Yo minna-saaaaaannn! Natsu publish fic baru lagiiii! XD *dikeroyok*
Padahal utang fic masih banyaaaaaaaaakkk banget! Tapi udah nekat publish! Natsu emang heeeebbaaaatt! *dor!*
Ah, ya! Fic ini terinspirasi dari salah satu novel, yang pernah Natsu baca! Bacanya udah lamaaaaa banget! Jadi udah rada lupa, sama jalan ceritanya! Karena ceritanya keren, dan charanya cocok, Natsu tuangin deh, ke dalam fic. Tentunya dengan improvisasi yang diketahui gaje, abal, norak, khas Natsuuuu! XD
Fic ini juga sekaligus tanda permintaan Natsu, yang telat publish May I Meet You Dad! Padahal Natsu udah janji! Gomen minnaaaa~ Utamanya para panitia! DX
Yosh! Tanpa Ba bi bu lagi, langsung baca ajaaaa! XD
.
.
Disclaimer : Togashi Yoshihiro
Title : To Be With You
Story By : Natsu Hiru Chan
Genre : Romance, & Family—maybe?
Rated : T
Pairing : KuroroXKurapika
Warning(s) : AU, OOC, typo bertebaran dimana-mana, terinspirasi dari sebuah novel, semi-M sometimes, abal, gaje, norak, jelek, ancur, dapat menyebabkan kanker, serangan jantung, impotensi dan gangguan kehamilan dan janin!
Summary : Berawal dari sebuah kesalahan kecil, yang terjadi di Spider Island, Kurapika harus 'tertimpa' bencana besar yang membuatnya harus terjebak dalam kehidupan seorang pria yang bernama Kuroro Lucifer.
.
Don't like, don't read!
.
.
.
Chapter 1 :
Gadis itu memperhatikan dua garis merah dengan tatatapan terkejut, seolah tak percaya dengan apa yang dilihatnya. Pegangannya pada benda putih kecil itu kian gemetar, menyadari sesuatu yang paling ditakutkannya—sejak dua minggu yang lalu—terjadi.
Kurapika merasakan wajahnya memanas, karena marah. Dengan emosi, dipatahkannya test pack itu, dan membuangnya ke toilet sambil menggeram kesal.
Ia tak pernah mengira bahwa ia akan hamil di usianya yang masih terbilang relatif muda. Sangat muda! Gadis itu baru saja merayakan sweet seventeennya. Yaaah... meski sweet seventeen itu ia rayakan sendirian di rumah, membaca buku, dan melakukan hal-hal yang biasa ia lakukan pada malam hari. Tak ada yang spesial. Semua manusia pasti pernah berulang tahun, dan itu bukan sesuatu yang patut dirayakan. Setidaknya itulah pendapatnya.
Namun kejadian kurang lebih dua minggu yang lalu benar-benar membuatnya shock setengah mati. Ia terbangun, di atas sebuah ranjang besar, dalam kondisi tak tertutupi sehelai benang pun. Bersama seorang pria yang tidak dikenalnya, yang kondisinya tak berbeda dengannya. Telanjang bulat!
Kurapika teringat, saat Neon, sahabatnya mengajaknya berlibur ke sebuah pulau. Katanya pulau itu pulau buatan, yang dimiliki oleh anak teman ayahnya. Neon memang tak mengenal anak teman ayahnya itu, tapi ia pernah melihatnya beberapa kali, bila menghadiri sebuah pesta untuk kalangan atas. Katanya ia adalah pria yang tampan. Sangat tampan. Sebenarnya Kurapika tak begitu peduli sosok itu, sampai ketika suatu pagi, ia terbangun bersama pria itu! Gadis itu sama sekali tak mengingat apa-apa, begitu pula dengan lelaki tersebut. Sepertinya mereka berdua 'melakukannya' secara tak sadar, karena semalam mereka sedang berada dalam pengaruh alkohol.
Gadis itu segera menyeka air matanya dengan kasar. Ia tak mau menangis, dan tak akan pernah! Segera ia putar tuas toilet, membiarkan test pack naas itu terisap ke dalam, tenggelam ke pembuangan. Kurapika pun langsung berdiri, membasuh wajahnya dengan air, dari westafel, dan bergegas keluar.
.
~TO BE WITH YOU~
.
Di sinilah ia sekarang. Di depan sebuah mension besar, dengan fasilitas mewah. Gadis itu bisa menangkap sebuah kamera, alat perekam, dan tombol bel melekat di pintu gerbang mension yang tertutup rapat itu. Ia lalu mengeluarkan secarik kertas dari sakunya, dan memperhatikannya.
"Apa benar, ini rumahnya...?" ia bertanya pada dirinya sendiri.
Ditariknya nafasnya dalam-dalam, mempersiapkan diri untukbertemu pria yang mungkin sudah bisa dibilang membuat lubang, untuk menghancurkan hidupnya. Tinggal menunggu waktu saja, sampai saat itu tiba. Dengan ragu, ditekannya tombol itu.
"Selamat Pagi, kediaman Lucifer di sini. Ada perlu apa?" suara wanita paruh baya terdengar dari perekam di depan Kurapika.
"Err... saya Kurapika Kuruta. Dan saya ingin bertemu dengan pemilik rumah ini," ucapnya dengan nada sopan.
"Baiklah, silahkan masuk,"
Seketika gerbang besar itu terbuka lebar, menampakkan sebuah rumah indah dengan pekarangan yang luas nan asri di dalam. Tanah yang saat ini ia pijak berwarna hijau, entah itu rumput asli, atau pun rumput buatan. Di sekitar sana terdapat banyak bunga, semak yang digunting sedemikian rupa hingga membentuk sebuah bentuk yang unik dan cantik, dan terdapat kolam ikan di dekat sebuah pohon Oact yang kini sudah berbunga, siap untuk mengeluarkan buah yang manis. Namun keindahan rumah itu tak berhasil membuat hati Kurapika tenang. Sedari tadi jantungnya berdegup kencang, seolah meronta ingin lepas dari tempatnya. Gadis itu menarik nafas,dan menghembuskannya beberapa kali, guna untuk menetralkan detak jantungnya.
Di pintu utama rumah itu berdirilah seorang gadis muda yang mengenakan kostum pelayan, seolah menunggui kedatangan Kurapika.
"Anda ingin bertemu dengan Tuan Muda? Ada perlu apa?" tanya pelayan itu dengan nada sopan.
"Aku ada urusan penting yang harus kubicarakan dengannya," jawab gadis pirang itu dengan nada dingin.
"Baiklah, silahkan masuk,"
Kurapika mengikuti pelayan itu masuk ke dalam mension itu, dan ia disuruh untuk duduk di sofa.
"Silahkan tunggu sebentar. Saat ini Tuan Muda sedang mandi," setelah mengatakan itu, si pelayan pun pergi entah kemana. Mungkin ia sedang mengerjalan pekerjaan yang sempat tertunda oleh Kurapika, atau... sedang mempersiapkan minum untuk tamunya? Entahlah. Kurapika tak peduli. Saat ini ia hanya ingin bertemu dengan lelaki pemilik rumah ini, dan meminta pertanggung jawaban!
Sebenarnya gadis itu tak mau menikah, di usianya yang masih menginjak 17 tahun. Ia masih mau sekolah, belajar, dan meraih cita-citanya. Kurapika ingin menjadi gadis yang sukses, dan bisa mengurusi dirinya sendiri tanpa bantuan orang lain. Ia tak mau bernasib sama dengan ibu dan kakak sepupunya. Mereka menikah di usia muda, tanpa pekerjaan. Ibunya hanyalah lulusan SMA, sedangkan kakak sepupunya yang kini memegang gelar 'janda kembang' itu sudah lulus kuliah, tapi tak kunjung mendapat pekerjaan. Hasilnya apa? Ia dicampakkan oleh suaminya begitu saja, dan Kurapika tak akan pernah mau mengalaminya!
Namun gadis itu juga tak ingin menggugurkan bayi yang ada dalam perutnya ini. Itu namanya membunuh, dan Kurapika tak lahir sebagai pembunuh. Menurutnya menghabisi nyawa seseorang itu adalah perbuatan yang paling keji! Termasuk seseorang, yang bertugas menghukum mati seorang penjahat, atas apa yang dilakukannya. Ia menghitung-hitung, berapa banyak dosa yang diterima oleh orang yang bertugas menggantung, memenggal kepala, menembak, dan membunuh para penjahat itu? Pasti tak akan terhitung nilainya, begitu pula balasan yang akan mereka terima kelak!
"Kau..." lamunan gadis itu buyar, begitu mendengar suara bariton yang sepertinya sudah tak asing lagi. Segera ia menoleh, mendapatkan seorang pria, dengan pakaian mandi berdiri di sana.
Seketika wajah Kurapika memerah. Ternyata pria yang ditemuinya itu jauh lebih tampan, dari terakhir kali ia melihatnya. Apalagi saat ini rambut lelaki itu tergerai bebas, membuatnya nampak lebih muda. Kulitnya putih seperti mayat, dan terdapat tanda aneh di keningnya. Mata hitamnya yang misterius itu menatap Kurapika dengan tatapan tak percaya.
'Ah, apa yang kupikirkan!?' langsung saja ia tersadar, kembali ke alam nyata. Kenapa ia mengagumi pria itu? Sialan!
"Ehmm..." ia mencoba untuk mencairkan suasana, yang terbilang canggung ini. "Kau, masih ingat padaku 'kan?"
Pria itu mengangguk ragu. "Kau gadis yang... kutemui di kamar..." ia menghentikan ucapannya, begitu melihat Kurapika langsung melotot padanya.
"Jangan bilang kau benar-benar..."
"Ya," potong Kurapika. ia lalu memejamkan matanya, menghirup banyak-banyak oksigen, dan menghembuskannya kembali. "Aku hamil..." terlihat semburat kemerahan di kedua belah pipinya, membuatnya nampak lucu. Gadis itu berupaya untuk terlihat kuat, di hadapan pria bersurai hitam itu.
Seketika mata hitam pria itu membelalak sempurna. Ia tak menyangka, sebuah kesalahan kecil akan berdampak sebesar ini. Ia menghamili seorang siswi SMU!? Yang benar saja!
Namun sudut bibirnya terangkat, membentuk sebuah senyuman sinis. Hal itu membuat Kurapika terkejut. "Apa benar, itu anakku?"
Kali ini mata Kurapika lah yang membelalak sempurna. Ditatapnya pria itu dengan tajam. "Apa maksudmu?"
"Bisa saja 'kan, kau hamil dari lelaki lain, dan memanfaatkan kejadian di pulau itu, untuk menjeratku," pria itu berujar santai, dengan wajah tanpa dosa.
Kurapika membelalak marah. Langsung saja ia berdiri dari duduknya, menatap pria itu dengan mata berapi-api. Jangankan hamil dari pria lain! Berbicara dengan teman lelakinya pun jarang! Ia tak pernah keluar rumah, kecuali untuk sekolah, membeli buku dan bahan makanan, atau keperluan lainnya. Bagaimana mungkin pria di depannya ini berpikir bahwa bayi yang dikandungnyai tu bukan anaknya? Apakah... dia mencoba untuk menjauhkan diri dari masalah yang dibuatnya?
"Kenapa kau bisa bilang begitu!? Jangan ngawur! Aku tak pernah bersentuhan dengan lelaki lain, kau tahu!?" bentaknya emosi.
"Tentu saja. Kita hanya bangun, dalam kondisi yang sama, dan tak ingat apa pun. Kemungkinan kau hamil itu sangatlah kecil. Kenapa kau bisa menyalahkanku?"
"Aku hamil! Kalau kau tak percaya kita bisa tes ke dokter! Dan itu anakmu!"
"Aku masih tidak percaya," pria itu melipat kedua tangannya di dadanya, menatap gadis itu sinis.
Tentu saja! Ia adalah seorang Kuroro Lucifer! Penerus perusahaan Lucifer yang besar itu. Sebenarnya ia memiliki seorang kakak perempuan. Namun kakaknya itu lebih memilih untuk belajar, dan memegang satu dari sekian perusahaan milik ayahnya. Akibatnya, Kurorolah yang dilimpahkan masalah. Ia harus mengurusi perusahaan, di usianya yang masih terbilang cukup muda untuk menjadi seorang direktur. Akibatnya ia sampai saat ini tak memiliki kesempatan, untuk menjalin cinta dengan seorang wanita, yang akan menemaninya kelak. Tepatnya ia malas mengurusinya. Kalau memang jodoh, pasti akan datang dengan sendirinya, bukan?
Namun bagaimana jika 'jodoh' yang dimaksudkan adalah seorang gadis SMU polos, yang mengaku hamil olehnya? Kuroro tak pernah membayangkan hal ini akan terjadi.
Dilihatnya mata gadis itu memerah, menahan marah. Matanya kini sudah berkaca-kaca, menampung air mata yang siap untuk keluar. "Kau sebut dirimu laki-laki? Lari dari masalah yang telah kau lakukan sendiri!?" tanya Kurapika emosi. "Aku masih 17 tahun! Aku masih ingin sekolah, dan bermain bersama teman-temanku! Tapi harapan itu dihancurkan oleh pria tak bertanggung jawab yang saat ini ada di depanku!"
Kurapika sudah tak sanggup lagi membendung air matanya. Kini cairan bening itu keluar melewati pipinya. Ia berusaha menghapusnya, namun keluar lagi. Isakan kecil mulai terdengar, dari bibir mungilnya. "Kau benar-benar bajingan!" ucapnya dengan nada bergetar.
"Hei, jangan menangis di sini!" Kuroro lalu maju beberapa langkah, mencoba untuk menenangkan gadis pirang ini. Namun tangannya segera ditepis oleh Kurapika. Hal itu membuat emosi Kuroro sedikit naik.
"Kalau begitu gugurkan saja kandunganmu itu. Biar aku yang membiayainya,"
Ucapan itu sukses membuat Kurapika bagaikan telur yang jatuh dari ujung tanduk.
Plakk!
Tamparan panas pun mendarat di pipi Kuroro. Kurapika menamparnya dengan sangat keras, sukses membuat cairan merah kental keluar dari sudut bibirnya. Apa benar dia ini seorang gadis? Tamparannya kuat sekali, membuat pipi lelaki itu serasa berdenyut sakit.
"APA KAU SUDAH GILA?" bentak Kurapika emosi. "Kau pikir aku akan melakukan hal keji itu? Tak mungkin! Aku tak akan pernah menggugurkannya! Anak ini adalah anakku! Dan aku tak akan pernah membunuhnya!"
Kuroro memegangi pipinya, terpaku melihat gadis di depannya yang kini menatapnya dengan tatapan benci. Ini pertama kalinya seorang gadis menamparnya. Ia memang sering mempermainkan perasaan gadis, tapi gadis itu mau-mau saja kok. Merupakan suatu kebanggaan besar, bisa berkencan dengan pria setampan dan sekaya Kuroro.
Kurapika pun mulai terisak. Ia tak tahan lagi. Pria di depannya ini benar-benar brengsek! Apakah ia memang terlalu sering di rumah, sehingga tak mengetahui dunia luar yang sesungguhnya? Ternyata bajingan seperti ayahnya dan suami sepupunya itu tidak hanya ada satu di dunia ini. Salah satunya Kuroro Lucifer.
"Kuroro, apa maksudmu?"
Keduanya tersentak kaget, begitu mendengar suara yang terdengar feminim dari belakang Kurapika. langsung saja dua orang yang baru terlibat pertengkaran itu menoleh ke sumber suara, mendapati seorang yang asing bagi Kurapika, namun begitu familiar bagi Kuroro.
Seorang wanita muda berambut biru yang dikuncir satu ke atas, menggunakan pakaian kerja yang rapih, dipasangkan dengan sepatu merah high heels. Bibir wanita itu merah merona oleh lipstick bermerk yang dipesan khusus, dan tatapan matanya begitu tajam. Sebenarnya kalau diperhatikan, wanita itu memiliki paras cantik alami, dan diperlengkap dengan olesan make up yang membuatnya makin cantik, membuat pria mana pun yang melihatnya pasti akan jatuh cinta pada padangan pertama. Tubuhnya agak mungil, namun terkesan indah.
Kurapika mengagumi wanita itu beberapa lama, sampai suara Kuroro menyadarkannya kembali.
"Kakak...?"
Kurapika pun menoleh cepat pada pria itu. Wanita cantik ini kakakknya Kuroro? Yang benar saja! Wanita yang cantik, anggun, dan terpelajar ini... kakak dari lelaki yang telah menghamilinya?
"Apa yang kau lakukan di sini?" tanya Kuroro pada kakaknya, seolah tak menyadari kehadiran Kurapika di sana.
"Aku hanya mengunjungimu saja. Memangnya itu salah? Lagipula aku ada pekerjaan di kota ini," jawab wanita itu.
"Tapi kenapa tidak menelpon dulu?" Kuroro kembali bertanya dengan suaranya yang datar. Tersirat sedikit kekesalan di sana, meski tidak terlalu kentara.
"Memangnya salah? Aku hanya ingin memberi kejutan untukmu," wanita itu memberi jeda pada kalimatnya, dan kembali menatap adiknya dengan tajam. "Baru tiga tahun tidak bertemu, kau sudah membuat masalah lagi? Sekarang kau malah menghamili gadis muda seperti dia? Mau ditaruh di mana nama Keluarga Lucifer?" tanyanya dengan nada marah.
"Kakak mendengar semuanya?"
"Ya! Aku mendengar semuanya, mulai dari awal, sampai sekarang!"
Keduanya nampak terkejut.
Pandangan kakak Kuroro lalu berpindah pada Kurapika. Ditatapnya gadis itu dengan tatapan yang sedikit lebih lembut, jika dibanding dengan tatapan marahnya dengan Kuroro tadi. "Siapa namamu?"
"K—Kurapika..." Kurapika menjawab canggung. Ah! Padahal hal ini hanya ia dan Kuroro yang tahu! Tapi kenapa malah kakak pria itu langsung datang di saat seperti ini!?
"Kurapika, perkenalkan, aku Machi Lucifer. Kakaknya Kuroro. Aku punya pertanyaan, bagaimana hal ini bisa terjadi?"
"Kakak,"
"Diam!" Machi langsung saja menatap Kuroro dengan tajam. Yang ditatap hanya menatap kesal, pada dua perempuan yang tidak mengubrisnya itu.
Kurapika menghela nafas pasrah. Ia harus menceritakannya, agar semua masalah selesai. Sepertinya kakak Kuroro ini gadis yang baik, meski dari sirat wajahnya menunjukkan ketegasan.
"Emmm... dua minggu yang lalu aku diajak temanku untuk berlibur ke Spider's Island. Dan di sana, kami bersenang-senang. Entah apa yang terjadi selanjutnya, esok paginya aku terbangun, di sebuah kamar, yang ada pada hotel pulau itu. Tapi aku tidak sendirian, dan keadaanku tidak sama seperti malam sebelumnya. Pakaianku tergeletak di lantai, sobek menjadi beberapa bagian. Dan... di sampingku terbaringlah dia..." Kurapika menatap Kuroro, yang memandangke arah lain dengan tatapan datar. "Kami sama sekali tak mengingat apa-apa. Dan dia berjanji, akan bertanggung jawab jika terjadi masalah. Beberapa hari ini, aku mengalami mual dan pusing. Untuk memastikan, aku pun membeli test pack di apotik, dan ternyata hasilnya positif," jelas Kurapika, berusaha mengingat ceritanya.
Machi mengangguk mengerti. Tatapannya melembut. "Kalau kau tak ingin menggugurkannya, sekarang kau mau apa? Apa... kau akan berhenti sekolah?"
Kurapika segera menggeleng cepat. "Tidak. Aku tidak mau berhenti sekolah!" ucapnya antusias. Nada suaranya kembali melemah. "Aku tak tahu harus bagaimana. Aku..." matanya kembali memanas, tapi berusaha ia tahan agar ia tidak menangis untuk yang kedua kalinya. "Aku bingung..."
"Sudah..." Machi menghapus air mata yang mengalir di pipi gadis pirang itu. Meski Ia 12 tahun lebih tua, tapi Kurapika sedikit lebih tinggi darinya. "Begini saja. Kau... lanjutkanlah sekolahmu. Kuroro akan bertanggung jawab, mengurusmu. Mengantarmu ke dokter kandungan, dan lainnya," ucapan Machi barusan sukses membuat Kurapika dan Kuroro terkejut. Namun keduanya hanya diam, mendengarkan saran Machi hingga selesai.
"Ketika perutmu membesar, dan tak bisa tertutupi lagi, kau boleh mengambil cuti, dengan alasan apa pun. Kami akan membayar pihak sekolah, untuk memberimu izin, hingga anakmu dan Kuroro lahir nantinya. Aku juga akan mengirimkan guru privat, untuk mengajarmu, agar kau tak ketinggalan pelajaran di sekolah. Dan begitu anak itu lahir, ia akan diambil, dan dibesarkan sebagai keturunan Lucifer. Setelah itu, anggaplah kalian tak pernah bertemu. Bagaimana?"
"Tunggu! Aku keberatan!" Kuroro langsung saja protes, dan langsung pula dihadiahi tatapan tajam oleh Machi. Tapi hal itu sama sekali tak membuatnya takut. "Kenapa kakak langsung percaya bahwa anak itu adalah hasil perbuatanku?"
"Kau masih tidak mau mengaku juga?" kali ini Kurapika yang emosi. "Kalau terus begini, aku bisa melaporkan dan menuntutmu ke pihak yang berwajib! Apa kata orang nanti? Seorang Kuroro Lucifer menghamili gadis di bawah umur?"
Machi nampaknya memihak pada Kurapika. Wanita itu menatap Kuroro dengan tatapan seolah berkata 'dengar?'. Wanita itu memejamkan matanya, kebiasaan yang suka ia lakukan saat sedang berpikir. "Aku percaya pada Kurapika,"
2 lawan 1! Hal yang tidak begitu menguntungkan bagi Kuroro! Namun diketahui pria itu adalah lelaki yang cerdas, dan bisa memikirkan 1001 alasan, agar ia terhindar dari masalah. Bukan karena ia tak mau bertanggung jawab. Tapi... rasanya terlalu mustahil, jika hanya satu malam saja bercinta, dan si perempuan langsung saja hamil! Banyak pasangan, yang tak kunjung-kunjung memiliki keturunan, meski sudah sekian tahun menjalin hubungan. Apalagi mereka sama sekali tak ingat apa-apa pada malam itu. Namun bercak-bercak kemerahan di sekujur tubuh Kurapika, beserta darah dan yang menempel pada spray membuktikan segalanya. Bahwa Kuroro, telah mengambil sesuatu yang paling berharga milik Kurapika.
"Bagaimana jika itu bukan anakku? Kau bisa saja kutuntut,"
"Aku tidak takut," Kurapika menantang Kuroro.
"Dan aku akan membelanya," kali ini Machi yang berbicara.
Kuroro menghela nafas panjang. Sepertinya tak ada jalan lain lagi. "Baiklah, terserah kalian saja," setelah mengatakan itu, Kuroro pun masuk ke dalam, tak mengubris kedua perempuan yang saling berpandangan itu.
"Kau baik-baik saja?" Machi bertanya dengan lembut, sambil mengusap pipi Kurapika, seolah gadis muda di depannya itu adalah adik kandungnya sendiri.
Yang ditanya hanya menghela nafas pasrah. "Aku akan baik-baik saja."senyuman tipis terukir di wajahnya. "Terima kasih. Aku tak bisa membayangkan bagaimana aku dan bayi ini, kalau kakak tidak datang..."
"Aku juga tidak bisa membayangkan, bagaimana nasib Kuroro saat kau melaporkannya ke polisi,"
Kurapika tertawa kecil, menanggapi gurauan Machi. Tertawa seperti itu, membuatnya terlihat sangat cantik. Kurapika sebenarnya memiliki paras yang cantik, apalagi saat ini usianya sudah mencapai puncak hormon remajanya. Ia sudah melangkah, ke jenjang dewasa, dan saat hari itu tiba, ia pasti akan jaub lebih cantik dan dewasa, dibanding saat ini.
"Baiklah, biar kuantar kau pulang. Aku tak ingin, calon keponakanku kenapa-napa," tanpa meminta persetujuan Kurapika terlebih dahulu, wanita itu keburu menarik tangan gadis itu, keluar dari mension megah nan indah tersebut.
.
~TO BE WITH YOU~
.
Kuroro baru saja selesai menandatangani semua berkas, yang harus ia selesaikan hari ini. Pria itu harus bekerja cepat, untuk menyelesaikan pekerjaan lainnya. Disandarkannya kepalanya pada kursi putarnya, mencoba untuk merenggangkan otot-ototnya.
Siapa bilang, menjadi orang kaya itu enak? Mungkin buruh di pelabuhan jauh lebih menyenangkan, daripada hanya duduk berdiam diri di kursi, menggerakkan jemari yang memegang pulpen, dan menuliskan sesuatu di atas kertas resmi. Mungkin karena itulah, para kalangan atas biasanya mengidap penyakit yang lebih parah di masa tua, dibanding dengan penyakit yang diderita oleh rakyat biasa. Salah satu penyebabnya adalah faktor olahraga. Orang kaya hanya duduk saja, dan uang pun meluncur dengan sendirinya. Sedangkan rakyat miskin harus bekerja terlebih dahulu untuk mengisi perut mereka yang kelaparan.
Suara ketukan pintu membuyarkan lamunan Kuroro. Pria itu menoleh dengan malas ke arah pintu. "Masuk,"
Mata hitamnya menangkap sosok yang paling dikenalinya. Kakaknya, Machi. "Ada apa kakak berkunjung kemari," tanyanya cuek, seraya kembali melanjutkan pekerjaannya.
Machi lalu berjalan, meletakkan tas sampingnya di atas meja, dan duduk nyaman di sofa yang disediakan di ruang kerja Kuroro, khusus untuk menyambut tamu. Pandangannya menyapu seluruh sudut ruang kerja itu. Begitu rapih, begitu bersih. Pasti Office Boy yang dipekerjakan adiknya itu sudah berpengalaman. Kuroro memang jauh lebih berbakat dalam urusan bisnis, dibanding dengan dirinya.
"Tidak. Aku hanya mau melihat perkembangan perusahaan yang kau jalankan ini,"
"Seperti biasa. Tidak ada perubahan," Kuroro lalu mengetikkan sesuatu pada laptop yang tergeletak di depannya. Tidak dipedulikannya kakaknya itu.
"Kuroro,"
"Hn,"
"Bagaimana pendapatmu tentang Kurapika?"
Pertanyaan itu membuat Kuroro menghentikan pekerjaannya. Ia berpikir sejenak, lalu kembali menulis. "Gadis yang menyebalkan, dan keras kepala,"
"Tapi kau terpikat padanya 'kan? Buktinya, saat ini dia sedang mengandung anakmu," goda Machi.
Kuroro menghela nafas panjang. Sejak kemarin Machi terus saja mengungkit masalah Kurapika. Kurapika, Kurapika, dan Kurapika lagi! Wanita itu menjelaskan tentang di mana rumah Kurapika, di mana gadis itu sekolah, dan data pribadi lainnya. Padahal sebenarnya Kuroro sama sekali tak ingin mengetahu hal itu. Tepatnya ia tak ada minat, untuk melakukannya. Pria itu tidak mau berurusan dengan seorang gadis kecil, yang sembilan tahun lebih muda darinya.
"Aku sedang kerja," ucapnya malas.
"Kau tahu ini hari apa?"
"Kau bercanda? Kau pikir aku bocah 3 tahun?"
"Kutanya, ini hari apa?"
Kuroro kembali meletakkan pulpennya. Ditatapnya kakaknya itu dengan tatapan, seolah berkata 'bisakah kau tinggalkan aku sendiri?'. "Nanti aku akan menemuimu. Sekarang kakak pulanglah,"
Machi lalu berdiri, menatap tajam adiknya itu. "Kuroro, ini hari Sabtu. Saatnya untuk mengantar Kurapika ke dokter kandungan!"
Seketika, pria itu untuk yang kesekian kalinya, menghentikan aktivitas menulisnya.
.
~TO BE WITH YOU~
.
Kurapika kini mengemasi barang-barangnya, memasukkannya ke dalam tas. Mulai dari buku, pulpen, pensil, penggaris, tak satu pun lepas dari penglihatannya. Semua temannya sudah meninggalkan kelas yang kini kosong itu. Dia tadi sempat terdiam saat teman-temannya berhamburan pulang, begitu merasakan sesuatu yang bergejolak dalam perutnya.
Gadis itu menghela nafas berat. Ternyata mengandung itu tidak semudah yang pernah ia baca di sebuah buku. Rasa lapar, dan cepat lelah begitu mengganggunya. Apalagi saat tadi pelajaran olahraga, dan ia disuruh pemanasan lari keliling lapangan sebanyak 3 kali. Rasanya saat itu Kurapika ingin pingsan rasanya. Untunglah, tidak ada temannya yang melihat wajah pucatnya.
Gadis itu menggantungkan tas ranselnya di bahunya, menghirup oksigen sebanyak-banyaknya, dan mengeluarkan zat karbondioksida hasil dari proses pernafasan.
Ia pun melangkah keluar kelas, berharap semuanya akan baik-baik saja.
.
Kurapika berjalan, keluar dari gerbang. Sekolah sudah nampak sangat sepi. Rumahnya tak jauh dari sini, sehingga ia bisa pulang hanya dengan berjalan kaki.
Baru beberapa langkah saja, gadis itu tiba-tiba berhenti, begitu merasakan perutnya sakit. Ia langsung berjongkok, memuntahkan isi perutnya di selokan yang ada di dekat sana. Untunglah, saat itu tidak ada siapa pun, yang melihat betapa menggelikannya ia.
Kurapika kembali berdiri, sambil terhuyung-huyung. Pandangannya mengabur. "Ugghhh..." ia melenguh pelan, sambil memegangi kepalanya yang pening.
Akhirnya kakinya tak sanggup lagi menahan bobot tubuhnya, hingga ia tertarik oleh gravitasi bumi. Hampir saja ia terjatuh di kerasnya tembok jalanan, sampai sebuah tangan kekar langsung menahannya dari belakang.
"Hei, kau kenapa?"
"Umm..." gadis itu bergumam tidak jelas. Kepalanya benar-benar sakit! Ia bisa menghirup aroma maskulin dari pria yang menahannya dari belakang ini. Sepertinya ia mengenal suara tersebut.
"Ah, benar-benar merepotkan," pria itu lalu menggendong Kurapika, masuk ke dalam mobil hitamnya. Gadis itu ia dudukkan dengan nyaman, di samping kursi pengemudi.
"Kepalaku sakit," ia bergumam. Si pria hanya masuk ke sisi mobil lainnya, tepatnya di samping Kurapika. dinyalakannya mobil tersebut, dan mulai menancap gas.
"Aku tahu. Kita akan ke dokter kandungan untuk memeriksamu,"
Seketika Kurapika tersadar dari sakit kepalanya. Langsung saja ia menoleh, pada pria yang saat ini mengemudi di sampingnya. Dugaannya benar. Dia! Kuroro Lucifer!
.
.
.
~TO BE CONTINUED~
Kyahaaaaiiii! Akhirnya cerita ini jadi jugaaaa!
Padahal utang Natsu masing bwanyak! Tapi gak tahan buat gak publish fic iniiiii! DX *gigit bantal*
Oh iya! Fic ini mungkin bakal diupdate secepatnya! Setidaknya tidak selama fic-fic lumutan Natsu lainnya! soalnya Natsu sibuuuukk banget! Maklumlah, sebentar lagi UN! Dan Natsu akan berusaha buat nyelesin beberapa fic sebanyak yang Natsu bisa, sebelum diadain pengayaan di sekolah Natsu!
Bicara soal fic? Gomen, yang sebesar-besarnya, atas ke-OOC-an Machi! Awalnya Natsu mau pake OC aja, soalnya kayaknnya gak ada chara yang sifatnya kayak karakter Machi di atas. Selain itu Machi 'kan juga punya aura cool, yang dimiliki oleh Kuroro nii! X3 Jadi jangan sweat drop, kalo sekali-kali Machi jadi OOC sangat! XD
Yosh! Sekarang, bolehkah Natsu nanya pendapat minna soal fic ini? mau ngasih kritik, saran, concrit, bahkan flame sekalipun, Natsu terima dengan lapang dada! XD
Akhir kata, REVIEW PLEASE...?
~ARIGATOU~
NATSU HIRU CHAN
