DISCLAIMER :
ALL CHARACTERS AND SETTING BELONGS TO JK. ROWLING
PLOT AND OOC STORY : IT'S MINE
My love is Magic
Hermione. G Draco. M
Imaho
Chapter 1 : Fucking Shit
Panas matahari masih setia menghiasi tanah, air, batu, atau apapun yang ada di bawahnya. Tak terkecuali dengan manusia-manusia ini. Yang membutuhkan kekuatannya untuk bertahan rutinitasnya masing-masing mereka semua bergerak mengikuti pola hidup yang mereka ciptakan sendiri. Di tengah teriknya matahari, di antara pertokoan pinggiran pantai. Disinilah dua anak manusia yang sedang beradu mulut dengan bahasa mereka masing-masing.
" Bloody hell. Perhatikan jalanmu tuan. Tidak bisakah kau melihat ada seseorang berjalan di depanmu. Tidakkah kau mengerti tentang undang-undang melamun dapat membahayakan orang di sekita. Ooo god. Matilah aku. Rusaklah sudah rencananya, dan mereka akan membunuhku. Shit. Shit shit."
Ucap seorang gadis dlm satu tarikan nafas. Seorang pria yang berdiri di depan gadis itu terheran. Bagaimana iya bisa mengucapkan semua itu dengan satu tarikan nafas. Dan siapa yang peduli dengan undang-undang yang gadis ini sebutkan tadi.
" Dasar gadis aneh." Ucap pria itu sanbil mennggelengkan kepala.
Gadis yg sedang berjongkok memungut barang-barangnya yang berserakan di jalan ini pun mendongak mendengar apa yang diucapkan pria tadi.
"Excusme Sir. Pendidikan anda pasti sangat rendah sekali." ucapnya sambil terus membereskan barang belanjaannya.
" Sorry, Madam. Kurasa kau lah yang perlu banyak belajar." Ucap pria itu lagi dengan kesal.
Gadis itu berdiri. Setelah selesai dengan acara memberes-mereskannya. " bisakah kau lihat tuan. Bagaimana bentuk kue ku sekarang. Sepertinya tidak bisa disebut lagi sekarang. Dan kau tau bagaimana kue ini bisa hancur. Itu semua karna ulahmu yang jalan dengan seenak rambut ubanmu itu sambil melamun hah. Dan mengakibatkan menggangu pengguna jalan lain."
Ucap gadis itu dengan wajah yang sudah semerah tomat. Karna marah dan juga terik matahari yang bersinar dengan kekuata full sepertinya. Ia menghela nafas sesaat mengontrol emosinya. Ingin sekali rasanya menonjok wajah pria dihadapannya ini. Bagaimana dengan surprize malam ini. Dan sekarang kue buatannya hancur lebur. Bagaimana dengan acara spesialnya malam ini dengan kekasihnya. Semuanya akan gagal.
'Ron akan marah jika aku tidak memberinya hadiah'. Ucap gadis itu dlam hati.
Mengingat akan marahnya sang kekasih membuat emosi gadis itu meninggi kembali. Ia menatap pria dihadapannya dengan garang. Sementara yang di tatap hanya memberikan ekspresi data.
' Sungguh makhluk yang sombong". Ucapnya lagi dalam hati.
" Kau salah Madam. Bukankah kau yang berjalan sembarang sambil bermain handphone genggammu itu. Dengan bawaan yang menumpuk seperti ini. Kurasa kau lah yang menggangu pengguna jalan lain."
" Dan jaga ucapanmu girls. Apa maksudmu dengan rambut ubanan hah." Terdengar suara kasar yang membuat gadis dihadapannya ini diam mematung. Terdengar dari suaranya sepertinya giliran pria tadi yang marah.
Draco sedang sangat tidak bersela hari. Tapi karna Blaise Zabini teman sekamar sekamar sekaligus teman satu tugasnya itu memintanya untuk datang ke restaurant dekat pantai jadilah ia berada di luar kamarnya yang nyaman tadi. Terpapar sinar matahari. Kebingungan mencari restaurant yang diberitahu Blaise tadi. Membeli beberapa pakaian di toko yang dilaluinya tadi. Dan berakhirlah ia disini. Berseteru dengan seorang gadis yang telah menabraknya. Dan sekarang ia yang di salahkan padahal menurutnya dialah korban yang sesungguhnya. Dan apa katanya tadi. Rambut uban. 'Brengsek.' Ucapnya dalam hati.
" Whatt.." Hermione melotot mendengar ucapan pria tadi. Ia semakin marah tapi matahari benar-benar sedang mengujinya sekarang. Panasnya semakin terik dan ia sudah tidak tahan. Dan lagi sekarang sudah jam berapa. Ia bisa telat dan Ginny pasti akan mengomel nanti.
"Oke kita percepat saja masalah ini tuan. Karna kondisi sekarang sangat buruk untuk berdebat." Hermione mengelap keringat yang bercucuran dari tadi. Dan lihat, kenapa pria ini tidak berkeringat sama sekali padahal suhu hampir 28o.
"Baiklah. Apa pertanggung jawabanmu untuk ini semua tuan?" ucap Hermione terburu-buru. Ia sudah tidak sabar ingin segera pergi dari sini. Ia melirik jam tangannya. Dan sekarang sudah pukul tiga.
"Kurasa tidak ada pertanggung jawaban disini Madam. Mengingat kau lah yang menabrakku duluan tadi." Ucap Draco sambil tersenyum menang. Dan ia pun mengerling nakal pada Hermione yang benar-benar sangat merah wajahnya sekarang. Draco pun tertawa dalam hati melihat ekspresi gadis didepannya ini.
Hermione benar-benar sangat kesal sekarang. Ia harus segera pergi. Ia sungguh sangat terlambat.
Tersenyum licik. Hermione menginjak kaki laki-laki itu dengan tumit higheelsnya. Dan berlari sekencang-kencangnya setelah itu.
"Auuwwwwww..." Draco berteriak kesakitan. "Gadis sialan." Ucapnya sambil memegangi kakinya. Untuk ia memakai sepatu kalau tidak bisa saja kulitnya robek.
'Hari ini benar-benar sial.' Batin Draco dalam hari.
Draco melihat sekitar. Ia mengeluarkan sesuatu dari dalam sakunya. Mengarahkannya pada sakit dikakinya lalu membisikkan sesuatu. Cahaya biru yang tak terlalu terang menyelubungi sepatu. Dan rasa sakit itupun hilang seketika. Tak ada satu orangpun yang memperhatikan saat itu.
ooOOoo
Hermione terengah-engah menaiki lift. Sepatunya sudah lama ia lepaskan sejak lari dari pria-brengsek-uban-sialan tadi. Ia harus berlari melewati dua blok dari pantai untuk sampai ke apartement tempat kekasihnya menginap.
Keringat membanjiri. Rambutnya tak lagi rapi. Dan sekarang tubuhnya berbau matahari. Sangat menyengat. Hermione tak punya waktu lagi untuk merapikan penampilannya. Ia sudah sangat telat. Tinggal satu lantai lagi.
305, 306, 307, 308. Ini dia kamar yang dicari Hermione. Ia menghela nafas sebelum mengetuk pintu.
Tok tok. Baru dua kali pintu diketuk. Sudah muncul gadis berambut merah jahe membukanya dengan wajah yang nampak sanagat lega, karna akhirnya yang di tunggu datang juga.
"Matilah kau Darling." Bisik Ginny si gadis berambut merah tadi.
Wajah Hermione memelas mendengarnya. "Aku terkena musibah beib." Balas Hermione.
Didalam apartement yang dimasuki Hermione tampaklah beberapa orang laki-laki dan perempuan duduk sambil minum. Ada pula yang sedang bermain game. Dan ada juga yang hanya bercerita biasa. Terlihat suram didalam ruangan yang terlihat seperti ruang tamu itu.
Sang empunya acara menatap Hermione datar. Ron Weasley menatap Hermione tanpa ekspresi. Ia kecewa pada gadisnya ini.
"Haii sayang." Panggil Hermione seraya berlari memeluk kekasih rambut merahnya ini.
Jantungnya berdegup kencang. ia tak berani menatap Ron. Dari ekspresinya Ron pasti sanagat marah. Ia melakukan keslahan untuk yang kesekian kalinya.
Ron melepaskan pelukannya. Meninggalkan Hermione. Dan pergi ke balkon.
Hermione menatap Ginny memohon. Yang ditatap hanya mengendikkan bahu tanda tak tahu.
Hermione menghampiri Ron. Memeluk kekasihnya itu dari belakang. Dan membenamkan wajah di leher kekasihnya. Barangkali Ron mau memaafkannya lagi kali ini. Ron tak menanggapinya.
"I'm so sorry beib." Ucap Hermione sambil mengecup bahu Ron.
Ron tak bereaksi dengan perlakuan Hermione.
"Kau terlambat satu jam tujuh belas menit Mione."
Hermione hanya bisa diam. Tubuhnya kaku.
"Aku jauh-jauh terbang kesini, memenuhi permintaanmu, lalu apa balasnnya untukku." Ucap Ron. Hermione masih mematung.
Ia melanjutkan. "Setelah aku datang. Kau bilang kau sibuk dan tak bisa menemuiku. Dan sekarang di hari ulang tahunku sendiri kau mempermainkanku. Kau buat aku menunggu." Ron terengah menahan emosinya. Ia sungguh sudah tidak sabar dengan gadisnya ini.
"Kejutan yang spektakuler sayang." Ron mengakhiri pidatonya.
"Aku membawakanmu kue." Ucap Hermine berlari kedalam mengambil salah satu tas belanjaannya.
Mengeluarkan sebuah kotak yang sudah belepotan krim coklat dan berbagai macam warna. Semua orang yang melihat kotak itu menggeleng tak percaya. Bahkan Ginny memutar bola matanya tak sanggup berkata-kata. Sungguh luar biasa temannya yang satu ini. 'Apa sebenarnya yang ada di otak anak itu' Batin Ginny.
Hermione mengernyit saat membuka penutup kotak itu. 'ini sih bukan kue namanya, tapi lebih mirip sampah' ucapnya dalam hati.
"oh god, lindungi aku." Bisiknya pada diri sendiri. Seraya berjalan mendekati Ron.
Ron berbalik karna Hermione menepuk pundaknya.
"Haapy Brithday sayang." Teriak Hermione senang.
Betapa terkejutnya Ron saat berbalik dan mendapati Hermione sedang membawa sebuah kotak yang sudah hancur dan didalamnya ada sesuatu seperti campuran dari warna coklat dan warna lain-lain. Bentuknya sangat berantakan, sulit dibayangkan kalau ternyata ini adalah apa yang disebut Hermione tadi 'kue'. Lebih mirip seperti sisa kue.
Hermione tersenyum lebar menampilkan barisan gigi rapinya.
Ron mengusap wajahnya. Mengambil kotak kue yang dipegang Hermione dan meletakkannya dimeja yang ada disudut balkon.
Ia memeluk Hermione. "Sudah kukatakan dari dulu, hubungan ini tidak akan berhasil Mione." Bisik Ron.
Hermione memeluk Ron lebih erat. "Tidak, tidak sayang. Aku sudah berusaha memperbaikinya. Kau harus memberiku kesempatan sekali lagi." Isak Hermione. Matanya mulai berkaca-kaca.
Ron melepaskan pelukannya dan memandang Hermione. "Sudah terlalu sering aku memberimu ksempatan. Dan tidak bisa lagi gadis kecil."
Para undangan cukup tahu diri. Mereka berangsur pergi. Merasa tak enak enak hati dengan pemandangan didepan mereka yang situasinya sangan berbahaya bagi Hermione. Merekapun berpamitan.
Ginny yang notabene adalah adik Ron Weasley tak mau ikut campur. Ia pergi ke dapur bersama pasanganan menghindari mendengar percakapan kakak dan sahabatnya itu.
"Bulan lalu aku tahu kalau kau selingkuh." Ron mulai berbicara lagi. Mata Hermione membulat mendengarnya.
"Namanya Oliver bukan." Tanya Ron. Hermione tak mampu memjawabnya. Ia menunduk memandang kuku-kuku jari kakinya yang baru di catnya warna merah kemarin. 'Heyy. Dasar kutex murahan. Baru sehari sudah ada yang terkelupas. Penjual itu membohongiku.' Batin Hermione saat melihat warna di jari kaki kelingkingnya tak lagi penuh.
"tiga bulan yang lalu kau bebohong padaku. Kau bilang sedang terkena penyakit menular dan tak ingin ku jenguk. Tapi nyatanya kau pergi belibur ke Brazil bersama little geng mu itu kan." Ron melanjutkan. Hermione kembali fokus pada Ron dan semakin kaku.
"Dan tahun lalu saat aku bertugas di China. Kau juga berkencan dengan beberapa pria kan.? Aku tau semua sayang." Ungkap Ron. Hermione tak mampu berkata-kata. Ia tak bisa membela diri karna apa yanag baru saja diucapkan Ron adalah kebenarannya. Ia menyadari kalau dirinya memang bad girl. Tapi ia tak menyangka kalau Ron akan tau semuanya. Pertanyaannya 'Dari mana ia tahu?' Batin hermione.
"Bukan Ginny. Dia menjaga rapat rahasiamu." Ujar Ron menjawab pertanyaan batin Hermione.
"Aku selalu memantau kegiatan kalian berdua. Karna kalian berdua adalah orang-orang yang kusayangi. Aku tidak ingin terjadi apa-apa pada kalian."
Hermione masih diam. Ia tak bisa berpikir. sekarang otaknya seperti tidak berguna. Otak yang biasa memberinya nila-nilai yang tinggi dan sekarang otak cemerlang itu seakan hilang. Yang ada hanya otak karatan yang tak berguna.
"Kau tak perlu berbohong lagi sekarang. Dari dulu sudah aku katakan bukan. Kalau kita ini tidak cocok menjadi sepasang kekasih. Kau lebih cocok jadi adikku. Yes little girl."
Ron kembali memeluk Hermione mengusap-usap rambut coklatnya. Hermione mnangis dalam pelukannya. Dari dulu Ia sudah tahu ini semua pasti akan terjadi. Mereka berdua memang sangat tidak cocok. Ron adalah prian dewasa yang sudah mapan, punya pekerjaan yang bagus, punyai pandangan jauh kedepan, memikirkan apapun sebelum melakukan sesuatu, sudah memiliki target untuk masa depannya. Sedangkan ia kebalikannya. Meskipun memiliki otak yang diatas rata-rata, tapi ia adalah gadis yang super ceroboh, tidak memikirkan apa yang dilakukannya. Hanya memikirkan hal bersenang-senang. Tipikal gadis remaja kebanyakan.
"Baiklah. Aku ingin kembali kekamar ku." Kini Hermione baru mendapatkan kembali suaranya.
"Mau ku antar?" Tawar Ron.
"Tidak. Saat ini aku perlu waktu sendiri." Hermione melepas pelukannya.
Ron mengecup puncak kepalanya. Hermione diam merasakan hal-hal terakhir yang bisa ia rasakan dari kekasihnya. Yang setelah ini hanya bisa ia anggap sebagai kakak laki-laki.
"I call you letter." Ucap Ron saat Hermione mencapai pintu keluar. Hermione hanya tersenyum sendu.
Ia khawatir terhadap Hermione. Bukan maksudnya untuk menyakiti Hermione. Hanya saja menurutnya mereka sudah tak bisa bersama lagi. Bukan hermione yang diinginkannya. Ia menginginkan wanita dewasa yang bisa mengimbangi kehidupannya. Tidak seperti Hermione yang masih memikirkan hal bersenang-senang. Ia membutuhkan hubungan yang serius di usianya yang sekarang.
"Ia akan baik-baik saja. Ia gadis yang kuat Ron." Bisik Ron pada dirinya sendiri. Hermione adalah kekasih segaligus adik baginya. Walau bagaimanapun pernah ada cinta Hermione dihatinya.
ooOOoo
"Dari mana saja kau mate?" Tanya Blaise pada Draco yang baru saja duduk didepannya.
"Kau bener-benar sangat merepotkan Zabini." Balas Draco malas.
"Kau tersesat eh?" Blaise Zabini menggoda Draco.
Draco hanya memutar bola matanya. Malas menanggapi ocehan pria berkulit gelap didepannya ini.
"Bersenang-senanglah Malfoy. Kau terlalu memikirkan tugas ini. Anggap saja ini semua bagian dari liburan tahunan kita." Tambah Blaise, mencoba menaikkan mood Draco yang benar-benar anjlok hari ini.
Blaise benar, Ia memang terlalu memikirkan tugas sekolahnya kali ini. Ia tidak bisa menerima keputusan sekolah yang mengirim mereka kesini sebagai hukuman karena telah melanggar peraturan fatal di tempatnya belajar itu. Mereka diminta untuk meneliti apa saja yang dilakukan orang-orang di negara ini. Benar-benar menyebalkan.
Mata abu-abu Draco menerawang menatap sekelilingnya. Pohon-pohon melambai seperti memanggil pengunjung untuk datang menikmati keindahan yang telah disediakan oleh alam. Ombak menggulung seperti mampu membersihkan mata siapa saja yang menatapnya. Pasir hitam yang mampu menghangatkan kaki-kaki yang tak lelah menjelajahinya mencari keindahan yang terembunyi. Mata takkan pernah bisa berkedip menatak apa yang disajikan dihadapan mereka. Melihat sang penguasa yang mulai turun keperaduan menyisakan semburat Gradasi warna yang tak bisa digantiakn oleh apapun keindahannya. Membuat siapapun yang menatapnya tak akan pernah bisa melupakannya. Akan digantiakn oleh sang penguasa malam yang tak kalah indah. Dengan sejuta bintang yang mampu menghipnotis.
"Apa yang kau beli Draco?" Tanya Blaise membuyarkan lamunan Draco.
Ia melirik tas plastik diatas meja. "Hanya membeli beberapa pakaian." Jawab Draco.
Matahari terbenam. Draco menatap takjub. "Sungguh indah tempat ini. Semoga kesialan ini berubah menjadi sebuah keberuntungan." Bisik Draco pada dirinya sendiri. Memejamkan mata Draco menikmati setiap nafas yang dihirupnya.
"C'mon mate, berenag dimalam hari sangat menyenangkan." Ajak Blaise. Draco menggeleng.
Blaise berkejar-keran dengan beberapa orang gadis menuju pantai. 'Dari mana ia mendapatkan gadis itu.' Batin Draco. Ia tersenyum melihat tingkah sahabatnya itu.
ooOOoo
Berjalan lesu sambil terus menatap kebawah. Hermione menuju kamarnya setelah menghabiskan sisa harinya melalukan perawatan spa di hotel tempat ia menginap. Ia perlu merileksasikan tubuhnya, otaknya, semuanya. Setelah melewati hari yang berat. Ia terus berjalan tanpa melihat sekitar. Tanpa terasa ia memasuki lift.ia melamun meratapi nasibnya hari ini. Mengabaikan sekitar.
Hermione tersadar saat ia merasa lift bergetar dan berhenti. Hermione panik. Ternyata lift sudah lenggang. Berapa lama ia melamun sampai tak sadar kalau lift ini sudah hampir kosong. Menyisakan ia dan seorang pria yang berdiri didepannya. Hermione tidak sempat melihat wajah pria itu saat tiba-tiba lampu lift padam. Panik Hermione semakin menjadi-jadi, ini hal yang buruk pikirnya. Nafas Hermione mulai sesak. Ia tidak bisa berada dalam kegelapan gelap seperti ini. Ia terduduk. Nafasnya berat. Air matanya menetes. Panik luar biasa melandanya.
"Tooloongh.." isak Hermione. "Siapa saja tolonghhh akuhh..".
Hermione meraba-raba mencoba mencari tas yang ia lemparkan tadi karna terlalu kaget saat lift berhenti.
'Tas sialan. Dimana kau saat kubutuhkan.' Hermione memaki dalam hati.
Kini Hermione mulai histeris. Nafasnya semakin sesak. Tubuhnya bergetar hebat. Ia ketakutan sekarang. Kenangan itu muncul kembali. Hermione menutup matanya rapat-rapat. Ia pasrah jika ia harus mati sekarang.
Sebuah tangan memegang bahu Hermione. Ia merasa tangan kokoh memeluknya. Mendekapnya.
"Ssshh... tenanglah. Tidak akan terjadi apa-apa." Dari suaranya Hermione tahu itu seorang pria.
Pria itu membelai rambut Hermione. Mengelusnya lembut. Menenangkan. Hermione Tak melawan. Ia menikmati setiap sentuhan pria ini pada tubuhnya. Hangat. Nyaman. lupa akan rasa takutnya. Ia mabuk dalam aroma tubuh pria ini. Menghirup wangi mint. Seakan rasa sesaknya hilang.
Hermione mulai tenang. Pria itu mulai mengendurkan pelukannya. Dan tak lama lampu pun menyala.
Hermione menengadah. Matanya terpernagkap dalam abu-abu yang menenangkan. Damai. Ia terhanyut didalamya. Ada kesedihan disana. Ambisi yang kuat. Mata yang benar-benar indah. Hermione masi h belum bergerak. Terhipnotis olehnya. Ia tersadar saat merasa bahunya terbentur dinding yang dingin.
"Ternyata kau gadis siang tadi." Hermione melotot tak percaya. Ternyata pria yang ia kagumi tadi adalah pria menyebalkan yang ia temui siang tadi. 'Kalau tahu tadi itu dia. Aku takkan rela disentuh olehya. Mati sesak nafas lebih baik dari pada terkena kulit pucatnya itu.' Batin Hermione. Ia bergidik ngeri.
"Dasar gadis aneh." Ucap Draco kesal. Bagaimana bisa ia tadi memeluk gadis sialan ini.
Hermione berdiri dan mengambil barang-barangnya yang berserakan di lantai. "Dasar mesum. Kau pasti mencari kesempatan saat me..." Hermione tak mampu melanjutkan perkataannya.
"Kalau aku tahu itu kau. Biar kau matipun aku tak sudi menolongmu." Ucap Draco kesal. Dasar gadis tak tahu di untung. Bukannya berterima kasih malah menuduhnya yang tidak-tidak.
"Dan satu lagi. Aku tidak tertarik dengan tubuh kurusmu itu." Tambah draco.
Wajah Hermione merah. Berani sekali pria ini menghinanya. Pria mana yang tidak tertarik dengan tubuh seksinya ini. 'Dasar tidak normal' Batin Hermione marah.
Hermione tak menanggapinya lagi. Ia lelah. Ia ingin cepat keluar dari lift sialan ini.
Sayup-sayup terdengar operator lift meminta maaf atas kerusakan yang terjadi. Lift bodoh. Ia benci terlihat lemah didepan orang lain. Apalagi didepan orang yang tidak dikenalnya.
Pintu lift terbuka Hermione bergegas keluar. Ia ingin segera tidur. Cukup sudah kesialannya hari ini.
Merasa ada yang menatapnya. Hermione berbalik dan mendapati pria tadi mengikuti. Hermione berjalan semakin cepat. Ia merasa pria itu masih ada dibelakangnya.
"Kenapa kau mengikutiku." Teriak Hermione.
Draco tersenyum mengejek. "Siapa yang mengikuti aneh. Kamarku di arah sana." Ia menunjuk lurus kedepan. Berjalan melewati Hermione. Ia berhenti di depan pintu kamar nomor 687.
Hermione menganga melihat pria itu dengan santainya masuk kekamar yang ternyata bersebalahan persis dengan kamar tempat ia menginap. Pria itu hilang ditelan pintu. Hermione masih berdiri di tempatnya. Kesialan apa yang terjadi padanya.
Hermione berjalan menghampiri pintu kamar 686. Ia meraba pintu pintu disamping kamarnya. Terlihat nyata. Ujarnya. Kenapa pria itu menghantui hidupnya seharian ini.
"Ginnyyy." Teriak Hermione memasuki kamar. Ginny kaget mendengar namanya di teriakkan. Ia menghampiri Hermione dan langsung memeluknya. Ia mengerti apa yang dirasakan oleh sahabatnya ini.
"It's ok baby. Luapkanlah semuanya. Apa yang kau rasakan. Aku akan mendengarkannya." Ucap Ginny sambil mengelus pundak Hermione. Hermione mulai terisak lagi. Ia menumpahkan semua perasaanya. Menceritakan apa yang terjadi padanya seharian ini.
"Dan aku membeli beberapa pakaian dalam yang seksi tadi." Hermione mulai terliat senang. Saat topik tentang hubungan asmaranya selesai kami bahas. Ia mulai bersemangat memperlihatkan barang belanjaanya.
Hermione menghamburkan belanjaannya. "Dimana dia." Ucap Hermione. "Dimana aku menaruhnya." Teriak Hermione frustasi menghambur belanjaanya di atas ranjang.
Ginny menatap Hermione bingung.
Ia mengambil selembar baju berwarna hitam. Membukanya.
"Kau membelikan Ron baju." Tanya Ginny.
"Tidak." Jawab Hernione. Alisnya berkerut.
"lalu. Ini apa." Ginny melemparkan pakaian yang dipegangnya ke wajah Hermione.
Hermione meneliti pakaian itu. Ini memang pakaian laki-laki. Tapi seingatnya ia tidak membeli pakaian laki-laki siang tadi.
Hermione melempar balik pakaian itu ke arah Ginny. "Aku tidak pernah membeli baju itu. Itu bukan milikku. Sudah kukatakan padamu kan. Kalau aku membeli pakaian dalam. Tapi dimana ya aku menaruhnya." Hermione menghambur lagi belanjaannya.
"Kalau ini bukan milikmu. Lalu milik siapa." Tanya. Ginny.
Kegiatan mencari Hermione terhenti. Mendengar pertanyaan Ginny. Ia sadar. Kalu bukan miliknya lalu milik siapa?. Seketika Hermione mengambil pakaian itu lalu berlari keluar kamar.
ooOOoo
To be continued
Sorry, kalau kepanjangan. ini adalah fict pertama ku.
please Read and Review
apakah fict ini perlu dilanjutkan atau tidak? jawabannya ada pada kalian.
Thanks
