DON'T LIKE, DON'T READ
Title : BenCinta
Disclamer : Naruto milik Masashi Kishimoto, Trouble is My Friend milik Lenka
Warnings : OOC, AU, Typo (s), Miss typo, Cerita nyerempet ke teenlit campur nyinet, EYD agak kurang baku (untuk beberapa kalimat), Humor garing, Judul alay, dll
Maaf kalau jelek :)
Story by: Bii Akari
Dedicated for: meong . nbuyung
Enjoy~
.
.
.
NORMAL POV
"HEI, KAU! YA, KAU! APA YANG KAU LAKUKAN DI SANA, HAH?! CEPAT KE SINI SEKARANG JUGA!"
Atmosfer yang sejak awal sudah panas, sekarang makin menjadi-jadi saja. Sebabnya? Tak lain dan tak bukan adalah karena aksi sang ketua OSIS yang mendadak berubah menjadi sangat Out of Character. Oke, mungkin tak semua orang di sana mengenal laki-laki bermarga Hyuuga itu dengan baik. Tapi tetap saja, seorang Hyuuga tidak mungkin berteriak-teriak kesetanan seperti itu, 'kan?
"LIHAT APA, HAH?! CEPAT LANJUTKAN PEKERJAAN KALIAN!" Lagi, pemuda tampan itu berseru galak ke arah junior-juniornya yang sempat membisu di tempat akibat ulahnya tadi. Death glare-nya menguar, meracuni seluruh jiwa yang berjarak lima puluh meter darinya. Tatapan pemuda itu begitu sengit, seakan mencabik-cabik manik gelap anak perempuan bercepol dua yang tadi dipanggilnya.
Tenten namanya, gadis yang—bahkan—belum sempat duduk menikmati bangku SMA-nya itu. Matahari yang menggantung perkasa di atas sana mengundang keluh kesah dari berbagai arah—terutama para siswa baru yang tengah mengikuti MOS, tak terkecuali Tenten.
Kedua lengan Neji disilang di depan dada, iris indahnya berkilat—tampak benar-benar menantang. "Kau dengar apa yang kuperintahkan tadi, hm?" selidik pemuda bersurai panjang itu. Perempuan di hadapannya mendesah berat, sembari mengusap peluh di dahinya dengan punggung tangannya.
"Ya, aku mendengarnya," jawab Tenten lemah, tenaganya telah terkuras setengah karena dipaksa membersihkan halaman sekolah di siang hari seperti ini. Diliriknya sekilas teman-teman seperjuangannya yang lain, yang juga memasang ekspresi kelelahan yang sama dengannya. Tenten merasa sedikit bangga karena daya tahan tubuhnya masih lebih kuat—melihat banyaknya siswi-siswi yang jatuh pingsan.
"APA YANG KAU LIHAT, HAH? AKU DI SINI, ANAK BARU." Neji kembali mengomel, dengan volume suara yang menggelegar—entah sadar atau tidak. Senior yang berada dua tingkat di atas Tenten itu lalu menggeram halus, mengakibatkan rekan-rekan se-angkatannya—yang juga merupakan anggota OSIS—berjengit takut sambil menjaga jarak.
Tenten mencibir dalam diam, bibirnya ia gigit dengan gemas—berusaha menahan kekesalannya. Pandangannya menajam, menghujam manik lavender pemuda yang jauh lebih tinggi darinya itu. "Aku punya nama, Neji-senpai," desisnya pelan, bagai dengungan nyamuk yang sulit tertangkap telinga.
Neji berdecak, map biru di genggamannya menghantam telak pucuk kepala Tenten. Erangan sakit terdengar, bersamaan dengan lengkungan tipis yang terpatri di bibir sang Hyuuga. "Aku tidak peduli itu, Anak Baru," balas Neji santai. Ups, rupanya pendengaran sang Hyuuga tak boleh dipandang remeh.
Tenten mendengus sebal, sendok sampah berbahan plastik di denggamannya seketika penyok dalam sekali cengkram. Jika saja suasana di sini sepi, maka Tenten tak akan ragu untuk membalas perbuatan senior sangarnya itu. Sekali tarikan napas, dan Tenten resmi menukar tatapan sinis Neji dengan sama sinisnya. Rasa sakit hatinya sekarang makin membengkak saja.
"Senpai," panggil Tenten pelan—susah payah menekan emosinya. Bahkan menyebut nama Neji pun ia sudah tak sudi. Bibir ranum itu kini tertarik perlahan, membentuk seulas senyum simpul. "Bisa tolong katakan alasan Senpai memanggilku ke sini?" tanya gadis tomboy itu dengan nada rendah—serendah-rendahnya. Dia akan benar-benar hancur jika berani melawan seniornya itu di sini—Tenten masih cukup waras untuk tidak menambah runyam masalahnya.
Melihat Tenten memasang topeng malaikatnya, Neji pun tak kuasa menahan dirinya untuk tidak menyunggingkan smirk andalannya—akibatnya, beberapa siswi jatuh pingsan, lagi. Oke, sebagian besar siswi-siswi itu pingsan memang dikarenakan smirk sang Hyuuga yang selalu otomatis tercetak setiap kali gadis bercepol dua itu terkena sial—entah itu karena dijahili oleh para senior atau karena kecerobohan Tenten sendiri.
"Kau pasti lelah berjemur di bawah terik matahari seperti ini," tebak Neji jitu. Tenten sedikit terpengarah, mulai berpikir bahwa senpai di depannya ternyata tak sekejam yang ia duga. Dengan antusias, gadis berhelai gelap itu mengangguk—mengharapkan toleransi kecil dari senpai-nya. "Kalau begitu, kau pasti tidak keberatan untuk membersihkan toilet di sekolah ini, bukan? Kujamin tak akan ada setitik sinar matahari pun yang akan menyengat kulitmu." Smirk sang Hyuuga semakin melebar.
Dalam hitungan detik, bahu Tenten langsung mengendur, ternyata dugaannya memang tidak keliru. Hyuuga Neji adalah senpai paling pilih jahat yang pernah ada.
.
Seraya mengangguk-angguk santai, Tenten terus menggosok lantai toilet sekolahnya dengan semangat. Alunan musik semi-rock yang terputar di mp3-nya mempermulus kerja rodinya yang terpaksa ia lakukan atas dasar perintah sang senior. Sesekali iris gadis berkulit sehat itu mengatup, menikmati setiap melodi lagu-lagunya melalui headset yang tertancap di kedua lubang telinganya.
Di bawah sana, tampaklah sekumpulan siswa-siswa baru yang berbaris rapih di pinggir-pinggir koridor—diizinkan beristirahat sejenak. Beberapa siswa terlihat saling mengakrabkan diri dengan berceloteh ringan, beberapa juga tampak asyik menikmati waktu istirahat mereka untuk bersantai sejenak—bersandar pada tembok koridor agar tak terjamah sinar mentari yang menguras peluh itu.
"Neji, kau lihat Tenten?" Lee—pemuda yang selalu mengaku-ngaku sebagai rival sang ketua OSIS—datang, berlari dengan penuh semangat menghampiri Neji yang tengah memberi pengarahan pada anggota OSIS yang lain. Ditatapnya punggung tegap Neji lurus-lurus, menunggu pemuda itu berbalik.
Sedikit menolehkan kepalanya ke samping, Neji pun menjawab dengan nada dingin. "Kuhukum," akunya jujur—sedikit tersenyum puas begitu membayangkan wajah tersiksa Tenten saat ini. Sayangnya, Neji tak tahu apa yang dilakukan Tenten sekarang.
Lee nyaris terjungkal ke belakang, membuat beberapa orang mendecih kesal karena hal itu tak benar-benar terjadi. Pemuda berseragam tenis itu kini menepuk pelan bahu Neji. Matanya membulat—oke, Lee memang sudah terlahir dengan mata seperti itu. "Dia salah apa lagi kali ini, eh?" tanyanya kepo. Bagaimana tidak? Sejak pagi tadi, Tenten sudah diperlakukan 'spesial' oleh Neji. Dan jujur saja, Lee sangat prihatin pada juniornya itu.
Sekali mendengus, Neji pun menjawab pertanyaan Lee dengan ogah-ogahan. "Bukan urusanmu." Dan percakapan berakhir.
.
Telah terlampau satu jam lamanya semenjak para siswa baru diperbolehkan masuk ke dalam kelas untuk menerima materi dari senior-senior mereka, namun Tenten masih belum juga kembali. Lee yang baru saja selesai berganti baju—usai latihan tenis—kembali mengenakan seragam sekolahnya dan ikut ambil bagian dalam proses pemberian materi itu—berhubung Lee juga merupakan anggota OSIS.
Lepas menunaikan tugasnya, Lee pun memohon izin untuk keluar sebentar. Niat awalnya ingin memantau keadaan Tenten di kelas sebelah. Namun begitu melihat sang rival sedang memutar knop pintu toilet perempuan beberapa meter di hadapannya, Lee pun dengan refleks menyetop aksi gila kawannya itu.
"A-apa-apaan kau, Neji?!" pekiknya heboh, sembari menahan pergelangan tangan Neji yang resmi menyentuh knop pintu di depannya. Neji kembali menoleh, dan menatap Lee dengan pandangan angkuhnya.
"Bukan urusanmu," ketusnya lagi, hendak melanjutkan aksi nekadnya.
Entah bagaimana, wajah Lee mendadak merona. Nah, terkutuklah siapapun yang menyaksikan adegan ini. Lee menahan pergelangan tangan Neji dengan wajah merona. Sementara pangeran es itu tengah menggenggam erat pintu toilet wanita di hadapannya dengan wajah tak tahan. Ya Tuhan, tak ada yang bisa berpikir jernih setelah melihat langsung kelakuan mereka kini.
"K-kau mau mengintip? Gila! Sadarlah Ne—"
"Te-tentu saja tidak, Bodoh!" Ini entah Neji yang terlalu polos atau memang dia terlalu jenius. Sampai-sampai hal sesederhana ini saja tak ia perkirakan. Masuk ke toilet wanita artinya pelecehan seksual. Dan pemuda itu baru sadar sekarang?
Bagai tergigit ikan piranha, Neji langsung menarik kembali tangannya dengan sekali gerakan. Irisnya membulat, wajahnya juga ikut merona seperti Lee. Sedikit menenangkan diri, Hyuuga Neji akhirnya berhasil pulih dari ke-OOC-annya. Air mukanya kembali tenang meski agak sedikit pucat—mengingat ia tadi sempat melakukan kontak fisik selama beberapa detik dengan Lee.
"Aku hanya ingin mencari Anak Baru itu," jelasnya datar. Kening Lee mengerut, nyaris menyulap alis tebalnya terlihat menyatu. Bibirnya terbuka, ingin menginterupsi namun bergegas dipotong oleh Neji. "Aku memberinya hukuman untuk membersihkan toilet."
"Aaaa~" Gumaman absurd Lee mengudara, membuat Neji ingin segera menyingkir dari sana. Namun, baru sekali melangkah, sepatah kalimat yang tiba-tiba keluar dari mulut Lee seakan menahannya—bagai ada jutaan paku yang menancap di telapak kakinya.
"Tak perlu mengkhawatirkannya, Neji. Sebentar lagi Tenten pasti akan kembali."
Dan langkah rakasasa pemuda tampan itu tak dapat terelakkan lagi. Khawatir? Cih, mana mungkin, bantah Neji dalam hati.
.
Hari semakin siang. Gumpalan awan-awan putih bergantung rendah di langit—berubah fungsi menjadi payung langit yang menaungi semua makhluk hidup di bawahnya. Tenten mendengus kesal, menatap iri anak-anak club football yang kini sedang menjalani pemanasan di lapangan bawah. Mengapa cuaca tidak semendung ini tadi? pikirnya sebal.
Sekilas, Tenten kembali melirik senpai-senpai-nya yang masih sibuk berceloteh ini-itu di depan kelas. Wajah gadis itu tertekuk, makin kesal pada senpai berambut merah muda yang kini tengah meliriknya dengan sinis. Sesaat yang lalu, Haruno Sakura—senpai berhelai pink itu—menyita paksa mp3 Tenten, akibat ulah Tenten yang kedapatan mendengarkan lagu sementara para senpai-nya sedang sibuk menerangkan sesuatu—entah apa—pada seisi kelas. Kesal, tentu saja. Padahal itu adalah benda kesayangan Tenten—setelah semua peralatan olah raganya, tentu.
Di kursi guru, Sakura mengangkat sebelah kakinya—sit like a boss. Iris emerald-nya mengerling Ino sejenak, memberi kode agar sahabat baiknya itu sedikit menghebohkan suasana.
"Oke, karena sudah tak ada lagi yang perlu kami jelaskan. Bagaimana jika kita bermain sejenak?" seru Ino girang, dengan pandangan menantang ke berbagai penjuru. Sorakan tak setuju terdengar dari arah penonton.
Dipengaruhi rasa penasaran, Sakura pun mengutak-atik mp3 milik salah satu adik kelasnya yang baru saja ia sita itu. Ditelusurinya setiap playlist yang ada, kurang menikmati lagu-lagu koleksi Tenten yang jauh dari kata jazz—musik kesukaan Sakura. Agak jijik dengan selera adik kelasnya—yang menurutnya sangat aneh—itu, Sakura pun berkeinginan untuk mengembalikan mp3 itu sesegera mungkin. Malas menyimpannya terlalu lama.
Belum sempat menyimpan kembali mp3 Tenten di saku seragamnya, teriakan heboh murid-murid baru di kelas itu langsung mencuri perhatian Sakura penuh-penuh. Gadis berhelai merah muda itu spontan melempar tatapan herannya pada biang kerok yang kini sedang berdiri kaku di depan kelas. Seorang gadis manis bercepol dua. Sakura memutar bola matanya dengan bosan—entah ini sudah yang keberapa kalinya Tenten dikerjai oleh rekan-rekannya.
Sementara Tenten, ia hanya bisa menunduk menahan rasa kesal dan malu yang menghinggapinya kini. Dia dipaksa menyanyi, di depan kelas—di hari pertama SMA-nya. Oke, kedengarannya dia memang benar-benar sial hari ini. Lepas memantapkan hatinya, Tenten pun tersenyum tipis pada senpai berambut pirang yang menunjuknya tadi. "Mau lagu apa, Ino-senpai?" tanyanya pelan, nyaris berbisik.
Ino tersenyum menang, tak sia-sia ia menunjuk anak perempuan tomboy itu—dia cukup punya nyali, rupanya. Tanpa menunggu lebih lama lagi, Ino langsung menyebut judul lagu yang dikehendakinya. "Trouble is My Friend." Senyum kemenangannya masih terpeta, sukses mengundang riuh tawa dari adik-adik kelasnya sedetik kemudian.
Tenten menelan saliva-nya dengan susah payah, tenggorokannya mendadak terasa kering. Hei, semua orang juga tahu, Ino sengaja memilih lagu itu untuk mengejek Tenten, mengusiknya sebab hari ini ia telah menjadi sorotan seluruh anggota OSIS. Tenten lah anak paling menonjol di angkatannya. Wajar, sebab di hari pertama MOS-nya ini, dia sudah berhasil menarik perhatian sang Hyuuga—ketua OSIS yang terkenal dingin dan cuek. Itu sungguh prestasi langka.
"Tunggu apa lagi, hm?" desak Ino, tak tahan melihat Tenten berdiri berlama-lama di sampingnya.
Sakura yang ikut larut dalam suasana menegangkan—bagi Tenten—itu akhirnya angkat suara. "Bernyanyilah, setelah itu kukembalikan mp3-mu," tawarnya manis.
Sedetik kemudian, manik Tenten langsung berkilat penuh ketertarikan. Gadis bercepol itu mengangguk antusias, lalu membuka mulut dan mulai bernyanyi.
Detik seakan melambat, mengalir berirama sesuai tempo musik yang dinyanyikan Tenten. Lagu Trouble is My Friend yang dipopulerkan oleh Lenka mengalun merdu di telinga mereka. Err, suara Tenten tak bisa dikategorikan 'mengesankan' sebetulnya, tapi tidak buruk sama sekali. Ya, enak didengar lah~
Begitu Tenten menyudahi nyanyiannya—dengan hanya mengulang bagian reff-nya sekali—riuh tepuk tangan dari murid-murid baru langsung menyambutnya hangat. Bahkan ada yang berdecak kagum akibat aksi berani dan percaya diri Tenten tadi. Sang penyanyi dadakan pun langsung cengar-cengir gugup, agaknya tak menyadari bahwa suaranya tadi terdengar begitu lantang dan jernih. Jujur saja, Tenten melakukan semuanya demi mp3 miliknya, jangan menganggap remeh gadis mungil itu jika dia telah bertekad.
Begitu Ino hendak buka suara untuk mempersilahkan Tenten duduk, Sakura langsung bangkit dari bangkunya. Dia menggaet tangan Tenten dan tersenyum jahil menatap junior perempuannya itu. "Ikut aku, seluruh kelas harus tahu bahwa aku punya seorang junior hebat di sini," ucapnya penuh rasa bangga, dengan lagak sedikit memaksa. Melihat gelagat Tenten yang hendak menyangga, Sakura pun senantiasa memotong ucapan yang bahkan belum sempat keluar dari mulut Tenten. "Setelah ini aku berjanji akan mengembalikan mp3-mu," iming-imingnya lagi, sembari tersenyum lebar dan menarik paksa lengan Tenten keluar kelas.
.
"Baiklah, ini yang terakhir," putus Sakura, begitu mereka—ia dan Tenten—tiba di depan pintu kayu coklat yang tertutup rapat itu. Kelas terakhir yang mesti dikunjungi Tenten jika ingin menyelamatkan mp3 malangnya. Menyanyikan lagu yang sama sebanyak empat kali sudah cukup ampuh membuat gadis manis itu mual. Dan sekarang, dia harus menyanyi sekali lagi. Oke, tak ada pilihan lain.
Sakura membuka pintu kelas di hadapannya dengan semangat. Dan tatapan tak suka dari sang ketua OSIS sukses membuat Tenten berjengit kaget. Ia pikir mereka telah salah pilih kelas.
"Neji, kau harus dengar suara emas juniorku ini," seru Sakura cepat di mulut pintu. Dalam hati, Tenten berharap Neji bergegas menggeleng dan mengusir mereka berdua pergi dari sana. Sungguh, Tenten tak ingin bernyanyi di—
"Buktikan."
—depan senior menyebalkannya itu.
Sakura melangkah dengan semangat, masih sambil mengamit lengan Tenten. Mereka berdua langsung menarik perhatian seluruh penjuru kelas—tak terkecuali sang Hyuuga. Dalam diam, manik lavender itu mengunci tatapannya rapat-rapat pada gadis bercepol yang memunggunginya kini.
"Perkenalkan, namaku Tenten. Dari ke—"
"Tunggu," potong Neji cepat. Tatapannya langsung menghujam Sakura yang tersenyum polos di dekat pintu. "Kau belum memberikannya nama julukan?" selidiknya tenang.
Sakura terbengong sesaat, ia lupa—sungguh. Akibat terlalu semangat menggotong Tenten berkeliling sejak tadi, ia sampai lupa pada perintah sang ketua OSIS itu. Meski Sakura yakin, Ino sudah menjalankan perintah itu sekarang—mengingat ia telah berada cukup lama di luar kelas Tenten. Dengan sedikit canggung, Sakura mengangguk penuh arti. Di ujung sana, Neji mendesah pelan. Ia menatap punggung Tenten sebentar.
"Pandaman."
"Apa?" Tenten menoleh, menatap Neji yang—sepertinya—sedang berbicara padanya tadi. Sepasang iris gelapnya berkedip dua kali, merespon ucapan kalem Hyuuga muda itu.
Malas ditatap dengan begitu intens oleh Tenten, Neji pun mengulang kembali ucapannya—padahal dia paling enggan melakukan hal yang sama berulang kali. "Namamu, Pandaman," jelasnya singkat.
Tanpa sadar, rahang Tenten merosot turun dengan sendirinya—ia benar-benar terlihat dongkol sekarang. Sebelum bagian-bagian tubuh Tenten yang lain ikut merosot seperti rahangnya, Neji bergegas mengalihkan perhatian. "Cepat nyanyi," perintahnya santai. Tenten tersadar, buru-buru ia mengatup kembali rahangnya ke tempat semula. Kepalanya menoleh, melempar senyum canggung ke arah teman-teman barunya di depan sana. "Pandaman." Neji memanggil, Tenten menoleh malas.
Pemuda keturunan bangsawan itu menarik senyum satu sudutnya—menyeringai seksi. Seluruh siswa perempuan—terkecuali Tenten dan Sakura—langsung menyeka hidung mereka dengan kertas terdekat, berjaga-jaga jika saja mereka mimisan. "Berdiri di tengah-tengah," perintah sang Hyuuga. Tenten menurut, ia langsung memposisikan dirinya di tengah-tengah kelas. Hendak membuka mulutnya kembali, "Pandaman," Tenten terpaksa menekuk wajahnya sebal, Neji masih juga memotong tindakannya. "Sedikit ke kanan," komentar Neji tajam. Tenten bergeser ke kanan tanpa protes. "Ke depan selangkah." Tenten masih menurut patuh. "Kiri." Kali ini, Tenten harus menghela napas berat dulu sebelum menunaikan perintah senior menyebalkannya. "Oke, sekarang mundur." Dan sungguh, demi seluruh panda-panda di dunia, terkutuklah kau Hyuuga!
Murid-murid baru berdesas-desus kecil, menertawai Tenten yang sempat-sempatnya dijahili oleh senior mereka di depan umum. Sekarang, Tenten benar-benar merasa bodoh. Ia bahkan tak juga buka suara meski Neji telah membungkam mulutnya semenit lamanya.
"Pandaman, mau ini atau tidak?" ancam Sakura di mulut pintu, sembari mengacungkan mp3 milik Tenten ke udara. Tenten mendengus malas sebelum mulai bernyanyi—lagi.
.
Suara riuh tepuk tangan menyambut Tenten untuk yang kesekian kalinya. Meski sejak ia mulai bernyanyi, ada beberapa siswa yang berbisik-bisik ria entah apa di bangku mereka, tapi bisa dibilang hukuman—jika tak ingin disebut show—nya kali ini berjalan lancar. Sekarang, ia tinggal menagih janji manis senior beriris emerald-nya tadi.
"Bagaimana, Neji?" tanya Sakura penasaran, menunggu komentar sang ketua sebelum ia mengayun langkah meninggalkan kelas asuhan Neji itu.
"Hn." Dan sekarang, Hyuuga Neji persis menyebalkannya dengan pemuda berambut raven itu—menurut Sakura.
Sakura menggeleng pelan, berdecak sebal, lalu melangkah berbalik ke luar pintu—hendak meninggalkan Neji sejauh mungkin.
"Tunggu, Sakura. Bisa kita bicara sebentar?" Menunggu sesaat, Sakura pun mengangguk dan berjalan mengikuti langkah Neji—meninggalkan sejenak Tenten yang sejak tadi mengekor bagaikan anak itik patuh di belakangnya.
Tenten menunggu. Satu menit. Sepuluh menit. Setengah jam. Dan bahkan, ini sudah terlampau lama dalam kamus Tenten—jika ia masih harus menghitung berapa lama Sakura meninggalkannya di sana. Tak lama kemudian, bel pulang berdering nyaring. Tenten melenguh, menumpahkan kekesalannya dengan sekali sentak. Ia beranjak dari koridor tersebut menuju kelasnya semula.
"Tenten," suara seorang laki-laki—yang Tenten hapal di luar kepala—sukses menahan langkah Tenten. Gadis itu tersenyum manis, lalu berbalik dengan perlahan. "Mau pulang bareng?" Dan lagi, Tenten tak dapat menahan senyum lebarnya.
"Arigatou, Lee-senpai," ujarnya tulus, seraya mengangguk dan mulai berjalan beriringan bersama Lee menuju kelas barunya.
Tepat lima belas meter di belakang sana, seorang pemuda tampan baru saja muncul dari balik tingkungan koridor. Ia menatap punggung kedua sejoli yang berlalu tadi dengan satu alis yang menukik naik. Tangan kananya mengepal, masuk kembali ke saku celananya sebelum ia mengayun langkah ringan menuju kelas asuhnya.
.
.
.
TBC
Author's line:
Daaaaaan, akhirnya kesampeaaan XP *jingkrak-jingkrak* dari dulu pengen buat MC dengan pair NejiTen :3 #ditendang
Yosh, sejauh ini gimana, Meong? Aneh ya? Pasaran ya ceritanya? T^T maaaaaaf~ *ojigi* jangan ragu buat ngomong kalo kamu gapuas X'P Dan maaaf banget baru bisa penuhin request-anmu sekarang, hehe *nyengir* gomeeen~ *terjang Meong* XD
Gimana humornya? kerasa nggak? atau ini gapantas masuk genre humor? :'3
Ahya, banyak hal yang belum terungkap, pasti pada penasaran, kenapa Neji benci banget sama Tenten? kaaan? :p tapi gabakal kukasih tau XP tunggu aja, kalo memang penasaran, pasti rela dong ngikutin sampai tamat? XP #menghasut
Fic ini gajanji apdet cepet, mengingat utang-utangku yang lain (termasuk fic MC) masih banyak, hehe XP tapi sengaja kupub karna gaada gairah ngetik chapter kedua T^T berikan saya dorongan, biar bisa cepet-cepet apdeeet :') #ngenes
Yang mau apdetan BC (maaf judulnya alay :p) mana goyangannyaaaaah? #salahwoi
Arigatou :)
