ALL MY HEART
.
.
.
Main cast : Tvxq family and friends
.
.
Disclaimer : Semua yang terjadi di salam cerita ini hanya karangan dari penulis. Tak ada hubungannya dengan apa yang terjadi di dunia nyata. Penulis hanya meminjam nama mereka demi kelangsungan cerita ini.
.
.
Warning : GS, OOC, tidak menggunakan EYD yang baik, tapi masih memakai bahasa yang sopan. Kritik dan sarang mohon sampaikan dengan bahasa yang baik dan sopan.
.
.
^_^ Happy Reading ^_^
.
.
.
"Chagiya!"
Jaejoong menoleh ke kanan dan ke kiri, seseorang yang duduk tak jauh dari tempatnya berdiri, melambaikan tangan ke arahnya, lalu juga memanggilnya, atau mungkin memanggil yang lain yang tak Jaejoong ketahui.
Tapi tak ada siapapun disana, selain dia yang baru masuk ke kafe itu. Dan entah reflek dari mana, Jaejoong menunjuk dirinya sendiri.
Orang itu tersenyum lebar, lalu menghampirinya.
Tunggu!
Wajah orang itu sepertinya tak asing bagi Jaejoong. Dia tahu orang itu.
"Yunho-ssi?"
Jaejoong memastikan bahwa dia tak salah orang, bahwa yang sekarang berdiri dihadapannya ini adalah salah satu rekannya di perusahaan tempatnya bekerja, juga bahwa yang tadi melambaikan tangannya dan meneriakkan 'chagiya' padanya, benar orang ini.
Bagaimana bisa?
"Boleh saya minta bantuannya, Jaejoong-ssi?"
Jaejoong melotot kaget, saat Yunho tiba-tiba memeluknya. Dan berbisik padanya.
"M-mwo?" Jaejoong tergagap. Seumur-umur baru kali ini dia di peluk oleh orang asing dan dia merasa tak nyaman.
"Berpura-puralah jadi kekasih saya."
Jaejoong mendorong badan Yunho, mata bulatnya semakin membulat mendengar ucapan Yunho. Dia tampak marah.
"Apa maksud kamu?" seru Jaejoong tertahan.
Yunho kembali mendekat, mencondongkan wajahnya melewati wajah Jaejoong. Lalu kembali berbisik tepat di depan daun telinga Jaejoong.
"Keluarga saya sedang ada disini, mereka terus mendesak saya untuk mengenalkan kekasih saya pada mereka. Kamu tahu sendiri selama ini saya tak memiliki kekasih, jadi hari ini, kira-kira untuk dua jam ke depan, tolong saya menghadapi mereka."
Jaejoong mengerutkan keningnya. Kenapa harus dia yang membantu? Ada banyak pengunjung disini, kenapa dia? Dan lagi, Yunho terkenal dengan sikap playboynya, kenapa dia tak meminta salah satu dari wanita-wanita yang sering di kencaninya itu untuk menemaninya sekarang ini? Kenapa harus dia?
"Saya tak mengenal orang lain disini, makanya sejak tadi saya terus menghindari pertanyaan itu, tapi..."
"Kenapa harus saya?" balas Jaejoong tajam.
Yunho menatap Jaejoong sedikit lebih lama, wanita itu juga tengah menatapnya dengan sejuta pertanyaan terlihat jelas pada raut wajahnya.
"Setidaknya, meski tak begitu dekat, kita saling kenal."
Belum sempat Jaejoong membalas ucapan Yunho, pria itu sudah lebih dulu mencekal pergelangan tangannya, lalu membawanya melangkah ke arah sudut kafe. Dimana disana tengah berkumpul beberapa orang. Yang bila mendengar pernyatan Yunho tadi, dapat di pastikan bahwa merekalah keluarga dari pria tersebut.
"Aigo, nuguya?" pertanyaan itu muncul dari seorang perempuan yang usianya sepertinya lebih tua beberapa tahun dari Yunho, menurut Jaejoong seperti itu.
"Namanya Kim Jaejoong, dia... kekasihku."
Jaejoong memalingkan wajahnya, menatap Yunho yang telah dengan sangat percaya dirinya menyebut dia pacar. Belum lagi, pria itu kembali melakukan kekurangajaran, lengannya sudah melingkari pundak Jaejoong.
Kalau dalam keadaan normal, Jaejoong mungkin berpikir kalau senyum Yunho itu sangat menawan. Dan kalau boleh jujur, dia cukup menganggumi rekannya ini, meski mereka tak berada di divisi yang sama dengannya. Bukan mengagumi dalam arti menyukai, hanya sebuah perasaan kagum akan dedikasi pria itu di perusahaan. Tapi kali ini, senyum itu justru terlihat sangat menyebalkan baginya.
Jaejoong menggerakkan pundaknya, berharap Yunho segera melepaskan dekapannya, tapi sepertinya hal itu tak berpengaruh apapun. Yunho semakin mencengkram pundaknya, hingga Jaejoong merasa nyeri pada pangkal lengannya.
"Yunho-ya! Lepaskan pelukanmu, Jaejoong-ssi sepertinya kesakitan." Tegur seorang perempuan paruhbaya, yang kecantikannya masih terpancar meski usianya sudah tak muda lagi.
Jaejoong perkirakan bahwa wanita itu mungkin saja, ibu dari Yunho.
"Anneyong Jaejoong-ssi, perkenalkan saya Kim Tae Hee, ibu dari Yunho."
Benar! Wanita itu berdiri dari duduknya, memperkenalkan dirinya pada Jaejoong. Senyumnya merekah lebar, yang dibalas Jaejoong dengan senyum sopan.
"Kim Jaejoong imnida." Sahut Jaejoong sopan.
"Kemari! Duduklah!" ibu dari Yunho itu menepuk ruang kosong di sebelahnya, memberi isyarat pada Jaejoong untuk duduk disampingnya.
Jaejoong menurut, dia melewati seorang perempuan muda, yang sejak tadi terus memperhatikannya, lalu mengambil tempat duduk di samping ibu Yunho.
"Eonni!" perempuan muda itu menyapa akrab Jaejoong. "Krystal Jung imnida, aku adik dari Yunho oppa. Paling kecil diantara mereka." Krystal menunjuk ke arah Yunho dan perempuan lain yang sedang memangku bayi laki-laki. Jaejoong mengikuti arah telunjuk Krystal.
"Jung Ara imnida, aku kakaknya Yunho. Dan ini, putra kecilku yang lucu, namanya Park Hye Jin."
Lucu Ara menggerak-gerakkan tangan mungil Hye Jin pada Jaejoong.
Jaejoong tersenyum tipis. Si kecil Hye Jin tertawa lebar kepadanya.
"Eonni sudah berapa lama pacaran dengan Yunho oppa?"
Senyum Jaejoong hilang seketika, berubah dengan raut wajah tegang.
Pacaran?
Dengan Yunho?
Bertemu dengan pria yang namanya cukup terkenal di perusahaan tempatnya bekerja itu saja bukan sesuatu yang mudah. Apalagi pacaran? Dia tak mampu memikirkan hal itu. Kalaupun mereka sampai bertemu, bertegur sapa saja tak pernah, apalagi...
Jaejoong menggeleng pelan, membuang jauh-jauh pemikiran yang baru saja terlintas di otaknya.
Ini salah, yang terjadi saat ini adalah sebuah kesalahan. Dan dia harus mengakhirinya dengan mengatakan yang sejujurnya. Tapi, belum sempat mulutnya mengeluarkan sebuah jawaban, Yunho sudah mendahuluinya.
"Enam bulan, iya, kami sudah berkencan selama enam bulan terakhir ini. Ya 'kan chagiya?"
Jaejoong melempar tatapan tajam pada Yunho. Yang dibalas Yunho dengan senyum yang sulit diartikan. Senyumnya tipis, yang seolah mengisyaratkan pada Jaejoong untuk diam saja, biarkan dia yang menjawab semuanya.
"Enam bulan dan oppa tak pernah menceritakan apapun pada kami? Aigo." Krystal berujar kesal.
"Jeongmal?" sahut Ara setengah tak percaya.
"Jae-ssi! Pasti sangat sulit menjalin hubungan dengan Yunho ya. Dia itu sangat keras kepala, egonya tinggi, gengsinya juga begitu. Berulang kali ahjumma mengenalkan dia pada anak teman-teman ahjumma tapi tanggapannya sangat dingin. Sampai-sampai ahjumma malu. Tapi, meski begitu, dia ini putra terbaik yang ahjumma miliki. Dia mengambil tanggungjawab besar sejak ayahnya meninggal. Ahjumma berharap, hubungan kalian akan berlanjut ke jenjang pernikahan."
Kim Tae Hee menggenggam erat tangan Jaejoong, matanya memancarkan harapan besar pada gadis yang duduk di sebelahnya itu. Membuat Jaejoong merasa memiliki beban berat di pundaknya.
Ini salah!
Berulang kali batinnya meneriakkan kata itu, namun mulutnya tak cukup mampu untuk mengucapkan protesnya. Yang dapat dia lakukan hanya menatap Yunho, memohon bantuan pada pria yang sudah menyeretnya ke dalam masalah baru ini.
Tapi sepertinya, Yunho terlihat santai dalam situasi seperti saat ini. Terbukti, bukannya memberi sanggahan, pria itu justru terlihat mengamini ucapan ibunya, dengan mengembangkan senyumnya semakin lebar.
"Nyonya Kim, sa-saya boleh ke toilet sebentar?" pamit Jaejoong canggung. Dengan enggan ibunya itu melepaskan genggamannya pada tangan Jaejoong.
"Sebentar."
Jaejoong berdiri dari duduknya, lalu segera melangkah ke toilet.
Di dalam toilet, Jaejoong menatap pantulan dirinya di dalam cermin. Beberapa menit dia hanya diam tak melakukan apa-apa.
Otaknya tak bekerja dengan baik saat ini. Pikirannya kalut, salah, semua yang terjadi saat ini adalah sebuah kesalahan. Dia tak seharusnya berada di antara keluarga itu.
Tidak!
Dia sudah memiliki seorang kekasih. Pria yang selama dua tahun ini menemaninya dan sangat dicintainya. Pria yang saat ini sedang memperjuangkan mimpi-mimpinya demi memberi kehidupan yang layak untuk Jaejoong. Pria itu pasti akan kecewa kalau dia tahu apa yang dilakukannya saat ini.
"Aku harus jujur pada mereka." Tekadnya bulat.
Sebelum meninggalkan toilet, Jaejoong menyempatkan diri membasuh wajahnya. Lalu menarik nafasnya pelan dan melangkah keluar dari toilet tersebut.
"Jaejoong-ssi, aku harus pergi. Hye Jin sepertinya mulai tak nyaman. Semoga kalian selalu bahagia ya, senang bertemu kamu. Dengarkan aku, kalau Yunho macam-macam sama kamu, bilang ke aku. Aku yang akan menghajarnya kalau dia berani kurang ajar. Arraseo!" Ara tersenyum ramah pada Jaejoong, sebelum benar-benar pergi, dia sempatkan untuk memeluk Jaejoong yang baru kembali dari toilet, sekilas.
"Hati-hati." Sahut Jaejoong lirih, nyaris tak terdengar.
"Jae, ayo kemari!" Kim Tae Hee kembali menepuk tempat yang sebelumnya diduduki Jaejoong.
Namun dengan halus Jaejoong menolaknya.
"Mianhae. Saya harus pergi juga, ada janji dengan teman."
"Secepat ini? Padahal masih banyak yang ingin ahjumma obrolkan sama kamu."
"Mian."
"Gwenchana. Yunho-ya, antarakan kekasihmu!" perintah Tae Hee pada putranya. Krystal melirik kakaknya.
"Kau memang tak begitu peka dengan perempuan oppa. Masa mengantar kekasihmu saja harus dengan perintah eomma. Pantaslah kalau tak ada perempuan yang betah menjadi kekasihmu. Kau terlalu pasif, tak punya inisiatif." Cela Krystal.
"Diamlah anak kecil." Ketus Yunho yang sudah berdiri dari duduknya.
"Aku sudah besar Oppa. Umurku saja sudah dua puluh satu tahun." Balas Krystal tak mau kalah.
"T-tak perlu mengantar sa..." ucapan Jaejoong mengantung saat sekali lagi Yunho berhasil melingkari pinggangnya dengan lengan besar pria itu.
"Aku antar dia dulu eomma. Krystal-ah, jaga eomma. Arrata!"
"Tidak perlu mengatakan itu berulang kali setiap oppa akan pergi. Aku tahu apa yang harus aku lakukan."
"Baguslah."
"Saya pergi dulu Ny..."
"Ahjumma, kau boleh memanggilku seperti itu Jae."
Jaejoong mengangguk sopan sebelum benar-benar pergi dari tempat itu.
Jaejoong menghentikan langkahnya begitu mereka tiba di tempat parkir.
"Kau bisa melepaskan tanganmu dari sini?" Jaejoong melirik pinggangnya sekilas, yang masih dilingkari lengan Yunho, lalu dia menatap Yunho dengan tatapan tak nyaman.
"Mian." Yunho langsung melonggarkan pelukannya. Jaejoong memutar tubuhnya hingga berhadapan dengan Yunho, tangannya kemudian dilipat di depan dada. Matanya terlihat marah.
"Yunho-ssi. Kita kenal? Iya. Hanya sebatas rekan kerja yang sesekali bertegur sapa kalau memang ada urusan penting diantara kita. Selebihnya kita tak saling kenal satu sama lain. Aku bisa memaafkan semua yang terjadi hari ini, tapi lain kali, jangan buat aku terjebak lagi dalam situasi yang seperti ini. Dan... ada baiknya kau jujur pada keluargamu tentang keadaan kita yang sesungguhnya. Aku bukan teman baikmu, jadi aku tak akan membantumu lagi lain waktu. Aku harap tidak ada lain waktu itu. Ah! Satu hal lagi yang harus kamu tahu, aku sudah punya kekasih dan kami akan segera menikah, jadi jangan lagi libatkan aku dalam masalahmu. Kau mengerti?"
Jaejoong tak perlu menunggu jawaban dari Yunho, dia segera berlalu dari hadapan pria itu. Dia merasa sudah cukup berlama-lama dengan pria itu, tak ingin lebih lama lagi. Tak peduli juga sepertinya atas bahasa yang baru saja digunakannya untuk memperingatkan Yunho.
Sedangkan Yunho, matanya mengerjap sekali. Ucapan Jaejoong yang panjang mampu membuatnya terpana. Sampai sejauh ini, tidak ada satu wanita yang dikenalnya, bisa mengucapkan kalimat panjang nyaris tanpa jeda seperti Jaejoong. Dan lagi, wanita-wanita itu biasanya yang mendekati Yunho, dia tak perlu bersusah payah mengejar, tapi Jaejoong?
Yunho yakin namanya cukup terkenal di kantor. Hampir semua makhluk berjenis perempuan yang berada di kantor itu mengidamkannya untuk menjadi kekasih mereka, logikanya, harusnya hal itu menyenangkan untuk Jaejoong, karena nyatanya, perempuan itulah yang diakui Yunho sebagai kekasihnya di depan anggota keluarganya. Tapi kenyataannya, Jaejoong menolaknya mentah-mentah.
Yunho tersenyum miring, mengejek dirinya sendiri yang ternyata cukup tinggi rasa percaya dirinya. Kalau boleh jujur, dia tadinya sempat berpikir bahwa apa yang dilakukannya akan berjalan dengan baik karena Jaejoong tak mungkin dapat menolak pesonanya, tapi sekali lagi dia dihadapkan pada kenyataan bahwa Jaejoong sama sekali tak terusik oleh pesonanya.
.
.
.
"Jae!" seorang gadis dengan senyum manis melambaikan tangannya ke arah Jaejoong.
Lambaian tangan itu dibalas Jaejoong dengan langkah cepat mendekati meja tempat gadis itu duduk.
"Kemana saja sih? Telat bisa sampai dua jam." Protes gadis itu tajam begitu Jaejoong duduk disampingnya.
"Salah mendatangi kafe, aku pikir di daerah Myeongdong, tak tahunya disini." Balas Jaejoong.
"Bukankah smsku sudah jelas, kita mau menikmati weekend di Incheon Jae."
Jaejoong tersenyum bodoh.
"Ya. Aku kurang memahami isi smsmu tadi. Oh ya! Mana Heechul eonni?" Jaejoong celingak celinguk mencari temannya yang lain.
"Sedang keluar sebentar. Bertengakar lagi dengan Hankyung oppa." Gadis disamping Jaejoong berbisik pelan pada bagian akhir kalimat yang keluar dari mulutnya.
Jaejoong menatap temannya, banyak yang mengatakan, ada kemiripan wajah antara dia dan temannya itu, Kim Kibum.
Tanpa mendengar jawaban dari Jaejoong, Kibum tahu apa yang hendak dikatakan sahabat sekaligus rekan kerjanya itu. Maka dari itu, mendapat tatapan seperti itu, Kibum mengangguk-angguk pelan.
"Apa mereka tak bosan melakukan itu, di hampir setiap minggu?" jaejoong membuang nafasnya pelan. Bola matanya di putar pelan, menandakan di cukup bosan dengan apa yang sering terjadi di akhir pekannya.
"Molla." Kibum mengendikkan bahunya. Tak mau ambil pusing dengan pertengkaran antara dua sejoli yang kerap terjadi.
"Oh ya! Kenapa kelihatannya kau kesal sekali Jae?"
Jaejoong membingkai wajahnya sendiri dengan kedua telapak tangannya.
"Apa terlihat sekali?"
Kibum mengangguk-angguk.
"Ada kejadian yang kurang menyenangkan beberapa waktu lalu."
"Apa?" tanya Kibum penasaran.
"Aku malas bercerita, nanti saja. Ok?"
Kibum menatap Jaejoong intens, dengan tatapan tajam dan bibir terpout lucu.
"Jangan bertingkah seperti anak kecil Bummie, kau tak ingat berapa umur kita sekarang ini?" sahut Jaejoong tak acuh.
"Ya! Jaejoongie! Jangan selalu mengingatkan umur. Kau tahu, kalau ingat umur, aku akan selalu ingat perkataan eomma."
Raut wajah Kibum berubah sendu, Jaejoong tersenyum dan merangkul pundak sahabatnya itu.
"Kalau memang Choi sajangnim jodohmu, aku yakin Bummie, kalian akan dipersatukan dihadapan Tuhan suatau hari nanti."
"Ya! Kim Jaejoong! Siapa yang membahas si Choi itu!" Kibum berseru keras, yang ditanggapi Jaejoong dengan tawa lepas. Menggoda Kibum, ternyata mampu mengembalikan moodnya yang tadi sempat memburuk.
"Dengar Jae! Jangan bahas nama itu lagi. Aku tak mau orang salah paham. Kalau ada teman kita atau mungkin rekan kerja kita disini, mereka bisa saja berpikir aku benar-benar menyukai kepala bagian HRD itu."
"Bukankah memang seperti itu keadaannya Bummie?" Jaejoong semakin menjadi.
"Ya! Kim Jaejoong!"
"Jangan berteriak lagi, kau mau seisi kafe ini memperhatikan kita karena teriakanmu itu."
"Kau menyebalkan Jaejoongie." Kibum masih mempoutkan bibirnya.
"Baiklah. Aku minta maaf, nde." Jaejoong mengerjapkan mata bulatnya dua kali, hal yang biasa dia lakukan setiap kali meminta maaf pada Kibum, karena inilah kelemahan Kibum. Dia paling tidak bisa melihat mata Jaejoong mengerjap, menurutnya, sahabatnya itu terlihat sangat lucu dan imut bila sedang melakukan aksi merajuknya itu.
"Kau sangat tahu apa yang harus kau lakukan untuk mendapatkan maafku nona Kim." Kibum menyerah, senyumnya dikembangkan lebar. Dia lalu memeluk Jaejoong dari samping.
"Beruntungnya memiliki sahabat sepertimu Jae, yang tak hanya ada saat aku senang, tapi juga selalu ada di masa-masa tersulit dalam hidupku. Aku menyayangimu Jae."
"Nado." Balas Jaejoong tak kalah mesra.
Sama halnya seperti Kibum, dia juga merasa sangat beruntung memiliki sahabat seperti Kibum. Yang baik dan selalu mampu membuatnya tersenyum bahagia. Masa-masa sulit pernah mereka lalui bersama. Saat mereka baru tiba di Seoul dan harus memulai semua dari nol, sampai pada akhirnya mereka melamar pekerjaan di perusahaan yang sama dan di tempatkan pada bagian yang sama pula. Semua kenangan itu akan selalu terbingkai rapi di hati Jaejoong.
Kibum istimewa untuknya, karena sahabatnya inilah yang selalu menguatkannya saat dia dalam keadaan paling lemah.
"Apa mereka belum selesai bertengkarnya?" tanya Jaejoong.
"Kau berpikir untuk menunggu mereka menyelesaikan pertengkarannya? Hah! Aku memilih pergi saja." Kibum bersiap meninggalkan kafe itu.
"Kau yakin?" tanya Jaejoong yang sepertinya masih enggan beranjak dari tempatnya.
"Kalau kau mau menunggu mereka, tunggu saja di sini, aku mau pergi."
"Kemana?"
"Kemana saja Jae. Ini hari sabtu, kita bebas mau kemana saja."
"Bagaimana kalau ke sauna?"
Kibum menggerakkan jari telunjuknya ke kanan dan ke kiri, menolak ide Jaejoong.
"Bagaimana kalau berjalan di pinggir Pantai, menikmati hembusan angin laut, lalu duduk di pinggirnya sambil minum."
"Matta."
Jaejoong setuju, dan sejurus kemudian mereka sudah meninggalkan kafe itu.
.
.
.
Mereka bertiga kini sudah duduk manis di pinggir pantai, menatap langit senja yang menguning karena matahari yang mulai meredup menuju peraduannya.
Heechul baru saja bergabung kembali dengan Jaejoong dan Kibum setelah menyelesaikan urusannya dengan Hankyung.
Pada masing-masing tangan mereka, sekaleng bir tergenggam disana.
"Eonni kenapa bertengkar lagi?" Jaejoong memulai obrolan diantara mereka, setelah sebelumnya sempat dilanda kebisuan untuk waktu yang cukup lama. Tiga puluh menit.
"Hah! Seperti biasa, dia terus memaksaku, mengajak aku menemui keluarganya di China dan aku menolak."
"Wae?"
"Alasanku masih sama Jae, aku masih belum ingin bertemu keluarganya, masih belum siap kalau sampai ditanya, kapan kalian akan menikah dan segala yang berhubungan dengan itu."
"Eonni tak memiliki rencana untuk menikah dengan Han oppa?" tanya Kibum tak mau ketinggalan.
"Ada. Tapi tidak dalam waktu dekat ini."
"Kapan?"
Heechul menatap Jaejoong, yang juga tengah menatapnya dengan tatapan penuh rasa penasaran.
Heechul diam, karena dia memang tak memiliki jawaban akan pertanyaan Jaejoong. Kapan? Dia tak pernah berpikir untuk menentukan kapan tepatnya dia akan menerima Hankyung menjadi suaminya, bagian dari hidupnya. Selama ini, hubungan yang mereka jalani ya hanya sebatas pacaran tanpa ada komitmen jelas menuju ke pernikahan.
Bukan, bukan Hankyung yang tidak tegas atas hubungan keduanya, Heechul disini yang merasa belum siap bila hubungan yang selama ini mereka jalani akan berlanjut ke pernikahan.
Entah kenapa, Heechul selalu merasa bahwa pernikahan tak akan membuatnya bahagia seperti saat ini. Ketika hubungan mereka hanya sebatas pacaran yang bisa kapan saja putus lalu kembali lagi kapan pun mereka inginkan.
Terlebih, Heechul seakan memiliki trauma tersendiri akan hubungan semacam itu. Kedua orangtuanya bercerai setelah enam tahun mereka menikah dan hampir sepuluh tahun mereka pacaran. Lalu setelah itu, ibunya memutuskan untuk mengakhiri hidupnya di tahun kedua setelah perceraian itu. Ayahnya memutuskan menikah lagi.
Ada rasa takut yang terus membayanginya, seandainya dia menikah dengan Hankyung. Apakah dia akan bahagia? Apakah Hankyung tak akan menceraikannya suatu saat nanti, bila laki-laki itu menemukan sosok lain yang ternyata lebih asik dari dia? Apakah... apakah... dan masih banyak pertanyaan-pertanyaan lain yang selalu menghantui Heechul saat ini.
Dia memutuskan, tidak saat ini dia menikah atau bahkan mungkin dia tak akan menikah selamanya.
"Eonni, Han oppa mencintaimu, dengan sangat. Tak cukupkah itu menjadi alasanmu untuk menerima keinginan Han oppa yang ingin segera menjadikanmu istrinya?"
Heechul kembali menatap Jaejoong, wanita yang sudah dianggapnya saudaranya sendiri ini, yang bila dengannya Heechul tak pernah mampu menyembunyikan apapun. Bahkan untuk masalah sekecil apapun.
"Han oppa bukan ayahmu eonni, dan kau bukan ibumu, kegagalan yang mereka alami dulu, harusnya bisa memberimu pelajaran berharga, bahwa sesuatu yang pernah diperjuangan bersama, harusnya dapat dipertahankan apapun alasannya. Kau belum memulai eonni, tapi kau menyerah dengan sangat gampang. Kau berbeda jika untuk urusan dirimu sendiri dan pekerjaanmu. Saranku, pertimbangkan apa yang diharapkan Han oppa, yang mungkin saja tanpa kamu sadari sebenarnya juga menjadi harapanmu. Menikah, bukan sesuatu yang buruk bila kita menjalaninya dengan orang yang mencintai kita."
Heechul terdiam. Kibum di samping Jaejoong mengangguk-angguk paham. Namun raut wajahnya tiba-tiba saja berubah. Seperti menyadari sesuatu.
"Ya kalian berdua, bicara masalah seperti ini, apa kalian tidak merasa bersalah pada teman kalian yang satu ini!" pekik Kibum kesal. Diantara mereka bertiga, memang hanya Kibum 'lah yang belum memiliki pasangan.
Sikapnya terkesan terlalu dingin bila berhadapan dengan makhluk berjenis pria, padahal kalau boleh jujur, yang sering datang menyatakan cinta padanya tak bisa dikatakan sedikit.
"Kenapa harus bersalah? Kau sendiri yang memutuskan tak ingin memiliki kekasih Bummie."
"Kim, sebaiknya tunjukkan empatimu." Kibum mengeratkan giginya, masih kesal, apalagi mendengar jawaban Jaejoong yang justru membuatnya semakin kesal.
Hai! Menjadi single adalah pilihan yang tepat menurutnya, saat ini. Ingat dan garis bawahi saat ini.
"Kau terlalu banyak memilih Kibummie, padahal sudah jelas ada yang di depan matan, nde eonni."
Jaejoong dan Heechul saling tertawa, melihat Kibum yang langsung menekuk mukanya ketika mendapat serangan Jaejoong, sudah pasti hal itu menjadi hiburan tersendiri untuk mereka.
Dan mereka sangat tahu, Kibum sangatlah terganggu bila dihubung-hubungkan dengan kepala HRD, yang memiliki marga Choi itu. Tadi Jaejoong jelas sengaja kembali mengaitkan Kibum dengan pria tinggi yang memiliki semua kualifikasi sebagai pria idaman wanita. Tinggi, kaya, tampan, Choi Siwon tak memiliki satu pun kekurangan seharusnya, namun bagi Kibum.
"Jae! Sekali lagi kau mengungkit tentang pria itu, menghubung-hubungkan dia denganku, aku tak mau berteman lagi denganmu. Dan ini berlaku juga untukmu eonni!" Kibum memberi peringatan keras pada mereka. Heechul yang tadinya sempat akan membuka suaranya, urung melakukannya.
Jaejoong hanya tersenyum menanggapi, lalu memeluk Kibum dari samping.
"Neomu neomu saranghaeyo Kim Kibum. Mian." Kibum membenturkan kepalanya pada kepala Jaejoong yang bersandar pada bahunya.
"Nado." Balas Kibum.
"Aku? Kalian tak ada yang menyayangiku?" protes Heechul.
Jaejoong dan Kibum saling pandang, kemudian menatap Heechul yang sedang memasang wajah cemburunya.
"Neomu joahae eonni. Neomu saranghae." Ujar mereka bersamaan. Kibum sudah berpindah ke samping Heechul, dan mereka pun akhirnya saling berpelukan. Senyum mereka mengembag tulus.
"Eonni, pikirkan apa yang aku katakan tadi. Kau berhak bahagia dengan orang yang mencintaimu eonni. Dan kau Kim kecil, sekali-sekali berpikirlah untuk menerima cinta Choi Siwon. Dia mungkin tak pernah mengatakannya secara langsung, tapi secara tersirat, dia mencintaimu."
Plak!
Sekuat tenaga Kibum memukul kepala Jaejoong. Matanya nyalang menatap Jaejoong, yang meski sudah di peringatkannya tetap saja mengolok-oloknya.
"Kau meyebalkan Kim Jaejoong!"
"Sudahlah! Haruskah kita bertengkar sampai besok pagi?"
"Dia yang selalu memulainya eonni." Kibum menunjuk Jaejoong dengan memasang wajah merajuknya.
"Aigo! Dasar perajuk." Jaejoong memutar bola matanya malas.
"Kim Jaejoong! Bukankah tadi kau mengatakan akan menceritakan sesuatu, ayo cerita."
Jaejoong menarik nafasnya pelan, lalu mulai menceritakan apa yang dialaminya sebelum menemui Kibum dan Heechul.
Tak ada yang coba Jaejoong tutupi, semua kejadian beberapa jam yang lalu, diceritakannya secara rinci pada dua sahabatnya itu.
Dan Jaejoong sudah dapat memperkirakan bagaiamana reaksi kedua sahabat dekatnya itu. Heechul memang terlihat biasa saja, namun hal itu tak dapat menyembunyikan keterkejutannya. Pernah ada rumor yang beredar di kantor, Yunho dulu sempat menjalin hubungan singkat dengan Heechul, tapi entah benar atau tidak, Jaejoong yang pernah menanyakan kebenaran rumor itu pada Heechul.
Lain Heechul, lain lagi dengan Kibum. Meski terlihat kalem dan minim ekspresi, dialah yang justru bereaksi berlebihan, hingga menarik perhatian beberapa orang yang berada di sekitar mereka.
"Mworago! Yu-yunho, dari divisi design?"
Jaejoong mengangguk pasrah, suara Kibum tampaknya mengganggu beberapa pengunjung pantai yang juga tengah menikmati malam di sana. Terbukti, beberapa dari mereka melirik tajam ke arah mereka bertiga.
"Bagaimana bisa?" tanya Kibum. Kalau dia mau berpikir lebih pintar, seharusnya pertanyaan itu tak pernah ditanyakannya. Toh sebelumnya Jaejoong sudah bercerita, bagaimana bisa dia bertemu di kafe tempat biasanya mereka bertiga membuat janji untuk bertemu.
"Ya semua karena kecerdasanmu yang diatas rata-rata itu Kim Kibum."
"Me?" Kibum menunjuk dirinya, tak percaya kalau semua yang terjadi pada Jaejoong adalah akibat dari perbuatannya.
"Wae? Itu salahmu sendiri Jaejoongie, kau kurang memperhatikan pesan yang aku kirimkan untukmu." protes Kibum yang hendak disalahkan Jaejoong.
Jaejoong membuang nafasnya kesal. Ya! semua salahnya yang kurang memperhatikan pesan singkat yang di kirim Kibum untuknya.
"Ah sudah! Lalu bagaimana Jae?" tanya Heechul yang selalu menjadi penengah dari pertengkaran Jaejoong dan Kibum.
"Bagaimana apanya eonni?
"Kau dan Yunho, lalu kau dan Yoochun?"
"Aku sudah mengatakan pada pria itu, aku tak akan membantunya lagi. Kenyataannya, hubungan kami tak sedekat itu 'kan. Lagipula, aku masih akan tetap menjaga kesetiaanku pada Yoochun oppa." Jaejoong menjawab lugas penuh dengan keyakinan.
"Syukurlah kalau kau menjawab seperti itu pada Yunho."
Jaejoong mengerutkan keningnya, tak mengerti maksud dari jawaban Heechul.
"Kenapa eonni berkata seperti itu?"
"Ani."
"Ada yang eonni sembunyikan? Tunggu! Apa rumor yang pernah beredar di kantor itu benar? Apa eonni...?" jaejoong menatap Heechul curiga.
"Rumor tentang Heechul eonni yang pernah memiliki kedekatan dengan Yunho? Benarkah eonni?" sergah Kibum.
Baik Kibum maupun Jaejoong bersamaan menutup mulut mereka, tak percaya. Heechul memang tak bereaksi berlebihan, tak juga mengatakan sepatah kata mengiyakan, tapi secara tak kasat mata, dari cara Heechul yang langsung membuang muka ketika pertanyaan itu muncul dari keduanya, mereka sepakat mengambil kesimpulan bahwa rumor itu ada kebenarannya.
"Ya. Aku pernah menjalin hubungan dengan dia. Sebatas bersenang-senang ketika kami sudah sama-sama penat dengan urusan pekerjaan yang kadang-kadang terasa mencekik leher."
Kibum menelan ludahnya susah payah, tak percaya dengan apa yang baru saja di dengarnya. Benarkah?
Tak jauh beda, Jaejoong pun bereaksi sama. Tak percaya Heechul pernah memiliki hubungan dengan pria yang siang tadi sempat menyulitkannya itu.
"Tapi tak lama, hanya beberapa bulan saja."
"Beberapa bulan di atas hubungan eonni dan Han oppa?" tanya Jaejoong spontan.
"Aku manusia biasa Jae, yang bisa dengan mudah tergoda bila terlalu sering di rayu. Pada saat itu, hubunganku dengan Hankyung sedang tak begitu baik, jadi..."
"Kenapa Yunho?" desak Jaejoong penasaran akan alasan Heechul melakukan perselingkuhan itu.
"Ya karena tak ada yang lain. Hanya Yunho yang berani menawarkan hubungan tanpa status apa-apa. Kami dekat, sering menghabiskan waktu bersama dan..."
"Eo-eonni pernah berbagi ranjang dengannya?"
Pertanyaan Kibum hanya ditanggapi senyuman oleh Heechul. Gadis berambut sebahu itu memilih berdiri dari duduknya, lalu berjalan pelan mendekati bibir pantai.
Jaejoong dan Kibum saling bertukar pandangan. Kemudian berlari menyusul Heechul.
"Aku rasa kalian sudah cukup dewasa untuk mengambil sebuah kesimpulan."
.
.
.
TBC
.
.
BERHARAP KALIAN AKAN MENYUKAI CERITA INI.
TERIMAKASIH UNTUK SEMUA PERHATIANNYA
.
.
^_^ LORD JOONGIE ^_^
