disclaimer:
Story © Chu Pit
Vocaloid © YAMAHA, Crypton, Bplats, etc
...
.
The Story That I Didn't Know
[Prologue]
.
...
Beberapa orang ditakdirkan untuk jadi selebritis. Maksudku, bukan jenis yang ditampilkan dalam televisi atau majalah walaupun itu juga termasuk, tapi orang-orang yang menjadi pusat perhatian di mana pun mereka berada. Entah karena rupanya yang terlalu cantik atau tampan, berpenampilan eksentrik serta memukau, dan sejenisnya. Yah, hal-hal seperti itu. Mereka dipuja terus menerus, diperhatikan tiap gerak-geriknya seolah-olah mereka adalah makhluk langka yang dapat punah begitu saja. Setiap pasang mata yang selalu ingin tahu selalu mengikuti mereka ke mana pun, di mana pun, kapan pun. Tak ada privasi. Bahkan, di tempat-tempat sebenarnya mereka tidak berada, kehadiran mereka tak pernah absen. Mereka ada di dalam bahan obrolan di waktu-waktu senggang. Gosip, gosip, dan gosip. Aneh memang. Mereka harusnya juga manusia biasa, tapi ada suatu magnet gaib dalam diri mereka yang menjadikan mereka spesial. Berbeda, dalam arti yang bisa dikatakan baik.
Dan omong-omong, aku kenal salah satu dari mereka. Entah aku harus menyebutnya teman atau kenalan karena pada dasarnya kami berada di tengah keduanya. Kami saling mengenal nama satu sama lain, tapi itu juga karena kami pernah sekelas ketika SMP dulu. Bila bertemu, kami saling tersenyum, tapi tak pernah terlihat tulus. Hanya tarikan kecil di kedua ujung bibir saja dan sedikit anggukan ringan. Awkward. Lebih mirip dua orang asing yang mencoba bersikap sopan satu sama lain. Kami juga saling menyapa, tapi itu hanya terjadi bila kami sendirian. Saat ada orang yang menemani salah satu dari kami berdua, kami lebih sering melengos, pura-pura tak lihat. Terdengar berlebihan, tapi duniaku dan dunianya seolah dibatasi partisi tak kasat mata yang membuatku enggan untuk mendekatinya dan dia pun juga sama sepertiku.
Dia, Luka Megurine, selalu hidup dalam dunia kecilnya yang hanya diisi oleh dia dan kekasihnya. Kadang aku melihat ada orang lain di sana, tapi semuanya berada di luar lingkaran, tak pernah diizinkan masuk lebih dalam. Walaupun begitu, dia tak pernah tidak menarik perhatian orang lain. Tiap kali ia melewati koridor sekolah, ada beberapa orang yang berhenti bercakap-cakap dengan temannya lalu menoleh pada sosoknya yang berjalan dengan anggun. Tiap kali upacara, ada berpasang-pasang mata yang meliriknya dengan tatapan iri atau pun kagum. Dan aku, mungkin salah satu dari mereka. Mataku tak pernah bisa melewatkan figur tinggi ramping itu, tapi bukan dengan rasa ingin mencongkel matanya atau rasa ingin menyembahnya layaknya budak pada majikan.
Aku hanya ingin tahu.
Yah, hanya ingin tahu. Sebatas rasa penasaran seperti apa dirinya dulu ketika dia belum berubah seperti yang selalu kudengar dari kabar yang beredar selama ini.
.
.
.
tbc
