Because I Love You

by Mizuhashi

Disclaimer:Naruto and all of the characters belong to Masashi Kishimoto

Summary: Manakah yang akan kau pilih? Terpaku pada 'dia' yang hanya ada di masa lalu atau berani mengambil langkah baru ke depan?/ "Kalau yang kau lihat darinya hanya pemuda itu, kenapa kau menerimanya sebagai kekasihmu?"/ "...aku tidak akan memaafkan orang yang menjelek-jelekkan orang yang kusukai, sekali pun orang yang kusukai itu sendiri!"


"Hei, Teme! Jalanmu itu tidak bisa lebih lambat lagi, huh?" tanya seorang remaja pria dengan rambut blonde yang berdiri kepada kawannya yang berada cukup jauh di belakangnya.

Cowok berambut raven yang merupakan teman dari cowok berambut pirang tadi hanya diam saja menanggapi sindiran dari temannya. Mata hitamnya yang kelam itu menyiratkan rasa bosan.

Kesal karena ucapannya tidak mendapat tanggapan, pria berambut pirang itu pun menghampiri temannya dengan setengah berlari.

"Heh, Sasuke-teme, kau ini punya telinga tidak, sih?"

"Hn,"

"Apa-apaan sih jawabnmu itu? Iya apa tidak?"

"Hn,"

"Aaaaggh, kau bisa membuatku gila, Teme!"

"Hn, dan kau bisa membuatku tuli, Naruto-dobe!"

Cowok yang dipanggil sebagai Naruto itu hanya dapat menghela nafas panjang. Dia berusaha keras untuk bersabar menghadapi sikap Sasuke yang menurutnya terlalu dingin dan cuek. Sedangkan di pihak Sasuke, ia sendiri berusaha bersabar menghadapi temannya yang super berisik ini. Dalam hatinya ia berharap pendengarannya masih dapat berfungsi dengan baik sampai ia tua nanti.

"Kau itu sebenarnya tidak ingin datang, kan?" tanya Naruto setelah menenangkan dirinya.

"Hn," balas Sasuke dengan jawaban yang entah berarti iya apa tidak.

"Kalau begitu kenapa kau datang ke mari?"

Ditanya seperti itu, Sasuke mendelikkan matanya dan mendengus sebelum akhirnya menjawab, "Kau yang menyeretku ke sini, Dobe,"

"Sejak kapan aku menyeretmu, Teme?" tanya Naruto dengan muka polos tak berdosa.

Sasuke hanya memutar kedua bola matanya sebagai tanggapan dari pertanyaan Naruto. Jujur saja, menjawab pertanyaan Naruto tadi bisa-bisa membuat dirinya meledak. Dan meledak itu...sangat tidak Uchiha sekali.

Merasakan sebuah aura gelap yang dingin menyelimuti tubuhnya, Naruto merasa merinding. "Hei...Teme, festivalnya bagus, ya?" Naruto berusaha memecahkan keheningan yang terjadi sejak beberapa menit lalu sekaligus mengusir aura gelap dan dingin yang melimuti tubuhnya.

"Hn,"

"Huuuh, hampir saja aku mati tiba-tiba karena tercekik auranya si Teme," gumam Naruto lega karena aura yang serasa mematikan itu mulai memudar.

"Apa yang barusan kau bilang, Dobe?"

"Aaa, tidak... Aku tidak bilang apa-apa kok, hehehe"

Mereka berdua lalu bercakap-cakap sambil mengelilingi taman Konoha yang dijadikan tempat berlangsungnya festival. Maaf, ralat. Naruto yang bercakap-cakap satu arah dengan semangat, sementara Sasuke hanya menanggapi ucapan Naruto dengan gumaman miliknya yang multi fungsi.

"Kau mau ke mana, Teme?" tanya Naruto yang melihat Sasuke kini mulai berbalik arah menuju pintu keluar.

"Pulang,"

"Tujuan utama kita ke sini kan untuk menyaksikan permainan piano Sakura-chan. Acaranya sebentar lagi, nih. Masa kau mau pulang sekarang? Tanggung!"

"Itu siapa, Dobe? Dan juga, jangan katakan itu sebagai tujuan 'kita'. Itu adalah tujuan'mu',"

"Kau tidak mengenal Sakura-chan, Teme?! Ya ampun, kau ini cowok popular yang benar-benar anti sosial sekali, sih!"

"Hn,"

Merasa kalah telak, mau tak mau Naruto membiarkan Sasuke pulang. Sementara ia sendiri berjalan menuju taman utama yang jaraknya tidak begitu jauh dari pintu keluar. Dilihatnya jam tangan yang memeluk pergelangan tangannya. "Huh, padahal tinggal 5 menit saja, apa susahnya, sih?"

Because I Love You

Tinggal beberapa langkah lagi hingga Sasuke sampai ke pintu keluar, tiba-tiba saja dirinya ditabrak hingga jatuh kebelakang.

"Hei, kau ini bodoh atau apa sih?! Pintu yang kau masuki itu pintu keluar, tau?!" bentak Sasuke dengan volume sedang. Tidak lucu kan, kalau ada orang yang melihatnya berteriak-teriak? Ingat, Uchiha itu terkenal akan sikapnya yang sangat tenang.

"Maaf.. Maaf..Maafkan aku," orang yang menabrak Sasuke membungkukan badannya berulang-ulang.

Melihat cara minta maaf gadis itu yang dirasa sangat berlebihan dan seakan tak kunjung henti, Sasuke entah mengapa merasa kesal, "Sudahlah, hentikan acara minta maafmu yang berlebihan itu. Membosankan,"

Gadis itu mengangkat kepalanya untuk pertama kalinya dan tersenyum ke arah Sasuke. "Terima kasih sudah memaafkan aku," katanya lembut.

Untuk pertama kali dalam hidupnya, jantung Sasuke berdebar dua kali lebih cepat dari biasanya ketika melihat senyuman gadis itu. Mata hijau gadis itu seakan menyerap dirinya hingga Sasuke tidak dapat mengalihkan pandangannya dari sana.

"Hei, kau tidak apa-apa?"

Suara lembut yang dimiliki gadis itu menyadarkan kembali Sasuke. "Hn," jawabnya sambil berdiri dan cepat-cepat melihat ke arah lain.

"Kalau begitu, aku duluan, ya. Aku sudah terlambat untuk pertunjukkan pianoku,"

Baru saja gadis itu mencoba untuk berdiri, dia kembali terjatuh. Pada kaki kanannya timbul warna kemerahan dan gadis itu hanya dapat meringis kala rasa sakit yang ia rasakan menyebar.

Melihat hal itu, secara refleks Sasuke langsung merendahkan dirinya. Dia berjongkok di depan gadis itu dengan maksud memberikan gendongan. Sementara gadis itu sendiri hanya dapat terbengong-bengong melihat apa yang Sasuke lakukan.

"Mau naik apa tidak?" suara berat Sasuke membuat gadis itu tersadar.

"Eeh?!"

"Kau bilang kau sedang terburu-buru kan? Mau cepat naik atau aku tinggal?"

Gadis itu tersenyum dan mengucapkan rasa terima kasihnya sebelum akhirnya ia naik ke punggung Sasuke.

Because I Love You

Perjalanan singkat itu terasa sangat panjang bagi Sasuke. Jantungnya yang masih berdebar dua kali lebih cepat, kedua pipinya yang terasa sangat panas sekarang, dan juga entah mengapa ia merasa kesulitan untuk bernafas. 'Aku ini kenapa sih? ' batinnya dalam hati.

"Ah, kita sudah sampai," ucapan gadis itu sukses membuat langkah Sasuke berhenti secara otomatis di depan sebuah pintu masuk panggung.

Dengan perlahan, Sasuke menurunkan gadis itu dari punggungnya.

"Terima kasih...umm..." gadis itu menghentikan ucapannya dan menatap mata onyx Sasuke.

"Sasuke. Namaku Sasuke Uchiha,"

"Baik. Terima kasih sudah mengantarkan aku ke sini, Sasuke-kun. Aku tidak tau apa yang akan terjadi tanpa dirimu," kata gadis itu sambil tersenyum, membuat guratan-guratan merah muncul dan menghiasi wajah Sasuke. "Oh ya, kalau kau tidak keberatan, sebelum pulang, tonton pertunjukkan piano yang akan aku tampilkan, ya," pintanya sambil masuk ke dalam pintu masuk itu.

'Payah... senyuman dan pandangan matanya sangat berbahaya untuk kesehatan jantungku,' batin Sasuke sambil memegangi dada kirinya.

"Lho, kau tidak jadi pulang, Teme?" pertanyaan Naruto membuat Sasuke yang sedang berjalan sambil melamun tersentak kaget. Namun cepat-cepat ia mengembalikan wajah stoic yang ia miliki.

"Ini juga baru mau pulang," jawabnya datar.

"Hei, berhubung kau sudah di sini, kenapa kau tidak menemaniku menonton permainan piano Sakura-chan? Eh, itu dia orangnya," wajah Naruto menjadi antusias ketika menunjuk seseorang yang sedang berjalan menuju sebuah grand piano berwarna putih di atas panggung.

"Jadi itu yang kau maksud bernama Sakura," pertanyaan yang dilempar Sasuke memang lebih terdengar sebagai sebuah pernyataan. Tetapi karena sudah cukup lama mengenal Sasuke, Naruto dengan cepat dapat membalas pertanyaan itu dengan anggukan kepala dan senyuman yang lebar.

Tepat beberapa saat kemudian, suara dentingan piano pun mulai terdengar bersamaan dengan matinya keramaian yang sedari tadi menghiasi festival itu. Semuanya menikmati suara indah itu tanpa terkecuali.

Sakura yang sedang bermain piano terlihat sangat anggun. Rambutnya yang berwarna merah muda tergerai, dan mata emeraldnya berkilau saat jari-jarinya menekan tuts-tuts piano dengan lincahnya. Bibirnya yang tipis juga membentuk sebuah senyuman yang membawa ketenangan bagi siapa pun yang melihatnya.

Sasuke yang sedari tadi menatap penampilan Sakura lekat-lekat, menutup matanya pada bagian akhir permainan piano itu. Pikirannya dipenuhi oleh wajah Sakura. Tanpa ia sadari kedua sisi bibirnya mulai terangkat membentuk sebuah senyum tipis.

'Does it mean I've been fallen in love with her at the first time?'


Padahal fic Aku yang Dulu masih belum selesai, tetapi entah kenapa tanganku 'gatel' banget buat ngepublish fic ini, hehe... Gaya tulisan saya di sini masih sama, singkat dan diksinya kere, gatau kenapa dua hal itu selalu terasa sulit untuk dirubah, huhu T_T kesannya cerita yang saya buat jadi kaku gara-gara mereka itu.

Ada yang punya saran untuk menghadapi kedua masalah di atas?

Dan arigatou buat temen-temen semua yang sudah meluangkan waktu untuk membaca fic ini, apalagi yang sampai memberi review ^^

Terussss, Selamat Hari Raya Idul Fitri buat temen-temen yang merayakan :D mohon maaf lahir dan batin