Kris X Chanyeol
.
.
Do not copy-paste or repost because this story is from my own imagination. I just add names for fill the casts, EXO is belong to their own self.
Close the tab if you don't like it.
Warning! These is YAOI and some sexual contents for some chapters.
.
Benar-benar tidak dianjurkan untuk yang merasa 'belum' cukup umur karena...
Very much of dirty talk in every chapters.
Hope you like it~
.
.
Chapter 1
Chanyeol merenung dibalik bayang-bayang gorden tebal yang tertiup-tiup angin dijelang musim gugur akan datang. Menggerakkan jemari yang tambah pucat tiap tahun, menulis-nulis nama seseorang dengan asal-asal. Dirinya merasa tidak harus mengeluhkannya, ini hanya pneumonia. Chanyeol tidak harus depresi hanya karena sekarat, atau berlagak seperti manusia paling menyedihkan di dunia yang mengemis-ngemis hanya untuk seonggok kehidupan singkat. Walaupun ia termasuk dalam keluarga yang mengagungkan Tuhan sama halnya dengan hyungnya, percaya bahwa malaikat untuk melindungimu tidur di setiap malam-malam sunyi itu ada. Itu hanya malam, disaat doa ia arahkan seperti hampir gelap seperti sekarang.
Rutinitas Chanyeol beberapa bulan terakhir ini adalah menonton beberapa dvd—yang jelas itu hanya satu kaset yang paling jadi favoritnya. The Fault in Our Stars. Kakak perempuannya berkali-kali menangis di adegan yang sama, tapi Chanyeol tidak pernah. Ia hanya merasa tidak baik dengan menampakkan kesedihan, jelas saja—tokoh utama dan dirinya bernasib sama. Paru-paru yang hanya berfungsi sebelah saja, tidak terlalu buruk kecuali saat dirimu mulai kesulitan bernafas. Chanyeol benci banyak berjalan karena tenaganya habis hanya untuk menyeret-nyeret infus juga cannula di sepanjang langkah.
Namun ia tidak menyesal. Dua tahun terakhir di rumah sakit dan bertemu Dr. Wu setiap hari. Chanyeol tidak mengutuk dirinya yang menyukai pria walaupun dirinya berjenis sama. Chanyeol tidak ingin mengungkit-ungkit orientasi seksualnya yang aneh, yah ibunya juga tidak keberatan. Apapun untuk Chanyeol. Apapun, dan yang Chanyeol inginkan jika ia punya kesempatan melihat ekor bintang panjang melintang di malam tertentu—Chanyeol ingin bisa memiliki Kris Wu.
.
.
Heal Me, Medicine
.
.
Waktu checking rutin setiap hari. Chanyeol suka. Pipinya merona merah merasakan permukaan dingin menyentuh dadanya, hal yang paling menyenangkan adalah saat ia bisa melihat wajah Kris Wu dari dekat. Jarak yang sangat dekat. Kris punya mata yang tajam, alis yang bagus, dan bentuk rahang yang tegas. Benar-benar lelaki. Chanyeol suka itu. Rindu dengan kehadiran pria itu dikamar rawatnya rasanya jauh lebih buruk daripada rasa besar untuk pulang ke Korea. Chanyeol sangat menikmati masa pengobatannya di Kanada, dan ia berharap untuk tidak sembuh saja.
Kris selesai dengan stetoskopnya, wajahnya menjauh dan Chanyeol ingin mengutuk semua yang ada. "Well, Chanyeol..."
"Hyung..."
"Jangan memotong ucapanku, aku sedang bicara." Kris berseru dingin, nada asli dari suara beratnya dan Chanyeol merasakan pipinya memerah lagi—entah kenapa. "Okay,"
Kris menarik nafas banyak-banyak sebelum mengatakannya, "Apa hyung?" Chanyeol memiringkan kepalanya bingung.
"Kurasa kau harus memulai kemoterapimu, Chanyeol."
Chanyeol terdiam sebentar sebelum membuang nafas beserta arah pandangnya kemanapun. Chanyeol paling benci. Masa bodoh jika dirinya tidak sembuh, ia benci kemoterapi. Rasa sakitnya akan lebih menyedihkan ketimbang separuh paru-parunya yang penuh, dan rambut rontok—demi tuhan Chanyeol sangat suka dengan rambutnya yang sekarang. Ia hanya berharap meninggal masih dengan model rambut yang keren. Yang benar saja.
"Aku tidak mau,"
"Kau harus."
"Why?"
"Agar kau sembuh." Disisi lain, segala hal yang membuat Chanyeol paling tertarik pada dokternya itu adalah cara berbicara dan suaranya yang dingin, namun Chanyeol menyesal karena Kris seperti tidak bisa menyampaikan rasa simpati. Seolah-olah pria itu sedang membaca tanpa nada bukan berbicara.
"I'm dying, okay? Dan, aku tidak mau melakukan hal yang sia-sia seperti itu."
Kris membuang nafasnya, merasa lelah dengan aktifitasnya hari ini. Chanyeol bukan satu-satunya pasien yang ia rawat, ia masih punya jam operasi 30 menit lagi. Kris melirik kearah arloji, dan Chanyeol mendengus. "Terburu-buru, huh?"
Kris tidak menjawab sebelum ia berkata diambang pintu, "Aku harap kau memikirkannya lagi."
.
.
Dari hari ke hari sepanjang masa Chanyeol di rumah sakit, mengelilingi lorong rumah sakit adalah favoritnya yang lain. Tidak asyik dengan perawat khusus yang orang tuanya sewakan untuk dirinya, tetapi Chanyeol selalu bertahan dalam satu titik kebosanan itu. Asal ia bisa tiba diujungnya dengan cepat, lalu melihat Kris yang tengah sibuk di bagian administrasi seperti pagi-pagi yang lalu. Sedingin apapun pria itu, tetap saja... Chanyeol menyukainya.
Kris tidak pernah melirik kearahnya walaupun mereka hampir sangat sering berpapasan. Chanyeol hanya meyakinkan dirinya sendiri kalau Kris terlalu sibuk dengan ponsel untuk telponan khusus beberapa pasiennya atau setidaknya ia sibuk membahas sesuatu jika saat itu Chanyeol melihat pria favoritnya tersebut tengah berjalan beriringan bersama seorang perawat. Kris sibuk dan lelaki itu selalu menyempatkan waktu untuk checking rutin dua tahun terakhirnya yang sia-sia. Pada akhirnya Kris setidaknya membahas perihal kemoterapi. Chanyeol mengumpat dalam hati. Sore yang menyebalkan, namun melihat wajah dokter tampan itu dalam jarak dekat setidaknya setimpal.
.
.
Chanyeol mendengar bisik-bisik samar, ia hanya pemuda yang jengah dengan suasana taman rumah sakit. Yang benar saja... kursi roda, menggeret infus dan cannula yang menggantung setiap harinya begitu menyebalkan. Andai Chanyeol bisa bernafas dengan benar. Chanyeol merasa dirinya lebih pantas disebut sakit jiwa daripada penderita kanker, yeah penampilannya lebih menggambarkan seperti itu.
"Dokter Wu akan hadir diacara yayasan rumah sakit."
"Maksudmu acara amal?"
"Bukan, lebih tepatnya pesta."
"Pesta? Yang benar saja! Rumah sakit tidak mengadakan pesta, idiot!"
Chanyeol mendengus dengan percakapan aneh dua perawat imigran dari Amerika Serikat itu. Tapi ia hanya mendengarkan karena mendengar tentang Kris yang disebut-sebut akan hadir dalam pesta menggelikan itu. Dirinya terus menyimak dan mendengar three days later.
.
.
Chanyeol merasakan hembusan angin yang kencang, berdiri diatap rumah sakit rasanya menyenangkan. Chanyeol merutuk karena tidak bisa terlalu leluasa dengan tubuh tingginya yang bisa saja terlihat dari bawah—dirinya bisa disangka pasien frustasi yang akan bunuh diri. Chanyeol tersenyum manis, hawa dingin tidak mencegahnya untuk berhenti. Atap akan jadi tempat favoritnya dirumah sakit ini selain lorong, setidaknya menjajak peringkat pertama. Chanyeol suka angin berhembus leluasa, tidak seperti angin-angin kecil yang masuk hanya sedikit kedalam kamar rawatnya. Chanyeol merasa bahwa pengobatannya dirumah sakit sia-sia saja. Bukan, bukan seperti itu maksudnya. Hanya saja, Chanyeol selalu membuang obatnya dan berpikir kalau ia memiliki suasana girang akan menyehatkan dirinya sendiri. Kecuali bernafas.
Chanyeol selalu menyusup ke kantin pegawai rumah sakit karena ia benci bubur pasien, rasanya mengerikan. Dengan cannula yang menyedihkan ia memohon-mohon agar setidaknya koki manis didapur itu memberikanya sepiring daging saja. Chanyeol bahagia dengan kenakalannya.
Chanyeol menoleh, ia merasakan kedatangan lain diatap yang sama. "What are you doing here?" Itu Kris Wu, menarik lengannya. Ada apa dengan rautnya itu? Chanyeol ingin menanyakannya karena otaknya yang terlalu lambat untuk menebak-nebak ekspresi seseorang. "What?"
Kris mendengus, walaupun ekspresi itu masih sama. "Kau harus kembali ke kamarmu, your nurse was looking for you."
Chanyeol mendecih, "Dia lebih pantas disebut nanny kurasa."
"Chanyeol, please. Aku masih ada urusan dan jangan membuatku membuang waktuku."
Chanyeol menggeleng dengan mantap, "Aku tidak mau."
"Chanyeol!" Kris berbicara agak keras. Chanyeol terkejut, Kris yang dingin tidak pernah berbicara seperti itu. "Hyung..."
Kris menarik nafasnya, Chanyeol mengeratkan pegangannya pada tiang infus. "I'm sorry, okay? Aku mohon atas pengertianmu, Chanyeol. Kau sudah besar dan tidak harus bersikap seperti ini." Kris melepaskan syal dilehernya yang serasa tidak berguna, ia mengalungkan pada leher pucat Chanyeol. "Aku hanya khawatir saja."
Chanyeol menunduk, menurut saja dengan dokter itu yang sudah menuntunnya hingga sampai dikamar rawatnya. Ia mulai kebingungan, anak itu tidak menampakkan ekspresi yang biasa-biasanya ia lihatkan saat Kris menyentuh kulit dadanya dengan stetoskop. Kris membentaknya, memberikan syal untuknya dan bilang kalau ia khawatir akan dirinya. Dan Chanyeol mulai berpikir kalau, apakah Kris hyung benar-benar mulai khawatir padaku setelah semua perhatiannya?
.
.
Chanyeol berdiri dengan setelan yang ia pinjam dari koki dapur pegawai kesayangannya. Chanyeol datang ke pesta pemilik yayasan rumah sakit. Hanya untuk Kris. Chanyeol dengan percaya diri berjalan masuk ke tempat besar itu dengan menggeret tabung oksigen untuk cannula dihidungnya dan orang-orang yang ada disana menatap heran. Chanyeol rela melakukan ini karena Kris. Karena Kris Wu yang selalu memperlakukannya spesial, walaupun Chanyeol tahu Kris bertindak seperti itu kepada hampir semua pasiennya di sesi checking, tetapi tidak dengan rasa khawatir yang ia ucapkan langsung juga syal yang terang-terangan ia berikan pada Chanyeol sore itu di atap rumah sakit.
Chanyeol merasa, kalau selama dua tahunnya dirumah sakit.. rasa suka, kagum dan berdebar-debar yang ia rasakan karena Kris itu adalah—karena dirinya mencintai seorang Kris Wu.
Ia mencari-cari Kris, disegala penjuru ruangan pesta. Pesta ini besar sekali, karena ini adalah ulang tahun si anak pemilik yayasan. Chanyeol ingin menyerah saja, tetapi kemudian ia melihat sosok pria yang dicarinya itu tengah berdiri dengan sampanye ditangannya sambil mengobrol bersama orang-orang lain. Chanyeol yakin itu rekannya sesama dokter.
Chanyeol mendekat, dan itu membuat Kris menoleh tanpa disuruh lalu ia terkejut. Sebelum Chanyeol lebih dekat lagi Kris sudah maju duluan lalu menarik lengan si pemuda nakal. "What are you doing here?!"
Kris berbisik dengan kesal, namun nadanya terdengar setengah membentak juga. Chanyeol sudah tidak kaget lagi. "Aku hanya ingin ikut bersamamu hyung." Ia berujar dengan nada polos yang dibuat-buat. Kris agak muak dengan tingkah si penguntit ini. "Kau harus kembali kerumah sakit."
"Tidak mau!"
"Chanyeol!"
"Hyung, kumohon..."
"Chanyeol, jangan membuatku membentakmu lebih daripada ini."
"Jika kau melakukannya aku akan tidak bernafas detik itu juga."
Kris diam dengan mengusap-usap wajahnya kasar. Chanyeol tersenyum, "Kau tampan dengan setelanmu itu hyung."
Kris melotot kearahnya, "Diam kau." Dan Chanyeol tidak bisa berhenti tertawa kecil. Kris tidak bisa menikmati pestanya, karena ia merasa harus mengawasi Chanyeol seperti bayi besar yang belum bisa berpikir. Anak itu berulah, dengan lancang mengambil minuman yang seharusnya belum disuguhkan, asal mengambil banyak makanan yang Kris yakin tidak sehat dan—yang benar saja, Kris merasa pusing sekarang.
"Ayo pulang Chanyeol!"
Kris menghampiri Chanyeol lagi setelah selesai mengobrol juga memberi ucapan selamat pada yang berulang tahun dipesta. "Tidak mau!"
"Lalu apa maumu?"
"Kau berdansa denganku!"
Chanyeol mengucapkan dengan mata yang berbinar-binar, Kris benar-benar mual. Chanyeol merasa dirinya adalah anak umur lima tahun yang parasnya masih menggemaskan. "Lalu kita pulang!"
"Baiklah."
Dan Chanyeol benar-benar menurut. Setelah ia puas berdansa, menempel dengan wajah Kris, memeluk pundak Kris rapat, dan menginjak-injak kaki Kris dengan tertawa. Kris menyeretnya dengan tak sabaran dijalan menuju rumah sakit. "Hyung,... pelan-pelan!"
Kris tidak menggubris Chanyeol yang menyebalkan itu, dirinya sudah terlalu sebal. Dan, moodnya benar-benar hancur. "Hyung!" Kris tetap saja tidak mempedulikan kalau faktanya Chanyeol itu hanya memiliki sebelah paru-paru yang bekerja. Dan pada akhirnya ia menyesal. Kris merasakan perhentian gerak dari orang dibelakangnya, Chanyeol sedang merasakan sesak.
"God! Chanyeol!" Kris berteriak, langsung menampah tangannya. Chanyeol tidak bisa bernafas. "Chanyeol, Chanyeol, breath.. breath.."
Kris berteriak frustasi, Chanyeol memegangi dadanya dan selang dihidungnya serasa tidak membantu. Semuanya tidak berguna. Kris langsung menggendongnya, mencari-cari taksi dan membawa Chanyeol yang sekarat ke rumah sakit dengan cepat.
.
.
Chanyeol baik-baik saja. Ia sudah bisa bernafas, paru-parunya tidak penuh. Itu hanya reaksi dari dirinya yang terlalu lelah berjalan. Kris duduk, masih dengan setelan yang ia pakai dipesta. Chanyeol sudah menggunakan baju pasien setelah perawat mengurusinya. Anak itu memandang kearahnya dan Kris rasanya ingin mati saja tadi. Melihat Chanyeol yang seperti itu rasanya mengerikan. Ia takut, entah kenapa.
"Hyung..."
"Bagaimana kau bisa kabur tadi?"
"Hyung..."
"Chanyeol, jawab aku!"
"Hyung..."
"What?!" Kris merasa dirinya terlalu sering uring-uringan akhir-akhir ini. Dan Chanyeol yang membuatnya meninggikan nada bicaranya. Chanyeol menatapnya kecewa. Kris mengusap kasar wajahnya, ia benar-benar lelah hanya untuk mengurusi anak ini. Kris hendak bangun dari kursinya tapi Chanyeol menarik kuat lengan bajunya.
"Hyung..." Kris menoleh, tidak berniat menjawab seruan tidak penting yang selalu Chanyeol ucapkan.
"..."
"Jangan pergi."
"Aku butuh tidur, Chanyeol."
"Kumohon..."
"Berhentilah bersikap seperti itu." Kris mulai dengan nada dinginnya. Dan Chanyeol merasa agak lega.
"Hyung.. aku ingin membicarakan sesuatu."
"..."
"Aku mencintaimu hyung."
"..."
"Hyung... aku—"
"Kau ini bicara apa, Chanyeol? Sudahlah aku ingin tidur."
"Hyung... dengarkan dulu."
"Kau yang dengarkan aku. Aku lelah, aku butuh tidur." Kris menatap lelah kepada pemuda berwajah pucat dihadapannya. "Please..." Dan disitu Kris melihat raut yang berbeda. Chanyeol tidak pernah seperti itu. Chanyeol pernah menatapnya takut, tapi ia terlalu sering tersenyum untuk Kris. Dan ini? Apa ini?
"Aku tahu, aku menjijikan. Jadi hyung sudah pasti tidak suka dan terganggu dengan kehadiranku. Terlebih lagi, aku hanya punya sebelah paru-paru yang bekerja. Aku hanya manusia yang menyedihkan. Iya kan?"
"..."
Kris terdiam. Chanyeol menatapnya dengan kedua bola matanya yang memerah, Kris tidak bodoh melihat reaksi mata manusia yang seperti itu. "Silahkan keluar, hyung."
Setelah melihat sesuatu yang basah dari bayangan pipi Chanyeol, Kris mematung ditempatnya.
"Chanyeol..."
"Kau bilang kau lelah kan, hyung?"
"..."
Kris melangkah pergi. Dan Chanyeol menangis semalaman itu.
.
.
.
To Be Continued—
.
.
Or End?
.
.
Well, eonni bukan mau nambah utang wkwkwkw, pengen aja nambah ff Krisyeol karena jaraaaanggggg pake banget dan itu rasanya mau remukkin elektronik sekitar. Eonni gak suka angst sebenernya, tapi yah mati atau tidaknya Chanyeol sembuh atau tidaknya kita lihat saja ya. Tergantung alur ceritanya juga.
Wanna give me some reviews?
