[ 042417 1822 ]
Red VOID
KaiSoo
.
CH1
PROLOGUE : Red VISION
"According to the myth, an invisible red thread connects those who are destined to meet, regardless of time, place, or circumstance. The thread may stretch or tangle, but it will never break."
— An ancient chinese belief.
...
Kyungsoo mampu melihat masa depan krusial secara spesifik —yang akan menentukan takdir hidup seseorang, dengan memegang benang merah tak terlihat di jari kelingking setiap manusia.
Jalan basah. Air menggenang. Hujan deras telah berganti gerimis. Kota padat disesaki gedung-gedung berbaris menantang langit telah diselimuti udara dingin. Mobil mobil bergerak lambat berhati-hati melewati jalan pasca hujan. Pejalan kaki yang tengah berteduh telah bergegas. Kucing yang meringkuk di depan toko bunga, mengeong bosan kemudian menggeliat, meregangkan tubuh seolah ia lelah menunggu hujan reda. Kyungsoo berdiri menatap jendela kaca, tetesan air hujan dari atap membentuk garis berliuk di antara embun putih di kaca.
"Sir, hujan sudah reda, apa tidak apa-apa membuka toko sekarang?" Seorang pria menggunakan celemek merah berpenampilan stylish dengan rambut mohawk, berkemeja tartan dan celana selutut, menghampiri Kyungsoo yang menggunakan celemek berwarna sama.
"Tidak, kita tutup saja untuk hari ini."
"Tapi kita cuma buka dua jam sebelum ditutup karena hujan."
Kyungsoo menoleh pada pria yang lain, kemudian mendekatinya dan berhenti di hadapannya. "Minseok, tolong berikan tangan kirimu." Pintanya kemudian.
Pria yang disebut, tertegun. Minseok sudah mengetahui bahwa bosnya, si pemilik toko bunga, memiliki kepribadian yang aneh dan misterius. Dia selalu menutup tokonya jika hujan datang, dia juga sering terlihat memperhatikan tangan orang lain. Selain itu dia memiliki aura yang sangat suram, wajahnya selalu terlihat tanpa ekspresi, karena itu yang melayani pelanggan adalah tugas dirinya dan Kyungsoo yang mengurus bunga bunga agar tetap segar. Semuanya terlihat aneh ketika pertama kali Minseok menyadari bahwa Kyungsoo tidak memiliki seorang teman padahal dia masih lebih muda darinya dan belum lama baru menyelesaikan kuliahnya. Ketika pemuda seusianya seharusnya masih senang berinteraksi dengan teman-temannya, Kyungsoo justru tidak melakukan apapun selain hanya berada di toko sepanjang hari—setiap hari, dia seperti seseorang yang memiliki dunianya sendiri. Dan sekarang, jika Kyungsoo yang selalu memperhatikan tangan orang lain kini meminta tangannya, apakah gerangan yang dipikirkannya?
"U-untuk apa?"
"Berikan saja."
Dengan ragu Minseok menyodorkan tangan kirinya, sembari memperhatikan apa yang akan dilakukan bosnya. Tetapi Kyungsoo hanya mematung selagi menatap lekat pada tangannya, membuat Minseok mulai merasa tak nyaman, lalu ketika ia hendak menyela keheningan, Kyungsoo bersuara;
"Benang merah milikmu masih belum terikat dengan siapapun, artinya kau belum bertemu dengan yang ditakdirkan, itu membuatku ingin tahu mengapa kau belum bertemu dengannya, bahkan hubungan delapan tahun dengan kekasihmu juga baik-baik saja meskipun dia bukan yang ditakdirkan untukmu."
Minseok menatap Kyungsoo bingung dengan apa yang digumamkannya. Dia memang mengetahui tentang hubungan dengan kekasihnya, tetapi mengapa tiba-tiba membahas hal itu? Mengapa Kyungsoo terlihat begitu serius? Dan apa yang dimaksud dengan yang ditakdirkan? Bukannya mendapat jawaban dari setumpuk pertanyaan di benak, Minseok justru semakin yakin bahwa Kyungsoo benar-benar orang yang aneh.
Minseok berjengit matanya membulat lebar ketika ia melihat tangan Kyungsoo tiba-tiba bergerak seakan sedang menggenggam sesuatu di dekat jari kelingkingnya, seolah di sana ada seutas tali menggantung yang tak terlihat.
"Apa yang kau lakukan, sir?"
Tak ada jawaban. Minseok merendahkan kepalanya untuk melihat wajah Kyungsoo yang tertunduk menatap tangannya. "Apa ada sesuatu di tangank—" Lantas ia tercekat melihat mata Kyungsoo yang memandang kosong pada tangannya selagi meneteskan air mata.
"Sir?" Tegur Minseok bingung.
Seakan mendapat kesadarannya yang telah menghilang sesaat, Kyungsoo menjauhkan tangannya dari tangan Minseok untuk menghapus air matanya. Ia tak mengatakan apapun.
"Kau baik-baik saja?" Kini Minseok merasa khawatir.
Kyungsoo berbalik memunggungi Minseok. "Di musim semi ketika bunga-bunga bermekaran, seseorang akan pergi meninggalkan dunia ini dan seseorang yang ditakdirkan akan datang." Ujarnya, membuat Minseok semakin bingung berusaha mengerti apa yang coba Kyungsoo katakan. "Kita tutup saja untuk hari ini, kau sebaiknya cepat pulang sebelum hujan kembali turun." Lanjut Kyungsoo.
Minseok tertegun sesaat, menebak-nebak ada apa dengan Kyungsoo hari ini, dia lebih terlihat aneh dari biasanya dan itu membuatnya khawatir. Minseok menghela napas, ia memutuskan untuk tak perlu terlalu memikirkannya selama Kyungsoo terlihat baik-baik saja. Kemudian ia mengintip langit dari jendela kaca, memang benar, langit kembali mendung. "Baiklah, sir."
.
.. (*) ..
.
Setiap manusia lahir dengan benang merah terputus, yang kemudian akan tersambung dan terikat dengan benang merah milik yang ditakdirkan ketika mereka saling bertemu satu sama lain. Dan dengan menyentuh benang merah itu, Kyungsoo bisa melihat masa depan krusial yang menentukan bagaimana hidup seseorang akan berjalan.
Kelahiran, kematian, pertemuan, perpisahan, seseorang yang bertemu takdirnya, seseorang yang meninggal sebelum bertemu pasangan takdirnya, Kyungsoo telah banyak melihat semua itu bahkan sebelum sebuah peristiwa terjadi. Ia dapat melihat masa depan, peristiwa krusial di dalam hidup seseorang, meski hanya sebatas dalam potongan sebuah kejadian. Ia tak bisa melihat tahun berapa, jam berapa, hari apa sebuah masa depan krusial akan terjadi, Kyungsoo hanya melihat peristiwa, tempat, dan cuaca. Dan karena kemampuan itu, ia telah berusaha dengan keras untuk menghindar dari takdirnya setelah ia melihat masa depannya sendiri, lebih tepatnya ia menghindari seseorang yang ia lihat akan membawa derita ke dalam kehidupannya—, yang akan datang di hari hujan.
Bak sebuah proyeksi dalam penglihatan yang menampilkan sepenggal cuplikan cerita layaknya dalam film roman ;
Suatu hari, di hari hujan yang deras, melindungi diri hanya dengan tudung jaket yang dikenakannya, Kyungsoo berlari menembus hujan di antara para pejalan kaki yang ramai, lalu tiba-tiba seseorang membentur bahunya hingga membuat ia terjatuh dengan pantat menghentak jalan, lantas ia segera memeriksa tangan kirinya yang terasa perih setelah bersentuhan keras dengan aspal, dan saat itu lah ia menyadari bahwa benang merah miliknya telah tersambung—terikat dengan benang merah milik seseorang berjaket hitam yang wajahnya tersembunyi di balik tudung jaketnya, dia mengulurkan tangan ke hadapan wajahnya sembari bertanya tentang keadaannya. Itu lah sepenggal kejadian yang ia lihat di dalam masa depannya sendiri. Namun berapa kali pun ia menyentuh benang merah miliknya, Kyungsoo tak bisa melihat wajah orang tersebut, yang ia lihat hanya serangkaian kejadian-kejadian setelahnya secara samar, dan di sana hanya ada kesedihan, kesedihan yang tak ingin ia lalui apapun yang terjadi. Karenanya, ketika hujan turun ia akan mengurung diri, menjauh dari dunia luar. Meskipun sesungguhnya ia tak yakin apakah ia mampu menghindari takdir ketika suara miliknya yang ia dengar dalam penglihatan masa depannya, terus terngiang dalam benak—suara bariton bernada lembut.
.
.
.
.
Pagi yang begitu cerah, sinar matahari menghangatkan kota. Kyungsoo sedang menyapu lantai sebelum ia bergegas keluar ketika melihat mobil pengantar bunga berhenti di depan toko. Setelah mengurus administrasi, ia mengangkat bunga-bunga yang baru ke dalam toko dengan dibantu oleh petugas pengirim, kemudian Kyungsoo melanjutkan pekerjaannya. Hanya tinggal lima menit lagi sebelum Minseok datang ketika telpon di toko berdering, Kyungsoo mengangkatnya lalu setelah bertukar informasi identitas dengan penelpon, Kyungsoo tertegun mendengar apa yang dikatakan oleh seseorang di seberang, tentang Minseok yang beberapa saat lalu mengalami kecelakaan dan sedang berada di rumah sakit dalam perawatan intensif. Minseok tak memiliki siapapun, dia hidup sebatang kara sejak keluar dari panti asuhan. Tetapi mengapa pihak rumah sakit menghubungi dirinya? Bukankah Minseok memiliki kekasih dan banyak teman? Kyungsoo menggeleng kepala, menepis semua pemikiran tak penting, karena yang terpenting sekarang adalah Minseok membutuhkan seseorang di sisinya.
Setelah menutup sambungan telpon, Kyungsoo bergegas mengambil jaket yang disampirkan di kursi kasir, ia tak lupa memastikan tokonya terkunci sebelum setengah berlari menuju halte bus. Namun tak sampai seperempat jalan, langit tiba-tiba mendung, udara terasa dingin, matahari bersembunyi samar di balik gugusan awan hitam, dan rintik hujan membentuk pola lingkaran kecil di atas tanah jalan setelahnya. Kyungsoo mematung menatap langit yang tiba-tiba menjatuhkan hujan yang deras, ia tak bisa berkata-kata dengan bagaimana Tuhan mengganti cuaca dalam hitungan detik, membuat ia bergelut dalam dilema ketika ia tahu pasti bahwa kini ia sedang terjebak dalam peristiwa masa depan yang ia lihat. Haruskah ia berbalik dan berlari kembali ke toko? Atau ia harus terus berlari ke depan seperti yang telah ditakdirkan? Kyungsoo terpekur, dan tanpa sadar mulai mencari pembenaran dan alasan yang tepat untuk lari dengan berpikir bahwa mungkin kekasih Minseok sudah berada di rumah sakit, atau mungkin Minseok sudah keluar dari rumah sakit, atau bahkan Minseok di rumah sakit bukan Minseok yang ia kenal. Pikirannya kacau, namun kemudian ia berusaha menenangkan diri, dan ia sadar bahwa ia tak bisa mengabaikan Minseok yang sudah begitu banyak membantunya.
Kyungsoo menatap ke depan, melihat satu persatu para pejalan kaki yang sedang bergegas, mencari sesosok tinggi yang ada dalam penglihatan masa depannya, tapi tidak ada, dia tidak ada. Dengan jantung berdegup Kyungsoo mengangkat tangan kirinya perlahan, dan ia bernapas lega ketika melihat benang merah miliknya masih terputus. Lalu menyadari bahwa ia sudah banyak membuang waktu dengan berdiri mematung di jalan, Kyungsoo segera berlari sembari mengenakan jaketnya dan menutupi kepalanya dengan tudung jaket. Ia berlari, dengan sangat hati-hati, mata waspada memastikan bahwa ia tak menyentuh apalagi membentur tubuh orang lain meskipun jantungnya terus bertalu gugup. Sedikit lagi, hanya tinggal sedikit lagi, Kyungsoo menghela napas lega saat halte bus sudah terlihat di depan sana, sebelum ia terkejut merasakan bahu kirinya terbentur sesuatu dan ia terjatuh ke belakang. Kyungsoo terpaku tak bergerak, ia terlalu terkejut atas bagaimana kronologi takdirnya sudah tertulis tak terhindarkan walaupun ia sudah mengetahuinya. Perlahan ia mengangkat tangan kirinya yang gemetar efek rasa sakit dan terkejut, dan mata bulat Kyungsoo mengerjap tak percaya menatap benang merah miliknya benar-benar telah terikat dengan milik seseorang, seperti orang bodoh ia mengikuti kemana benang merah miliknya tersambung, benar saja— terikat dengan benang merah milik tangan yang kini berada tepat di depan wajahnya.
"Kau baik-baik saja?"
Tubuh Kyungsoo gemetar mendengar suara bariton yang sudah tak asing lagi meski itu pertemuan pertama. Pikirannya kosong merefleksikan perasaan yang berkecamuk di tengah dentum jantungnya yang seolah akan meledak dalam hitungan detik. Layaknya gerakan lambat dramatis dalam drama-drama picisan, Kyungsoo mengangkat wajah pada seseorang yang berdiri di hadapannya, semula ia tak bisa melihat wajahnya dengan jelas di tengah derasnya hujan, tapi tiba-tiba dia membuka tudung jaketnya, memperlihatkan pahatan wajah sempurna seorang pria, dan Kyungsoo melihat dengan masih tertegun, dia kah yang ditakdirkan untuknya? Yang akan membuatnya bersedih di masa depan?
"Apa kau terluka?"
Pria itu menatap khawatir melihat Kyungsoo mematung tak juga menjawab pertanyaannya maupun meraih uluran tangannya sedangkan tubuhnya sudah basah kuyup. Tetapi Kyungsoo sedang berada jauh di dalam pergolakan batinnya, seperti seseorang yang kebingungan ia melihat ke kiri dan ke kanan, karena ; tidak, ia tidak ingin merasakan kesedihan itu. Lalu setelah beberapa detik mengatur napas, Kyungsoo segera berdiri dan kemudian berlari menjauh meninggalkan pria itu.
. . .
Menurut mitologi, Tuhan mengikat sebuah benang merah tak terlihat di jari kelingking mereka yang ditakdirkan, menghubungkan mereka untuk bertemu, tak menghiraukan waktu, tempat atau keadaan. Benang merah bisa longgar atau kusut, tapi tidak akan pernah bisa putus.
.
To be continue...
[ 270517 : 0123 ]
...
Haloo... ^Δ^
Saya membuat ff baru muehhehee ini mungkin hanya beberapa chapter. Tenang, ending ff ini gak akan saya buat seabsurd Insomnia :v
Kala Hierarchy, sementara ff itu saya pending dulu karena leptop saya rusak lagi dan saya gak punya salinan file konsep hierarchy (FF Red VOID ini saya ketik di hp), saya pelupa jadi konsep hierarchy juga saya lupa, mau nulis konsep baru tp otak saya mandeg ide, jadi saya masih meraba-raba dulu mau gimana konsepnya nanti, tp pasti saya lanjut.
And and... Terimakasih banyak utk yg sudah membaca ff ini. Semoga bisa dinikmati..
Regard ;
Lien.
.
.
