"Kasus No. 399, Nyonya Haruno Sakura." terdengar bunyi ketukan palu, serentak dengan berhentinya suara-suara yang ada dalam ruangan itu. Saat ini telah berdiri wanita dengan setelan jas hitam dan rok selutut menatap lurus ke depan tepat dihadapan sang hakim yang sedang berbicara.
"..dikenakan denda atas gugatan penganiayaan berkelanjutan. Apa Anda setuju?"
Sang hakim selesai membacakan naskah yang ada ditangannya. Suasana ruangan kembali ricuh dengan bisikan-bisikan dari para tamu persidangan yang ada pada kursi belakang.
Gadis itu tak bergeming. Ia tetap pada posisinya, diam tanpa melakukan pergerakan. Sesaat ujung bibirnya sedikit terangkat. Deretan gigi putihnya mulai terlihat hingga terdengar suara cengiran yang berasal dari wanita itu.
Semakin lama tawanya semakin membesar. Dia berusaha menutup mulutnya, mencoba menahan tawanya agar tidak menjadi semakin membesar. Namun sepertinya usahanya tidak berhasil, ia masih tetap tertawa.
"Saudari tergugat. Apa Anda mengakui bahwa Anda bersalah?" sang hakim terlihat gerah, dia menajamkan pandangannya pada si gadis tersangka.
Sakura, nama gadis itu terlihat tidak mengindahkan tatapan serius dari hakim yang ada dihadapannya. Dia masih terus terkekeh, sampai disaat ia menyelesaikan tawa terakhirnya.
Ujung bibirnya terangkat. "Aku ini penyihir gila!" sesaat seluruh ruangan menjadi hening, mencoba mencerna kata-kata gadis yang baru saja terucap dari bibirnya.
Ia menambahkan "Aku ini sudah gila!" Sakura meninggikan suaranya. Matanya membulat, mulut gerahamnya terlihat saling bertaut.
Disekitar lehernya mulai terlihat urat-urat yang bertonjolan menandakan ia sedang benar-benar menahan amarahnya.
"Ini lah yang ku-katakan pada si brengsek itu..."
.
.
Sasuke berlari menyusuri setiap jalan tanpa memperhatikan orang-orang yang berada disekitar jalan itu. Dia seakan tak peduli berapa banyak orang tak bersalah yang ia tabrak tanpa mengucapkan sepatah kata maaf pun. Tak jarang beberapa diantara mereka mengoceh dan bahkan mengutuk kepadanya.
Bagi Sasuke hal itu tidak 'lah penting. Saat ini yang terpenting dia harus berada di tempat itu secepatnya.
Keringat membasahi dahinya, air bercucuran dari punggungnya meninggalkan bekas basahan.
Hanya butuh beberapa langkah hingga Sasuke bisa mencapai gedung yang bertuliskan 'Pengadilan Shinichi, Jepang'. Salah satu gedung pengadilan yang cukup terkenal di daerah itu. Sudah banyak kasus yang berhasil mereka pecahkan.
Dengan itu pula pengadilan ini mendapat gelar pengadilan tertinggi karena mereka menyelesaikan masalah si penggugat dengan sangat terperinci.
Tak terasa ia telah berada tepat didepan gedung itu. Sasuke masuk dengan terburu-buru berusaha mencari ruangan yang merupakan tujuannya dari awal. Dia mengedarkan pandangannya berusaha menyelusuri serta mengamati setiap sudut dari ruangan yang terbilang sangat besar itu.
Beberapa kali Sasuke memasuki ruangan yang salah. Jika bukan ruangan kosong maka itu adalah persidangan orang lain. Hal itu yang membuatnya harus membungkuk dan mengucapkan maaf beberapa kali.
Karena terlalu sibuk memeriksa ruangan demi ruangan tanpa Sasuke sadari sekumpulan orang berseragam mendekatinya, mencoba menghentikan aktivitasnya. "Permisi, Anda harus melakukan sistem pemeriksaan terlebih dahulu" langkahnya terhenti, namun pandangannya masih mengedari setiap bagian dari ruangan itu.
"Maaf aku sedang terburu-buru" dengan tergesa-gesa Sasuke memberikan dompet yang didalamnya terdapat kartu identitasnya sebagai jaminan. Setelah merasa itu bisa meyakini mereka Sasuke mencoba membebaskan diri hendak meninggalkan tempat itu namun security itu masih menahannya.
"Kau mau kemana?" Sasuke memutar bola matanya merasa jengkel dengan ketatnya sistem keamanan gedung ini.
Dengan perasaan sabar, mencoba menahan emosinya Sasuke memejamkan mata sambil menarik napas yang cukup dalam, kemudian ia mencoba menjelaskan kepada security itu dengan perlahan. "Aku harus pergi bersaksi, dan ini sangat penting."
Mereka terlihat berpikir. "Memangnya apa hubunganmu dengan tersangka?"
Sasuke terdiam untuk beberapa saat. Mencoba menyusun kata yang tepat ia ucapkan.
Kepanikan terlihat cukup jelas dari matanya. Kumpulan security mulai menatapnya curiga.
Sasuke benar-benar benci keadaan ini.
"Dia tunangan ku"
Awalnya petugas keamanan itu terlihat tidak percaya namun setelah melihat kesungguhan yang ada pada wajah Sasuke mereka akhirnya mengerti dan dengan perasaan kalah mau tak mau harus melepasskan Sasuke.
Setelah berkeliling cukup lama, mungkin ia telah mengitari separuh dari ruangan itu Sasuke akhirnya menemukan ruangan persaksian yang terletak tepat dilorong pembelokan yang sangat terpencil baginya.
Tanpa pikir panjang lagi Sasuke membuka pintu itu dan pada saat itu pula seisi ruangan menjadi hening.
Ia juga terdiam diposisinya. Mencoba mengatur napasnya yang tidak karuan setelah berlari cukup jauh.
Hingga suara wanita terdengar mengisi kekosongan ruangan itu.
"Ini lah yang ku-katakan pada si brengsek itu... Mari kita menikah."
Disclaimer : Naruto dkk milik Masashi Kishimoto seorang. Aku hanya meminjam beberapa diantara mereka.
Genre : Romance, Drama
Courtesy of Drama Married Without Dating © TvN
Warning : Typo every where. The plot is abstact. OOC, AU, etc. Membaca fic ini dapat menyebabkan pusing, meriang, gangguan kehamilan dan janin(?)
..PROPOSE..
Suara gemericik air yang beriringan dengan senandung-senandung kecil dari suara seorang wanita terdengar dari salah satu bagian ruangan dari rumah itu. Gadis itu terlihat sedang menikmati setiap guyuran air yang jatuh di atasnya.
Busa yang saat ini telah memenuhi seluruh tubuhnya seakan menyembunyikan bentuk tubuh rampingnya. Sambil meratakan shampoo yang ada dikepalanya ia terus besenandung mengeluarkan nada-nada yang spontan telah ia buat dengan sendirinya.
Tak jarang nada itu berubah dari na na na menjadi la la la dan seterusnya.
Setelah menyelesaikan ritual mandinya ia mengambil handuk putih yang tergantung tepat disebelahnya lalu membungkus seluruh tubuhnya dengan benda itu.
Dia menyusuri ruang tamunya sambil berputar-putar, menari-nari kecil dengan senandung yang masih bersarang pada bibirnya. Ia berputar-putar ditengah ruangan yang saat ini telah dihiasi oleh berbagai macam pernak-pernik layaknya sebuah pesta.
Balon bertebaran dimana-mana, 2 gelas wine telah tersusun rapi, dan tak lupa kue spesial buatannya yang akan menjadi hadiah utama yang nantinya akan ia serahkan kepada tamu spesial yang telah membuat dirinya menjadi bahagia seperti ini.
Kemudian tiba-tiba senyum merekah dibibirnya setelah terlintas pikiran tentang apa yang akan ia lakukan sebentar lagi.
Sakura menatap ke arah cermin dihadapannya. Memandang seksama pantulan dari dirinya yang saat ini telah berpakaian rapi.
Sebuah dress selutut tampak terlihat pas ditubuhnya, tak lupa juga rambut indahnya ia ikat keatas memamerkan lehernya yang jenjang. Dia tersenyum memandang puas ke arah pantulan dirinya.
"Kenapa dia belum datang?" senyumannya kini tergantikan oleh kekhawatiran di wajahnya. Sakura mencoba mengecek handphonenya beberapa kali kemudian menekan tombol fast dial, mencoba menghubungi orang tersebut.
"Oh' dia sudah datang?" dengan semangat Sakura bergegas berdiri mencoba menyambut tamu dari luar itu.
Sebelum membukanya ia berhenti sesaat mencoba merapikan rambutnya yang sedikit berantakan kemudian tersenyum singkat dan siap membuka pintunya.
Dari balik pintu nampak seorang pria dengan setelan jas dan bunga yang berada ditangannya. Pria itu tersenyum ke arahnya. "Apa kau sudah lama menunggu, sayang?" Sakura hanya mengangguk manis sebagai tanggapan dari pertanyaan lelaki itu.
Tanpa menunggu lama Sakura telah berhambur ke pelukan pria itu. Ia memeluknya erat seakan tak ingin lepas kemudian sambil menggandengnya manja Sakura menggiring lelaki itu memasuki rumahnya.
"Apa yang ingin kau tunjukkan padaku hm?" lelaki itu memainkan rambut gadis yang saat ini ada dihadapannya dengan jemarinya. Pandangannya tak pernah lepas dari setiap inci wajah Sakura, menikamati kecantikan wanita miliknya.
Sakura kemudian teringat tentang suatu yang ingin ia tunjukkan kepada kekasihnya. Sebenarnya ia sudah lama memendam hal ini, hanya saja selama ini dia masih berpikir, menimbang tentang pilihan yang akan ia ambil.
Hingga suatu kepercayaan tiba-tiba menghampiri dirinya sampai disaat sekarang. Menyiapkan semuanya dengan segala kepercayaan diri. Baginya ini lah pilihan terbaik yang pernah ia buat.
"TADAA... Bagaimana menurutmu ?" Sakura melebarkan tangannya menunjukkan seisi ruangan yang telah terhias dengan indah. Dengan perasaan bangga ia tersenyum, seakan-akan ia telah mengerjakan suatu maha karya yang begitu luar biasa.
Pria itu tediam. Tak bergeming dari posisinya. Perhatian gadis yang menyambutnya dari luar ternyata mampu membutakannya sehingga tak menyadari bahwa saat ini ia telah berada persis ditengah ruangan yang benar-benar penuh oleh riasan dimana-mana.
Pria itu mengedarkan pandangannya, raut bingung terlihat jelas diwajahnya. Untuk beberapa saat ia harus mengakui kalau ia merasa sedikit kagum dengan hasil karya wanita ini.
Bagaimanapun ini bukan hal yang mudah yang dapat dilakukan seorang gadis dengan sendiri. Namun kekagumannya tak berlangsung begitu lama hingga pandangannya jatuh pada sebuah kue yang bertuliskan 'Let's get merried'.
Air yang entah dari mana tiba-tiba muncul memenuhi pelipisnya. Dia rasa ia sudah tau apa yang akan terjadi selanjutnya.
"Naruto..." Sakura mendekatinya, membawa kue itu bersamanya. Saat ini posisi mereka saling berhadapan.
"Mari kita menikah.."
.
.
Bunyi dari alat pendetak jantung khas rumah sakit terdengar memenuhi ruangan itu. Pria dengan masker dan sarung tangan terlihat berkutat dengan pikirannya.
Otot-otot wajahnya yang menegang menandakan ia sedang berkonsentrasi penuh memusatkan konsentrasinya dengan sesuatu yang ada di depannya.
"Tekan darah 110/50 mmHg. Detak jantung 60 permenit." seorang suster yang berada tak jauh darinya terdengar beberapa kali memberikan laporan tentang kondisi pasien.
Tiap detik suasana ruangan itu semakin tegang. Darah telah memenuhi sarung tangan dari dokter itu namun hal itu tidak mencegah sang dokter menghentikan aktivitasnya.
"Pisau bedah"
" Larutan alkohol"
Dengan sigap para suster memberikan barang-barang yang diminta oleh sang dokter. Hingga tak butuh waktu lama jahitan terakhir telah dia tanamkan di kulit si pasien.
"Tetap kontrol tekanan darahnya. Dan jangan suruh dia bergerak terlalu banyak"
"Baik, dok"
Para suster membungkuk bersamaan dengan perginya dokter besar mereka. Tidak jarang beberapa diantara suster itu dengan sembunyi-sembunyi atau pun terang-terangan telah menyimpan perasaan pada sang dokter.
Dokter itu memang masih terbilang sangat muda, namun dengan kecerdasan dan ketelitiannya dia telah membuka praktik kerjanya sendiri.
Tidak heran, keluarganya memang terkenal sebagai keluarga dokter. Semua keturunannya dimulai dari ayah dan para pamannya adalah seorang dokter dari berbagai bidang. Hal itu lah yang membuat tingkat ke-populerannya dikalangan dokter semakin meningkat.
Dia membuka setelan baju operasi yang biasa ia gunakan saat melakukan tugasnya kearah gantungan yang terletak didekat meja kerja pribadinya.
Di meja itu terpampang papan nama kaca yang terbilang elegan dengan tulisan namanya yang indah 'Uchiha Sasuke'. Ya, dia adalahdirektur sekaligus dokter utama dari rumah sakit itu.
Rumah sakit 'Uchiha Surgery'.
Drrt..drrtt
"Hn?"
"..."
"Apa kau sudah gila?" Sasuke mematikan ponselnya, kemudian dengan terburu-buru mengambil jas yang tergantung di kursinya menuju ke parkiran. Lalu menancap mobilnya ke suatu tempat.
"Naruto, mari kita menikah..."
Naruto berdiri dengan kaku seakan-akan ada makhluk yang saat ini mengunci pergerakannya. Otaknya seakan berhenti bekerja, bukan hanya itu otot wajahnya terasa menjadi kaku hingga seulas senyum pun terlihat seperti seringai di wajahnya.
Namun sayangnya hal itu justru tidak disadari oleh Sakura. Dia masih terus memandangi Naruto dengan senyum yang masih betah menghiasi wajahnya.
Di kepala wanita ini yang terpenting saat ini hanyalah sebentar lagi status lajang akan menghilang dari dirinya. Dia akan menikah, dia tidak akan pernah takut lagi dengan pikiran tentang menjadi perawan tua untuk selamanya.
Dengan senyum kaku dan pikiran yang belum sepenuhnya terkumpul Naruto mencoba mengatur kesadarannya. "Apa ini?"
"Kau tidak tahu hari apa ini?" senyum terlihat sedikit menghilang dari wajah Sakura.
Naruto menggaruk tengkuk belakang kepalanya, persis seperti kebiasaannya. "Anu.. Ini hari jadi kita yang ke-100 yah ?"
"Itu minggu lalu." cemberut sudah memenuhi wajahnya.
Sakura melangkah semakin dekat, mencoba menatap mata Naruto dalam-dalam. "Baiklah, akan aku ulangi." Sakura menghela napasnya berat. "Sayang, mari kita menikah."
Naruto dengan spontan memundurkan langkahnya, mencoba membuat jarak diantara mereka. 'Ayo berpikir Naruto...'
"Sayang kurasa aku harus ke toilet sebentar. Perutku sepertinya sakit sekali." dengan tergesa-gesa Naruto bergegas menuju ke toilet.
"Naruto!" Sakura mencoba memanggilnya namun kelihatannya Naruto tidak mendengar lebih tepatnya pura-pura tidak mendengar.
"Ada apa dengannya?"
.
.
"Sasuke!"
"Hn?"
"Dimana kau sekarang?! Kau harus membantuku!" Naruto duduk diatas kloset, berulang-ulang kali dia menghapus keringat yang mengalir di dahinya. "Gadis ini ingin menikahiku! Kau tahu aku bagaimana kan?! Aku belum ingin mempunyai anak, aku belum ingin menjadi tua, oh ayolah aku tidak ingin bergabung dengan para om-om yang ada di sauna." dari wajahnya tampak raut khawatir yang sangat besar.
Dia melanjutkan, "Bagaimanapun caranya kau harus membebaskanku dari wanita ini."
"Apa kau sudah gila?"
"Tetap saja kau harus mengeluarkan dari sini atau..."
"Sayang, apa kau masih lama berada disana? Kau sakit perut?" Sakura dengan rasa cemasnya berdiri tepat didepan pintu toilet, mengetuk untuk sekian kalinya.
"Iya, tunggu sebentar sayang. Aku akan segera keluar." Naruto berteriak dari dalam. "Sasuke kau mendengarnya? Sebentar lagi dia akan memangsaku! Apa kau ingin melihatku membusuk disini hah?"
"Keluar lah dan tolak saja dia." Sasuke menjawab dengan santai.
"Bagaimana mungkin aku mencampakkannya seperti itu?! Aku tidak se-brengsek dirimu."
"Baiklah awalnya aku ingin menjemputmu tapi mendengar perkataan mu yang telah 'memujiku' kurasa aku lebih baik pulang dan beristirahat dirumahku." Sasuke memberi tekanan pada setiap kalimatnya.
"Naruto..? Apa kau baik-baik saja?" Sakura mencoba mengetuk pintu lagi.
"Sasuke ku mohon kali ini saja. Dan aku akan mengabulkan semua permintaan mu."
Sasuke terlihat berpikir, "Baiklah, setuju. Semuanya 'kan. Aku memegang perkataanmu."
Ting tong...
Bell rumah Sakura berbunyi. "Sayang apa kau memesan layanan kamar ?" tidak ada jawaban. Sakura si pemilik rumah kemudian berjalan menuju pintu sambil bertanya-tanya siapa gerangan yang membunyikan bell rumahnya.
Setelah membuka pintu, Sakura dengan jelas bisa melihat seorang pria dengan dengan pakaian rapi bersandar pada pintu rumahnya.
Matanya terlihat sayu. Sakura merasa jika orang ini tengah mabuk.
"Maaf apa kau salah masuk kamar?
"Senang berkenalan denganmu, aku teman Naruto, Uchiha Sasuke." tanpa dipersilahkan pria itu masuk dengan seenaknya kemudian menendang-nendang dan menginjak dengan sengaja balon yang ada di lantai itu, hingga beberapa diantaranya menjadi pecah dan menciptakan keributan.
"Oh kau sedang mengadakan pesta ya? Kebetulan sekali aku datang. Ku rasa aku cukup beruntung." sambil mengamati sekelilingnya tangan Sasuke tidak berhenti untuk menghancurkan dengan sengaja hiasan-hiasan yang ada disana.
"Hei hentikan!" Sakura yang terlihat frustasi terus mengikuti Sasuke dari belakang hendak mencegah apapun yang akan pria itu lakukan.
"Dimana kamar mandinya? Oh tidak kurasa aku akan muntah." seakan tak mendengar ocehan Sakura, Sasuke dengan jalan gontai layaknya orang mabuk mengitari setiap sudut ruangan itu.
Mendengar kericuhan yang ditimbulkan Naruto lalu keluar dari toilet dan mendapati Sakura yang tengah mengomel-ngomeli sahabatnya.
Sakura yang melihat Naruto kemudian menghampirinya, "Naruto apa dia temanmu? Kenapa dia bisa datang kesini?"
"Kau tahu aku selalu datang disisinya disaat para gadis mencampakkanku. Dia sudah seperti pelampiasan dari nafsuku" dengan masih melanjutkan actingnya Sasuke mengedipkan matanya ke arah Naruto yang dibalas dengan senyuman bahagia darinya.
Kemudian dengan jalan masih gontai layaknya orang yang kehilangan kesadaran, Sasuke melanjutkan tour-nya mengitari rumah itu.
"Wah kurasa kalian adalah pasangan yang sangat romantis. Oh liat apa ini kue untuk para tamu?" kemudian tanpa tanggung-tanggung Sasuke mencolek kue yang bertuliskan Let's get married itu dan memasukkan kedalam mulutnya, menyisakan bentuknya yang sekarang benar-benar hancur.
"Oh tidak! Hentikan..." Sakura melihat nanar ke arah kue yang merupakan bagian terpenting dari acara itu.
Dari belakang Naruto terlihat mengangkat jempolnya dengan bahagia ke arah Sasuke yang berarti ia telah melakukan hal yang sempurna.
Sasuke melanjutkan aktingnya. "Apa? Apa kau juga ingin mengusirku?" Sasuke mamasang tampang sedih yang ia buat-buat. "Kurasa bukan hanya para wanita tapi kau juga ingin mencampakkanku. Baiklah kurasa aku memang tidak dibutuhkan." Naruto terlihat menahan tawanya hasil dari akting Sasuke yang menurutnya sangat hebat.
Dengan jalan yang gontai Sasuke hendak ingin pergi meninggalkan tempat itu.
"Hei hei teman, kau ingin pergi kemana?" Naruto mencegahnya dari belakang.
"Entah 'lah, mungkin bunuh diri."
" Hey ayolah, kau tahu kan mana mungkin aku membiarkanmu seperti ini." Naruto tersenyum kaku. 'Cepat bawa aku lari dari sini'. "Tunggu disitu aku akan segera mengantarmu pulang." Naruto kemudian memakai sepatunya dan berusaha menggotong Sasuke dibahunya.
"Ta..tapi sayang, bagaimana dengan pestanya dan..."
"Sakura apa kau ingin melihatku mencampakkan sahabatku disaat dia akan mati?"
"Tapi Naruto..."
"Aku kecewa denganmu Sakura." Naruto kemudian berbalik meninggalkan Sakura yang kemudian disusul dengan kepalan ditanganya dan bibirnya yang mengucapkan kata 'yes' sebagai sorakan bahagianya.
"Na Naruto..."
.
.
"Berhentilah melihat kebelakang, apa kau menyesalinya ?"
"Dibandingkan menyesali, aku lebih takut dengannya." mereka telah berada dijalan menuju parkiran dimana Sasuke memarkirkan mobilnya.
"Akhiri 'lah dengannya." posisi jalan dan wajah dingin Sasuke telah kembali seperti normal. Dia telah mengakhiri aktingnya.
Naruto merapikan rambutnya pada kaca mobil Sasuke. "Ya, mengakhirinya dengan cara manusiawi."
.
.
.
A/N : Dalam fic ini akan banyak adegan pairing diluar SasuSaku jadi tetap nantikan chap selanjutnya yah.
Oh iya, overall this story is inspired from a K-drama. Doesn't mean to do a Plagiat, just want to make the reader interest in K-Drama and try to watch the original one.
So, Please enjoy the drama and the fanfiction also :)
.Dewlen.
