Kim Jaejoong yang ditunangkan dengan dua orang dengan kepribadian berbeda. Shim Changmin yang periang dan serampangan, dan Jung Yunho yang sedikit sadis namun memiliki sisi lain yang tak diketahui semua orang. Siapakah yang akan dipilih oleh Jaejoong? Changmin yang memeriahkan harinya, atau Yunho yang penuh dengan kejutan?

.

.

Terinspirasi dari karya Wataru Mizukami dengan judul yang sama

.

Let's Get Married!

.

.

Pair: YunJaeMin

.

Warning: YAOI/ BOY X BOY/ BL, typo (s), OOC

.

Happy Reading

.

Kim Jaejoong—namja tampan sekaligus cantik, yang kini tengah bersekolah di Chungnam High School—salah satu SMA elit yang berada di Seoul, berjalan kaki sendirian di Apgujeong. Jaejoong tampak menundukkan wajahnya—memandangi kedua kakinya bergerak melangkah setiap jengkal kota Seoul. Kacamata berframe hitam miliknya tampak mengembun—menandakan dirinya tengah menangis saat ini. Benar saja, matanya tampak sembab karena air mata. Tetapi entah mengapa ia jadi lebih cantik jika sedang seperti itu.

"Abeoji paboya!" umpatnya kesal. Tanpa sadar ia menendang sebuah batu kerikil dan mengenai kendaraan orang yang sedang melintas. Tak ayal pemilik kendaraan tersebut memberhentikan kendaraannya dan bergegas memarahi Jaejoong.

"Ya! Kau pikir mobil ini harganya sama dengan jenggot abeojimu?!"

Namja pemilik kendaraan malang itu berkacak pinggang—persis seperti ibu-ibu yang tengah memarahi anak sulungnya. Jaejoong hanya memandang tak acuh, lalu melengang meninggalkan namja tersebut. Tak peduli ratusan kali namja tersebut memanggilnya—bahkan mengumpat, Jaejoong tetap melanjutkan perjalanannya. Ia tak ingin memikirkan apapun kali ini. Ia menyerah.

flashback—

Jaejoong duduk di hadapan abeojinya dengan wajah tegang. Tak biasanya abeojinya memintanya datang untuk membahas masalah yang sepertinya serius. Biasanya sang abeoji cukup menelponnya saja—baginya itu sudah cukup. Karena itu, bertatapan langsung dengan abeojinya ini membuat Jaejoong salah tingkah.

"Jaejoong-ah, kau tahu berapa umur abeoji sekarang?"

Namja paruh baya itu berbicara dengan elegan—menandakan intelektualnya yang tak usah diragukan lagi.

"Umm—mengapa abeoji menanyakan hal itu?" ucap Jaejoong ragu.

"Jaejoong-ah, semakin hari abeoji sudah semakin tua. Tak mungkin abeoji mengurus perusahaan lagi, kan? Sedangkan kau, anak satu-satunya, justru menekuni bidang musik—"

Sejenak Jaejoong mengerutkan keningnya. Jangan bilang abeojinya ingin menghalangi cita-citanya—lagi?

Melihat wajah Jaejoong yang menunjukkan ketidaksukaan, sang abeoji segera melanjutkan kata-katanya, "Bukan, abeoji tidak bermaksud menghalangimu lagi Jaejoong-ah."

Jaejoong mendesah lega. Eh tetapi jika bukan itu, lalu apa?

"Maksud abeoji, kau segera menikahlah, dan biarkan kekasihmu yang meneruskan posisi abeoji."

Jaejoong mengangguk-angguk—mengerti kemana arah pembicaraan kali ini. Namun sekali lagi alisnya berkerut,

"Berarti yang akan meneruskan posisi abeoji—seorang yeoja dong?"

Sang abeoji hanya tersenyum manis, tak lama ia bangkit berdiri dan mendekati Jaejoong. Jaejoong yang masih belum begitu ngeh dengan maksud abeojinya hanya bisa menatap sang abeoji penuh tanda tanya.

"Tidak mungkin abeoji sembarangan memberikan perusahaan ini kepada seseorang—karena itu abeoji sudah memiliki calon untukmu."

Jaejoong membulatkan matanya—bersiap memprotes kalau saja sang abeoji tidak menatapnya tajam. Sejenak sang abeoji tampak berpikir, kemudian kembali tersenyum.

"Tenang saja, Jaejoong-ah, mereka anak yang baik. Kau akan segera menyukai salah satu diantaranya." Ucap sang abeoji penuh pengharapan.

"Me-mereka?"

Apa ia tak salah dengar? Mereka itu berarti... paling tidak dua orang?

"Yeah, Shim Changmin—anak dari teman lama abeoji, atau Jung Yunho—anak dari rekan kerja abeoji."

Jaejoong sekali lagi mengerutkan alisnya—curiga. "Abeoji, mengapa eumm—nama mereka seperti seorang—namja?"

"Mereka memang namja, Jaejoong-ah."

Jaejoong sukses membulatkan matanya yang begitu besar. Mulutnya membentuk 'O' besar yang mungkin burung pipit saja bisa membuat sarang di dalamnya.

Dirinya mungkin tak keberatan dengan keinginan abeojinya agar ia segera menikah, bahkan beberapa detik yang lalu ia masih terima jika harus ditunangkan dengan dua orang. Akan tetapi—namja? Sungguh tak pernah terbayangkan dalam benak Jaejoong akan menikahi seorang namja.

"A-apa kata orang nanti jika aku menikah dengan namja, abeoji?" ucap Jaejoong memelas—sedangkan sang abeoji tersenyum manis—kelewat manis.

"Hal seperti ini sudah diterima masyarakat luas, Jaejoong-ah. Bahkan abeoji selama ini juga mengagumi pasangan namja dengan namja yang tinggal di apartemen tempat kau tinggal."

Jaejoong mengerutkan alisnya—berpikir keras.

"Ah—Yoochun dan Junsu." Ucapnya setelah mengingat-ingat kembali siapakah pasangan beruntung(?) itu.

"T-tapi aku tidak bisa, abeoji. Aku masih mencintai yeoja... selain itu—"

"Cukup, tidak ada tapi-tapian lagi Jaejoong-ah. Abeoji sudah menghubungi keluarga Shim dan Jung mengenai pertunangan ini. Selama setengah tahun ke depan, pelajarilah sifat mereka, dan pilih siapa yang paling pantas untukmu."

Jaejoong hanya bisa mengangguk pasrah. Ia tak pernah bisa menang dari abeojinya ini.

flashback end—

Jaejoong meneruskan langkahnya dengan tubuh gontai. Ia tak peduli dengan apa yang dilewatinya selama perjalanan—mungkin juga ia tak bisa merasakan apa-apa lagi. Sungguh berlebihan sekali kau Kim Jaejoong.

Tak terasa ia sudah sampai di lobi apartemennya. Karena ia sedang malas menggunakan lift, ia memilih menggunakan tangga. Rasanya ia ingin terus berjalan karena jika ia diam mungkin airmatanya bisa menetes kembali.

"Wae?!" tiba-tiba ia berteriak saat berada di tangga—membuat beberapa orang yang kebetulan berpapasan dengannya dan berniat menyapanya—terkejut.

Tak terkecuali pasangan YooSu yang berniat memberikan sedikit cinta dan kebahagiaan pada Jaejoong—akan tetapi melihat mood namja itu yang sepertinya sudah begitu hancur, mereka jadi diam saja. Jaejoong mendecih kesal saat ekor matanya menangkap pasangan YooSu. Ia berpikir gara-gara merekalah abeojinya menjadi fujoshi—bahkan lebih parah, fujoshi untuk anaknya sendiri!

Yah, Jaejoong sepertinya butuh istirahat cukup.

.

.

someone side—

"Sialan namja itu, mobil ini baru saja kubeli dan sudah ada codetnya begini." Gerutu seorang namja berambut hitam dengan badan yang tegap berisi—serta wajah yang sangat tampan. Ia tengah mengutuk habis-habisan seorang namja yang pagi ini membuatnya merasa begitu sial. Ia duduk dalam mobil porschenya yang belum lama ini mendapat sapaan hangat dari kerikil-kerikil jalanan.

"Sudah begitu, aku kena omel appa lagi. Dan lebih parahnya, AKU GAGAL MENGGODA YEOJA karena marah-marah tadi, cih!" Ucapnya kemudian—kembali mengomel layaknya ibu-ibu yang gagal mendapatkan barang diskon.

"Hah... tenangkan dirimu, Jung Yunho, kau hanya perlu bersikap buruk saat bertemu tunanganmu nanti, sehingga ia tak akan memilihmu."

Yah—kita tahu kan siapa namja yang baru saja berpikiran licik ini?

"Lagipula appa begitu bersemangat sekali memenangkan perjodohan ini, seberapa cantiknya sih namja itu hingga membuat appa rela aku menjadi seorang gay?"

Lama Yunho berdebat dengan pikirannya hingga sebuah mobil ferrari merah menyala melewati jalan tempatnya memberhentikan mobil. Karena warnanya yang begitu mencolok—membuat Yunho mau tak mau memperhatikannya juga.

Setelah mobil tersebut hilang di belokan, barulah Yunho kembali berpikir. Biarkanlah dulu namja tampan ini berpikir dengan jernih, ne?

.

.

other side—

Seorang namja jangkung berambut cokelat karamel cepak dengan kacamata hitam bertengger manis di hidung mancungnya keluar dari sebuah mobil. Tak lain tak bukan mobil tersebut adalah mobil ferrari berwarna merah menyala.

Namja itu masuk ke dalam sebuah rumah dengan gaya oriental—tanpa permisi dan langsung menuju rumah induk. Sepanjang ia berjalan, setiap pelayan menundukkan kepalanya dalam-dalam. Yah, bisa ditebak kalau ia tinggal di sini.

Kilat kemarahan terpancar di matanya saat ia hampir mencapai sebuah ruangan besar dengan pintu geser layaknya rumah-rumah di Jepang. Ia baru akan menjebol pintu itu sembarangan apabila pintu itu tidak bergeser dengan sendirinya.

"Tuan muda Changmin..." ucap seorang ajudan—dalam konteks ini, ajudah tuan Shim, appa Changmin.

"Minggir, Myeongsik, aku mau bertemu appa."

Baru akan ia memasuki ruangan besar tersebut jika saja sebuah panah tak melesat menuju ke arahnya. Changmin yang sudah terlatih dapat menghindarinya dengan baik. Tapi akibatnya, emosinya semakin menjadi. Apalagi pelempar panah tersebut tak lain tak bukan adalah appanya sendiri.

"Kemana sopan santunmu, Shim Changmin?"

Ucap namja paruh baya dengan tatapan tajam dan suara yang seolah bisa mengintimidasi siapapun yang ada di sekitarnya—tak terkecuali Myeongsik sekalipun. Ia mengerti kalau saat ini Tuannya sedang menahan amarah.

Changmin yang baru saja akan memprotes kelakuan appanya—kini duduk bersila di depan pintu ruangan besar tersebut.

"Jeoseonghamnida, appa." Ucap Changmin seraya menundukkan kepalanya begitu rendah—meredam setiap emosi yang meletup-letup di dadanya.

"Apa kau kemari berniat untuk memprotes masalah perjodohan itu, hmm?" ucap Tuan Shim serius. Changmin mengangguk sebagai jawaban.

"Kenapa? Apa kau sudah mempunyai seorang kekasih?"

Changmin kembali mengangguk—membuat Tuan Shim memicingkan sebelah matanya.

"Putuskan kekasihmu."

Spontan Changmin mengangkat wajahnya—menatap tak percaya pada sang appa. Ia tahu, ucapan appanya final dan tak mungkin dibantah. Akan tetapi, paling tidak seharusnya ia dihargai. Perasaannya adalah korban di sini.

"Appa, aku—"

"Putuskan sekarang, appa tahu yang terbaik untukmu."

Changmin mendesah panjang sebelum akhirnya menatap langsung pada appanya, "Appa, apakah harus namja? Dan—apakah dulu appa dan eomma menikah karena sebuah perjodohan?" tanya Changmin memelas. Kali ini ia benar-benar kehabisan akal.

"Ya, dan ya, sekarang pergilah. Appa juga ada urusan."

Pada awalnya Changmin membelalakkan matanya—kaget, akan tetapi saat appanya sudah melewatinya dan pergi dengan sang ajudan, barulah kilat kemarahan kembali terlihat pada mata Changmin.

"YA! BOTAK SIALAN!"

.

.

Tiga namja dengan tiga kepribadian yang berbeda bertemu untuk sebuah perjodohan yang mereka anggap konyol. Mampukah satu persatu hati mereka luluh dan jatuh satu sama lain?

.

Keep / delete?

.

Sign,

Shikshin97