Disclaimer: Uta no Prince sama bukan milik Riren. R & M is my original story.
Rate: T+ (bisa berubah)
Pair : Jinguji Ren & Hijirikawa Masato
Genre : Romance, hurt/comfort, and friendship.
Warning: typo, gak sesuai dengan EYD, shonen ai romance, and many more.
.
.
.
.
Riren present
R & M
Page 1:
Childhood Memories
and
STARISH Cafe
.
.
.
.
"Ren nii chan, chotto matte..."
"Masato, hayaku... nanti kita akan ketinggalan hanabi nya."
"Gomenasai, tapi yukata yang ku pakai membuatku sulit berjalan cepat."
"Mattaku. Kemarikan tanganmu."
"Eh?"
"Hayaku."
Masato kecil pun mengulurkan tangan mungilnya ke arah Ren. Tak lama Ren pun menggenggam erat tangan yang lebih kecil darinya. Keduanya pun berjalan beriringan menuju suatu tempat. Suatu tempat yang menjadi spot kesayangan mereka bila malam tahun baru tiba.
Tak lama keduanya pun sampai tepat sebelum acara hanabi dimulai.
"Yokatta... akhirnya sampai juga di sini. Masato, daijobu desuka?"
"Daijobu desu. Hanya sedikit capek saja. Ren nii chan sendiri bagaimana?"
"Aku tidak apa-apa. Kamu mau minum, Masato?"
"Ya. Aku merasa sedikit haus."
Ren pun mengeluarkan sesuatu dari tas yang di bawanya. Sebuah botol minum diberikannya pada Masato.
"Minumlah."
"Arigatou gozaimasu."
Masato pun meminum air yang diberikan Ren padanya. Setelah puas, Masato pun memberikan botol itu kembali pada Ren.
"Ne, Masato..."
"Nani?"
"Kalau kamu sudah dewasa nanti, kamu mau bagaimana?"
"Hmm... aku mau menjadi pianis karena aku suka sekali bermain piano."
"Hanya itu saja? Tidak ada yang lain?"
"Masih ada tapi aku malu mengatakannya."
"Tidak usah malu padaku dan tenang saja rahasiamu aman bersamaku."
"Satu hal yang ku inginkan ketika aku dewasa nanti adalah menikah dengan seseorang yang ku cintai walau aku masih belum tahu siapa orangnya."
Ren pun terkekeh kecil setelah Masato menyelesaikan perkataannya. Hal tersebut membuat Masato merasa sedikit sebal dan hampir menangis. Ren yang menyadari hal tersebut, langsung menghentikan kekehannya.
"Ren nii chan, hidoi..."
"Gomen, Masato. Aku tidak bermaksud menertawakanmu. Hontou gomen."
Ren mulai panik saat air mata Masato mulai menetes di pipi Masato. Ren lupa jika Masato itu cry baby, terutama saat apa yang disampaikan olehnya di tertawakan dan diejek oleh orang lain.
"Aku terkekeh karena aku senang kamu memiliki impian yang bagus. Jadi, ku mohon jangan menangis lagi ya, Masato."
Masato pun menganggukan kepalanya. Untuk membuat Masato kembali tersenyum, Ren memiliki sesuatu yang mungkin akan disukai Masato.
"Masato... aku punya sesuatu untukmu. Tapi, tutup dulu matamu sebentar dan angkat telapak tanganmu."
"Baiklah."
Setelah Masato menutup matanya, Ren pun menaruh sesuatu itu di atas telapak tangan Masato.
"Sekarang, buka matamu."
Masato pun membuka matanya dan dia melihat sebuah makanan yang tak dikenalnya kini berada di atas telapak tangannya.
"Ini apa, Ren nii chan?"
"Akan ku jelaskan setelah kamu memakannya."
Masato pun membuka bungkusan makanan tersebut lalu memakannya. Seketika kedua mata Masato berbinar senang setelah makanan tersebut masuk ke dalam tenggorokannya.
"Bagaimana rasanya?"
"Enak sekali. Ini namanya apa?"
"Melon pan. Rasanya enak sekali, bukan?"
"Ya, rasanya enak sekali. Terima kasih, Ren nii chan."
"Sama-sama, Masato."
.
.
.
.
.
"Sato... Masato..."
Sebuah suara lembut membuat Masato merasa terganggu tidurnya. Secara perlahan Masato membuka matanya dan terlihat seseorang kini berada di atasnya. Orang tersebut ternyata...
"Ren..."
"Ohayou... Tumben sekali kau bangun kesiangan, Masato."
"Bisakah kau menyingkir dari atas tubuhku?"
"Kalau aku tidak mau?"
"Jangan salahkan aku jika aset masa depanmu akan mengalami kesakitan yang luar biasa."
Dalam hitungan detik Ren pun langsung menyingkir dari tubuh Masato. Tak lama Masato pun bangun dari tidurnya dan duduk di tepi ranjang miliknya.
"Mau apa kau? Sekarang hari libur dan kau mengganggu waktu istirahatku."
"Kau ini pagi-pagi sudah galak banget. Aku ingin mengajakmu ke suatu tempat."
"Aku malas. Kau pergi saja sendirian."
"Temani aku, ku mohon. Nanti aku akan membelikan apapun yang kau mau asalkan kau mau ikut bersamaku."
"Apapun?"
"Ya. Apapun yang kau mau."
"Baiklah. Jangan ingkari janjimu."
"Tenang saja. Lebih baik kau segera mandi dan bersiap-siap agar kita bisa segera berangkat."
"Tunggu aku di ruang tamu 20 menit lagi."
"Ok."
.
.
.
.
.
Setelah 20 menit kemudian, Masato pun sudah tampak rapih dengan kemeja kotak-kotak berwarna navy blue yang dipadu dengan sebuah kardigan berwarna pure white dan sebuah celana jeans berwarna hitam. Sneaker's berwarna senada dengan kardigannya dan jam tangan kecil membuat tampilan Masato menjadi lengkap.
"Rapih sekali tampilanmu seperti mau berkencan saja."
"Sekali lagi kau berkata seperti itu, aku akan kembali lagi ke kasurku."
"I'm just kidding. Don't be mad, okay?"
"Whatever. Pergi sekarang atau tidak sama sekali?"
"Baiklah. Kita berangkat sekarang."
Ren dan Masato pun pergi menuju suatu tempat yang belum diketahui Masato.
.
.
.
.
.
Setelah satu jam perjalanan, akhirnya mereka sampai disuatu tempat. Sebuah kafe bergaya campuran antara jepang dan barat.
"Tempat apa ini?"
"Nanti kau juga akan tahu."
Ren pun menarik tangan Masato dan menggenggamnya hingga masuk ke dalam kafe. Setelah masuk ke dalam, Masato langsung terkejut melihat apa yang ada di depannya.
"Selamat datang di STARISH cafe."
5 sosok yang sudah tak asing lagi untuk Masato pun tersenyum. Ya... Masato bertemu kembali dengan para teman-temannya sewaktu SMA dulu. Pelukan hangat pun dirasakan Masato. Meski sudah beberapa tahun telah berlalu, kelima sahabatnya masih sama seperti dulu.
Setelah pertemuan yang mengharukan, ketujuh pemuda itu duduk bersama.
"Rasanya senang sekali bertemu dengan kalian lagi."
"Sekarang Masato kun bekerja di mana?"
"Aku menjadi seorang pianis di sebuah kafe kecil di pusat kota."
"Kau tinggal di mana sekarang, Masa?"
"Masato tinggal satu apartemen denganku."
"Kalian tinggal bersama?"
"Ya. Apa ada yang salah, Icchi?"
"Tidak ada. Hanya saja aku tidak bisa membayangkan keseharian kalian."
"Tenang saja, Ichinose. Aku dan dia tidak seperti zaman SMA dulu. Setidaknya sering bertengkar seperti dulu. Oh, ya, aku mau bertanya kenapa nama kafe ini sama seperti nama grup kita dulu?"
"Soal itu karena kita membuat kafe ini bersama-sama sekaligus akan menjadi tempat untuk kita bertemu, Masato."
"Souka. Terima kasih atas penjelasanmu, Aijima."
"Hijirikawa san, mau minum apa?"
"Ocha hangat saja. Maaf merepotkanmu, Ichinose."
"Daijobu. Ren, kau mau minum apa?"
"Black coffe."
"Baiklah. Tunggu sebentar, ya."
Sementara Tokiya membuatkan minum untuk Ren dan Masato, yang lainnya pun kembali berbincang-bincang.
"Oh, ya, katanya ini kafe milik bersama tapi pembagian untuk mengurusnya bagaimana?"
"Soal itu sudah diatur oleh Ren. Kau tidak perlu khawatir, Hijirikawa."
"Terima kasih atas infonya, Kurusu. Tunggu sebentar berarti aku juga terlibat disini?"
"Ya bisa dibilang begitu tapi Masa tetap bisa kerja di tempat kerjamu, kok."
"Begitu, ya."
Tak lama Ichinose pun kembali membawa sebuah nampan yang terdapat 2 cangkir di atasnya.
"Untuk pembagian pekerjaan sudah kami bagi-bagi. Kau dan Ren di bagian dapur karena kami percaya akan masakan buatan kalian."
"Baiklah. Untuk menunya ada apa saja?"
"Di kafe ini menyediakan berbagai jenis cake dan cookie untuk menu utama khusus makanan. Untuk minumannya ada berbagai macam mulai dari berbagai jenis teh, kopi, dan milkshake. Selain itu juga menyediakan menu makanan berat juga seperti berbagai macam pasta dan sushi."
"Baiklah. Mungkin aku hanya bisa membantu bagian kue dan masakan Jepang. Untuk menu ala barat ku serahkan padamu, Ren."
"Wakatta. Yoroshiku, Masato."
"Yoroshiku."
"Lalu yang lain bagaimana?"
"Untuk Icchi dia memegang bagian keuangan. Shinomi dan Ikki bertugas sebagai penyambut tamu. Cecil bertugas dibagian customer service. Ochibi bertugas sebagai shitsuji."
"Souka. Oh, ya, kapan kafe ini akan dibuka?"
"Sekarang."
"Oh... sekarang, ya. EHHHHH?"
Tak lama suara bel berbunyi tanda ada pelanggan yang datang. Dengan cekatan mereka semua pun bersiap minus Masato yang harus di gandeng Ren ke dapur karena masih syok.
.
.
.
.
.
"Wah... tempatnya minimalis sekali."
"Ya. Tapi, entah kenapa tempat ini terasa tidak asing."
"Maksudmu apa, Ai-Ai?"
"Aku juga tidak tahu tapi aku merasa pernah melihat hal seperti ini."
"Daripada membicarakan hal yang tidak penting bagaimana kalau kita masuk ke dalam saja?. Aku sudah lapar."
"Ran-Ran lapar melulu. 2 jam yang lalu bukannya kau sudah makan makanan yang ku bawa?"
"Kau kira aku akan kenyang dengan porsi sedikit itu, huh?"
"Dasar rakyat jelata bisanya berisik terus. Dasar memalukan."
"Apa kau bilang, hah?"
"Sudahlah Ran-Ran, Myu chan. Lebih baik kita masuk ke dalam saja."
Keempat pemuda itu pun masuk ke dalam kafe tersebut. Tanpa mereka duga, mereka akan bertemu dengan para kouhai mereka sewaktu SMA dulu.
"Okaerinasaimase, goshujin sama."
Otoya dan Natsuki memberikan salam pada pelanggan pertama mereka sambil sedikit membungkukkan tubuh dan menundukan kepala mereka.
"Otoyan? Natchan? Apa itu kalian?"
Keduanya pun langsung berdiri tegap saat mendengar suara yang tak asing lagi bagi mereka.
"Wah... ternyata Rei chan...hisashiburi."
"Hisashiburi, Otoyan. Aitakatta..."
Otoya dan Reiji pun saling berpelukan karena sudah lama sekali mereka tak bertemu. Sementara yang lain hanya bisa menggelengkan kepala akan kelakuan 2 orang tersebut.
.
.
.
.
.
Sudah hampir 3 bulan kafe milik Masato dkk dibuka. Para pengunjung kian hari kian bertambah. Terkadang Masato dan yang lain pun menghibur para pengunjung dengan memainkan sebuah lagu dengan alat musik yang mereka mainkan. Kali ini Masato dan Ren yang giliran menghibur para pelanggan. Keduanya tampak menikmati lagu yang dimainkan membuat para pendengar dibuat terpesona oleh keduanya.
Setelah lagu berakhir, riuh tepuk tangan pun terdengar. Bahkan ada yang mendekati Ren untuk sekedar bertanya atau berfoto bersamanya. Sementara itu Masato segera kembali ke dapur. Walau sama-sama berbakat dibidang musik, tapi tetap saja Ren selalu menjadi pusat perhatian sementara Masato tidak terlalu dianggap oleh yang lain.
"Masato..."
"Ada apa, Aijima?"
"Tidak apa-apa. Aku hanya ingin memastikan kau baik-baik saja karena kau terlihat agak lesu setelah berduet dengan Ren di panggung."
"Begitu, ya. Aku baik-baik saja, sungguh."
"Syukurlah kalau begitu. Oh, ya, aku mau bilang sesuatu padamu."
"Soal apa?"
"Jalan hidup tiap orang sudah di takdirkan oleh Tuhan dan manusia harus bersyukur dan menjalaninya sebaik mungkin. Jika kau menjalankannya dengan benar maka Tuhan akan memberikan sesuatu yang indah padamu. Lalu yang terakhir, jangan lupa untuk selalu jujur pada kata hatimu. Aku mau kembali ke tempatku."
Setelah itu, Cecil pun pergi ke tempatnya sementara Masato masih mencerna kata-kata Cecil barusan yang terkandung penuh makna dan misteri.
"Hijirikawa... ada pesanan. 2 porsi curry soup, 1 porsi vegetable mix, dan 1 porsi seafood okonomiyaki."
"Wakatta. Tunggu 15 menit lagi, ya."
"Ok."
Masato segera mempersiapkan makanan yang telah dipesan. Karena Ren belum kembali ke dapur, mau tak mau Masato harus bekerja sendirian dan tentunya akan memakan waktu agak lama saat menyiapkannya. Setelah 10 menit, Ren pun kembali ke dapur.
"Maaf aku terlalu lama. Apakah ada pesanan?"
"Ada. Kau siapkan minumnya saja dan daftarnya ada di meja."
"Baiklah."
Suasana di dapur terasa agak berbeda dari biasanya. Terasa sedikit dingin dan canggung. Sunyi pun ikut serta menghiasi suasana yang ada.
.
.
.
.
.
Akhirnya waktu pulang tiba. Ren dan Masato serta yang lainnya pun pulang ke rumah masing-masing. Selama perjalanan menuju apartemen mereka tidak ada yang mengeluarkan suara terutama Masato yang agak pendiam sejak tadi siang.
"Masato..."
"Nanda?"
"Kau marah padaku, ya?"
"Tidak. Aku tidak marah padamu."
"Benarkah?. Tapi, entah kenapa aku merasa seperti itu. Apa perasaanku salah?"
"Aku tidak marah padamu. Sungguh. Aku hanya sedang badmood saja."
"Badmood kenapa?"
"Aku juga tidak tahu tapi aku merasa seperti itu."
Ren pun memilih diam dan tidak melanjutkan pembicaraan dengan Masato.
"Ren..."
"Ya?"
"Bolehkah aku bertanya sesuatu padamu?"
"Tentu. Mau bertanya tentang apa?"
"Kenapa kau tahan sekali dikelilingi oleh para perempuan?"
"Hmm... mungkin karena sudah biasa. Memangnya kenapa?"
"Tidak apa-apa. Sekedar bertanya saja."
"Souka. Hmm... jangan-jangan..."
"Apa?"
"Kau cemburu ya melihatku bersama para gadis?. Ayo mengaku saja."
Tak lama sebuah cubitan diberikan Masato pada pinggang kanan Ren. Alhasil Ren langsung kesakitan dan menghentikan mobilnya ke tepi jalan.
"Sakit tahu. Aku kan hanya bercanda, Masato."
"Bercandaanmu tidak lucu."
"Baiklah. Aku berjanji tidak akan seperti itu lagi. Maaf ya."
Masato tidak membalas perkataan Ren dan memalingkan wajahnya ke arah lain. Ren hanya bisa menghela nafas ketika sahabatnya sedang ngambek gara-gara dirinya.
"Aku kan sudah minta maaf, Masato. Ayolah jangan ngambek begitu. Sebagai permintaan maafku, aku akan membelikan apapun yang kau mau. Gimana?"
Masato langsung melirik lewat sudut matanya. Ya... Masato langsung terbujuk perkataan Ren.
"Apa kata-katamu tadi bisa ku tagih sekarang?"
"Tentu. Kau mau beli apa?"
"Melon pan. Selusin tapinya."
"Baiklah. Tapi, kau janji untuk tidak ngambek lagi kayak tadi, ya."
"Ya. Arigatou, Ren onii chan."
Sebuah senyum manis pun terukir di wajah Masato dan hal tersebut membuat Ren merasa jantung langsung berdetak kencang dan wajahnya memanas.
"Douita."
.
.
.
.
.
Author Note:
Konbanwa minna san ^_^
Riren kembali lagi dengan cerita baru hehehe :D . Kali ini Riren mau mencoba buat ff multi chapter dengan pair kesukaan Riren yaitu RenMasa XD. Inspirasi cerita ini datang dari sebuah sinopsis sederhana namun Riren sangat menyukainya dan sinopsis yang Riren buat hampir sama seperti sinopsis cerita tersebut. Semoga Riren dapat menyelesaikan cerita ini dengan baik dan Riren mohon bantuannya dari para reader untuk memberikan review baik saran, kritikan, dan masukkan akan Riren terima sepenuh hati karena itulah semangat Riren untuk membuat ff. Mungkin untuk sekarang Riren akhiri dulu karena besok pagi Riren harus sahur dan paginya kuliah *curhat kan jadinya*.
Akhir kata Riren ingin mengucapkan 'Selamat menunaikan ibadah puasa' bagi yang beragama muslim ^_^
RIREN
