Disclaimer : Saya pasti sudah kehilangan akal sehat apabila berani mengaku-ngaku bahwa Bungou Stray Dogs adalah milik saya. Padahal, semua orang seharusnya tahu bahwa Bungou Stray Dogs adalah karya dari Asagiri Kafuka-sensei dan Harukawa35-sensei. Saya hanya salah seorang fans Bungou Stray Dogs yang suka menulis fanfics. Ini adalah usaha saya untuk melucu karena orang-orang lebih mengenal saya sebagai pemurung. Jika kalian melihat fanfic ini di media sosial dengan label nama Andateika, kemungkinan besar itu adalah saya.

Summary : Jika Kunikida Doppo, Nakajima Atsushi, dan Akutagawa Ryunosuke bertemu dalam ruangan yang sama, apa yang akan terjadi? Akutawaga dengan nafsu membunuh yang berkobar-kobar, Kunikida yang selalu bertindak sesuai idealismenya, Atsushi yang gampang panic dan ceroboh, serta Dazai yang selalu menyebabkan masalah. Ini semua karena Dazai Osamu dan usaha bunuh dirinya yang konyol gagal total.

Happy Family

Chapter 1

Tidak ada yang lebih buruk bagi Akutagawa Ryunosuke, si "anjing" mafia pelabuhan, selain pemandangan yang ada di depannya. Amarahnya memuncak sampai ke ubun-ubun. Ia seperti bom nuklir yang siap meledak dalam hitungan detik. Saat ini, ia sangat ingin menghancurkan ruangan ini dan menebas orang-orang di hadapannya hingga mayat mereka tidak bisa dikenali lagi, dengan ability : rashomon.

Mata Akutagawa memandang tajam ke arah Kunikida Doppo dan terutama Nakajima Atsushi. Akutagawa ingin membunuh mereka, saat ini, di sini. Rashomon mulai bergerak, membentuk bayangan iblis hitam bertaring yang siap menerkam mangsa.

"Akutagawa, tenangkan dirimu." Kunikida tampaknya paham apa yang ada di pikiran Akutagawa saat ini. Kunikida mengkalkulasi dengan cepat kemungkinan terburuk yang akan terjadi dalam situasi seperti ini. Mati. Keringat dingin menetes dari dahinya.

Tenggorokan Kunikida, si penyair Doppo, mendadak kering seketika. Walaupun ia dan Atsushi, si manusia harimau (jinko), bergabung untuk menyerang Akutagawa ...ini hampir mustahil untuk menang. Apalagi dengan keadaannya yang sedang tidak bisa bergerak. Ini karena ada tubuh seorang 'pria' yang sedang tertidur lelap di pangkuannya.

"Akutagawa-san! Ini ...ini ...tidak seperti yang kau pikirkan ...ini ...tadi ...anu ...anu ...," Atsushi tergagap.

"Beraninya kalian ..., " nada bicara Akutagawa penuh dengan nafsu membunuh di setiap silabel yang ia ucapkan. Ia siap menunjukan kepada dua orang ini mengapa dia dijuluki 'silent rabid dog'. Rashomon semakin membesar.

BLAAAAARRRR!

Rashomon membelah meja hingga berkeping-keping. Kunikida mendelik, ini akan berdampak pada pengeluaran 'Armed Detective Agency' bulan ini! Pengeluaran tidak terencana seperti ini tidak tertulis dalam buku catatannya! Bagaimana ia harus mempertanggungjawabkan hal ini pada Direktur Fukuzawa? Ini keterlaluan! Tidak bisa dimaafkan!

Tanpa pikir panjang, Kunikida segera bangkit dari posisi duduknya. Dia lupa dengan 'pria' yang tertidur lelap di pangkuannya. "Kunikida-san!" Atsuhi mencoba mencegah Kunikida. Akutagawa dengan sigap mencoba meraih tubuh 'pria' itu. Namun, mereka terlambat.

BUUM!

Tubuh 'pria' malang itu terjatuh ke lantai, dengan kepala terlebih dahulu menyentuh lantai ruangan yang keras. Jantung Akutagawa seolah mendadak terhenti saat memandang sekilas mata berwarna coklat gelap kemerahan yang terlihat sangat jernih itu memandangnya. Akutagawa mendapat firasat buruk seketika. Kunikida sudah siap menutup kedua telinganya. Begitu juga dengan Atsushi.

"Hhhhhhwwwwaaaaaaaannngggg ...!"

Tangisan 'pria' itu melesat di udara, seperti desingan suara pesawat jumbo jet melintas di dekat telinga. Akutagawa tidak bisa untuk tidak menutup telinganya rapat-rapat. Ia tidak ingin jadi seorang tuna rungu di usianya yang masih muda.

Atsushi mendekati 'pria' itu, menyentuh kepalanya. Mengusap lembut surai hitam 'pria' itu yang tampak berantakan dengan penuh kasih sayang. "Hush ...hush ...jangan menangis," bujuk Atsuhi lembut.

Jika pemandangan di awal sudah cukup buruk bagi Akutagawa, kini dia akan merevisinya. Pemandangan yang tersaji di depannya saat ini jauh, jauh, jauh lebih buruk dari sebelumnya. Seperti anak panah beracun menancap tepat di jantungnya. Jantungnya terasa sakit, hingga rasa sakit di telinganya jadi terlupakan.

"Hwaaaaangggg!"

"Hush ...hush ...jangan menangis, " bujuk Atsushi seraya membawa tubuh 'pria' itu dalam dekapannya. 'Pria' itu masih menangis kencang dalam pelukan Atsushi.

Ini pemandangan yang terburuk! Akutagawa merasa seperti tertusuk ribuan pasak di sekujur tubuhnya!

"Akutagawa, tahan dirimu." Kunikida memberi peringatan.

Akutagawa tidak peduli. Persetan!

TAP. TAP. TAP.

Akutagawa melangkahkan kakinya, mendekati Atsushi yang sedang memeluk 'pria' itu. Di setiap derap langkahnya menyiratkan 'BUNUH'. "Hehehehehe ...," Akutagawa terkekeh. Aura dingin memenuhi ruangan.

Atsushi mendadak pucat, tubuhnya gemetar, dan keringat dingin mengucur. Kunikida melesat, memasang badan untuk menghalangi langkah Akutagawa. Akutagawa menghentikan langkahnya, mengernyitnya dahinya. Memandang sinis pada Kunikida seolah Kunikida adalah serangga yang harus ia lumatkan di bawah sepatunya.

"Minggir," perintah Akutagawa dengan nada dingin seperti es. Penuh ancaman kematian.

Kunikida melayangkan pukulannya ke arah Akutagawa. Percuma, memang. Tapi, setidaknya ini bisa mengalihkan perhatian Akutagawa dan Atsushi bisa meloloskan diri bersama 'pria' yang sedang menangis itu. Ini pengorbanan sesuai prinsip hidupnya yang tertulis di dalam buku catatannya, 'lakukan apapun yang bisa kau lakukan'.

Rashomon melesat, membentuk ujung-ujung runcing seperti pasak-pasak baja yang siap menusuk tubuh Kunikida. Wow, jika Vlad The Impaler melihat ini, mungkin dia akan tercengang?

Kunikida bergerak refleks. Dia tidak menangkisnya. Dia sadar, menangkis rashomon hanya dilakukan si idiot. Rashomon mampu menusuk apapun yang menghalanginya. Kunikida melompat ke arah samping. Rashomon menghujam lantai, meninggalkan lubang menganga yang cukup lebar. Sialan!

Kunikida mengambil buku catatan dan pena dari sakunya, secepatnya hendak menulis 'wire gun' dan menggunakan ability-nya, yaitu Doppo Poet. Namun, belum selesai ia menulis, rashomon kembali menyerang. Ia terpaksa menghindar lagi, memutar tubuhnya lalu melompat sejauh mungkin, ia mendarat dengan lututnya. Kunikida meringis menahan sakit.

"Rashomon : Spider thread," ucap Akutagawa. Dalam sekejap, rashomon mengubah bentuknya menjadi seperti jaring laba-laba.

"Atsushi, lari!" Kunikida berseru. Ini jauh lebih gawat daripada perkiraannya semula. Kunikida mendapati tubuhnya tidak bisa bergerak, rashomon menjerat tubuhnya, mengangkatnya tinggi ke udara.

Panik dengan apa yang ia lihat, Atsushi bergerak cepat. Ia mencoba berlari sekuatnya sambil memeluk erat 'pria' dalam gendongannya yang masih saja terus menangis kencang. Ia harus menerobos dan melewati Akutagawa. Dalam keadaan gelap mata begitu, Atsushi yakin Akutagawa tidak akan pikir panjang untuk menghabisi semua orang dalam sekejap.

"Uuuwaaaaaa!" Atsushi tersandung ujung karpet. Ia terjatuh.

"Bodoh!" Kunikida tak habis pikir bagaimana Atsushi bisa sebegitu cerobohnya dalam keaadan genting begini.

"Jangan bergerak, Jinko. Tetap di situ," Akutagawa berjalan mendekat. Atsushi berguling dan berusaha segera bangkit. "Kubilang, jangan bergerak," bersamaan ucapan Akutagawa barusan, rashomon menancap pada ujung kerah kemeja Atsushi, mendorongnya merapat ke dinding. Ini gawat. Ini gawat. Atsushi merasakan seperti sedang menghadapi shinigami yang bersiap untuk mengambil nyawanya. Akutagawa melangkah maju.

"Hentikan, Akutagawa!" pekik Kunikida.

"Jangan ..." gumam Akutagawa. Akutagawa berlutut di depan Atsushi, ia mengulurkan tangannya dengan canggung. Bisa dipastikan, Atshusi luar biasa panik. Ia menutup matanya, mendekap semakin erat si 'pria' yang tak henti-hentinya menangis, 'pria' yang harusnya ia lindungi saat ini, Dazai Osamu.

"Jangan ...menangis, Dazai ..." Akutagawa membelai kepala Dazai.

"Huhhh?!" teriak Atsushi dan Kunikida serentak. Apa ini ilusi?

Ajaib, si 'pria' yang bernama Dazai Osamu langsung berhenti menangis.

"Huuuhhh?!" Atsushi dan Kunikida kaget dengan apa yang saat ini mereka lihat. Akutagawa?

Dazai menoleh, tangannya masih memegang erat kemeja Atsushi yang sudah basah kuyup karena air matanya. Dengan ekspresi bingung terpampang pada wajahnya yang masih penuh dengan air mata, Dazai menatap Akutagawa. "Dazai, hehehe ..." Akutagawa mencoba tersenyum.

Atsushi merasa bahwa senyuman Akutagawa seperti senyuman IBLIS! Mengerikan!

"Hwwwaaaaaaaaaaanggggggg!" Dazai menangis lebih kencang. Dia berbalik, kembali menyembunyikan wajahnya di kemeja Atsushi.

DOOOONGGGGGGGGGG

Seolah Akutagawa berada di dalam sebuah lonceng kuil raksasa dan seseorang menghantamnya dengan kayu pemukul lonceng. Ini pukulan telak untuk Akutagawa. Dazai Osamu membenci dirinya.

"Hwwwwaaaaangggg...!"

"Hush ...hush ...Dazai-san, ...jangan menangis, ya. Kumohon," sepenuh hati Atsushi memohon. Rasanya, Atsushi ingin ikut menangis juga. Telinganya mulai terasa sakit. Kunikida merasakan hal yang sama. Sebetulnya, Akutagawa juga.

Tuk. Tuk. Tuk.

Akutagawa mencolek pundak Dazai. Mencoba meraih perhatian Dazai.

"Akutagawa-san, lebih baik ... GYAAAAHHH!"

Belum sempat Atsushi menyelesaikan kalimatnya, Akutagawa dengan cepat mengayunkan kepalan tangannya.

"Permen," kata Akutagawa. Akutagawa membuka genggaman tangannya, tampak ada satu bungkus permen di telapak tanganya. Akutagawa menyodorkannya pada Dazai.

Dazai, naluri kekanak-kanakannya menuntunnya untuk melirik ke arah datangnya permen. Walau air matanya masih bercucuran, ia masih bisa melihat jelas permen itu di telapak tangan pucat pria yang dipanggil Akutagawa, tampaknya enak. Dazai melepaskan pegangannya, meraih sebungkus permen berwarna merah. Dengan ragu ia membuka bungkusnya dan memasukannya ke mulut.

Rasa manis menyebar di dalam mulutnya. Dazai menyukainya! Ia tersenyum, lupa akan tangisnya seketika. Ia berdiri lalu menundukan kepala. "Arigatou, Akutagawa-sama!" seru Dazai dengan penuh keceriaan.

Setelah badai, akhirnya munculah pelangi. Akutagawa merasakan hal aneh, perasaan yang merayap di hatinya, memberikan kehangatan. Perasaan asing ini ...Akutagawa tidak membencinya.

"Akutagawa, bisa tolong lepaskan ini?" sela Kunikida tiba-tiba. Kunikida masih terjerat oleh rashomon. Tanpa repot-repot menoleh, Akutagawa menghilangkan rashomon. Kunikida terjatuh. Ah, untung saja kacamatanya tidak pecah. Walau tubuhnya terasa sakit, setidaknya masih ada hal yang bisa ia syukuri.

Melihat Dazai yang terlihat ceria, Atsushi mengusap kepala senpai-nya itu. Pipi Dazai bersemu, ia tersenyum malu. "Anak baik," kata Atsuhi.

Anak?! Dazai Osamu, anggota 'Armed Detective Agency' dan mantan anggota executive mafia pelabuhan termuda dalam sejarah dari Yokohama, pria yang harusnya berusia 22 tahun ini disebut 'anak'? Ah, ya ...walau ini agak konyol, tapi saat ini Dazai Osamu sedang terlihat seperti anak berusia tidak lebih dari 7 tahun. Salahkan hobi Dazai si maniak bunuh diri (jisatsu mania).

Hobinya untuk bunuh diri, membuat Dazai salah meminum ramuan entah apa namanya dan entah dari mana ia mendapatkannya. Yang jelas, alih-alih usaha bunuh dirinya sukses, malah membuat tubuhnya menyusut. Dazai kembali menjadi anak kecil. Bersamaan itu, memorinya semasa dewasa sepertinya juga hilang. Akutagawa yang menemukan Dazai dalam kondisi demikian. Akutagawa juga yang menyelamatkan nyawa Dazai yang hampir hilang karena nyaris tenggelam di sungai berarus deras. Lalu, Akutagawa juga yang membawa Dazai ke kantor 'Armed Detective Agency'.

"Jinko, menjauh dari Dazai," perintah Akutagawa.

Untuk mencegah keributan seperti tadi, lebih tepatnya untuk tidak memancing amarah Akutagawa, Atsutshi mengambil beberapa langkah mundur ke belakang. Atsushi tak menyangka bahwa Akutagawa yang terkesan dingin itu ternyata orang yang sangat cemburuan jika berhubungan dengan Dazai Osamu.

Selama ini Akutagawa selalu memproklamirkan kebenciannya terhadap Dazai dengan menyebut Dazai sebagai aib bagi organisasi ilegal mafia pelabuhan karena pengkhianatan Dazai. Tapi, mungkin jauh di lubuk hatinya Akutagawa sebetulnya tidak membenci Dazai. Senpai yang selalu dikagumi oleh Akutagawa Ryunosuke.

Dengan kikuk, Akutagawa merogoh kantung plastik putih yang sedari tadi dipegangnya. Es krim. Akutagawa membelinya di mini market. Es krimnya belum mencair.

"Es krim," Akutagawa menyodorkan es krim itu kepada Dazai yang telah ia buka sebelumnya. Es krim cokelat. Anak-anak menyukai makanan manis. Begitu pikir Akutagawa.

Dazai mengangguk senang. Tangan mungilnya meraih gagang es krim. "Arigatou, Akuta ...ngggg ...Papa Ryu," ucap Dazai. Jantung Akutagawa seperti terhenti untuk beberapa saat. Ini seperti mimpi.

Perasaan aneh itu muncul lagi. Hatinya terasa hangat. Seperti ada kupu-kupu yang berterbangan di hatinya. Wajah Akutagawa yang senantiasa pucat, kini bersemu. Semakin bersemu saat Dazai tiba-tiba menggenggam tangan Akutagawa. Tanpa sadar, ia menjatuhkan kantung plastik yang ia genggam.

Kunikida membetulkan letak kacamatanya. Pemandangan ini terasa sangat aneh. Dengan gerakan tangan, Kunikida mengisyaratkan agar Atsushi mendekat. Atsushi menanggapinya, mendekat. Mereka bertemu di balik sofa yang saat ini sudah rusak.

"Atsushi, bukan hal yang baik membiarkan Dazai berdekatan dengan Akutagawa," Kunikida memulai pembicaraan. Berbisik. Akan jadi gawat jika Akutagawa mendengar.

"Tapi, sepertinya Akutagawa-san bersikap baik pada Dazai-san," kata Atsushi. 'Terlepas dari rasa cemburunya dan tempramennya', tambah Atsushi dalam hati.

"Atsushi, si maniak bunuh diri itu selalu lolos dari kematian selama ini, tapi aku tidak yakin kali ini. Ini Akutagawa Ryunosuke."

"Rashomon-nya sangat mengerikan, Kunikida-san. Lagipula, Akutagawa-san sangat tempramental."

Andai ability : No Longer Human milik Dazai masih bisa berfungsi, tapi dengan tubuh usia 7 tahun begitu ...tetap bukan tandingan Akutagawa. Kunikida berpikir keras. "Atsushi, sebisa mungkin kita harus mengawasi Akutagawa. Kita tidak tahu kapan dia akan lepas kendali."

Atsushi mengangguk.

"Apa yang kalian bicarakan?"

"Gyaaaaaaaahhhh!"

Tiba-tiba Akutagawa sudah ada di dekat mereka. Dia muncul seperti hantu. Ada Dazai juga, masih menggengam tangan Akutagawa.

"Anuuu ...anuu ...kami hanya membicarakan menu makan malam. Benar 'kan, Kunikida-san?" kata Atsushi dengan gugup.

"Benar. Itu benar," timpal Kunikida cepat.

Mereka berdua sangat tegang.

"Chazuke sangat enak."

"Bagaimana dengan ramen?"

"Chazuke."

"Ramen."

"Chazuke."

"Ramen."

"Chazuke."

"Tertera dalam buku catatanku bahwa menu makan malam ini adalah ramen!"

"Chazukeeeeeeee!"

"Rameeeeeeeen!"

"Berisik," sela Akutagawa.

SHHRRRIIINGGGG

Angin dingin tiba-tiba lewat. Kunikida dan Atsushi menghentikan pertengkaran mereka.

"Hari ini aku akan menginap di sini untuk menjaga Dazai," Akutagawa memutuskan sepihak.

Kunikida dan Atsushi saling melempar pandang, mereka tertunduk lesu. Ini artinya mereka harus 24 jam mengawasi Dazai dan Akutagawa. Dazai saat ini saja sudah cukup merepotkan. Sangat hiperaktif untuk anak seusia dirinya. Ditambah Akutagawa? Ah, Kunikida merasa dirinya bertambah tua tiba-tiba.

'Ding ding ding ding', ponsel Kunikida berbunyi.

"Moshi-moshi," jawab Kunikida. "Yosano-san?" lanjutnya. "Oh?" lanjutnya lagi. Haaaaahhh?!" seru Kunikida tiba-tiba. "1 minggu?!" tanyanya dengan nada tidak percaya.

TRRRAAKKK

Kunikida menjatuhkan telpon genggamnya. Ekspresi Kunikida sangat kalut. Atsushi mendapat firasat luar biasa buruk soal ini. "Dazai ..." kata-kata Kunikida menggantung.

Akutagawa tampak tenang. Dazai menelengkan kepalanya tanda ingin tahu. Atshushi mencoba untuk tidak panik.

"Dazai ...akan tetap begini, setidaknya ...untuk 1 minggu ..."

Kata-kata Kunikida seperti halilintar yang menyambar telinga Atsushi.

"Aku akan menginap di sini untuk 1 minggu ke depan," lagi-lagi Akutagawa memutuskan sepihak.

"Yeaaay!" Dazai bersorak kegirangan.

Ini artinya 24 jam X 7? Hebat ...

Atsushi meneteskan air mata. Kunikida menelan ludah.

"Ini oleh-oleh," Akutagawa menyodorkan kantung plastik berwarna putih kepada Kunikida.

'Ah, ternyata dia memang sudah berencana untuk menginap', pikir Kunikida. Kunikida menerima oleh-oleh itu dengan setengah hati.

GURURURRURURU

Perut mungil Dazai berbunyi. Ia lapar. Wajar, Dazai belum makan siang karena merajuk meminta dibelikan es krim. Beberapa jam lalu, Dazai menangis sampai tertidur. Ini juga sudah sore.

"Kunikida-san, bagaimana jika kita makan malam sekarang?" tanya Atsushi. Perutnya juga lapar.

"Ya, baiklah," jawab Kunikida.

"Chazuke!" teriak Atsushi.

"Ramen!" balas Kunikida.

"Kepiting!" Dazai menyela sambil mengangkat kedua tangannya memperagakan gerakan capit kepiting.

"Setuju," kata Akutagawa.

"Nnngg ...ini Kunikida-san yang akan mentraktir 'kan?" tanya Atsushi ragu.

MAHAL! Kunikida menjerit dalam hatinya. Ini pengeluaran tidak terencana dan ini tidak tertera dalam buku catatannya pada halaman berapapun!

"Papa Ryu, ayo pergi!" dengan semangat Dazai menarik tangan Akutagawa. "Atsushi-nii (kakak)! Ayo, cepat!" Dazai memanggil Atsushi. "Kunikida-jiji (kakek)! Arigatou!" Dazai melambaikan tangannya pada Kunikida.

SHREEEEZZZZZZZZ

Angin dingin menerpa Kunikida. Ia merasa bertambah tua berkali-kali lipat dalam sekejap.

"Cepatlah, 'jiji' ..." perintah Akutagwa.

Kunikida menyeret kakinya dengan langkah lesu.

'Keluarga' ini meninggalkan kantor 'Armed Detective Agency'.