Saat itu baru lewat tengah hari di padang pasir dengan pemandangan pasir yang kemerahan dan udara yang membakar kulit juga lemak-lemak dalam tubuh. Tiga bersaudara Sabaku mendirikan kemah sekitar lima belas kilometer dari pusat desa Sunagakure. Mereka adalah para pencari harta karun, jarang yang mengetahui dibawah gundukan gunung-gunung pasir yang selalu berpindah sekitar Sunagakure ini adalah kuburan harta karun yang paling berharga di dunia ini. Salah seorang saudara paling bungsu membeberkan peta di atas koper matanya dikelilingi lingkaran hitam dan dahinya bertato kanji 'cinta' yang seperti cap. Ia menajamkan pengelihatannya, gunung-gunung di padang pasir mudah berpindah sesuai angin membawa mereka yang perlu si bungsu itu perhatikan adalah bentuk pola batuan yang terdapat disana. Sang kakak sulung mereka memeriksa jeep tua yang sudah berkarat disana-sini. Sedangkan kaka kedua mengpak barang-barang berkemah mereka.
"Kau sudah siap?" tanya si sulung pada adiknya yang bertugas mengepak barang sambil memanaskan jeep tua warisan kedua orang tua mereka.
"Sedikit lagi." anak tengah itu memandang koper yang dijadikan aadik bungsunga meja kecil untuk petanya. Kemudia ia tanpa sengaja memandang kearah langit yang tiba-tiba awan gelap mengulung-gulung menutupi matahari yang terik, "Temari, hati-hati sepertinya kan terjadi sesuatu!" mendengar peringatan dari adiknya si Sulung turun dari jeepnya.
Semakin matahari tertutup bumi yang mereka pijak semakin bergoncang keras, Si bungsu berada terlalu jauh daru jangkauan kakak-kakaknya. Pasir di antara mereka mulai longsor seperti membuat lubang dan si bungsu terperosok ke dalamnya. Mereka pun hampir terperosok bersama jeep tua itu, seketika gempa yang sangat hebat itu berhenti begitu saja seolah itu hanya bagian dari mimpi di malam hari. Separuh perbekalan mereka ikut terpesok masuk ke dalam pasir dan juga adik bungsu mereka.
Seperti orang gila yang ke rasukan kedua kakak itu menggali pasir dengan tangan maupun alat tapi hasilnya pasit itu kembali longsor sedikit demi sedikit dan akhirnya tidak ada lubang satupun yang berhasil mereka gali. Jeep tua warisan itupun terbalik dengan ketidak mungkinan tenanga dua orang remaja tanggung untuk membalik kembali mobil tua yang sangat hebat dan bersejah itu mereka memutuskan pergi berjalan kaki menemukan sesuatu yang dapat dimintai pertolongan dan mobil jeep mereka sebagai tandanya.
Jeep yang mereka tinggalkan tanpa mereka teliti ternyata terukir serigala pada salah satu pintu bagian pengemudi karena bagian itulah yang paling mulus tanpa karat. Simbol itu seperti di ukir oleh ujung pisau yang tajam dan dikerjakan sangat rapih tanpa ada yang menyangka kalau simbol itu tercipta dalam hitungan detik oleh pasir yang berhembus kearah barat.
Original character by Masashi Kishimoto
Konoha, jalanan pagi hari dipenuhi manusia dengan tampang berbeda-beda, ada yang beraut wajah gembira sambil menikmati paginya yang akan terasa indah sampai nanti sore, ada juga yang beraut wajah sangat masam sambil sesekali melihat arloji mahalnya karena khawatir akan terlambat walaupun itu masih jam delapan pagi dan ada seorang gadis yang malah terpaku melihat keatas langit seolah matanya dapat merobek tirai biru bercorak awan itu. semua orang terlalu sibuk tanpa peduli pada gadis yang sedang melihat akan kenyataan bumi memiliki sebuah rahasia besar yang tersembunti di dalam perutnya.
Harta Karun Padang Pasir
Gadis itu memiliki mata biru yang sangat pekat sehingga menimbulkan kesan hitam jika hanya sejap melihatnya, tapi saat kejapan kedua akan terlihat warna birunya. Rambutnya pirang pucat dan selalu di ikat tinggi semakin menambah tinggi badan gadis yang berpostur ramping itu. Gadis itu mengucek matanya karena sinar datang dari sudut yang sangat tepat pada matanya, ia merasa nyenyak sekali tidur dalam gudang tua itu sampai tahu ini sudah jam berapa.
Gadis itu keluar membuka pintu, sayup-sayup terdengar suara ayahnya yang sedang berbincang-bincang dengan salah satu pelanggan toko bunganya, paman Jiraya. Pria itu tampak lebih tua dari yang terakhir ia lihat, gadis itu yakin mawar merah yang ia pesan lagi-lagi untuk merayu wanita sexy yang sejak seminggu lalu ia taksir. Bukan hanya paman Jiraya yang terlihat sedikit lebih tua di matanya tapi juga ayahnya mereka semua tampak lebih tua bahkan Sakura sahabat karibnya yang baru datang dari pintu samping sambil memberikan salam dengan pakaian yang terlihat seperti seragam SMA, gadis kecil itu sudah tumbuh remaja dengan dua buah dada yang sudah membesar mendesar kemejanya. Gadis itu terus berlari memeriksa semua orang mengapa dapat menua dalam beberapa jam saja. Satu lagi yang aneh baginya mereka semua tak sadar akan kehadiran dirinya yang terus bertanya dengan suara yang hampir membuat dirinya sendiri mual karena terlalu banyak mengocehkan pertanyaan yang tidak kunjung dijawab.
Ia kembali ke rumahnya mendapati ayahnya dan Sakura sedang berbincang sambil menata bunga-bunga yang dipajang, tiba-tiba saja tubuhnya terasa seperti ditarik menyusut kedalam lubang teko teh yang terletak di meja kasir toko bunga ayahnya, ia menjerit-jerit memanggil ayahnya yang sedang menata bunga di satu-satunya toko bunga di desa konoha. Tangannya seperti asap tidak dapat meraih apapun bahkan tangannya dapat menembus benda-benda padat seperti tiang bangunan. Semakin lama kekuatan gaib itu semakin menghisap kuat tubuhnya sampai gadis itu tak sanggup lagi menahan hisapan itu.
Teko itu terasa lembab dan sangat gelap, tubuhnya seolah bercahaya karena ia hanya sanggup melihat tubuhnya dengan pakaian aneh seperti penari perut asli timur tengah. Pusar dan perutnya terlihat karena baju yang ia kenakan hanya menutupi bagian dada, celana panjang yang menggembung mengerut dibagian mata kaki. Dengan sehelai kain tipis penuh payet berwarna emas di pinggirannya menghiasi rambut pirangnya yang diikat tinggi.
"Aku merasa seperti Jinny," suara gadis itu bergema mantul kesana kemari seolah itu adalah tembakan laser yang tak menemukan ujung sasaran, "dimana ini?"
Baru saja benaknya meminta dengan sepenuh hati agar dapat keluar dari tempat dan mimpi yang begitu tidak indah bahkan nyaris mengerikan. Tubuh langsingnya kembali terhisap bedanya hisapan ini membuat tubuhnya terasa membesar seperti raksasa padahal ukuran tubuhnya kembali seperti semula, kakinya tidak bisa ia pijakan ke atas tanah. Tubuhnya terbang baru kali ini mukin hanya gadis itulah manusia satu-satunya yang bisa terbang sesungguhnya tanpa trik dan mesin atau dirinya sudah bukan manusia lagi.
"Apa kau tidak mau memberikan ku tiga permintaan?" tanya seorang pemuda yang lebih tua darinya (ia masih mengira dirinya gadis kecil berumur sembilan tahun), pemuda itu terlihat lebih rendah beberapa puluh centimeter darinya, gadis itu baru ingat dirinya bisa terbang.
"Kau benar tidak mau memberiku hadiah tiga permintaan seperti dongeng Aladdin?" pemuda itu memastikan untuk tidak membuang waktunya menunggui seorang jin yang keluar dari lampu yang ia temukan di bawah tumpukan pasir, "Baiklah aku akan pergi."
"Tunggu! Aku tidak mengerti bagaimana caranya mengabulkan permintaan." pemuda itu kelihatan simpatik pada jin yang terlihat bodoh itu, jin itu betingkah seolah ia anak sembilan tahunan dengan tubuhnya yang terbalut busana sexy.
"Kau benar-benar tidak tahu?" tanya pemuda itu heran bagaimana gadis itu berada di dalam lampu kalau dia bukan jin dan bagaimana juga kakinya tidak dapat menyentuh tanah.
"Iya, maukah kakak membayaku pergi dari sini, tapi aku tidak bisa melangkah jauh," pemuda itu heran ada jin yang memanggil kakak padanya bisa saja dia lebih tua beberapa ratus tahun darinya, "seperti ada tali yang mengikatku dengan benda itu." jari telunjuknya mengarah pada lampu emas yang ia gosok dengan iseng berharap dongen Aladdin adalah sebuah kenyataan.
"Baiklah akan ku bawa lampu itu dan jangan memanggilku kakak kau seperti terlihat jin remaja dibanding jin anak-anak. Namaku Gaara Sabaku." Jin itu mengerenyitkan dahinya mendengar penjelasan Gaara tentang tubuhnya yang sudah remaja.
"Na-namaku..." jin itu sambil melihat keadaan kakinya yang setengah mengabur dan tangannya yang terlihat sangat panjang dari terakhir ia lihat, "Ino."
"Baiklah ikut aku." ujarnya sambil mengantongi lampu ke jaketnya.
Sebelumnya Gaara sempat memeriksa tempat itu hingga akhirnya menemukan lampu berwarna emas berkilauan, peta yang ia pegang ternyata adalah peta sebuah istana bawah tanah dimana ia jatuh sekarang. Tempat berkemah dirinya dan kakak-kakaknya adalah salah satu pintu masuk rahasia pada sebuah istana bawah tanah yang penuh misteri. Jin itu terus mengikutinya sambil terus menerus takjub pada tubuhnya sendiri.
"Aku ingin melihat cermin." suara tingginya memecah kesunyian lorong yang terbuat dari batu-batu pasir yang tersedimentasi oleh angin.
"Aku tidak punya." jawab Gaara menyorotkan senternya kedepan, ia sempat mengambill beberpa barang-barang penting dari dalam koper yang ikut terjatuh bersamanya, kecuali cermin (itu tidak penting pikrnya).
"Kau benar-benar tidak tahu bagaimana cara mengabulkan permintaan?" sekali lagi Gaara bertanya demikian, ia sungguh jengkel mendengar suara senandung jin itu.
"Tidak," jawab Ino sambil menggeleng, "memang apa yang ingin kau minta?"
"Aku ingin air dan kau berhenti bersenandung." setelah bicara demikian Ino langsung berhenti menyenandungkan lagu kartun kesukaannya, Gaara meniupkan napas lega dan kembali berjalan.
Baru beberapa langkah perjalanan terdengar suara gemuruh yang ganjil di depannya, suara itu semakin kencang terdengar sampai ada beberpa rintik air. Gaara langsung berbalik dan lari sekencang mungkin, Ino bingung apa yang dilakukan pemuda itu sampai membuatnya lari kesetanan karena ia juga ikut tertarik oleh Gaara yang mengantongi lampunya. Air bah di belakangnya sudah begitu jelas terlihat pemuda itu terus berlari tanpa bisa berkata-kata, bukan seperti ini air yang ia inginkan.
"Aku hanya ingin air untuk minum!" teriaknya terus berlari di ikuti Ino yang sudah tergulung air dibelakangnya.
Secara ajaib air itu menghilang dengan jin bodoh yang sesak napas,'apa jin juga bernapas?' pikir Gaara heran. Sebotol minuman dingin bersoda sudah berada tepat depan kakinya. Gaara meraihnya dan membuka botol itu ternyata langsung menyembur membuat semacam hujan soda dalam intensitas yang mebuat heboh. Dia mengelap tubuhya yang terasa semakin lengket.
"Sebenarnya kau ini bisa mengabulkan permintaan." Gaara menyodorkan sodanya pada Ino.
"Soda tidak baik untuk gigi." tolak Ino, "Lalu apa yang kau ingin minta sekarang?"
"Aku ingin cepat keluar dari sini." Ino langsung berkonsentrasi tapi ia bingung karena tidak ada perubahan sama sekali, "Baiklah kalau gitu aku ingin sekotak nasi dengan lauknya." dalam sekejap hadir sebuah kotak tanpa Ino berkonsentrasi.
"Itu bukan aku yang mengabulkannya!" Ino histeris.
"Itu adalah kau, tapi ada beberapa permintaan yang secara alamiah tidak padat di kabulkan oleh mu."
"Begitukah?" Ino ikut duduk disamping Gaara yang siap memakan isi kotak tersebut, "Boleh aku minta?"
"Aku harap ada satu kotak lagi untuk temanku!"
This is just the beginning
Prolog
*Because they're still children
Please wait for the next chapter
Thanks for reading :)
