GIMME THE LIGHT
Title : Gimme The Light
Length : Chapter 1/?
Pairing : Woogyu
Genre : Angst, drama, romance
Note :
Huahahaha burakakakak baru pernah nie update ff Woogyu di sini… happy Reading^^…
Di sini, pertama kali aku melihatnya. Di sini pertama kali aku jatuh hati padanya. Di sini aku pertama kali melupakan semua kesedihan dan kehilangan yang aku alami. Aku tak percaya, hanya dengan melihatnya aku sadar bahwa aku bukanlah satu-satunya orang yang paling menderita di dunia ini. Dengan melihatnya aku merasa bersyukur bahwa aku masih diberi kemudahan dan keberkahan dalam hidup.
Tapi di sini lah, aku harus menangis lagi. Di sini lah aku harus menyadari bahwa semua adalah salahku dan aku harus bertanggung jawab atas yang terjadi padanya. Di sinilah aku tertunduk dan menatap dengan lemah menyadari bahwa akulah yang telah bersalah dan mengubah nasibnya menjadi begitu menderita.
-davidrd-
Anak-anak kecil berlarian di tengah taman kota yang kebetulan sedang sangat ramai. Maklum saja ini hari libur, tentu banyak orang tua yang mengajak anak mereka kemari untuk sekadar berlibur dan refreshing, menghindari asap polusi dan bisingnya hiruk pikuk dan ramainya lalu lalang di kota. Aku hanya menatap hampa pada beberapa anak yang berkejaran di beberapa sudut taman. Ayah atau ibu mereka sibuk berteriak-teriak mengingatkan mereka agar berhati-hati. Ada juga seorang ayah yang sedang mengajari anaknya cara mengendarai sepeda. Di beberapa tempat anak-anak sibuk menikmati makanan yang dibuatkan oleh ibu mereka dan dengan riangnya tertawa membuatku iri.
Aku terus berjalan tak tentu arah. Pertama, aku benar-benar tidak tahu kenapa aku bisa sampai di tempat ini. Yang aku tahu, setelah bangun tidur dari keadaan yang sangat tidak nyaman, kakiku mengantarkanku ke tempat ini. Kumasukkan kedua tanganku ke saku celana dan kembali melangkah menuju salah satu bangku yang ada di bawah pohon sakura. Kudengar sekilas ada seorang pria sedang berteriak kecil memanggil seseorang, mungkin anaknya.
"Sungjong-ah, Jongie neo eodiya?" suara itu semakin mendekat ke arahku dan aku tersadar ketika asal suara itu adalah seorang pria yang menabrak tubuhku mengakibatkan aku terjatuh. Aku yang notabene cepat marah segera berdiri dan mencengkeram erat kerah baju pria di hadapanku yang kebetulan memegang sebuah es krim yang isinya sudah tumpah ke kemejaku.
"FUCK YOU! KALAU JALAN PAKE MATA! APA KAU TIDAK MELIHAT ORANG SEBESAR INI SEDANG BERJALAN? GEEZZ KAU BUTA ATAU APA?" pria itu tersentak oleh teriakanku yang juga membuat beberapa orang yang ada di sekitar segera menatap ke arah kami berdua. Beberapa orang tua mencoba menutupi telinga anak mereka supaya tidak mendengar kata-kata umpatan yang tidak pantas mereka dengar.
"Mi..mian..mianhae tuan," pria itu berusaha meraba lenganku yang masih sibuk mengkeram kerahnya. Tangannya bergetar dan raut mukanya menunjukkan ketakutan,"SEKARANG BAJUKU KOTOR KARENA ULAHMU, AISH SEHARUSNYA AKU TIDAK PERGI KE TEMPAT INI. KENAPA AKU HARUS BERTEMU DENGAN ORANG MENYEBALKAN SEPERTI INI DI HARI LIBUR," kusentakkan tubuhnya ke tanah dan seolah kehilangan keseimbangan, pria itu terjatuh tersungkur di tanah. Kuakui, aku memang pemarah, hal itulah yang membuat banyak bawahanku merasa takut padaku. Selain pemarah, aku benar-benar kasar dan suka akan kekerasan, itulah sebabnya pacarku meninggalkanku.
"Mi..mian..mianhae," pria itu terus berujar demikian seraya tangannya meraba di tanah mencoba mencari sepatuku atau lebih tepatnya mencari tahu dimana aku berdiri.
Aku yang merasa terganggu dan jijik melihat tingkahnya segera berujar,"AISH KAU BUTA ATAU APA?" kusepak tanah yang ada di dekat kakiku ke arahnya kemudian aku berjalan menjauh dari pria itu. Aku berusaha menghilangkan bekas noda es krim yang ada di kemejaku sambil terus berjalan tak memedulikan pandangan orang-orang yang sinis padaku atau bahkan mungkin membenciku karena sikapku yang seperti itu.
PLAK
"Ouch," kupegang kepalaku yang baru saja dilempar ranting pohon oleh seorang anak kecil yang sekarang berdiri dengan gagah sambil berkacak pinggang di hadapanku.
"AHJUSSI, KAU ORANG JAHAT!" dia berteriak.
"Mwo? Apa salahku?" aku berusaha memahami apa yang ia katakan.
"Ahjussi tidak punya perasaan," dia menunjukkan jari telunjuknya ke arahku.
"Wae?"
Dia berusaha melemparkan ranting pohon lain ke wajahku, tapi aku dengan cekatan menangkapnya. Aku mendekati anak kecil itu dan berjongkok di hadapannya sambil menunjukkan wajah yang agak galak. Ehm, walaupun aku sering hilang kesabaran pada semua orang, tapi satu yang aku tak bisa adalah marah kepada anak kecil. Aku tidak akan pernah bisa marah kepada anak kecil atau bertindak kasar pada mereka.
"Apa salah ahjussi sehingga kau melempar ranting ini ke kepala ahjussi tadi?" kedua tanganku memegang pundak pria kecil di hadapanku.
"Ahjussi orang jahat. Ahjussi sudah membuat uncle Sunggyu sedih," dia berbicara dengan lantangnya.
"Uncle.. Sung..Gyu?"
"Iya. Ahjussi sudah membuat uncle bersedih."
"Wae? Aku tak kenal uncle Sung… atau siapa itu, jadi bagaimana bisa ahjussi membuatnya bersedih."
"Ahjussi sudah mengatakan kalau uncle Sunggyu buta. Semua orang di sini tahu kalau uncle Sunggyu memang tidak bisa melihat, tapi bisakah ahjussi tidak memarahinya hanya karena uncle menabrakmu?"
Jadi, yang dimaksud dengan uncle Sunggyu oleh anak ini adalah pria yang menabrakku tadi. Oh, tunggu, jadi pria itu benar-benar buta? Aish, apa yang sudah kulakukan? Dia pasti sangat marah saat aku mengata-ngatainya tadi.
"Komaya, siapa namamu?"
"Sungjong, Mun Sungjong ahjussi."
"Sungjong-ah, ahjussi tidak memarahi uncle mu. Ahjussi hanya meminta agar uncle mu itu lebih berhati-hati saat berjalan. Itu saja," aish di sinilah aku, berusaha membela diri di depan anak kecil. Betapa payahnya aku.
"Aniya, aku melihat sendiri ahjussi marah kepada uncle Sunggyu dan mengata-ngatai kalau uncle Sunggyu itu buta. Kata ayahku, kita tidak boleh menyebutkan kekurangan fisik orang dengan cara kasar seperti yang ahjussi lakukan. Ahjussi harus minta maaf!"
"Mwo? Aigoo, Sungjong-ah ahjussi sedang ada kepentingan lain," aku berusaha menghindar agar tidak bertemu dengan pria buta tadi atau uncle Sunggyu seperti yang dikatakan oleh Sungjong.
"Ahjussi pengecut. Masa menemui uncle Sunggyu saja tidak berani. Walaupun badan ahjussi sangat besar seperti raksasa, tapi meminta maaf saja tidak berani. Huh ahjussi payah. Ahjussi adalah orang kejam dan payah yang pernah kutemui," Sungjong membalikkan tubuhnya dan hendak berjalan menjauh dariku.
Tanpa sadar aku mencegahnya,"Sungjong-ah jankanman! Ahjussi akan meminta maaf." Oh God apa yang telah kulakukan? Inikah Nam Woohyun yang semua orang kenal? Bagaimana bisa aku menyetujui untuk meminta maaf pada orang yang sama sekali tidak aku kenal. Dan yang lebih penting lagi, orang yang telah merusak kemejaku.
"Bagus kalau begitu. Ayo ikut aku ahjussi," tangan kecil itu menarik tanganku ke arah pria tadi yang sekarang sedang terduduk di tanah sambil berusaha membersihkan dirinya dari tanah yang menempel di bajunya walaupun ia tidak bisa melihatnya.
Sungjong melepaskan genggaman tangannya dari tanganku dan berjongkok di dekat pria yang adalah uncle-nya itu sambil berkata,"Uncle, jangan bersedih. Sungjong sudah menangkap orang jahat yang membuat uncle sedih. Sekarang uncle ayo berdiri," tangan kecil itu terulur dan membantu pria malang itu berdiri.
"Sungjong-ah, kemana saja kau? Uncle sangat khawatir. Uncle takut kalau terjadi hal-hal buruk padamu."
"Mianhae uncle, tadi Sungjong pergi mengejar kupu-kupu. Oh ya, Sungjong membawa orang jahat yang sudah membuat uncle bersedih."
Aku hanya bisa menunduk pasrah. Di sinilah aku dipanggil dengan sebutan orang jahat oleh seorang anak kecil.
"Orang jahat? Siapa Sungjong-ah? Tidak ada orang jahat di dunia ini Sungjong," pria itu mencoba memberikan penjelasan pada Sungjong yang terus saja menggelengkan kepalanya tanda tidak setuju.
"Ahjussi ini orang jahat uncle. Dia sudah mengatakan hal yang buruk pada uncle, jadi dia harus minta maaf pada uncle. Ayo ahjussi, minta maaf sekarang."
"Ehem, sorry," ucapku singkat, namun aku mendapat tatapan sengit dari Sungjong. Anak kecil itu seolah mengatakan padaku bahwa pernyataan maafku tidak diterima olehnya.
"Mi..mianhae Sunggyu-ssi," ucapku untuk kedua kalinya.
Sungjong berjalan ke arahku dan menarik tangan kananku sehingga terulur ke arah Sunggyu yang masih tidak mengerti apa-apa. Anak kecil itu membuatku dan Sunggyu bersalaman, kemudian dia menatapku,"Ahjussi, katakan kenapa ahjussi meminta maaf."
"Aish, baiklah Sungjong. Sunggyu-ssi mianhae karena telah berbicara kasar padamu. Tidak seharusnya aku berkata kasar padamu terutama di tempat umum seperti ini. Maaf sekali lagi," aku mengeratkan salamanku seolah memberikan tanda padanya bahwa aku benar-benar menyesal.
Pria Sunggyu itu sedikit merona mendengar permintaan maafku, dia menunduk dan berkata,"Gwaenchana…."
"Nam Woohyun," aku menjawab.
"Ah, gwaenchana Woohyun-ssi. Aku yang salah."
"Wah, ada darah!" Sungjong berteriak membuat aku dan Sunggyu langsung panik.
"Mana Sungjong?"
"Lengan uncle Sunggyu berdarah," dia menunjukkan darah yang keluar dari luka gores di lengan Sunggyu. Itu pasti luka saat ia terjatuh tadi.
Itulah, pertama kali aku mengenalnya. Itulah pertama kali aku menyadari bahwa sikapku selama ini tidak disukai oleh banyak orang, seorang anak kecil lah yang telah membuka mataku yang tertutup rapat selama ini.
-davidrd-
Sejak hari itu, aku tahu bahwa Sunggyu adalah seorang pria baik hati yang selalu tersenyum kepada siapapun walaupun ia tidak tahu apakah orang yang ia senyumi itu memberikan senyuman balik untuknya atau tidak. Ia adalah pria yang jarang sekali marah dan sangat rendah hati. Ketika orang menyalahkan dia akan suatu perbuatan, dia adalah orang pertama yang akan meminta maaf walaupun bukan dia yang berbuat salah.
Hari ini, tepat seminggu aku mengenal pria bernama Kim Sunggyu itu. Dan hari ini juga aku kembali berjalan di taman yang sama dengan minggu lalu dan senyumku terkembang ketika kulihat orang yang sangat ingin kutemui ada di sana. Aku tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi padaku. Aku sangat sukar bergaul apalagi dengan seseorang yang bukan tipeku, tapi di sinilah aku sekarang berjalan dengan santai dan bahagia menuju arah seorang pria yang sibuk menceritakan sesuatu kepada keponakan kecilnya.
"Jadi, ketika si suami istri dari keluarga kaya yang kikir itu berusaha mendapatkan kekayaan seperti yang diperoleh keluarga si miskin, mereka justru mendapatkan petaka Sungjong-ah."
"Uh, uncle Woohyun!" Sungjong yang mengerti akan kehadiranku berseru seketika membuat Sunggyu menolehkan pandangannya ke arah lain, walaupun ia tidak tahu dimana aku berada.
Aku melambaikan tanganku dan tersenyum pada mereka berdua,"Sungjong-ah, annyeong!"
"Annyeong uncle," dia berlari memeluk kakiku, maklum saja aku terlalu tinggi untuknya yang baru saja berumur empat tahun.
"Sunggyu-ssi, apa kabar?" aku menggendong Sungjong dan duduk di samping Sunggyu yang sekarang ikut tersenyum.
"Kabar baik Woohyun-ssi."
"Uncle, kenapa uncle kemari?" Sungjong bertanya padaku.
"Hm? Wae? Apa uncle tidak boleh datang kemari?" aku menunjukkan muka memelasku pada Sungjong yang langsung tersenyum,"Ani, tentu saja uncle boleh datang kemari. Sungjong senang sekali uncle datang kemari, jadi Sungjong dan uncle Sunggyu punya teman bermain," aku begitu gemas mendengar jawaban lugu dari anak kecil di gendonganku itu, sehingga membuatku mencubit pipinya yang sedikit tembem.
"Hahaha ngomong-ngomong apa yang sedang kalian lakukan di sini?" aku menoleh ke arah Sunggyu yang tentu saja tidak bisa mengetahui posisi wajahku secara tepat.
"Uncle Sunggyu sedang menceritakan kisah Nolbu dan Hongbu uncle."
"Benarkah? Apakah ceritanya sudah selesai?"
"Aigoo, uncle sudah terlambat. Ceritanya baru saja selesai waktu uncle datang," Sungjong menggembungkan pipinya membuatku kembali mencubitnya.
"Ya sudahlah kalau memang sudah selesai. Ehem, sekarang bagaimana kalau kita membeli es krim? Uncle yang akan membelikannya? Eotte?" kupandang pria kecil di hadapanku itu.
"Es krim? Jincha?" mata bulat Sungjong berbinar ketika mendengar kata es krim keluar dari mulutku.
"Jincha. Sungjong mau yang rasa apa akan uncle belikan. Kau juga Sunggyu-ssi," aku mengalihkan pandangaku pada Sunggyu yang sibuk memilin-milin tepi sweater yang dipakainya.
"Sungjong ingin es krim coklat yang beeeesar uncle," kedua tangan Sungjong terkembang menggambarkan betapa besarnya es krim yang ingin ia beli.
"Geurae, ayo kita beli sekarang!" aku berdiri, masih tetap menggendong Sungjong.
"Sungjong-ah, jangan minta yang macam-macam pada uncle! Nanti kalau ayahmu marah bagaimana?" Sunggyu berusaha berdiri dan menggapai lengan kecil Sungjong.
"Sunggyu-ssi, aku hanya membelikan Sungjong es krim dan tidak membelikannya mobil. Tidak ada salahnya kan?" tangan kananku mencoba melepaskan tangan Sunggyu yang memegangi lengan Sungjong.
"Tapi Woohyun-ssi."
"Tenanglah, sebaiknya kau duduk di sini dan tunggu sampai kami kembali. Kami tidak akan lama," aku menepuk pundaknya pelan seolah memberikan isyarat bahwa semuanya akan baik-baik saja dan agar ia berhenti untuk khawatir.
"Ba..baik..baiklah Woohyun-ssi," dia menganggukkan kepalanya menyetujui usulanku barusan.
"Uncle Sunggyu, kami akan segera kembali," ucap Sungjong yang begitu riang.
"Nde."
-davidrd-
Kami membeli tiga es krim coklat –rasa favorit Sungjong-. Satu es krim dengan ukuran besar dan dua dengan ukuran sedang. Lengan kiriku masih menopang tubuh mungil Sungjong yang sekarang tengah asyik-asyiknya menjilati es krim yang barusan kami beli. Kulihat Sunggyu sedang menggumamkan sesuatu sambil tubuhnya bergoyang mengikuti irama. Kabel earphone terjulur dari kedua telinganya dan mengarah pada sebuah i-pod. Dia pasti sedang mendengarkan lagu sembari menunggu kami kembali.
Aku kembali tersenyum melihat tingkah Sunggyu yang menurutku sangat imut. Aku belum pernah merasa seperti ini sebelumnnya. Benar, umurku memang sudah dua puluh empat tahun dan aku sudah sering bergonta-ganti pacar, namun aku belum pernah merasa begitu kasmaran seperti saat ini.
Aku duduk di samping Sunggyu dan menepuk pelan pundaknya untuk memberikan tanda bahwa aku sudah kembali. Dia segera melepaskan earphone yang ia kenakan dan meletakkannya di bangku taman. Dengan sedikit gugup ia menatapku dan memberikan senyuman yang tidak bisa kulupakan selama seminggu ini.
"Your ice cream Sunggyu-ssi," aku mengulurkan es krim yang kuambil dari kantong plastik.
"Kamsahamnida Woohyun-ssi," dia menerima pemberianku itu dan menganggukkan kepalanya.
"Hanya es krim. Ehm, Sunggyu-ssi, boleh aku bertanya sesuatu," aku menatap Sunggyu yang sedang asyik membuka bungkus es krimnya. Dia mendongakkan kepalanya seolah penasaran mengenai apa yang akan kutanyakan.
"Oh, tentu saja Woohyun-ssi."
"Apa hubunganmu dengan Sungjong?" aku menatap Sungjong yang berlari-lari kecil bersama beberapa anak kecil lainnya di tengah taman.
"Sungjong? Dia anak dokter yang merawatku Woohyun-ssi. Ada apa?"
"Ani, aku kira dia keponakanmu."
"Semua orang mengira begitu. Tapi, sebenarnya bukan. Ibu Sungjong sudah meninggal dunia dan ayahnya sangat sibuk sehingga tidak mempunyai banyak waktu untuk mengurus Sungjong. Sedangkan aku, setelah aku kehilangan penglihatan aku merasa bosan berada di rumah sakit terus menerus, jadi aku pikir tak ada salahnya mengajak Sungjong keluar jalan-jalan," dia bercerita sambil menarik-narik tepi lengan sweaternya.
Betapa mulianya hati pria ini. Ada orang yang sangat baik hati di dunia ini, tapi kenapa dia diberi kekurangan yang sangat ini. Tuhan memberikannya cobaan yang sangat berat. Pria yang tampan dan baik hati ini pasti hidupnya akan lebih bahagia jika dia tidak buta seperti ini.
"Uhm, Woohyun-ssi, berapa umurmu sekarang?"
"Hah umurku?"
"Ne."
"Aku dua puluh empat tahun. Wae?"
"Ah, kau lebih muda dariku."
"Jadi haruskah aku memanggilmu Hyung?" tanpa sadar aku mengucapkan kalimat itu membuat wajah Sunggyu langsung merona.
"Kalau kau mau Woohyun-ssi."
"Baiklah Hyung," aku kembali tersenyum.
-davidrd-
Tanpa terasa waktu berjalan dengan cepat, dan sebelum sempat menyadari hal itu tiba-tiba saja langit berubah menjadi gelap. Aku mendongak menatap langit dan merasa bahwa hujan yang turun akan deras sehingga aku langsung menarik lengan Sunggyu yang langsung kebingungan karena tidak tahu apa yang terjadi. Lenganku satunya membopong tubuh mungil Sungjong.
"Woohyun-ssi, waegurae?"
"Sepertinya akan hujan besar Sunggyu-ah," aku berkata masih sambil menarik tubuh Sunggyu.
"Uncle, kita berteduh di bawah sana saja!" Sungjong menunjukkan sebuah shelter di bawah pohon besar yang biasanya digunakan oleh orang-orang untuk berteduh.
"Ide bagus," kami berteduh di bawah shelter itu dan ketika kami baru saja sampai, hujan turun dengan derasnya.
Titik-titik air membasahi bumi dan membuat semua orang yang ada di taman melarikan diri. Beberapa orang tua cepat-cepat membawa anaknya ke dalam mobil dan pergi dari taman kembali ke rumah. Bodohnya aku karena memarkir mobil terlalu jauh sehingga aku tidak bisa berteduh di mobil. Shelter yang kami gunakan untuk bernaung juga tidaklah terlalu besar sehingga membuat aku dan Sunggyu harus duduk berhimpitan. Beruntung saja Sungjong masih kecil sehingga dia masih bisa kugendong dan hal itu jelas lebih menghemat tempat.
Suasana hening dan yang terdengar hanyalah derasnya air hujan yang terus turun bertubi-tubi. Sungjong yang biasanya cerewet membicarakan banyak hal sekarang tertidur dengan pulas di pangkuanku. Sebelumnya Sunggyu sudah menawarkan untuk bergantian menggendong Sungjong, tetapi aku menolaknya. Aku tidak mau dia kelelahan. Lagipula aku sangat ingin menggendong seorang anak. Ya, aku sangat menginginkan seorang anak. Satu tahun yang lalu, impianku itu hampir terwujud tetapi setelah sebuah kejadian naas impianku jadi kandas.
Flashback
Aku berjalan dengan riang menuju apartemen yang sudah kutinggali selama lima tahun bersama kekasihku, Hyomin. Kedua tanganku penuh dengan hadiah yang baru saja kubeli di supermarket. Aku tersenyum sendiri membayangkan hadiahku ini akan segera dipakai dan aku bisa membayangkan bagaimana bayiku akan terlihat sangat lucu jika mengenakan aksesoris bayi ini. Ya, kekasihku sedang mengandung tiga bulan. Aku sangat senang mendengar berita kehamilannya sehingga aku sudah mempersiapkan segala perlengkapan bayi mulai saat ini. Kami berdua memang belum menikah, tetapi aku berniat menikahinya setelah anak kami lahir ke dunia.
"Jagiya, aku membawa hadiah untukmu," aku berteriak menandakan kedatanganku.
Tidak ada sahutan dan aku berusaha mencari ke dalam kamar tidur. Di sana aku tidak menemukan siapa-siapa dan aku beralih menuju ke kamar mandi yang pintunya sedikit terbuka. Aku melongokkan kepalaku berharap melihat kekasihku itu sedang mandi atau apa, yang jelas tidak pernah terpikir di benakku tubuh kekasihku itu terbaring tak sadarkan diri di lantai kamar mandi dengan darah segar mengalir di bagian bawah tubuhnya.
Aku langsung panik dan membawa kekasihku itu ke rumah sakit. Aku menangis dan berdoa pada Tuhan semoga ada keajaiban yang bisa menyelamatkan kedua orang yang kucintai, kekasihku dan juga anakku. Dokter dan beberapa suster sibuk bekerja di dalam ruang operasi dan aku hanya bisa menangis di luar bersama dengan kedua orang tuaku dan juga calon mertuaku.
Lampu ruang operasi berganti warna hijau menandakan proses operasi sudah selesai. Dengan terburu-buru aku langsung mendatangi dokter yang baru saja keluar dengan muka cemas.
"Dok, bagaimana keadaan pacar saya dok?"
Dokter itu hanya melepaskan masker yang dipakainya dan menunduk menatap lantai sebelum akhirnya menghela napasnya dan berkata,"Maaf sekali Woohyun-ssi, kami tidak bisa berbuat banyak. Pasien sudah terlalu banyak mengkonsumsi obat penggugur kandungan sehingga anak yang dikandungnya tidak bisa diselamatkan. Beruntunglah keadaan pasien masih stabil sehingga pasien bisa selamat."
"Apa? Obat penggugur kandungan?"tanyaku tidak percaya.
"Ne. pasien sengaja ingin menggugurkan kandungannya Woohyun-ssi."
Aku langsung terduduk mendengar pernyataan dari dokter itu.
Beberapa hari setelah Hyomin sudah siuman, aku segera menanyakan hal yang sangat mengganggu pikiranku belakangan ini.
"Apa yang kau lakukan? Kau membunuh bayi kita? Apa maksud semuanya?"
"Oppa, aku tidak tahu apa yang kau maksud," dia berkata tanpa menatapku.
"Hyomin, jawab pertanyaanku. Aku tahu kau mengetahui apa yang kutanyakan tadi, jadi tidak usah berpura-pura lagi seolah kau tidak tahu apa-apa."
"Oppa, benar aku tidak tahu."
"Siapa Choi Hyungsik?"aku duduk di sebelahnya dan mengangkat dagunya membuat ia benar-benar menatapku.
"Oppa," tubuhnya bergetar mendengarku menanyakan nama yang selama ini tidak pernah disangkanya akan keluar dari mulutku.
"Kau berkencan dengannya?"
"Oppa."
"Apa kau juga tidur dengannya?"
"Oppa."
"Jawab aku dan jangan panggil aku oppa-oppa terus!"aku mengguncang tubuhnya sekuat tenaga membuat ia menangis ketakutan.
"Katakan semuanya! Apa yang telah kau lakukan selama ini Hyomin."
"Oppa, dia adalah kekasihku. Aku sudah berbohong selama ini padamu oppa. Maafkan aku, anak yang kukandung selama ini adalah anak dari hasil hubunganku dengannya, dan bukan dengan oppa."
"What? Apa kau bercanda Hyomin?" aku membelalak kaget dan marah. Saking geramnya aku mencengkeramkan tanganku ke lehernya beniat mencekiknya, namun aku segera tersadar bahwa tindakanku bisa membawaku ke penjara seumur hidup.
"FUCK! Selama ini kau telah membohongiku, selama ini kau sudah menduakanku. Kurang ajar!" aku melemparkan vas bunga yang ada di meja samping tempat tidur ke pintu kamar hingga hancur berkeping-keping.
"Oppa, aku ingin kembali padamu. Aku benar-benar mencintaimu oppa, itulah sebabnya aku meminum obat penggugur kandungan itu. Aku tidak ingin punya anak dari Hyungsik oppa."
"Hah, apa kau pikir aku akan begitu saja menerimamu kembali. SHIT! Semuanya adalah malapetaka. Seharusnya aku percaya pada Hoya yang sudah mengatakan padaku bahwa kau berselingkuh di belakangku. Aku malah marah dan memutuskan persahabatan kami, dan semua itu gara-gara kau! Brengsek!" aku keluar dari kamar itu dan mambanting pintunya keras-keras.
Pergi dari rumah sakit, aku menuju ke klub dan menghabiskan waktuku di sana. Aku minum sangat banyak bir hingga aku mabuk berat. Walaupun mabuk berat tapi aku menolak untuk diantar ke rumah dengan taksi. Aku memilih mengendarai mobilku sendiri dan hasilnya aku menabrak seseorang yang kebetulan sedang melintas di sebuah jalan sepi. Karena ketakutan akan dipenjara, aku segera melarikan diri dan meninggalkan korban kecelakaan itu di jalan.
End of flashback
Aku tersadar dari lamunanku saat handphone Sunggyu berdering. Kugelengkan kepalaku kuat-kuat untuk mengusir semua kenangan buruk yang pernah menimpaku itu. Sudah cukup aku menderita dan kehilangan akal sehat karena hal itu. Sekarang aku harus memulai semuanya dengan hal baru dan mengubur dalam-dalam kenangan buruk itu.
"Oh dokter," suara Sunggyu mengalihkan pandanganku.
"Ne, tapi aku ada di taman sekarang dan hujannya sangat deras. Aku tidak bisa kembali ke rumah sakit sekarang dok."
"Tenang dok, Sungjong ada bersamaku. Kami sedang berteduh sekarang, jadi tidak usah khawatir. Setelah hujannya reda aku akan segera ke rumah sakit."
"Ani, kami baik-baik saja. Dokter tidak perlu kemari. Aku yakin sebentar lagi hujan reda, jadi kami bisa segera ke rumah sakit."
"Ne."
Oh ya, aku baru ingat kalau ayah Sungjong seorang dokter dan Sunggyu adalah salah satu pasiennya. Kulihat Sunggyu menutup teleponnya dan aku langsung bertanya untuk memecah keheningan.
"Telepon penting?"
"Ah, tidak juga. Ayah Sungjong hanya mengingatkanku bahwa aku harus menjalani terapi di rumah sakit," dia berkata.
"Apakah mendesak?"
"Sebenarnya iya, tapi apa boleh buat. Hujan sangat deras, jadi mungkin terapi bisa diundur beberapa jam lagi," pria yang membuatku kagum karena kesabarannya itu kembali memainkan jarinya. Aku menyadari bahwa itu adalah kebiasaannya yang kurasa membuatnya tambah imut.
Sesaat aku punya ide. Hujan sudah agak reda, jadi tak ada salahnya kalau aku berlari ke parkiran dan membawa mobilku kemari.
"Sunggyu-ah, tunggu sebentar disini ya," ucapku sambil memberikan the sleeping Sungjong ke pangkuannya.
"Woohyun-ssi, mau kemana?"
"Tunggu saja sebentar. Aku tak akan pergi lama."
"Tapi hujannya masih deras."
Aku tidak mendengarkan perkataannya lagi karena aku sudah berlari menuju ke parkiran. Jas yang kupakai kuangkat tinggi-tinggi untuk melindungi tubuhku dari hujan. Untung saja aku adalah pelari yang cepat jadi aku bisa dengan cepat sampai di tujuanku.
Kutepuk pundak Sunggyu untuk menandakan bahwa aku sudah kembali.
"Berikan Sungjong padaku Sunggyu-ah," aku mengambil tubuh mungil Sungjong dan meletakkannya di kursi penumpang belakang supaya tidurnya tidak terganggu.
Aku keluar lagi sambil membimbing Sunggyu yang masih saja bingung ke dalam mobil. Kulingkarkan lenganku di pinggangnya dan kubantu ia duduk di kursi samping tempatku duduk. Satu tanganku menutupi kepalanya agar ia tidak terantuk atap mobil. Seketika itu juga aku merasa seperti ada sengatan listrik yang menjalari tubuhku saat tanganku bersentuhan dengan tubuhnya. Dan setelah melihat wajahnya yang merona merah membuatku seperti telah menelan jutaan kupu-kupu yang menari-nari di dalam perutku.
"Gomawo Woohyun-ssi," dia berkata dan kubalas dengan mengusap-usap rambutnya yang membuatnya semakin merona.
"You're welcome Sunggyu hyung."
Sepanjang perjalanan menuju ke rumah sakit keadaan kembali hening, namun keheningan kali ini terasa nyaman dan membuatku betah. Tidak seperti keheningan yang kami alami tadi yang membuat kami berdua kikuk dan tidak tahu harus berbuat apa.
Alunan music yang mengalun lembut menemani perjalanan kami. Masih terdengar dengkuran-dengkuran kecil yang berasal dari Sungjong di bangku belakang. Aku mencuri-curi pandang ke pria di sebelahku, walaupun dia juga tidak akan tahu kalau aku melihatnya secara langsung. Dia sedang memain-mainkan ujung sweaternya sambil bergumam mengikuti lirik dari lagu yang kami dengarkan.
Tanpa sadar tanganku menggenggam salah satu tangan Sunggyu dan aku pun berkata,"Aku yakin kalau kau terus melakukan itu, benang di sweatermu akan terurai semua Sunggyu hyung."
"Mwo?" dia menundukkan kepalanya dan seolah-olah sedang melihat kedua tangannya kemudian berkata,"Ah Woohyun-ssi, maafkan kebiasaanku. Aku harap kau tidak terganggu dengan kebiasaanku ini."
"You're so cute," dan lagi-lagi tanpa sadar mulutku berkata sesuatu yang ada di hatiku tanpa ada persetujuan dari akal sehatku.
Sunggyu langsung berusaha mengalihkan wajahnya ke arah jendela mobil untuk menyembunyikan semburat merah yang menghiasi keseluruhan wajahnya. Segera saja kutarik tanganku untuk membuatnya kembali rileks seperti semula. Namun terbersit di pikiranku untuk kembali menggoda Sunggyu karena melihat reaksinya yang lucu barusan.
"Wan kenapa mukamu memerah? Apa aku membuatmu blushing?"
"Woo-," dia berusaha menutupi kegugupannya, tapi suaranya terdengar bergetar,"apa yang kau katakan? Siapa yang blushing?"
"Hm, baiklah. Aku tahu aku punya daya tarik yang luar biasa pada semua orang. Mungkin kau juga terkena daya tarikku ini. Tidak usah malu padaku hyung," aku kembali mengacak-acak rambutnya berusaha mencairkan suasana.
"Woohyun-ssi, kau benar-benar playboy."
"Banyak orang yang berkata begitu Gyu hyung, mungkin karena aku terlalu tampan sehingga banyak orang yang mengejar-ngejarku dan langsung jatuh hati pada pandangan pertama," ups aku kelepasan. Bodoh sekali aku mengatakan satu hal yang pastinya akan membuat Sunggyu sedih.
"Um, mian aku tak bermaksud-," belum selesai aku berbicara, Sunggyu memotong perkataanku,"Pastinya kau sangat tampan Woohyun-ssi sehingga semua orang jatuh cinta padamu. Aku penasaran seperti apa ketampananmu itu."
"Gyu hyung, mianhae."
"Tak ada yang perlu dimaafkan Woohyun-ssi. Bukan salahmu aku menjadi seperti ini. Ini salah orang lain dan kau tidak perlu meminta maaf," raut mukanya menjadi sedih walaupun ia berusaha mengatakan bahwa dia tidak apa-apa. Betapa tegarnya pria ini.
"Hyung, bisakah aku menanyakan sesuatu padamu?"
"Wae? Kau selalu penasaran denganku? Kau tertarik denganku?"
What? Apa Sunggyu adalah seorang pembaca pikiran? Bagaimana bisa ia mengatakan sesuatu yang sangat benar keadaannya. Ah sepertinya tidak, dia tidak terlihat seperti seorang pembaca pikiran. Dia hanyalah seorang pria tampan, manis dan perhatian. Hanya itu.
"Woohyun-ssi aku hanya bercanda, tidak usah dianggap serius. Lagian mana ada orang yang tertarik dengan seorang yang buta seperti aku ini. Aku sudah cukup senang masih ada orang yang mau berbicara padaku dan tidak melupakan keberadaanku di dunia ini," sekarang bibirnya mengembangkan senyum yang sangat tulus. Tapi aku tahu di balik ketulusan itu tersimpan kesedihan dan sakit yang amat dalam.
"Ah kita sudah sampai di rumah sakit hyung," aku mencoba mengalihkan perhatian. Aku tidak ingin ia sedih berlarut-larut. Sunggyu akan terlihat lebih tampan ketika dia tersenyum.
"Benarkah?"
"Ne. Akan kuparkirkan mobilnya di parkiran dulu, baru nanti kuantarkan kalian ke dalam," aku langsung masuk ke tempat parkir.
Aku kembali membopong Sungjong yang masih tertidur dan berjalan dengan tangan satunya memegang tangan Sunggyu yang sangat hangat. Kata orang, orang yang bertangan hangat adalah tipikal orang yang juga memiliki kepribadian hangat dan penyayang. Sekarang aku percaya akan hal itu.
Beberapa suster yang kami temui di lobi rumah sakit menyapa Sunggyu dengan ramah dan tersenyum melihat kami berdua yang bergandengan tangan. Aku merasa bahagia dan membayangkan jika Sungjong benar-benar anakku dan membayangkan bahwa Sunggyu adalah pendamping hidupku. Oh God aku benar-benar jatuh cinta pada pria ini.
"Sunggyu hyung," seseorang berteriak memanggil nama Sunggyu di belakang tempat kami berdiri.
"Oh, dokter Lee pasti sudah lama menunggu," ucap Sunggyu.
Kami berdua berbalik dan apa yang kudapati sangat mengejutkan. Di hadapanku berdiri seorang yang sudah lama tidak kutemui, tepatnya aku mengusirnya dari kehidupanku. Hoya, sahabatku.
"HOYA/ WOOHYUN," aku dan Hoya berujar lemah bersamaan.
-davidrd-
