Setelah membuat fic crossover KHR dan Death Note, kini saya akan membuat fic yang kembali dibanjiri oleh OC untuk fandom Katekyo ini, jelas versiku. XD

Tolong jangan menghakimiku karena emang udah kebiasaanku untuk membuat es campur(?) setidaknya kali ini unsur didalam KHR tak banyak melenceng. *apanya?!

Well, daripada mengulur-ulur tak jelas, kita langsung aja yuk. (-w-

.

.

.

.


Reborn mempercepat langkahnya menyelusuri lorong Headquarter Vongola yang nyaris hancur setengah. Raut tenang nya tak menunjukkan bahwa kepalanya saat ini diisi oleh sekelumit masalah tak rasional yang mampir sejak ia menjejakkan kaki di Italy.

Saat itu dirinya baru saja menyelesaikan misi di Russia, sebuah keluarga mafia misterius bernama Reimnnov mulai melakukan pelanggara teritorial dengan Vongola untuk menguasai cakup seluruh perdagangan ilegal di daratan Eropa. Meski anak buahnya selevel cecunguk telah dibersihkan, dalang dari semua tindak berasio bunuh diri mereka masih belum diketahui keberadaannya, dengan kata lain sang boss saat ini masih buron.

.

Mengesampingkan hal itu sejenak, lalu seketika rentetan kabar darurat tiba-tiba diterimanya bahwa terjadi kekacauan aneh di markas utama Vongola, Italy.

.

Begitulah ceritanya hingga ia sampai disini, didepan pintu besi laboratorium. Tanpa basa-basi Reborn langsung menendang pintu besi itu dengan satu kaki. Seketika pintu yang nampak kokoh itu langsung copot dari engsel dan ambruk. Sontak saja sosok yang berada di dalam ruangan itu terkejut bukan main saat menyadari sosok di lowong pintu.

.

.

"Reborn-san, anda sudah kembali rupanya. Syukurlah." kata Irie Souichi.

"Ada apa dengan mesin waktu itu?" tanya Reborn to the point.

"Yah, bisa kau lihat, benda ini hancur." jawab Spanner sambil melirik ke arah tumpukan besi- besi gosong yang sudah tak berbentuk.

"Kenapa?" tanya Reborn tak sabar.

"Sempat terjadi persinggungan antar dimensi yang membuat dimensi lain menolak eksistensi yang tercipta antara kedua dimensi. Ini menyebabkan putaran waktu dan masa di sana menjadi kacau hingga berdampak pada kerusakan fatal pada mesin ini." jelas Giannini yang nampak sibuk memilah-milah besi ditumpukan.

"Eksistensi? Maksudmu 2 dimensi menciptakan dimensi lain, lalu meledak?" Reborn menaikkan sebelah alisnya.

"Begitulah. Namun yang menjadi masalah besar disini ada..."

"Maaf Tuan, ada masalah serius!" Tiba-tiba seorang mafioso masuk tergesa.

"Ada apa?"

"Hh... Tsunayoshi-sama dan para Guardiannya... menghilang!"

.

.

Kedua alis masih tak lepas mengernyit kala melihat ruang makan yang berantakan, seolah baru saja diamuk badai.

.

"Sebelumnya, Tsunayoshi-sama beserta para Guardian sedang makan malam bersama setelah sekian lama tidak bertemu karena masing-masing misi di berbagai negara serta masalah dengan keluarga Reimnnov. Namun tiba-tiba terjadi ledakan dari arah laboratorium sehingga mereka langsung bergerak menuju kesana, tapi sebuah lubang hitam menelan mereka semua lalu menghilang."

.

Reborn hanya mendengar penjelasan sang mafioso sambil memandang datar kearah ruang makan.

.

"Sepertinya itu lubang hitam yang tercipta akibat dari ledakan mesin tadi." duga Irie.

"Berarti mereka sekarang berada di 'dimensi' baru yang tercipta itu?" kata Spanner, lebih ke pernyataan.

"Heh, apapun itu sekarang bukanlah waktu yang tepat untuk mereka lari dari misi. Aku akan menjemput mereka." kata Reborn.

"Tunggu! Itu terlalu berbahaya Reborn-san. Kita tidak tau seperti apa 'dimensi' yang baru itu. Belum tentu kalian bisa keluar dari sana hidup-hidup."

"Kita tidak akan tau sebelum mencobanya kan?"

"Tapi..."

"Baik. Sepertinya terus berdebat juga tidak akan menghasilkan apapun. Kami akan berusaha memperbaiki mesin itu karena meski luarnya hancur tapi bagian dalamnya masih bisa berfungsi. Akan kami kirim kau ke 'tempat' itu." kata Spanner sambil menggaruk belakang lehernya.

"Yah, lagipula Vongola bisa dalam bahaya bila boss dan guardian tidak juga kembali. Sepertinya untuk sementara Vongola akan diambil alih oleh Xanxus dan Varia."

.

.

Irie Souichi, Spanner dan Giannini membisu saat mendengarnya. Membayangkan berada dibawah komando iblis macam Xanxus bukanlah opsi baik dalam catatan hidup mereka. Namun untuk kali ini, tak ada pilihan.

Mereka berharap semoga Tsuna dan yang lainnya baik-baik saja serta secepatnya kembali kesini.

.

.

.

.


'The Dubious World'

Katekyo Hitman Reborn

Rating: T semi M(?)

Genre: Action, Romance, Mistery, Drama(?)

Warning: OC!, OOC (maybe), OOT, Typo(s), YAOI, Straight(?)

KALAU TERDAPAT KESAMAAN NAMA/TEMPAT/KEJADIAN DLL, ITU CUMA KEBETULAN SEMATA! DEAL?! XD

.

.

.

.


Surai mentari nampak menyusup dari celah tirai jendela yang tertutup. Di ranjang dekat jendela tersebut sosok mungil masih bergelung nyaman dibalik selimut hangat. Sebuah jam weker bertengger manis di atas meja belajar di samping tempat tidur, menunjukkan pukul 06.31.

Sosok itu memutar badannya menyamping, masih terlelap dalam indahnya dunia mimpi. Tak lama mata itu terbuka setengah, pertanda masih dilanda kantuk, memperlihatkan iris hitam kecoklatan nya pada dunia disekelilingnya.

.

.

"Sudah pagi, hm?" gumam sosok itu, lalu bangun dan menguap. Matanya yang masih terbuka setengah itu lalu menoleh kearah jam weker di sebelahnya.

"Hmm... masih jam setengah tujuh ini." dan ia langsung merebahkan kembali tubuhnya untuk melanjutkan tidur.

.

1 detik.

.

2 detik.

.

...

"GAWAAAAAAAATT! GUE KESIANGAAAAAAAAAAAANN!" jerit bocah itu tiba-tiba langsung melompat turun dari tempat tidur, lalu berlari dengan kecepatan terbatas menuju kamar mandi.

Selesai dengan sesi mandi bebek. Bocah itu lalu keluar kamar mandi dengan tergesa dan hanya memakai handuk di pinggang, langsung meluncur ke kamar dan memakai seragamnya putih-abu.

Kemudian mengambil tas hitam miliknya yang ditaruh diatas meja belajar serta sebuah 'cincin' di dekat kasur dan kembali kabur menuju pintu rumah.

.

.

"Berangkat, Rizna?" Suara lembut seorang wanita menghentikan laju lari sang bocah yang selalu tergesa-gesa.

"Iya, aku bera... IBUUUUUUUUUUU! PAKAI BAJU YANG BENAR DOOOONG!" kata sang bocah manis setelah menoleh kearah sang ibu langsung membuat wajahnya memerah karena melihat penampilan wanita didepannya.

Baju terusan yang terlihat ketat dan transparan, 3 kancing teratasnya terbuka hingga menampakkan buah dadanya yang sekal. Potongan baju yang pendek memperlihatkan paha yang putih dan mulus.

"Ooh, mungkin karena semalam saat pulang ibu langsung tidur, nggak berbenah dulu. Hehe." tawa kecil wanita cantik berambut hitam bergelombang itu."Yaudah deh, aku berangkat dulu ya." kata bocah bernama Rizna itu sopan sambil mendekat lalu mencium punggung tangan ibunya itu.

"Iya, hati-hati dijalan ya Rizna." Kata ibu nya sambil melambaikan tangan pada anaknya.

Bocah berseragam putih-abu itu tersenyum kecil lalu membalas lambaian sang wanita, kemudian membuka pintu dan pergi.

.

.

.

.


SMA Swasta Katria

.

.

Seorang pemuda nampak berlari tergesa-gesa menyelusuri lorong sekolah menuju kelas paling ujung. Sampai di depan pintu berpalang 'XI-3' ia langsung berhenti dan kemudian membuka pintu itu tiba-tiba.

.

"Maaf Pak, saya terlambat!" kata pemuda itu sambil menunduk dalam-dalam pada siapapun sosok gurunya didalam sana.

"Pak... Kamu manggil saya 'Pak'?! Kamu buta apa, Eka Riznatama?!" balas suara sosok didepannya ini.

"Eh... ma.. maaf Bu. Saya nggak tau kalau Ibu guru yang sekarang mengajar." kata pemuda itu dengan sebuah sweatdrop di kepala.

"Makannya kalau punya mata itu melek!" tawa seluruh anak membahana didalam kelas. Si pemuda imut menunduk lagi, malu.

"Yasudah, cepat duduk!"

Pemuda itu lalu berjalan menuju mejanya, melewati seorang gadis cuek berptongan rambut super pendek dengan poni panjang di kedua sisi wajah.

.

"Dasar pengacau." komentar sinis sang gadis saat Rizna berjalan tepat disampingnya.

Rizna hanya diam sambil melemparkan senyum tipis.

.

.

.

Istirahat siang. Kantin seperti biasa, penuh sesak. Di salah satu meja di sudut kantin nampak sosok seorang pemuda manis sedang dilanda galau.

.

"Ayolah Rizna, semangat sedikit. Nih aku beliin kau teh pochi, biar seger." kata seorang cowok lain berambut hitam cepak sambil menaruh gelas berisi teh di depan Rizna.

"Thanks Farhan, kamu emang teman baik ku." kata Rizna sambil tersenyum pada sahabat disampinya itu.

"Sama-sama bro. Oh ya, gimana kabar Renni sayangku, eh?" tanya Farhan menjurus ke nada menggoda.

"Eh... uhm... seperti biasa, dia sinis padaku." kata Rizna dengan nada mengecil.

"Aah, sudahlah nggak usah terlalu diambil hati. Dia sifatnya emang begitu, sinis dan galak tapi sebenernya dia baik loh." Farhan menepuk pundak Rizna disebelahnya, masih dengan nada ceria.

"Yah, mungkin."

.

You only believe in white wings

Ignore the black feathers languish

Sadness, you know what it's?

.

.

Samar-samar mereka mendengar lantunan sebuah lagu dari nada suara yang halus merdu. Di halaman kantin tepatnya dibawah pohon cherry nampak seorang gadis jangkung tengah menyanyi, dikelilingi siswa-siswi lain yang ingin melihatnya dari dekat, mengagumi pesonanya.

Postur tubuh yang semampai dengan kulit putih yang mulus. Rambut hitam panjang yang melambai tertiup sepoi angin dengan latar guguran daun pohon cherry menambah indah sang jelmaan sosok malaikat. Suara halus di tiap bait terlantun mampu menghipnotis siapapun yang mendengarnya.

Tak Terkecuali dua pemuda ini tentunya.

.

Lagu bak puisi itu selesai dan di sambut tepuk tangan yang meriah dari semua yang berada disana.

.

.

"Suara Seira-san sungguh cantik ya, secantik orangnya." kata Rizna dengan pandangan masih tertuju pada sang gadis.

"Iya, sayangnya hatiku sudah terpaut pada Renni-chan, meski aku tak keberatan kalau mau dijadikan pacarnya juga." kata Farhan sambil menopang kepalanya.

Dalam hati Rizna pun mengiyakan. Dihatinya juga telah berpenghuni seseorang. Yah, 'dia' adalah orang yang berbeda dari semua orang yang akhirnya mampu menambat hatinya ke pelabuhan cinta.

.

.

'Ulyssa, aku ingin bertemu denganmu.'

.

.

.

Pulang sekolah, langit sudah berwarna kemerahan. Kelambu jingga telah menaungi matahari di ufuk barat.

Rizna berjalan seorang diri menuju rumahnya. Hari ini sungguh melelahkan baginya. Ia ingin cepat sampai dirumah meski tak akan ada siapapun yang menyambut kepulangannya karena ibunya sudah berangkat 'kerja'.

Ia pun menyibukkan diri dengan handphone ditangan, berusaha mengirim sms pada gadis yang diam-diam ia sukai sejak SD, namun hingga detik ini belum berani ia ungkapkan.

Katakanlah ia pengecut, memang.

.

Saking seriusnya mengetik tak ia sadari bahwa sedari tadi ia diikuti oleh beberapa anak SMA lain. Merasakan firasat buruk, cepat-cepat ia langkahkan kakinya agar segera sampai rumah, jalan menuju pulang emang sepi dari lalu lalang masyarakat sekitar.

.

Hingga tanpa diduga seseorang telah menarik lengannya kemudian membanting tubuh kecilnya ke gang sempit.

.

Sedikit meringis, ia buka kedua matanya yang sempat tertutup untuk menahan sakit.

.

"Mau apa kalian?!" kata Rizna dengan nada nyaris berteriak.

"Heh bro. Nih anak apa nggak 'kekecilan'? Mana bisa dibagi-bagi buat kita?" kata seorang yang berambut ala punk.

"Dia lumayan kok. Kita kan cuma seneng-seneng aja." kata cowok yang memiliki piercing dan tindikan di telinga kiri.

"Heh bocah, ibu mu kan pelacur. Jadi kalau kau masih mau hidup maka kau harus layani kita sekarang, mengerti?" kata seorang lain dari mereka melepas gesper dan berjalan mendekat.

"Apa masalah kalian padaku?! Tidak... MENJAUH DARIKU!"

.

Terlambat. Mereka keburu mencengkeram pergelangan kedua tangan Rizna kemudian mengikatnya dengan gesper. Ikatan simpul mati yang sangat erat serasa nadi ikut terjerat, membuat Rizna makin memekik sakit. Ditambah kedua orang tadi yang langsung memegangi kedua kakinya membuat pergerakannya terkunci.

.

"Aku akan merekam semua pemandangan baik dari segi ekspresi sampai seluruh tubuh polos mu yang terekspos, Rizna-chan~" seringai sadis bercampur mesum tercetak jelas di wajah si cowok bertindik.

Rizna ingin berteriak, namun keburu di sumpal oleh sapu tangan. Ia benar-benar tak berdaya saat tangan mereka melepas kancing seragamnya satu-persatu hingga melepas ikat pinggang celananya.

.

Ini jelas PELECEHAN.

.

Namun sekali lagi, tak ada yang bisa ia lakukan sekarang selain memejam erat menahan tangis yang akan pecah.

.

"Lawan mereka."

.

Sebuah suara terngiang di kepala, seolah begitu dekat dengan nyawa.

.

"Kau bukan boneka yang bebas disentuh, kan? Aku yakin kau pasti bisa."

.

Suara yang asing namun disaat bersamaan terasa amat familiar baginya. Seketika ia berontak dari cengkeraman mereka dengan menendang dada dua pemuda di kakinya dengan sekuat tenaga.

.

DUUUAAAAKK

.

"UWAAGH!"

.

GUSRAK

.

Tendangan yang cukup kuat hingga membuat keduanya terjungkal kebelakang. Seorang lagi yang tengah sibuk membuka celana Rizna langsung menoleh, dan itu di manfaatkan oleh Rizna untuk kembali menendang tubuh orang itu hingga nyungsep ke depan.

.

BRUUUKK

.

"AAGGHH!"

.

Dan seketika, Rizna langsung tanggap untuk segera kabur secepat yang ia bisa, lari, tanpa mempedulikan keadaannya yang bisa dibilang berantakan.

Namun itu tak lama karena tiba-tiba kakinya di jegal oleh seseorang, alhasil ia terjatuh keras ke tanah.

.

GUBRAK

.

"Keparat kau bocah, berani main-main dengan ku kau tak akan ku ampuni!" dan tiba-tiba saja cowok bertampang psycho itu sudah merangkap tubuh Rizna, menampilkan seringai lapar bernafsu membunuh.

Kemudian ia keluarkan pisau lipat dari saku celananya, lalu ia torehkan dengan kasar ke permukaan kulit pada pipi kiri Rizna.

.

"AAAKKH!" jerit perih Rizna kala sisi tajam nan dingin benda itu menggores kulitnya, meninggalkan jejak berupa garis darah berwarna merah kental.

Kini bilah pisau itu menuju samping wajah, ke arah telinganya.

.

"Aakh... jangan... ku mohon..." rintih Rizna saat sudut lancip menyapa daun telinga.

"Memohon pun tak ada gunanya, bitch!" kata cowok itu sambil menatap rendah seolah jijik. Kemudian ia tekankan ujung bilah pada lubang telinga, bersiap akan menghujamkannya kedalam dengan...

.

"Apa yang kau lakukan, keparat?"

Suara datar menginterupsi kegiatan seru yang di lakukan, menoleh kebelakan untuk menemukan sosok tinggi seorang pemuda berambut hitam, berkacamata. Menatap dengan pandangan dingin menusuk serta senym tipis mengancam. Selain itu nampak kedua rekannya telah terkapar tak sadarkan diri di tanah dengan memar di sekujur tubuh. Lalu apa ia sengaja melewatkan bercak merah dari ceceran darah itu?

.

"Apa kau juga mau bergabung eh, head fucker?" kata cowok itu dengan senyum menantang berasio gila, cari mati.

Rizna sendiri langsung mendongak untuk mengetahui siapa pemuda itu.

"A... Andrean-senpai!" kata Rizna syok.

"Heh bocah, bukannya langsung pulang kau malah bermain dengan bajingan itu disini. Ini tempat umum, you see?" kata pemuda itu datar sambil tersenyum kecil pada Rizna.

'Emang siapa juga yang berniat bermain disini?!'

"Dan kau... heeh, bajingan tetap saja bajingan. Sampah." desis pemuda itu dingin. Raut wajah yang sempat terhias senyum tipis kini telah menghilang, tergantikan oleh mimik sedingin es.

Dalam sekejap, Andrean sudah berada di depan orang itu dan langsung menghajarnya telak hingga tersungkur cukup jauh. Rizna terbelalak kaget.

"Kh... damn! AAKKGH!" jerit selanjutnya orang itu kala sebuah kaki di hujamkan telak ke sisi muka, menekan hingga rata dengan tanah. Sang pemilik kaki tak ubahnya ekspresi, tanpa emosi.

.

Selanjutnya kaki dibawa untuk menendang abdomen orang itu, semudah menendang kaleng bekas dijalanan. Orang itu terbatuk-batuk keras hingga akhirnya ikut tak sadarkan diri.

.

.

Rizna hanya cengo menonton nya.

.

"Bocah, rapikan bajumu. Ayo, aku antar kau sampai rumahmu." kata Andrean tanpa menoleh kearah Rizna.

"Ah! Ba... baik senpai." Rizna pun tergagap sambil membenarkan resleting celana dan kancing kemeja, lalu mengambil tas nya yang tergeletak begitu saja di tanah, kemudian membersihkannya dari debu yang menempel.

"Eeeh... Andean-senpai, terima kasih atas pertolongan anda tadi." kata Rizna sambil menunduk malu.

"Tak apa. Sudah biasa bagiku untuk menolong anak-anak yang merepotkan macam dirimu." kata Andrean tanpa melihat kearah Rizna, dengan seulas senyum tipis dibibir.

'Jadi... ia menganggap kalau aku merepotkan baginya?!' jerit hari Rizna dengan jawdrop di kepala, efek dari kata-kata yang nampak (dari luar) manis namun sebenarnya menusuk itu.

.

.

.

Tanpa mereka sadari telah ada sosok lain yang memperhatikan seluruh kejadian dari balik rimbunnya pohon pisang. Sosok berjas serba hitam dengan topi fedora itu hanya tersenyum misterus.

.

.

"Jadi... itu 'pewaris jiwa' nya, eh? Sangat mirip. Ini akan jadi menarik."

.

.

Memasukkan kedua tangan ke saku celana, sosok itu lalu berbalik dan melangkah pergi, menuju panggung pembantaian murid yang paling menyenangkan, untuk versinya.

.

.

.

SMA Katria

.

.

.

.

To be continued~
.

.

.


Ohohohohohoho, satu lagi ide abal dariku. Heeh, kayaknya penjelasannya kurang ya tapi nanti bakal aku tambahin lagi deh, khusunya tentang para OC yang memiliki peran penting dalam fic ini. Oh jelas ada hubungannya pula dengan para members Vongola yang raib itu. *celinguk celinguk(?)

Saya jga agak galau untuk menentukan rating... entah tetap T atau malah beneran jadi M? OwO
Yah... bagaimanapun jadinya nanti lihat aja deh ya. XD

Oh ya, review sangat berpengaruh dalam kelancaran publish nih cerita. XDD

Jadi, mohon tinggalkan jejak review anda disini. (_ _)