyakitkan tersebut yang membuatnya lemah setelah itu. Apakah ini bisa dijadikan penjelasan kekalahan Alucard yang terus-menerus saat duel? Tapi mengapa saat Alucard melawannya pagi hari ini ia dapat mengimbanginya, bahkan nyaris mengalahkannya?
Tunggu. Proses itu terjadi saat sore hari. Apakah berarti mungkin selama ini proses itu dilakukan di pagi hari sebelum kelas sparring dan kebetulan untuk hari ini Estes melakukannya pada sore hari? Bisa jadi. Jika makhluk dengan mata berpendarnya itu sama dengan makhluk yang ia lihat sebelumnya, berarti makhluk ini sudah berada di dalam diri Alucard sejak lama. Saat ia bertarung bersama Alucard di hutan, makhluk itu (nyaris) muncul saat ia hendak mengakhiri hidup lelaki itu. Dan tiba-tiba luka yang ia perbuat pada Alucard hilang seketika. Makhluk ini sepertinya memiliki efek regenerasi yang sangat cepat.
Semua pemikiran ini tertuju pada satu pertanyaan paling besar.
Alucard ini sebenarnya siapa dan apa?!
Ia kembali memikirkan bagaimana keadaan Alucard sekarang di hutan. Apakah makhluk itu berhasil mengambil kendali sepenuhnya atau mungkin saja ia pingsan karena kelelahan sebab terlalu lama melawan? Apapun yang ia khawatirkan malam itu ternyata sangat tidak diperlukan ketika Zilong menangkap sosok Alucard bersama Layla sedang berjalan bersama menuju kelas esok harinya.
Hari itu Zilong mengecek ruangan yang tidak sengaja ia temukan hari sebelumnya, dimana ia menjadi saksi pemandangan tidak normal Alucard yang tiba-tiba dapat berubah menjadi sosok berbeda dalam sekejap mata. Namun tidak ada siapa-siapa disitu. Ia mengeceknya pagi, siang, hingga sore hari. Ruangan itu tetap kosong tidak tersentuh. Zilong melakukan pengecekan diam-diam tiap harinya hingga ia menemukan sebuah pattern. Alucard berasa disitu hanya pada hari dimana ada kelas sparring. Prosesnya tetap sama. Estes akan membacakan mantra dan Alucard berubah menjadi sosok asing misterius itu. Terkadang balasan perkataan antara Estes dan makhluk itu berlangsung lama, kadang berlangsung singkat. Mau bagaimanapun, hasilnya tetap sama. Estes akan meminta maaf dan Alucard hanya tersenyum kelelahan.
Mungkin sudah sekitar beberapa bulan semenjak sparring-nya bersama Alucard. Semenjak pertarungan di hutan, mereka tidak pernah berbicara lagi. Alucard bahkan cenderung menghindarinya. Bagus jika Alucard sudah melihatnya sebagai ancaman. Ia hampir membunuhnya, Demi Tuhan.
Segalanya kembali seperti semula. Zilong dengan title LEGENDARY-nya dan kerumunan wanita yang setia di sekelilingnya, serta Alucard dengan hasil ujian kemampuan yang selalu di bagian bawah. Lelaki itu masih bertahan dengan Layla, menginjak bulan ke-6 mereka bersama. Tetapi tidak jarang juga terlihat Alucard tengah berduaan dengan wanita lain di area akademi.
Tak terasa waktu berlalu. Zilong sudah berhenti menjadi mata-mata kegiatan rutin mingguan Alucard yang sebenarnya masih sebuah misteri. Setelah ia berhenti, ia akhirnya dapat membebaskan pikirannya mengenai Alucard.
Hari ini, mereka telah lulus akademi dan siap diterjunkan ke medan peperangan. Tetapi untuk sekarang, tiap orang akan dibagi jadwal dan lokasi berjaganya masing-masing, dengan tiap lane diisi tiga orang. Nasib mungkin sedang ingin bermain-main dengannya sebab saat ia melihat pengumuman pembagian jadwal, ia melihat nama Alucard di bawah namanya. Ketika ia membaca nama orang terkahir yang ada di kelompok kecil mereka, ia menghela napas lega. Setidaknya ada Bruno. Kemampuannya lumayan walau agak random dia harus membawa bola kemana-mana. Dari semua senjata yang dipakai murid-murid di akademi, Zilong selalu berpikir milik Bruno adalah yang paling aneh. Tapi tidak apa-apa. Lebiih baik berurusan dengan Bruno daripada Alucard.
Minggu pertama, mereka ditempatkan di lane atas pada siang hari. Hanya minion-minion kecil yang datang. Mereka mengatasi itu hampir terlalu mudah. Zilong dan Alucard masih tidak berbicara.
Minggu kedua, mereka ditempatkan di lane tengah. Karena kemungkinan serangan juga bisa dari samping, mereka sering berpencar satu-satu. Alucard tampaknya paling suka lane tengah.
Minggu ketiga, mereka ditempatkan lagi di lane atas. Musuh datang dengan pasukan minionnya. Mereka berhasil mengalahkan musuh bertubuh gigantic dengan beberapa combo.
Minggu keempat, mereka ditempatkan di lane bawah. Minion-minion tak berhenti berdatangan sampai mereka memutuskan untuk berbagi shift.
Minggu kelima, di lane tengah. Bruno mulai menyadari ketegangan antara Zilong dan Alucard yang terlalu bersemangat untuk segera berpencer, menjauh dari satu sama lain. Mereka berdua masih tidak berbicara.
Minggu kesekian setelah satu tahun bertugas bersama, ada serangan besar-besaran di Land of Dawn, menarik banyak kelompok yang tidak sedang bertugas untuk turut membantu mengatasinya. Zilong, Alucard dan Bruno berhadapan dengan Rotund'jere, sosok necromancer yang ditakuti di negeri itu. Kemampuannya untuk menghidupkan mayat dari kematian untuk menjadikan mereka pasukan serta memanggil bala bantuan dari arwah jahat membuat mereka kewalahan. Tak hanya itu, tiap serangan yang dilayangkan sang necrolyte memiliki efek beracun. Bruno yang menyerang dari kejauhan mendapat damage minim, tapi Zilong dan Alucard yang harus bertarung secara melee merasakan efek paling besar yang ditimbulkan musuh mereka tersebut.
"Alucard, kau harus mundur." Zilong, untuk pertama kalinya dalam sejarah bertugasnya kelompok mereka, memanggil nama Alucard dan benar-benar berbicara padanya. Alucard menebaskan pedangnya, menyergap dan berputar untuk menghabisi minion-minion yang ingin menghancurkan turret pada jalur itu. Rotund'jere, yang sebelumnya mundur, kini sudah kembali dengan health penuh.
"Kau yang mudur." Alucard membantah, menyuruh Zilong untuk menuruti perintahnya sendiri. Zilong untuk sesaat berhenti melakukan serangan dan memandang Alucard tidak percaya. Sungguhan orang ini?! Pikir Zilong emosi. Health Alucard sudah berada di bawah setengah, sementara dirinya hanya kehilangan seperempat dari total health-nya.
"Ini bukan waktunya bermain-main. Lihatlah ada tiga musuh yang menuju ke arah kita." Zilong bersikukuh, menghabisi minion-minion dengan tombaknya. Tinggal beberapa detik lagi untuk menentukan merkea mundur atau maju. Sepertinya keputusan itu telah ditetapkan ketika Alucard, bukannya menjawab Zilong, malah berlari maju ke arah musuh yang akan datang.
"Alu— OI! Kau jangan bertingkah bodoh—" Tapi Alucard sudah terlalu jauh untuk mendengarnya. Zilong mendengus, berlari menyusul Alucard. Si Bodoh itu akan sangat membutuhkan bantuan. "Bruno, kita berada di jarak aman." Perintah Zilong pada Bruno sebelum menghilang dari lapang pandang menggunakan skill agility-nya.
Tentu semua tidak berjalan sesuai pemikiran mereka. Musuh menyerang Bruno terlebih dahulu, sudah mengetahui manusia itu menyumbang damage terbesar, hingga akhirnya Bruno tidak punya pilihan namun mundur, mengatakan bahwa ia akan meminta back-up saat mencapai base. Alucard dan Zilong, mau tidak mau harus bekerja sama dan meng-cover satu sama lain dari serangan yang tidak henti-hentinya tertuju pada mereka. Salah satu musuh mengaktifkan jurus stun dengan menggertakkan tanah, menumbangkan Alucard. Sebelum fighter itu dapat berdiri lagi, Rotund'jere melancarkan ultinya yang mematikan ke arah lelaki itu, sebuah kutukan kematian yang mana jika terkena akan membuat orang itu kehilangan health sebanyak yang telah hilang. Dalam arti lain, Alucard sudah pasti tidak akan bisa selamat.
"Alu, awas!" Zilong berteriak, mengingatkan Alucard akan bahaya yang datang ke arahnya. Tapi ia sadar dalam keadaan kritis seperti itu, Alucard tak akan mampu menghindar tepat waktu. Jadi dengan spontan ia berlari cepat ke arah Alucard dan menggunakan skill nya untuk memindahkan posisi Alucard ke tempat lain. Zilong berhasil menyelamatkan Alucard dari serangan yang kemungkinan besar akan membunuhnya dalam sekejap. Tetapi saat ia hendak berlari untuk melanjutkan serangannya, ia ambruk. Sihir itu telah mengenainya. Seluruh tubuhnya menjadi kaku, menyebabkan ia tidak bisa bergerak. Ia dapat merasakan setiap energi dalam dirinya seakan menguap begitu saja.
Pasukan bantuan pun datang. Mereka segera mengurus minion-minion dan menyerang necormancer itu. Alucard ingin mengutuki bantuan yang datangnya sangat terlambat tapi untuk sekarang, ia cukup bersyukur ada bantuan. Melihat situasi yang lumayan terkendali sekarang, Alucard terfokus pada sosok Zilong yang tak jauh darinya.
"Zilong!" Alucard memanggil namanya, mencoba menyembunyikan kepanikan yang mulai tumbuh. Ia tidak menyangka Zilong akan menyelamatkannya. Namun perbuatan heorik itu malah membuat lelaki itu terkena serangan mematikan yang awalnya tertuju padanya. Lelaki bersurai pirang itu menghampiri Zilong yang semakin memucat. Sihir itu bekerja cepat. "Zilong, Zilong, bicaralah padaku." Ia meletakkan tangannya di pipi lelaki itu, merasakan dingin yang tidak seharusnya. Zilong menggerakkan matanya, mencoba fokus pada sosok fighter yang tengah memegangnya.
"Alucard," panggilnya lemah. Otot di bibirnya terasa tegang dan susah digerakkan. Paru-parunya terasa perih seakan tak ada lagi udara yang bisa masuk. "Selamatkan dirimu." Tepat saat ia mengucapkan bagian akhir kata-katanya, jantungnya berhenti berdetak.
Alucard dapat merasakan irama nadi yang hilang. Ia tak dapat menentukan apa yang ia rasakan saat itu. Tiba-tiba muncul kehampaan yang begitu dingin dan menyakitkan dalam dirinya. Ia tidak merasa sedih, tapi mengapa ia mulai menangis? Air matanya menetes ke wajah pucat Zilong, membuatnya terkejut mendapati air matanya bersinar seperti lava. Selanjutnya, ia tidak merasakan apa-apa, hanya kegelapan dan panas yang membakar sekujur tubuhnya.
TO BE CONTINUED
a/n : Hmm belom ada aluzi momentnya :[
Ini chaptered fic yang aku bicarakan yang sudah kutulis dari lama tapi sejujurnya aku ga puas sama sekali dengan ini dan aku coba baca lagi jadi 'CRINGE' sendiri. Seriously, this is so bad and weird tapi sudah kadung banyak jadi aku hanya ingin menyelesaikannya dan beralih ke ide fic selanjutnya yang sudah aku pikirkan (tidak berarti akan lebih baik daripada ini lol).
So anyway, penjelasan singkat saja. Alucard disini seakan punya 2 kepribadian (bukan kepribadian juga sih wkwk). Basic Alucard dan Fiery Inferno Alucard. I hope you get the idea karena itu main plotnya :')) ini yg buat aku cringe astaga.
Aku paham sekali jika kalian malah jadi bingung bacannya hahaha banyak part yang aku hilangkan karena rasanya ga terlalu nyambung dan aku sesungguhnya tidak mau membuat ini terlalu panjang dan membosankan (karena tujuanku awalnya membuat fic ini slow-build) tapi ya gitu, ga sabar sendiri. Tapi tenang di chapter selanjutnya bakal lebih jelas and...ofc...the fun times B)
There will be 3 Chapters termasuk ini. So, 2 to go. Also, chapter 2 bakal panjang.
and have i told u i rly cringe about this story omg no matter how much i try to fix it
last, i'm sorry to say but disini mgkn lbh dominan Zilong yang jadi seme. personally aku blm bisa nentuin siapa yg cocok jd seme ato uke jd aku mau coba(?) semua.
disclaimer : itu saya pinjem Rotund'jere, karakternya Dota. Somehow saya buat hero dari ML jadi musuh juga tuh agak aneh. Karena entahlah, mereka semua netral. Sementara kalau di Dota, sudah jelas semua hero di bagi di dua kubu. So, yah gitu, saya pinjem hero dari pihak Scourge.
