YaGook Academy
— occurrence of development —
.
000
; Dumb & better.
prologue.
.
.
.
" the last edge, the last change, all happened the last of us.
.
.
...
Tak jauh dari akses pertama Akademi, ia menghentikan langkah, berdiri di sisi koper sebelah tangan. Menghadap meja resepsionis, memindai sebentar dua pemudi di depannya.
"Assassin machine, Jungkook. Tanda keluarga Jeon."
Sejenak, menatap wanita di balik meja.
Wajah datar, tegas, perfeksionis, tanpa senyuman. Cantik, mata sipit, rambut tergulung tinggi, kulit pucat kemerahan. Aksen beku, bersih, sedikit ramah, tatapan tajam. Dengan perawakan tinggi langsing, keduanya terlihat sejajar.
"Jenis?" salah satu di antaranya yang bersurai keperakan menatap Jungkook lama.
Si Jeon mengulum senyum angkuh, "Werewolf, Madam."
Lantas, ia bisa melihat jelas kemilau yang hidup di sepasang obsidian mereka, semakin mengintai figurnya.
"Putra Jeon Ilsung?"
Jungkook mengangguk ringan, "Yeah."
Kemudian salah satunya beralih, menunduk mempersiapkan dokumen kamar.
Maka sembari menunggu, Jungkook memutar tubuh bersandar di depan meja. Retinanya memindai sekeliling.
Ada pintu kaca lima meter di samping kiri, tak henti dilewati anak-anak berseragam sama-khas; kemeja putih dilapis rompi kelabu dengan jubah hijau pine bergaris maroon di sebagian sisi, celana dan rok kain abu-abu gelap bercorak abstrak estetik, pentofel senada dengan kaus kaki hitam.
Langit-langit ruangan super tinggi, jalur masuk ketat terisolasi-bahkan setelah melewati gerbang depan?
Damn!
Persetan.
Jungkook berpaling menghadap depan lagi, fokus meneliti backdrop di belakang wanita-wanita itu. Terukir tipografi memukau yang ditempel timbul bertulis Akademi YaGook besar-besar dengan warna merah porselen, di bawahnya, terletak jajaran seni cetak aksara lima bahasa; Korea, Inggris, China, Jepang dan Jerman, yang dibuat berbaris dengan kutipan literatur kuno. Sungguh, bahkan Jungkook tidak mengerti meski yang ia baca bahasa ibunya sendiri.
"Kamar 3097."
Atensinya teralih, sekejap menegapkan diri. Menemukan wanita itu menyuruhnya menandatangani buku absensi ruang, Jungkook melakukannya, lantas menerima kunci yang diletakan ke permukaan meja, bersiul menyebalkan sambil menggoyang-goyang bahan perak di tangannya, menangkap kuncinya di telapak sekedar menelisiknya lama; 3097 terukir di bagian depan. Jungkook kembali menatap wanita di depannya, "Spesifik?"
"Akademi Utara, bagian Barat D, gedung 4 lantai 7."
Jungkook mengerjap sejenak, lalu mengangguk, "Oke, thanks," lantas berbalik dan menggeret kopernya menjauh.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
[]
.
.
©Jo Liyeol
2018!fic || mitologi!AU || fantasy!AU
demigod!AU || werewolf!AU || vampire!AU
nonsense || rate m || taekookmin!
a stories of triangle love and 'competition'.
fantasy || suspense-drama || romance || urban
deadly typo!so dangerous. nikmatin aja.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
...
Menaiki lift di bagian Barat akademi Utara Jungkook menekan tombol ke lantai tujuh, menunggu pintu tertutup dan menjadikannya terlilit sepi.
Sendirian.
Hanya menatap pantulan diri di bagian depan, disertai koper dan ponsel di tangan.
Jungkook sedikit menggeser posisi ke pinggir tatkala lift terhenti pada lantai dua, kemudian pintu terbuka, dua siswa berseragam resmi YaGook masuk menemaninya.
Salah satunya menekan angka dua belas.
Jungkook diam, lebih fokus memainkan ponsel. Hingga insting alaminya mengendus, menghirup aroma dari indra penciumannya yang terlampau peka. Ia memejam mata sebentar, menyecap harum manis di sekitarnya.
Sejuk.
Harum.
Kental seperti karamel namun menyengat persis darah.
Jungkook sedikit tidak paham. Berbaur. Penciumannya menangkap banyak hal; hingga resi nikotin yang memusingkan dan aroma besi yang menusuk. Tercampur aduk membuatnya bingung, akan tetapi, wewangian ini justru membuatnya hanyut dan menyentuh ketenangan.
"Murid baru?"
Jungkook reflek membuka mata, menemukan raut jenaka yang tersenyum padanya ketika ia menoleh.
"Hai," remaja itu melambai, mata sipitnya mengilang menyisakan garis simetri.
Jungkook mengerjap, sosok ini mengulurkan tangan ramah.
"Sexual tension, Jimin. Tanda keluarga Park," senyumnya semakin lebar, "Incubus," ia melanjuti nyaris berbisik.
Tampan.
Tampan sekali.
Perpaduan manis-rupawan yang elok.
Jungkook menyungging senyum di sudut, meraih tangan itu dan menjabatnya reseptif, "Assassin machine, Jungkook. Tanda keluarga Jeon. Werewolf."
"Werewolf?" Jimin mengulang, sepasang mata sipit itu membelalak heboh. Hening kemudian, "—tunggu," ia mengernyit menyelidik, "Kau putra Jeon Ilsung itu?"
Jungkook membalasnya dengan kuluman senyum angkuh yang tersirat.
Menjadikan Jimin tak lagi menutupi histerianya, "Wow!" ia mendecak dramatis, tangannya cepat menepuk-nepuk pundak remaja lain di depannya, "Tae! Dia, dia Werewolf—dia putra Jeon Ilsung—" lantas jari-jarinya memaksa sosok yang dimaksud untuk berbalik menghadap mereka.
Hal yang sanggup menjadikan Jungkook membatu.
Utuh terdiam dan membeku.
Isi kepalanya kosong, rasionya melompong, respirasinya kehilangan oksigen.
Demigod. Batinnya menjerit, tak sanggup membuang atensi dari keindahan figur yang menatapnya tak berminat.
Sialan.
Akan tetapi Jimin justru menyikut iseng sosok itu, "Man—akhirnya kau punya saingan berat di Akademi."
Taehyung terdiam cukup lama. Memindai figura Jungkook terlampau intens. Memperhatikan koper biru tuanya, sneakers Pumanya, jins belelnya, jaket armynya, topinya. Tak elak, juga mengamati postur tubuh, kulit bersih, surai kelam, wajah hingga bibir ranumnya.
Kemudian, tersenyum meremehkan di sudut bibir.
"Yeah," ia berujar culas, "—wow," sulutnya sarkastis. Lantas sebelah tangannya terangkat, terjulur ke depan Jungkook dengan caranya yang diktatoral dan menyebalkan, "Taehyung Kim. Putra Hades."
Jungkook menelisik lama tangan itu, tau betul bahwa perlakuan ini bukanlah tanda keramah tamahan ataupun ajakan bersahabat.
Mengingat kisah-kisah lama yang diceritakan ayahnya, Jungkook mendecih.
Lantas bergumam tepat ketika lift berhenti di lantai tujuh.
"Maaf, aku tidak suka kotor-kotoran."
Lalu menarik kopernya keluar saat pintu otomatis terbuka.
Menyisakan Jimin yang mengerjap tidak paham dan Kim Taehyung yang tertegun.
Putra Hades itu menggerit menahan tempramental, mendecak seraya menggeramkan emosi di selubung sanubarinya yang merasa terlecehkan bukan main.
"Bangsat."
.
.
Sejak usia enam ketika ia dan adik-adiknya selalu antusias duduk di pangkuan sang ayah di depan perapian, Jungkook mendapat doktrin dari segala kisah pria itu.
Tentang ketentuan alam dan perjanjian damai para manusia serigala yang menyerah, bertekuk lutut dalam kuasa makhluk terkuat abad ini.
Kaum Demigod yang memiliki kekuatan asli para dewa.
Waktu itu, Jeon Ilsung bilang; jika dahulu kala nenek moyang Werewolf memiliki kedudukan lebih tinggi dibanding Demigod.
Akan tetapi, di suatu hari para dewa-dewi kuno yang mewakili tangan Tuhan membuat aturan baru, ketetapan mutlak demi kelangsungan hidup umat manusia. Mengikat suku Werewolf pada janji berat, sebab mereka suka sekali mencari masalah.
Hidup terlalu bebas, bergerak abstrak, tidak terkendali.
Berburu tanpa kenal tempat dan sering kali tak pandang buluh.
Memang. Manusia serigala tidak menyerang manusia atau makhluk lainnya. Hanya saja pergerakan mereka nyaris di setiap malam cukup membuat seluruh orang ketakutan.
Werewolf kuat.
Mereka bisa memangsa siapapun, memiliki segala potensi untuk menang dan mengelupas lawan menjadi serpihan daging cincang.
Maka darah-darah Demigod pun diberi titah oleh Zeus untuk mendampingi, menuntun para Werewolf dalam balutan janji yang membelenggu.
Mulanya.
Ini luar biasa efisien.
Akan tetapi, satu abad kemudian semua berubah tepat di hari kelahiran anak bungsu Hades. Bukan kesalahannya, namun problem soal kaum manusia serigala yang mulai memberontak sebab perlakuan para Demigod yang semakin sewenang-wenang. Menganggap rendah dan memperlakukan mereka persis peliharaan.
Peperangan terjadi hingga kini, menjadikan bangsa keduanya memiliki sejarah kuno yang sulit diobati.
Di usia dua belas Jungkoook perlahan membenci ayahnya. Merasa ditipu karena sewaktu kecil Ilsung tidak pernah bilang tentang buruknya hal-hal yang terjadi, pria itu hanya bercerita segala yang menyenangkan tentang hubungan Demigod dan bangsanya.
Justru menanam doktrin untuk anak-anaknya bertekuk dan menurut.
Walau Jungkook tau, hal ini dilakukan sebab Jeon Ilsung pemimpin dari sepuluh aristokrat yang mempelopori perdamaian dua bangsa kembali dirajut. Pahlawan yang dihormati.
Karena seluruh ras di bumi pun tau jika Werewolf tidak lagi sejaya dulu, tidak sekuat dulu, dan bukan tandingan kaum Demigod yang dulu.
Para keturunan dewa berkembang pesat semakin cerdas dan cerdas di saat para manusia serigala masih terinjak-injak.
Maka banyak sekali kaum yang menghela napas saat sepuluh aristokrat dibuat.
Sebab faktanya adalah; mereka menghalangi pertumpahan darah dari bangsa Demigod yang menggunakan akal dan kaum Werewolf yang mendahulukan otot.
.
.
Langkah Jungkook mati di sana.
Ia mendongak menatap lama plakat plitanium yang menggantung tinggi di sebelah pintu.
Chamber 3097.
Meyakinkan diri jika ini kamarnya.
Jungkook melepas cengkraman pada batang koper, mengganti pegangan dengan anak kunci di tangan.
Sejenak, ia melihat dua name-line besar di permukaan pintu; menemukan namanya di bagian ke dua; Jungkook Jeon, tinta hitam, tercetak italic dengan penjelasan kecil di kiri bawah, berwarna merah bertuliskan WEREWOLF kapital yang di bold.
Kemudian, Jungkook memasukan kunci, memutar dan membuka pintu.
Ia melangkah ke dalam, menggeret koper lalu memindai sejenak.
Dinding kaca menyambutnya di sebrang arah masuk, separuh tertutup gorden menyajikan pemandangan gedung-gedung asrama yang lebih kecil dan lebatnya hutan prohibetur. Kamar bernuansa dark-metal terdominasi warna abu-abu juga silver. Beberapa bagian di cat putih tulang, tapi selebihnya hanya monoton rona gelap yang mencekam. Akan tetapi, dengan langit-langitnya yang tinggi pula tata letak minimalis, Jungkook akui kamar ini cukup nyaman untuk tinggal berlama-lama.
Ada dua ranjang tungal, berjarak masing-masing satu meter. Nakas dua laci dengan lampu tidur mini pada permukaannya. Satu lemari besar menghadap langsung kaki di ranjang, berdampingan pintu kamar mandi pada sebelah kiri. Satu meja belajar panjang dekat kasur, rak besar berisi banyak buku di sebelah pintu masuk, juga AC dan pemanas ruangan yang tertempel di tembok.
Jungkook mendecak puas, tersenyum miring.
Ia melangkah, menggeret kopernya ke samping ranjang. Lantas melompat merebahkan diri , membiarkan tubuhnya memantul pelan.
Nyaman.
Senyap yang melilit menjadikan Jungkook mendesau, cukup asing pada lingkungan barunya. Tidak seperti rumah yang hangat dan ramai, tempat ini dingin dengan suasana sepi menikam.
Mungkin karena ia sendirian, atau, sebab dirinya telah merindukan ibu dan adik-adik.
Jungkook meraih ponsel di saku celana, memutar lagu dari playlist musik.
Melempar asal benda itu ke atas bantal sekedar meletakan sebelah tangan ke belakang kepala, menatap lurus atap-atap di atasnya dan menikmati alunan irama.
Onix Jungkook menerawang pada dunia luar, Flashlight menyuarakan vokal Jessie J yang memenuhi gema ruang, akan tetapi sepenuh rasionya justru diisi bayang-bayang dan kosong.
Meresapi tenang.
Damai.
Berusaha utuh menikmati me-timenya yang sepi.
.
.
When tomorrow comes, I'll be on my own ...
(Saat esok tiba, aku akan sendirian ...)
... feeling frightened up, the things that I don't know ...
(merasa takut, pada hal-hal yang tak kutahu ...)
... when tomorrow comes, tomorrow comes, tomorrow comes ...
(saat esok tiba, esok tiba, esok tiba ...)
... and though the road is long, I look up to the sky ...
(dan meski jalannya panjang, kumenatap angkasa ...)
... in the dark I found, I stop and I won't fly ...
(di dalam gelap kumenemukan, kuberhenti dan aku takkan terbang ...)
... and I sing along, I sing along, then I sing along ...
( ... dan kubernyanyi, kubernyanyi, lalu kubernyanyi.)
.
.
Lagu masih mengalun ketika Jungkook menutup mata, memindai pelan-pelan makna yang terkandung dalam tiap-tiap melodinya.
Menjadikannya tenggelam dalam senyap, kehampaan, kosong. Sunyi yang menjadikannya rileks.
Jungkook nyaris meraih alam bawah sadar, merenggut mimpi dan terlelap damai. Namun decit pintu yang terbuka menjadikannya tersentak, lantas sigap terjaga.
Mendudukan diri lalu berbalik.
Hanya untuk menemukan figura kokoh di ambang pintu.
Sosok tegap yang menatap tajam ke arahnya.
Beku, gelap, mengoyak. Melangkah masuk mendekat.
Jungkook menyernyit heran, siapa? batinnya.
Tak berselang lama.
Nalarnya menemukan titik terang. Jungkook menatap ranjang sebelah, kamar dengan dua ranjang ... yeah. Lantas ia memutar bola mata, ingin sekali memukul kepalanya sendiri ketika menyadari bahwa buku-buku yang tersusun rapih di rak besar itu tidak mungkin persediaan dari Akademi untuk semua kamar.
Ia punya roomate, dan seluruh literatur itu milik teman sekamarnya-yah, jelas.
Harusnya Jungkook sadar lebih awal kalau ia tidak sendirian.
"Kau—?"
Jungkook mendongak, menatap sosok yang berdiri di sisi ranjangnya, sekedar mendapati obsidiannya membola tak percaya.
"Shit," ia menggumam, mencemooh diri sendiri. Lantas bangkit menyetarakan tinggi mereka, "Demigod sialan, kau teman sekamarku?"
Taehyung mendecak. Keningnya berkerut-kerut emosional, akan tetapi bibirnya menyunggingkan senyum sarkastik, "Wah, wah ... brengsek, tidak sangka tempat yang kuminta kosong akhirnya justru terisi anjing jadi-jadian."
Jungkook menggerit marah, gigi-gigi taringnya yang besar menggesek geram. Sekembar onixnya mengintimidasi Taehyung sementara tangannya mengepal menyembunyikan kuku-kuku tajam yang mulai tumbuh tanpa sadar.
Sebelum subconscious membuatnya melakukan alterasi. Jungkook mendengus pelan satu kali, berusaha tenang; karena kalau tidak, berarti dia kalah.
"Maaf yang tadi, aku sengaja," kemudian memasang cengir bengis sambil mengangkat sebelah tangan, "Jungkook. Jeon," ia mengeja dari pangkal kerongkongan yang penuh arogansme.
Taehyung menaikan sebelah alis. Angkuh tersirat dari sepasang hazelnya yang menatap Jungkook mencomooh, ia mengulum senyum manis saat melirik sekali uluran tangan Jungkook dan mendecih congkak saat berkata sambil mengunci Jungkook di pengelihatan: "Gee ... nyatanya anjing harus dilatih dulu sebelum menurut diajak jabat tangan," ia melangkah mendekat, menepuk kepala Jungkook kurang ajar, "Kali ini cobalah belajar menggonggong, puppy."
Lantas memberi seringai terakhir lalu berbalik, menghentak sombong kaki-kakinya meninggalkan Jungkook ke kamar mandi.
Menyisakan si Jeon yang menganga takjub. Mendecih kilat sebelum memutar atensi hingga menjadikan debar jantungnya yang anomali dipenuhi selubung amarah, ia menggerit seraya mengepal kuat-kuat jemarinya yang terulur.
"Bangsat."
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Memulai cinta bukan hanya tentang dia, kamu, atau mereka.
Memulai cinta bukan hanya dengan senyum, sapa, keramahan.
Memulai cinta bukan hanya bagaimana gestur bicara, mata berpendar, kaki melangkah.
Tapi memulai cinta adalah sesuatu yang mudah.
Cukup menjadi terbiasa.
Dan—hopla!
Semua berkembang dengan sendirinya.
—YaGook Academy, Opening.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
—tbc.
[ wattpad : joliyeol ]
PS(1): semua typo yang ada adalah kekhilafan. nikmatin aja.
PS(2): kucinta kalian ft. titik dua bintang. (tebar sempak dan kecup basah)
PS(3): thanks for: follows, favorite, and reviews.
PS(4): see you next chapter.
