Serendipity

.

Part 1

Musim gugur ke-xx, rasanya baru kemarin aku masih anak kelas 3 SMA. Bersama dengan 8 temanku yang lain, kami memenangkan kompetisi Love Live! dan menyelamatkan sekolah Otonoki yang kami cintai. Sesuatu yang pernah aku coba untuk lakukan sendiri namun ternyata sia-sia karena kekuatanku saja tidak cukup untuk melakukan itu namun berkat bantuan teman-temanku inilah aku pada akhirnya berhasil mewujudkan impianku.

Rasanya baru kemarin aku merasakan hiruk-pikuk dari dukungan para penggemar yang menyemangati kami bersembilan di atas panggung pada saat konser Doom berlangsung, sesuatu yang terasa sangat megah bagiku. Memandangi ribuan light stick berwarna-warni membentuk lautan ombak cahaya membuatku mataku tak pelak menjadi berat karena tak kuasa untuk meneteskan air mata.

Namun, itu semua telah berakhir. Tirai panggung telah diturunkan dan kami bersembilan tetap membungkukkan badan selama beberapa menit di depan tirai yang terselubung tersebut seakan tidak rela semuanya usai. Tapi, keputusan telah dibuat dan kami sudah menyatakan diri bahwa kami telah lulus menjadi school idol.

.

Kembali kepada kehidupan normal kami masing-masing, kami memutuskan bahwa...

.

"Eli-chan, sampai kapan kamu mau tidur! Bangun!"

Aku membuka mataku pelan-pelan yang masih berat karena rasa kantuk. Seseorang berdiri di samping ranjangku dengan tatapan mata kesal dan tangan berkacak pinggang. Wanita muda yang bertubuh ramping atau hampir kurus itu memakai pakaian kemeja putih, blouse warna hitam dan rok selutut layaknya seorang pekerja profesional. Ah, ngomongin tentang rok, kamu tidak akan menyangka masa kecilnya. Dia itu... Eeeh, tangan kananku ditarik sehingga mau tidak mu membuatku terjatuh dari tempat tidur. "Moo, ayo lekas cuci muka kalau kamu malas untuk mandi! Satu jam lagi kamu ada sesi pemotretan dengan majalah SQUELL!"

"Haaaik!" jawabku malas sambil melambaikan tangan kanan ke udara di bawah selimut yang menggulung badanku di dasar lantai. Wanita muda ini adalah produserku. Meskipun baru 1 tahun dia menjadi produser pribadiku, ahh lebih tepatnya produser agensi grup kami. Well, namun demikian dia sudah mengenalku begitu akrab. Tentu saja itu tidak mengherankan lagipula dia itu kan...

"Ayo, cepetan mandi! Mou, aku gak mau tahu yah.. pokoknya dalam setengah jam, kamu harus siap sedia." Dia mendorongku masuk ke kamar mandi dengan wajah galaknya. Aku tersenyum setengah hati mengiyakan perkataannya. Sementara itu telepon genggam yang berdering di tangannya dan memaksanya untuk keluar dari ruang apartemenku.

"Pokoknya, kamu harus selesai mandi dalam 15 menit, kalau enggak, aku bersumpah akan menyeretmu keluar dari kamar mandi dan langsung pergi ke tempat shooting meski itu berarti kamu hanya mengenakan sehelai handuk saja!" Nah, ini deh sesuatu yang aku tidak suka dari wanita ini yaitu ancamannya yang di luar norma. Tapi, kalau itu dia maka bisa saja itu yang terjadi karena wanita ini pada dasarnya urat malunya sudah putus! Lalu, ruang kamar mandi ini menjadi hening kembali, seiring dia mengangkat teleponnya. "...Ya, umi-chan?"

"Mimpi... entah mengapa aku jadi mengenang masa lalu itu yah? Hmm, penasaran, Apakah dia juga memimpikan itu? aku jadi sedikit penasaran, nih?" sembari memikirkan itu aku membuka keran showerku dan membiarkan pancuran air hangat membasahi kening dahiku, turun membasahi mukaku, dan menyelimuti sekujur badanku dengan suasana hangat dan nyaman.

Tidak ingin aku berlama-lama di dalam kamar mandi, aku segera bergegas membasuh dan mengeringkan badanku selagi mempersiapkan diri untuk wawancara nanti siang nanti. Ada beberapa notes yang telah ditinggalkan oleh Produser-san, yaitu kisi-kisi wawancara yang akan di muat di dalam majalah tersebut supaya aku bisa menjawabnya dengan tepat. Ihihihi... aku jadi terkikih bila mengenang wanita yang bisa diandalkan itu dulunya adalah gadis yang tidak bisa apa-apa dan cenderung ceroboh. Yah, seperti kata orang, waktu dapat mengubah seseorang, kan?.

Aku sudah selesai berganti baju dan baru saja aku selesai memasangi ikat rambutku, aku mendengar suara pintu depan terbuka dan sang produser meminta maaf karena terlalu lama menelpon. Aku tidak terlalu mempedulikan itu, kemudian segera menggandeng tangannya untuk bergegas menuju tempat parkir dan pergi dengan mobil miliknya.