Mind

Hunhan

Early Notice : terinspirasi dari novel-novel supernatural fiksi yang pernah ruhan baca tapi lupa apa aja (jujur). sisanya sungguh berasal dari keinginan aneh buat mengkhayal berbau supernatural ^^v. cast milik orangtuanya masing-masing ya.

Selamat membaca!


"Jangan melamun."

Teguran itu menyadarkan Luhan dari dunia mayanya. Sahabatnya mengulurkan botol minum berembun berisi cairan oranye yang tampak sangat menyegarkan.

"Aku tidak melamun, Soo." Luhan segera meneguk isi botol tersebut hingga habis karena kerongkongannya memang sudah sangat haus.

"Ck, tatapanmu jelas-jelas kosong dan yang ada di depanmu itu hanya dinding bodoh!"

Luhan tergelak mendengar sindiran sahabatnya dan tak lama sahabatnya pun mengeluarkan kekehannya.

"Kyungie~ kau sangat menyebalkan asal kau tahu. Dan memangnya kenapa jika aku melamun? Tidak ada undang-undang yang melarang hal itu."

Kyungsoo menggelengkan kepalanya tak percaya. "Memang tidak ada tapi kau melakukannya hampir setiap saat. Bahkan kau hampir jatuh dari tangga kemarin karena melamun sambil berjalan!"

Luhan kembali terkekeh mengingat kejadian tersebut. Kemarin ia memang hampir saja menjadi korban patah tulang konyol yang jatuh dari tangga stasiun kereta jikalau tidak ada Kyungsoo yang menangkap tubuhnya yang oleng.

"Jangan tertawa! Itu bukan suatu hal yang patut ditertawakan! Lagipula Luhan, kenapa sih kau begitu suka melamun?!"

Luhan hanya mengangkat bahunya tak acuh dan mengulum senyumnya membuat Kyungsoo gemas dan mulai mengelitiki sahabatnya yang irit bicara ini.

"Kyungsoo, Luhan! Waktu istirahat sudah habis, cepat kembali ke lapangan!" teriakan salah satu sunbae mereka dari arah tengah lapangan menghentikan acara bersantai mereka.

"Ne, Eunhyuk-sunbae!" Keduanya kembali berdiri dan melanjutkan lari keliling mereka. Sebagai mahasiswa baru, latihan fisik merupakan agenda wajib yang tidak mengherankan.

Ditengah keadaan lari, Luhan kembali menunjukan wajah datar yang menyebabkannya tersandung kakinya sendiri dan jatuh berguling.

"Luhan!" Teriakan Kyungsoo yang melihat bagaimana Luhan meringkuk di tanah membahana.

Lutut dan siku Luhan berceceran darah. Pelipis kirinya juga sobek karena sebelum terjatuh, kondisi Luhan memang sedang berlari cukup kencang. Apalagi lapangan tempat mereka berlari dilapisi aspal bukan rerumputan.

"Kau baik-baik saja?" Seorang sunbae yang terdekat segera menghampiri Luhan dan membantunya untuk duduk.

"Ne," anggukan kepala menyertai ucapan Luhan dan ia meringis tatkala pergerakannya menimbulkan rasa sakit.

"Astaga, Luhan.. hiks," Kyungsoo yang shock melihat kondisi sahabatnya lantas mulai menangis yang membuat Luhan tersenyum sendu dan mengusap kepalanya.

"Gwaenchana, Soo-ya. Uljima, eo."

Isakan Kyungsoo malah semakin kencang mendengar kalimat Luhan yang membuat Luhan meringis bingung.

"Do Kyungsoo!"

Panggilan bersuara bass itu sontak membuat Kyungsoo menghentikan tangisannya dan menatap kearah asal suara dengan bola mata bulatnya terkejut.

"Kenapa malah kau yang menangis? Yang terluka itu Luhan!"

Luhan tercengang menatap sunbaenya yang membentak Kyungsoo. Sedetik kemudian ia memekik tertahan akibat tubuhnya yang tiba-tiba direngkuh dan dibawa keluar lapangan.

"Yah sunbae turunkan aku! Aku bisa berjalan sendiri!" Luhan berusaha turun dengan berontak dari gendongan sunbaenya.

Sunbae itu berhenti dan menatap tajam ke dalam manik rusa milik Luhan. 'Diam!'

Pupil rusa itu membesar sesaat. Pasalnya ia kaget mendengar bentakan yang begitu keras meskipun tidak secara verbal. Namun setelahnya ia kembali berontak, "Sunbae!"

Rengekan Luhan membuat sunbaenya memutar bola matanya jengah, 'Aku bilang diam, Luhan! Atau aku akan mencium mu sekarang juga!'

Tubuh Luhan sontak membeku dan ia menatap horror sunbaenya yang tengah mengeluarkan seringai menikmati respon Luhan. 'Aku tidak main-main, Lu. Lakukan sekali lagi dan kau akan menerima akibatnya~'

Luhan memejamkan matanya dan menggelengkan kepala cepat. Ingin sekali ia lompat dan kabur dari sunbaenya ini tapi ia juga takut jika ancaman nonverbal itu benar-benar terjadi. 'Hanya pikiranku, hanya pikiranku, tenangkan dirimu Luhan..'

Kekehan tipis terdengar membuat Luhan membuka matanya. Sunbae yang menggendongnya ternyata adalah pelakunya dan ia kembali berjalan membawa tubuh Luhan menuju ruang kesehatan. Luhan mengerenyit heran melihat orang ini. Luhan bukanlah tipe orang yang memperhatikan sekitar. Meskipun sudah dua minggu menjadi mahasiswa baru, ia hanya mengenal beberapa orang selain Kyungsoo. Ia menghindari bersosialisasi dan memilih menyendiri. Beruntung ia memiliki Kyungsoo yang setia mengikutinya dan tidak kenal lelah mendekatinya ketika mereka di sekolah menengah meskipun Luhan sering mendiaminya. Kyungsoo juga tidak banyak bertanya dan menuntut sehingga Luhan akhirnya luluh dan mau menjadi sahabatnya.

"Wajahku memang tampan, tidak perlu melihatiku terus." Luhan mendengus mendengar ucapan sunbaenya dan berlagak muntah yang malah membuat sunbae itu tertawa keras.

"Nah, kita sampai. Annyeonghaseyo, Saem. Hoobaeku terjatuh saat berlari, sepertinya badannya cukup terluka."

Sunbae itu meletakan Luhan perlahan di atas kasur pasien dan dokter jaga langsung menghampiri. "Aigoo, bagaimana kau bisa mengalami luka-luka sebanyak ini, eo? Kau yakin ini bukan siksaan para sunbaemu?"

Dokter jaga itu memicingkan matanya menatap sunbae Luhan namun sang sunbae malah memfokuskan mata elangnya pada Luhan. "Aniyo, Saem. Luhan terjatuh karena hilang konsentrasi. Benarkan, Lu?"

Luhan mengerjap balas menatap mata elang itu namun setelahnya ia merengut. "Ne, Saem."

"Hilang konsentrasi? Apa kau belum makan siang, Luhan-ssi?" Dokter jaga itu mulai membersihkan luka Luhan membuat ia mengepalkan tangannya sendiri dan menggigit bibirnya kuat menahan sakit.

'Jangan gigit bibirmu! Nanti lukamu bertambah, Lu. Pegang tanganku jika sakit.'

Luhan menolehkan kepalanya cepat menatap sunbaenya yang tengah menatapnya dengan raut cemas dan mengulurkan tangannya. "Saem, pelan-pelan." Ucap sunbaenya pelan membuat dokter jaga itu mendelik kesal.

"Aku tahu, bodoh! Luhan-ssi tahan sebentar, ne? aku berusaha selembut mungkin."

Luhan hanya mengangguk sementara matanya masih focus pada wajah sunbaenya. 'Sunbae?'

'Hn?' Luhan tersentak dan membelalakan matanya tidak percaya. Ia bahkan mengeluarkan pekikan menggemaskan akibat terkejut.

"Ah, mian! Apa aku menekan terlalu keras?" Dokter jaga itu meminta maaf namun Luhan segera menggelengkan kepalanya. Bukan, bukan karena itu ia memekik. Namun karena sunbae di depannya yang kini tengah menatapnya sambil mengulum senyum itulah Luhan terkejut.

Tadinya Luhan hanya iseng memanggil sunbaenya itu lewat pikirannya namun ternyata sang sunbae malah membalasnya. 'K-kau bisa mendengarku?'

'Tentu, Lu. Aku sama sepertimu.'

Luhan tanpa sadar menggenggam telapak tangan sunbaenya yang masih terulur dan berseru senang. "Sungguh?!"

Dokter jaga itu terkejut ketika ingin menempelkan perban di pelipis Luhan justru muridnya ini berseru tiba-tiba. "Luhan-ssi? Apa yang 'sungguh'?"

"Eh? A-aniya, Saem. Aku sepertinya melantur akibat terbentur." Luhan tersenyum canggung kepada dokter jaga itu dan dari ekor matanya ia bisa melihat sunbaenya menyeringai geli.

'Kau menggemaskan dengan pipi merah seperti itu, Lu.'

Luhan mendelik menatap sunbaenya dengan tatapan tak suka. 'Sunbaenim, mengapa kau langsung memakai banmal padaku?'

'Hehe, kenapa? Kau ingin aku memanggilmu Luhan-ssi, begitu?'

'Bukan begitu−'

"Nah, selesai! Luhan-ssi kau sudah di obati. Apa kepalamu masih pusing? Aku bisa memberikan obat sakit kepala jika kau mau." Ucapan dokter jaga itu memotong pikiran Luhan.

Belum sempat ia menjawab, sunbaenya sudah mendahului. "Tidak usah, Saem. Aku yakin Luhan baik-baik saja. Mungkin ia hanya butuh sedikit penyesuaian."

Kata itu sengaja ditekankan dan Luhan sadar ada maksud lain di baliknya. "Benarkah? Baiklah jika begitu. Kau bisa berdiri Luhan-ssi? Jika ia maka kau sudah boleh pulang."

Luhan mencoba bangun dari duduknya dan sepasang lengan setia berjaga di samping tubuhnya. 'Aku bisa sendiri, sunbae.'

'Hanya mengantisipasi.'

Meskipun sedikit goyah, Luhan berhasil menjejakan kakinya stabil. "Gamsahamnida, Saem. Maaf sudah merepotkan."

Dokter itu menggeleng sambil tertawa. "Tidak apa. Lain kali pastikan kondisimu sehat, ne? orientasi memang sedikit melelahkan dan butuh fisik yang kuat."

Setelah mengangguk dan berpamitan, Luhan keluar ruang kesehatan bersama dengan sunbaenya yang berjalan di belakangnya. Beberapa mahasiswa lain berjalan melewati mereka dan mata Luhan kembali kosong.

'Lu!'

Panggilan itu menyentak Luhan membuat pundaknya sedikit melompat dan ia langsung menoleh kearah belakang.

'Kendalikan dirimu! Ya ampun, aku heran bagaimana kau bisa bertahan hidup selama ini jika dirimu begitu amatir.'

Luhan mengerucutkan bibirnya dan merengut tak suka. Apa-apaan sunbaenya ini? Seenaknya saja menginvasi pikirannya dan malah mengejeknya. Ia memang sempat terkejut karena orang ini bisa berbicara dengannya secara nonverbal dan ia ingin sekali bertanya macam-macam namun sikapnya yang menyebalkan membuat Luhan menjadi malas berurusan dengannya.

'Kau begitu menggemaskan, kau tahu?' tanpa aba-aba sang sunbae malah terkekeh dan mengusak rambut Luhan.

Luhan menepis tangan sunbaenya dan mendelik kesal. "Aku tidak menggemaskan, sunbaenim!"

Kekesalan Luhan justru membuat sunbaenya semakin senang. Pasalnya kini beberapa orang yang berdiri di sekitar mereka justru berhenti dan menatap kearah keduanya penasaran. Mereka berbicara tanpa suara dan tiba-tiba saja Luhan berteriak bahwa ia tidak menggemaskan. Melihat Luhan dekat dengan sunbae itu saja orang-orang sudah heran, apalagi mendengar kalimat Luhan.

'Kau baru memperkuat pendapatku bahwa kau sangat menggemaskan, Lu. Dan ingat, kendalikan. Orang-orang mulai memperhatikan kita akibat ulahmu.'

Luhan menatap sekitarnya dan semburat merah itu mulai menjalari pipinya membuat sunbaenya tidak tahan untuk tidak mengelusnya. 'Neomu, gwiyeopta!'

Luhan malu bukan kepalang, ia tidak biasa menjadi pusat perhatian apalagi sekarang sunbaenya malah menyentuh pipinya. Orang yang baru Luhan temui hari ini sudah berani menyentuhnya. Panic membuat Luhan malah meraih jari sunbaenya dan menggigitnya keras.

"Yak!" Sunbaenya mengerang kesakitan dan Luhan segera lari mengambil langkah seribu. "Luhan!"

Teriakan penuh kemarahan itu membuntuti jejak kepergian Luhan. Ia berlari sekuat tenaga menjauh meskipun kakinya menjerit sakit. Sibuk berlari membuat Luhan tidak menyadari berdirinya seseorang dihadapannya hingga mengakibatnya menabrak sosok tersebut.

"Aaargh!"

Brukk!

"Aish…" Luhan merintih memegang lutut dan sikunya yang luka. Benturan itu cukup membuat ngilunya bertambah berkali-kali lipat.

"Yah Luhan-ah! Kau itu bisa hati-hati tidak, sih! Aigoo, appo.." Luhan menengok kearah orang yang ditabraknya dan mendapati Kyungsoo yang tengah mengusap kepalanya yang terbentur lantai akibat tertabrak Luhan.

"Aku ini sahabatmu sendiri, masa kau celakai, sih?! Dasar bodoh!" Kyungsoo masih setia mengomeli Luhan tidak menyadari justru yang lebih kesakitan disini adalah sang penabrak yang tubuhnya luka-luka.

'Luhan!'

Suara itu kembali menyapa pikiran Luhan dan dalam hitungan detik sunbaenya meraup tubuhnya kembali. 'Neo gwaenchana? Aish, siapa suruh kau melarikan diri, hah?!'

Luhan sudah pasrah dan ingin sekali menutup telinga serta pikirannya dari semua suara. Ia kesakitan dan kelelahan baik fisik maupun mental. Pelupuk matanya sudah dipenuhi gumpalan air yang siap tumpah. Menyadari ini, sang sunbae justru memeluknya lebih erat.

'Mianhae.. aku akan diam.' Dan dengan itu sang sunbae memakaikan headset di telinga Luhan. Lantunan music klasik langsung menyapa gendang telinganya menghalau suara-suara lain.

"O-oh Sehun sunbae?" Kyungsoo mencicit mendapati sunbaenya yang paling terkenal sekarang tengah merengkuh tubuh sahabatnya. Ia juga melirik ke Luhan yang dahinya berkerut dan tampak sangat gusar.

Oh Sehun. Namja bermata elang itu sebenarnya enggan mengalihkan pandangannya dari arah Luhan namun karena namanya dipanggil mau tidak mau ia menolehkan kepalanya. Ia menatap orang di depannya dengan tajam. Tidak peduli sosok yang ditatapnya ini adalah sahabat Luhan atau bukan, ia kesal karena Kyungsoo menyebabkan Luhan terjatuh. Meski kenyataannya Luhanlah yang menabrak Kyungsoo namun tetap saja sahabatnya itu membiarkan Luhan kesakitan dan malah mengomelinya bukan menolong Luhan.

Nyali Kyungsoo langsung ciut begitu ditatap dengan menusuk oleh sunbaenya. "Lu-luhan gwaenchana?"

Sehun berdecih sekali mendengarnya, "Sekarang kau peduli keadaannya? Kau bahkan mengomelinya barusan."

Ucapan Sehun membuat Kyungsoo menunduk merasa bersalah. Ia merutuki dirinya sendiri karena mengomeli Luhan. Padahal ia berniat menyusul Luhan ke ruang kesehatan tadi setelah memohon-mohon pada Eunhyuk-sunbae untuk mengizinkannya.

"A-aku tidak sengaja…" lirih Kyungsoo.

Sehun tidak peduli dengan itu. Ia mengangkat tubuh Luhan dan menggendongnya menjauhi Kyungsoo yang masih terduduk di lantai. Dalam pikirannya kini hanya satu, membawa Luhan pergi dari semua kebisingan ini. Dengan wajah datar dan tatapan dinginnya, ia melewati lautan mahasiswa yang memandang terperangah pada dirinya dan sosok dalam dekapannya.

Sehun meletakan Luhan perlahan di kursi mobilnya menyadari Luhan sudah terlelap meskipun masih terdapat kerutan tipis di dahinya.

'Kau pasti tidak pernah tidur nyenyak. Maaf aku baru datang sekarang, Lu. Aku berjanji akan menjagamu mulai sekarang.'

Sehun mengusap helaian poni Luhan seraya melarikan jempolnya menghapus kerutan di dahi Luhan. Ia mengecup kening itu lama sebelum tersenyum lembut.

"Jaljayo baby Lu," bisiknya sebelum menginjak pedal gas mobilnya menuju rumah Luhan.


"Oh Sehun!" teriakan itu menyambut Sehun saat baru saja menjejakan kaki di halaman rumah Luhan.

Sehun hanya memutar bola matanya malas dan berjalan melewati sosok yang meneriakinya. Luhan bergerak kecil di dekapannya akibat suara teriakan tersebut.

"Jika Luhan bangun karena suara berisikmu, aku tidak akan segan-segan Baek."

Ancaman itu sontak membuat sosok itu mengatupkan bibirnya rapat. 'Aku hanya kaget melihatmu! Tidak seharusnya kau disini, Sehun. Tunggu sampai Yifan mengetahui ini!'

Sehun tidak mengindahkan pikiran itu dan memilih tetap berjalan menuju kamar berpintu putih dengan gantungan pintu huruf hangul Ru Han sebagai penghias. Bau cokelat segera menerpa penciuman Sehun begitu memasuki kamar bernuansa putih biru tersebut. Sehun tersenyum ketika mendapati Luhan bergelung nyenyak di pelukannya hingga tidak rela melepas sosok itu ke tempat tidur.

"Cih, cepat lepaskan adik ku." Suara itu menginterupsi kegiatan Sehun mengagumi wajah Luhan dan menatap malas kearah pintu.

"Wae?! Aku masih sepupu Luhan asal kau tahu!"

Sehun menghela napas panjang sebagai balasan. Ia lantas menidurkan Luhan ke tempat tidurnya dan menyelimuti sosok itu. Ia kembali tersenyum senang melihat wajah polos Luhan dan tanpa sadar mengusakan hidungnya ke hidung Luhan.

"Yak! Jangan sentuh adik ku!"

Pukulan di kepala Sehun membuatnya bangkit dan segera mencengkram leher tersangkanya. "O-oh S-sehun.."

"Byun Baekhyun. Aku tidak peduli kau sepupu Luhan atau bukan. Tapi kalau kau memukulku kembali, aku akan buat perhitungan denganmu." Desisan Sehun membuat Baekhyun memucat dan jantungnya berdetak sangat keras.

"Baekkie?"

Panggilan halus itu membuat Sehun segera melepaskan cengkramannya dan Baekhyun terbatuk menghirup oksigen sebanyak-banyaknya.

"Baekkie, gwaenchana?" Luhan segera terduduk begitu mendengar sepupunya yang lebih tua beberapa bulan itu terbatuk dan kesulitan bernapas.

"N-ne, Luhanie. Aku baik." Baekhyun berusaha menetralkan napasnya sebelum memaksakan senyumnya. "Kau sudah bangun?"

Luhan mengusak matanya yang masih mengantuk dan melepas headset di telinganya. Ia sedikit mengerenyit menatap headset tersebut. "Eung, Luhan dirumah? Aku tidak ingat berjalan pulang.."

Belum sempat Baekhyun menjawab, mata Luhan menangkap sosok yang berdiri di belakang sepupunya. "Sunbaenim? Mengapa ada disini?"

Sehun tersenyum dan berjalan mendekati Luhan. Ia lalu berlutut disamping tempat tidur Luhan dengan wajah sumringah. Sehun sendiri bingung berapa kali dirinya tersenyum hari ini karena Luhan, karena biasanya ia hanya bisa menunjukan ekspresi dingin dan tak peduli.

"Aku? Tentu saja aku disini karena kau."

Luhan tidak tahu namun ia merasakan pipinya memanas dan segera bertanya tanpa suara. 'Bagaimana sunbae tahu rumahku?'

'Bagaimana lukamu? Masih sakit?' bukannya menjawab, Sehun justru bertanya balik pada Luhan.

'Sudah tidak terlalu. Eh? Jangan mengalihkan pembicaraan, Sunbae!'

Sehun terkekeh dan mencubit pucuk hidung Luhan. 'Kau akan tahu sebentar lagi, bersabarlah, Lu.'

'Ish jangan dicubit, Sunbae!'

'Sehun. Namaku Oh Sehun. Berhenti memanggilku sunbae.'

'Haah baiklah Oh Sehun-ssi, sekarang jawab pertanyaanku!'

'Sehun, Lu. Ucapkan Sehun.'

Merasa menjadi orang luar, Baekhyun segera menarik Luhan masuk ke pelukannya. "Yah, yah, yah, berbicara itu pakai mulut yang berarti mengeluarkan suara! Berhenti melakukan itu di kepala kalian!"

Sehun menatap tidak suka pada Baekhyun yang seenaknya memeluk Luhan sementara Luhan mengerjap bingung mencerna perkataan Baekhyun.

"Baekkie, kau tahu Sehun bisa bicara melalui pikiran..?"

Baekhyun reflex menutup mulutnya sementara Sehun melemparkan tatapan mengejek padanya. 'Dasar Byun Baekhyun bodoh.'

Luhan sontak mendelik pada Sehun. Ia ingin menyanggah namun rasa penasaran akibat pertanyaannya menghentikan pembelaannya. "Baekkie? Jawab aku~"

"A-a i-itu, tunggu Yifan saja yang menjelaskannya!" Baekhyun berseru gugup dan segera berlari keluar kamar Luhan.

"Baekkie!" Luhan mendengus sebal. Ia penasaran sekali dengan semua ini tapi sepupunya malah berlari pergi. Kini Luhan menatap satu-satunya sosok di kamarnya yang masih betah melihatinya.

"Neo! Kau pasti tahu sesuatu, kan? Malhaebwa, ne?" Luhan menusuk-nusukan telunjuknya di pipi kiri Sehun seraya mengeluarkan tatapan memelasnya yang sangat lucu itu.

Sehun yang tidak kuasa melihatnya segera luluh dan menghela napas panjang. Mengapa dirinya begitu lemah terhadap sosok di depannya ini? Dengan cepat ia meraih jari luhan dan mengecupnya cepat.

Cup!

"Arrasseo akan aku beritahu baby Lu."

Luhan membeku di tempatnya dan mukanya berubah warna menjadi seperti tomat busuk dalam hitungan detik. Sehun terkekeh dan mengusak rambut Luhan dengan tangan satunya. "Aigoo uri baby Lu neomu gwiyeopta."

Wajah Luhan semakin memerah hingga mendekati violet saking malunya. Ia hanya bisa menunduk menyembunyikan wajahnya karena tubuhnya mati rasa dan otaknya tidak bekerja.

Sehun sudah hampir mencium pucuk kepala Luhan jika tidak ada aura membunuh yang berasal dari arah pintu kamar Luhan.

"Oh Sehun. Jauhkan tanganmu dari Luhan-ku."

Yifan, kakak kandung Luhan sudah siap menghunuskan belati di tangan kirinya pada jantung Sehun. Sehun sendiri malah menyunggingkan seringainya dan berkata, "Maaf Yifan, tapi Luhan milikku. Milik Oh Sehun seorang."


"Jadi adakah yang bisa menjelaskan semuanya padaku?"

Luhan bertanya pada ketiga orang yang berada di depannya. "Gege?"

Tatapan Luhan jatuh pada namja tampan berambut pirang yang tengah memutar-mutar belati di tangan kirinya. Lu Yifan, sang kakak tak bergeming dan memilih menatap pada sosok disamping Luhan yang tengah duduk dengan santainya memainkan ponsel. Oh Sehun, sunbaenya yang ajaib.

"Sehun-ah?"

'Hn baby Lu?'

Luhan tersedak ludahnya sendiri dan Sehun menyeringai meskipun matanya tidak beralih dari layar ponselnya.

'Neo michyeosoh?! Aku bukan bayi!' Protes Luhan meskipun tidak secara verbal.

Sehun terlihat mengulum senyumnya, 'Kau menggemaskan dan lucu seperti bayi buatku.'

'Oh Sehun!'

'Baby Lu~'

"Ekhem!" dehaman itu menghentikan pembicaraan tidak jelas antara Sehun dan Luhan yang meskipun tidak bersuara justru malah membuat dua orang lainnya merasa kesal.

"Luhanie, jangan berbicara dengan makhluk tengik ini dipikiranmu. Biar aku tahu apa saja yang kalian bicarakan, arrachi?" Yifan menggunakan nada lembut yang sangat tidak sesuai dengan tampangnya yang garang membuat Sehun mual.

"Tapi gege juga tidak mau menjawab pertanyaanku!" rajuk Luhan dengan mengerucutkan bibirnya.

Baekhyun yang gemas tidak tahan dan menarik Luhan ke pelukannya. "Jangan merajuk, Luhanie~"

Sehun benar-benar tidak suka dengan kelakuan sepupu Luhan ini. Ia yang cemburu dengan kedekatan Luhan dan Baekhyun menarik paksa tubuh Luhan hingga terlepas dari Baekhyun.

"Yah Oh Sehun!"

"Luhan milik ku, Baek! Jangan seenaknya!" bentak Sehun sambil memeluk erat Luhan. Sang bahan rebutan kembali merona dan tidak berkutik di pelukan Sehun.

"Luhan masih milik ku, albino! Kau belum berhak!" Yifan dengan sadisnya menjitak kepala Sehun membuat namja itu mengerang.

Melihat Sehun kesakitan sontak Luhan meraih kepala Sehun dan mengusapnya pelan. 'Sakitkah Sehun-ah? Maafkan Yifan-ge, eo.'

Sehun seketika tersenyum dan menganggukkan kepalanya lucu membuat Yifan dan Baekhyun melongok. 'Ne, baby Lu. Asalkan diusap seperti ini Sehun akan memaafkan naga gila itu.'

Luhan menggelengkan kepalanya tidak setuju. 'Yifan-ge bukan naga. Dia lebih tua darimu, hormati kakak ku.'

'Hmm, baiklah kalau itu maumu, Lu. Aku akan memanggilnya hyung, eotte?'

'Eung!' Luhan mengangguk cepat membuat Sehun terkekeh dan menyerusukan kepalanya lebih dalam ke usapan tangan Luhan.

'Haah pasti mereka sedang melakukan itu lagi.' Keluhan dari kedua orang di ruangan itu membuat Sehun tersenyum semakin lebar sementara Luhan mengerutkan dahinya merasa melupakan sesuatu yang penting.

"Oh iya! Kembali ke permasalahan, jadi siapa yang mau bercerita padaku?! Yifan-ge, Baekkie, Sehun-ah?" Luhan menghentikan usapannya di kepala Sehun dan kini memicingkan matanya pada ketiga pemilik nama. "Cepat beritahukan aku!"

'Kau saja yang beritahu, Sehun. Aku bingung menjelaskannya.' Baekhyun.

'Aku serahkan padamu. Aku tidak mau jadi bahan amukan Luhan nantinya.' Yifan.

Sehun mencibir kepada dua orang lainnya. Jelas sekali mereka melempar tanggung jawab begitu saja padanya. Sehun berdeham kecil untuk menarik perhatian Luhan.

"Lu, seperti yang kau tahu, kau bisa mendengar isi kepala orang-orang di sekitarmu, kan?"

Luhan mengangguk mengiyakan dan Sehun memperbaiki duduknya agar bisa memberi sedikit jarak dengan Luhan. "Akan tetapi kau tidak bisa mendengar isi pikiran Baekhyun maupun Yifan, kan?"

"Eung, entah kenapa aku tidak bisa. Tunggu, apa kau bisa?" Luhan menunjuk Sehun tidak percaya dan dengan mantap Sehun menganggukan kepalanya.

"Woah, daebak!"

Sehun mengulum senyumnya melihat reaksi Luhan. "Kau juga bisa, Lu. Hanya saja kemampuanmu belum terlatih. Dan aku menyalahkan ini pada dua pengasuh tak becusmu." Dengan itu Sehun memandang datar pada Baekhyun dan Yifan yang dibalas decihan keduanya.

"Well maafkan ketidakbecusan kami karena memang kemampuan kami berbeda, albino!" Baekhyun mengibaskan tangannya angkuh yang semakin membuat Sehun menunjukan wajah datarnya.

"Seperti yang dikatakan Byun bawel ini, kemampuanmu berbeda dengan dirinya dan Yifan. Jika Baekhyun bisa menularkan dan mempengaruhi semangat hidup seseorang, Yifan lebih kearah penularan sifat arogansi dan kemarahan pada seseorang. Intinya, mereka berdua bermain pada perasaan manusia sementara kau mendengarkan isi pikiran mereka." Sehun menghentikan bicaranya karena melihat kerutan di dahi Luhan dan melarikan jemarinya disana untuk menghapusnya.

'Mau kuteruskan?'

'Ne, Sehun-ah.'

Sehun mengangguk dan kembali melanjutkan penjelasannya. "Kau tahu dirimu apa, Lu?"

"Half, setengah manusia."

"Mengapa kau hanya setengah manusia?"

"Karena ibuku malaikat.."

Sehun bisa merasakan bola mata rusa itu kehilangan binarnya sehingga ia melirik Baekhyun yang kemudian menyalurkan kekuatannya seperti serbuk emas tak kasat mata kearah Luhan membuat sepupunya kembali semangat. "Benar, ibumu adalah malaikat sama halnya dengan ibu Baekhyun. Hal itu yang menjadikan kalian bertiga Half."

'Bertiga? Kau tidak?' Luhan mengerenyit menatap Sehun membuat namja itu menyeringai tengil karena ini saatnya ia pamer dihadapan Luhan.

"Yap, bertiga. Aku bukan Half, baby Lu."

Luhan membuka dan mengatupkan bibirnya berulang kali tanpa satupun suara keluar. Otaknya juga kosong hingga tidak ada ucapan verbal maupun telepati terucap darinya. Keterkejutan, kekaguman, keheranan, dan kebingungan silih berganti menghiasi wajah mungilnya membuat Sehun terkikik geli. Tebakannya mengenai reaksi Luhan terbukti dan ia senang bukan kepalang.

"Ini baru setengah dan kita bahkan belum sampai ke bagian terbaiknya, Lu."

Luhan seakan patuh dan hanya diam menanti kelanjutan penjelasan Sehun dengan hikmat. "Sayangnya, kemampuanmu terlarang untuk seorang Half. Seorang Half seharusnya hanya bermain di perasaan karena mereka hanya bisa mempengaruhi sedangkan manusia sendiri tidak hanya dikendalikan oleh perasaan. Manusia makhluk kompleks yang punya satu kelebihan mutlak, akal. Karena itulah keberadaanmu mengancam dan menimbulkan kemurkaan para Pure hingga ibumu meminta pertolonganku yang merupakan pemimpin pasukan malaikat. Ia meminta untuk melindungi anaknya yang bernama Luhan dari kemurkaan para Pure dan berjanji akan menjaga Luhan mengendalikan kekuatannya sehingga tidak akan mengganggu sistem kehidupan."

Bibir mungil milik Luhan membentuk huruf O dan wajahnya kosong mencerna seluruh ucapan Sehun. Dengan perlahan Sehun menutup bibir itu dan tersenyum geli sambil mengusap pipi halus milik Luhan. "Saat itu aku bertanya mengapa aku harus membantu ibumu dan mempercayai perkataannya. Ibumu dengan beraninya mengatakan, 'Luhanku istimewa. Menurutmu mengapa ia diberikan kekuatan yang berbeda? Tentu semua itu ada maksudnya! Kehidupan ini seperti bom aktif, Oh Sehun. Ledakan-ledakan tak terduga akan terjadi dan memberikan makna bagi yang menjalani.' Aku tertegun mendengarnya dan hati kecilku tergerak. Belum sempat aku menjawab, ibumu kembali berbicara bahwa ia akan merelakan Luhannya menjadi pendamping kehidupanku dan aku bisa datang mengklaimnya saat usianya 21 tahun."

Sehun mendekatkan kepalanya pada Luhan menghirup aroma cokelat yang menguar dari tubuh Luhan yang selalu menjadi favoritnya semenjak pertama kali menciumnya. "Mianhae, aku tidak bisa mengendalikan diriku lebih lama lagi ketika melihat kau berdarah-darah siang tadi. Niatku yang hanya akan memantaumu dari jauh hingga kau berumur 21 tahun musnah. Mempercepat setahun dua tahun bukan masalah besar, kan?"

Mata elang itu seakan memohon kepada Luhan untuk menyetujui perkataannya. Luhan sendiripun merasakan keamanan dan kenyamanan yang tidak tergambarkan ketika berada sedekat ini dengan Sehun. Perasaan ini berbeda dengan yang ia rasakan dari Baekhyun maupun Yifan. Seakan memang Sehun tercipta untuk menjaganya dan Luhan tak kuasa untuk menolak. Ia pun mengangguk dan tersenyum riang membalas harapan Sehun.

'Haah, dahaengida.. gomapta baby Lu.' Sehun menempelkan kening mereka mengungkapkan kelegaan hatinya mendapati Luhan tidak menolaknya.

"Eum omong-omong, lalu apa sekarang aku sudah bebas dari ancaman Pure?" Pertanyaan Luhan sukses membuat tubuh Sehun menegang dan ia bisa melihat dari ekor matanya Baekhyun dan Yifan juga melakukan hal yang sama.

"Aku yakin jawabannya tidak." Luhan menjawab pertanyaannya sendiri menilai respon ketiga orang lainnya.

Baekhyun memandang sendu pada Luhan. "Kau tahu mengapa para Pure takut denganmu, Luhanie? Karena seorang mind reader bisa mendengar isi hati terdalam manusia juga bila kemampuannya diasah. Dan jika hati dan pikiran manusia terbaca, mind reader bisa mengontrol dan mengendalikan tubuh manusia sesuka mereka." Baekhyun sedikit bergidik mengucapkan kalimatnya sendiri.

Mengendalikan tubuh manusia? Apa jadinya jika kemampuan itu jatuh pada seseorang egois dan gegabah? Tentu saja, kiamat dunia.


Bersambung..

Hahahaha gatau mau ngomong apa

Sungguh ajaib isi otak ku absurdnya :v

Reviewnya yah kakak2 masukan mau dibawa kemana cerita ini *plak*

Hehe baiklah,

See you soon!