Fake Dating!AU, Kuroxfem!Kura, dldr, typo, oocness, dan sejumlah keabsurdan lainnya.
HxH still belongs to Togashi-sensei. I always wait for your next update, sensei!
Sum: Kurapika—mahasiswi- membutuhkan laki-laki yang bisa dikenalkan kepada keluarganya (sekaligus mengusir mantan pacarnya). Chrollo—calon direktur, kenalan- membutuhkan perempuan yang dijadikan tunangan agar pemegang saham percaya bahwa ia bisa memimpin perusahaannya. Fake Dating!AU
Rekor terlama Kurapika bisa tahan tidak tidur adalah 36 jam sebelum akhirnya dia kehilangan pegangan pada kenyataan, dan mulai kesal serta berkata-kata kasar pada orang-orang yang memiliki keberuntungan buruk karena berada di dalam radius kekesalannya. Alasan ia terbangun selama itu termasuk klise, karena SKS dalam mengerjakan tugas yang seharusnya dikumpul besok pagi. Kurapika adalah orang yang paling tidak bisa membuang-buang waktu untuk mengerjakan tugasnya sebagai mahasiswi jurusan arsitektur. Di hari ia mendapatkan tugas, di hari itu pula ia akan mencoba untuk mulai menyicil tugasnya. Seharusnya dia bisa tidur tenang dalam 36 jam menuju pengumpulan tugasnya.
Seharusnya.
Namun, nampaknya kopi yang dibawa oleh partner selama setengah semester ini berfikiran lain. Kopi itu memutuskan untuk jatuh di atas laptop partner-nya yang mengakibatkan benda kecil itu mengeluarkan sepercik asap sebelum akhirnya mati. Dan tidak bisa menyala lagi meski sudah berkali-kali menekan tombol on hingga jarinya kram. Tindakan kecil itu mengakibatkan dirinya dan sang partner histeris dan memutuskan untuk mengulang dari awal pengerjaan itu. Kesalahan kedua dari Kurapika adalah dia tidak sempat meminta file-nya sebagai back-up hasil akhir tugas mereka. Sempurna.
Leorio (sebagai orang yang mengklaim paling mengerti dirinya sendiri selain orangtuanya dan Pairo) membawa—menarik- dirinya yang berada dalam keadaan setengah sadar, tentu saja Leorio tidak luput dari amukan Kurapika, ke dalam mobil sedan milik lelaki itu dan mengantarnya pulang hingga ke depan pintu apartemen milik sang gadis (Leorio bukannya khawatir kalau Kurapika pingsan, tidak bukan itu. Leorio hanya tidak ingin gadis itu menambah korban tangis akibat kata-kata yang keluar dari mulutnya) sebelum akhirnya Kurapika tidur selama 12 jam nonstop.
Dan sekarang, gadis itu berfikir, adalah waktu yang tepat untuk merubah rekor seberapa lama ia tidak tidur itu.
72 jam terakhir Kurapika habiskan karena mengerjakan tugas akhir untuk salah satu mata kuliahnya dalam semester terakhirnya kuliah, karena semester depan ia sudah bisa menyusun tugas akhirnya, di sela-sela mendekorasi acara untuk ulang tahun Bisuke, salah seorang kenalannya yang ia kenal dari temannya, Gon dan Killua. Bagaimana kedua anak yang berumur 18 tahun, yang baru setahun masuk kuliah sampai bisa berkenalan dengan perempuan yang umurnya sebaya dengan Morel-sensei (hanya sebatas desas-desus), Kurapika tidak ingin mengetahuinya.
Hanya karena dosennya berkata "Kita akan memajukan tanggal pengumpulan tugasnya menjadi seminggu lebih awal," membuat jadwal yang sudah disusun gadis itu menjadi sangat berantakan. Terkutuklah Morel-sensei beserta asap padatnya.
Seharusnya dia bisa mendekor, ikut berpesta, mengerjakan tugas, mendapatkan nilai bagus. Ia bahkan sudah mendapatkan hadiah yang tepat untuk perempuan itu. Sebuah permata, Bisuke sangat menyukai permata, yang apabila dijilat bisa mengeluarkan rasa apapun (Kurapika tidak pernah mencoba untuk menjilatnya, tentu saja), dan ia akan menginap di apartemen Gon dan Killua lalu menghabiskan quality time bersama sahabat-sahabatnya. Semua seharusnya berjalan semulus itu. Seharusnya.
Praktis bagaimana ia makan, mendekor, mengerjakan tugas, makan, mendekor sampai selesai, ia masih belum bisa memecahkannya. Namun yang saat ini berada dipikirannya adalah bagaimana ia bisa sampai ke apartemennya tanpa membuat nyawa di dalam badannya menghilang dari dalam tubuhnya.
"Oi, Kurapika." Leorio memanggilnya setelah gadis itu -berhasil- keluar dari kelasnya tanpa menabrak pintu. Fakta bahwa saat ini gadis berambut pirang itu menggunakan kacamata tebalnya dibandingkan lensa kontaknya, mengatakan bahwa Kurapika benar-benar lelah. Bukan tanpa usaha gadis berambut pirang itu bisa keluar, ia bahkan harus memincingkan matanya sekeras yang ia bisa agar tidak menabrak apapun di depannya.
"Aku mendapat pesan dari Hanzo, kalau Bisuke akan sampai di tempat tinggalnya kira-kira 4 jam lagi." Kurapika bahkan baru ingat kalau pestanya akan mulai hari ini. "Saat ini, ia sedang berada di dalam pesawatnya menuju kemari. Kau mau dijemput jam berapa?" tanya Leorio tanpa memperhatikan kelelahan yang lawan bicaranya rasakan. Bicara mengenai orang yang paling mengerti dirinya.
Kurapika memincingkan matanya lagi, sambil menahan diri untuk tidak menjatuhkan dan mempermalukan dirinya di depan teman-temannya dan Morel-sensei yang baru saja keluar kelas. (Kurapika masih membutuhkan impresi yang baik tentang dirinya di depan gurunya yang selalu memakai kacamata hitam dalam okasi apapun, meskipun ia sekarang ingin mencekik dosennya.)
"Tidak, Leorio." Kurapika menjawab sambil membenarkan posisi tas ransel di pundaknya. Kombinasi antara membawa laptop berat dan tabung berisi kertasnya memang sempurna, dan saking sempurnanya gadis itu merasakan pundaknya sedikit kram. "Hari ini adalah pengumpulan tugas dan aku belum tidur sejak 73 jam yang lalu," Leorio langsung melotot mendengar jawabannya. "Dan tenang saja, aku belum membantai siapapun selama ini. Aku hanya membutuhkan tidur yang lama, dan semua akan baik-baik saja." Ia mengakhiri jawaban dengan senyuman yang diharapkan tidak membuat lawan bicaranya khawatir (namun justru membuat Leorio bergidik ngeri.)
Lelaki yang sedang menempuh cita-cita menjadi dokter itu kemudian melanjutkan pertanyaannya sambil mengerutkan keningnya. "Mau kuantar pulang? Aku tidak ingin kau ketiduran dan ketinggalan bis pulang."
Gadis yang menjadi lawan bicaranya hanya tertawa kecil mendengar jawabannya. "Tidak usah. Aku akan baik-baik saja." Ia menguap sebentar sebelum melanjutkan, "Lagi pula, Zepile-san akan datang. Kau sudah lama tidak bertemu dengannya, kan?"
Sebelum Leorio menjawab, Kurapika sudah mendahuluinya, "Aku memaksamu. Kau juga harus menikmati pesta ini. Dan aku akan meminta cerita tentang ini, oke? Secara detail."
Leorio tertawa kecil sebelum ia mengangkat kedua tangannya main-main, tanda ia sudah menyerah. "Sepertinya aku masih kalah dalam perdebadatan meski kau dalam keadaan setengah sadar ini."
"Jangan lupa minum air putih yang banyak." Lanjutnya.
"Oke."
"Telfon aku ketika kau sudah di apartemen."
"Siap."
"Jangan lupa minum o-"
"IYA BU AKU MENGERTI," akhirnya Kurapika mendorong Leorio menjauh. "Sana cepat pergi, kau menghalangi pandanganku."
Leorio kembali tertawa kecil. "Sialan kau, tapi ini serius. Tel-"
"-fon kau apabila aku sudah di apartemen. Baik-baik, apapun agar kau pergi dari sini."
"Hey!"
Kurapika kembali menemukan dirinya terhibur dengan aktivitas kecil ini. "Selamat bersenang-senang!"
Kurapika terbangun tiga jam kemudian setelah alarm-nya tidak berhenti berbunyi selama 20 menit. Sambil mengerahkan seluruh tenaganya dalam menemukan alarm di atas nakas kecil di sebelah tempat tidur dan berhasil mematikannya, gadis itu kemudian duduk sambl menyandar di headboard tempat tidurnya, guna mengumpulkan nyawa.
Usaha itu nampaknya sia-sia, karena tak lama kemudian Kurapika menemukan dirinya kembali tidur sampai telfon genggamnya berbunyi. Tidak mengecek siapa yang menelfonnya, ia langsung saja mengangkatnya.
"Ha-"
"KURAPIKA AKHIRNYA. KEMANA SAJA KAU SELAMA 3 JAM INI HAAHH?!" Teriakan Leorio berhasil menghilangkan segala kantuk yang tersisa.
"Selamat pagi untukmu juga Leorio," sapa gadis itu dengan suara serak khas bangun tidur. Ia berdeham sebentar untuk mengusir rasa tidak enak di tenggorokkannya. "Aku baru bangun tidur seperti yang kau kira."
"AKU KIRA HAH?! KAU MAU TAHU AKU MENGIRA APA?! AKU MENGIRA KAU MENGHILANG KARENA KAU DICULIK, LALU SI PENCULIK TIDAK BISA MENGGUNAKAN TELFONMU KARENA HABIS BATERAINYA. LALU—"
"Oke oke, Leorio. Aku mengerti. Kau khawatir karena aku tidak langsung menghubungimu, dan aku menyesal," meskipun dari intonasi suaranya jauh dari kata menyesal. Justru gadis itu terdengar sangat menikmati mendengar ucapan meledak-ledak dari orang yang berada di seberang telfon. "Dan aku sudah sampai dengan selamat, dan itu yang paling penting bukan?"
Kurapika bisa mendengar desahan lelah Leorio, tanda ia sudah menyerah menghadapi tingkah laku si gadis, hingga ia bisa mendengar suara lain yang datang. Suara yang Kurapika rindukan.
"LEEOOORRRIIOOOOO, SUDAH LAMA KITA TIDAK BERTEMU. AKU KANGEN SEKALI." Suara Gon terdengar dengan jelas meski anak laki-laki itu berada di seberang ruangan (Kurapika menebaknya) dan itu sudah membuat senyum melebar di bibirnya.
Lalu ia bisa mendengar suara lainnya yang terdengar lebih kalem, "Yo, ossan." Yang membuat Leorio makin berang, "INI LEORIO-SAMA UNTUKMU, BOCAH."
Lalu ia mendengar suara benda dijatuhkan, dan Kurapika yakin kalau itu adalah suara dari ponsel si lawan bicaranya yang kini justru bermain kejar-kejaran dengan Killua. Selanjutnya ia bisa mendengar suara lain yang memenuhi indera pendengarannya. "Moshi-moshi, Kurapika?"
"Selamat malam Gon," Kurapika membalas sapaan hangat Gon, dan ia mendapatkan sambutan yang lebih hangat lagi. "KURAAPPIIKKAAAA. Kenapa kau tidak ikut datang? Padahal aku ingin mengenalkanmu pada teman-temanku yang lain."
Gadis itu tertawa kecil mendengar ambekan Gon yang sudah lama ia tak dengar. "Sampaikan salamku pada yang lain karena tidak bisa datang sekarang namun pasti kita akan bersenang-senang di liburan semester ini. Oh, dan aku akan menyampaikan salam-mu pada Pairo."
"WOOOAAAHHH, KAU AKAN BERTEMU PAIRO, KURAPIKA? AKU PIKIR DIA SEKARANG SEDANG BERADA DI ZABAN CITY? SAMPAIKAN SALAMKU KEPADA PAIRO YAAA."
Mendengar nama Pairo disebut sontak memberhentikan adegan kejar-kejaran antara Leorio dan Killua, yang membuat mereka langsung menuju Gon berada dan membrondongi Kurapika pertanyaan. Dan gadis itu hanya menjawab dengan santai. "Tentu saja ia akan datang ke YorkShin City, sekarangkan malam Tahun Baru Imlek."
YorkShin City adalah salah satu kota terbesar di dari enam benua yang ada di dunia. Kota yang besar juga memiliki banyak masyarakat dengan kebudayaan, agama dan tradisi yang berbeda. Kali ini adalah perayaan Tahun Baru Imlek, warna merah, bunyi petasan yang meledak dan meninggalkan cahaya warna-warni di langit serta lentera yang menggantung di setiap bangunan telihat mendominasi. Sebagian jalanan besar di YorkShin City ditutup akibat banyak masyarakat yang turun ke jalan dan menikmati karnaval yang berjalan mengelilingi hampir seluruh kota serta atraksi dari perayaan yang terjadi di hampir semua taman besar di kota ini.
Pada malam Tahun Baru Imlek, Kurapika memiliki tradisi sendiri dalam merayakannya. Gadis itu pastinya akan merayakan dengan keluarganya beserta Pairo dan keluarganya. Ayah Kurapika bekerja sebagai dokter yang sudah terkenal akan keberhasilannya dalam menyembuhkan pasien, memutuskan untuk berpindah-pindah tempat dalam menyembuhkan orang-orang sakit yang membutuhkan bantuannya. Selain itu, ibunya akan ikut membantu dengan mencari tanaman obat dan dari situ beliau akan menciptakan obat-obatan herbal yang dapat menyembuhkan bermacam-macam penyakit.
Pairo, sepupunya yang sedari dulu memiliki tubuh yang lemah, hanya bisa hidup di tempat yang memiliki udara yang tidak tercemari oleh limbah apapun, akan pergi ke YorkShin City guna melakukan check-up setiap setahun sekali. Saat-saat Pairo datang berkunjung adalah hal yang sangat dinanti oleh Kurapika. Gadis itu akan memaksakan tubuhnya untuk datang ke restoran mereka biasa makan bersama.
Hanten Shinsen adalah salah satu restoran dari banyaknya restoran bintang dua yang tersebar di YorkShin City. Restoran ini termasuk restoran cina yang terkenal, terletak di ujung kota dekat dengan sungai yang memiliki mata air yang masih jernih, namun pada saat malam Perayaan Tahun Baru Imlek, kembang api yang meledak dari seluruh kota akan terpantul di bayangan sungai akan membuat pemandangan yang paling bagus bila di lihat di restoran ini.
Ayahnya berteman dengan pemilik restoran ini setelah dulu berhasil menolong anak sang pemilik restoran yang terkena cacar naga. Hanten Shinsen hanya berupa restoran kecil, yang sejak ditawarkan pada ayah Kurapika kalau salah satu meja di sana akan selalu kosong apabila mereka datang sebagai pembayarannya—ayahnya menolak pembayaran jasanya dengan uang, namun tidak dengan memiliki teman baru- Kurapika, Pairo dan keluarganya akan selalu datang ke sana sejak gadis itu dapat mengingat.
Kurapika memutuskan untuk datang sejam sebelum makan malam dimulai, yaitu pukul 9 malam. Tidak ada alasan lain, gadis itu hanya ingin melihat wajah sumringah Pairo saat melihatnya sudah datang duluan. Karena ini restoran berbintang dua, maka makanan yang akan dihidangkan kepada mereka sudah harus dipesan sejak seminggu yang lalu.
Memutuskan untuk berjalan kaki menuju restoran, gadis itu bersyukur atas otaknya yang masih berfungsi karena berhasil untuk memilih menggunakan sepatu flat china dibanding heels hitam 5 cm yang sebenarnya lebih pas digunakan bersamaan dengan gaun cheongsam merahnya, Kurapika melewati beberapa pawai yang menampilkan pertunjukan tarian barongsai, pasar malam yang terlihat ramai karena menjual makanan yang ada hanya pada saat Malam Tahun Baru Imlek serta kios-kios yang dihias dengan warna merah guna menyesuaikan dengan perayaan.
Setelah sampai di tujuan, (Kurapika harus memaksakan dirinya untuk tidak berhenti di tengah jalan hanya untuk menikmati suasana perayaan) ia melepaskan mantel hitamnya yang sepanjang mata kaki, dan memberikannya kepada pelayan yang sudah berdiri setelah pintu masuk dibuka, agar bisa disimpan.
Udara di luar dan di dalam sangat berbeda jauh. Meskipun musim dingin sudah lewat, namun sisa-sisa angin dari musim dingin masih ada dan beberapa kali berhasil meniup tengkuknya yang terbuka dan membuatnya bergedik karena dingin. Beruntunglah pemanas ruangan sudah diciptakan pada masa ia sudah hidup.
Rambut pirang sepunggungnya yang selama seminggu kemarin kehilangan warna keemasannya, kini sudah kembali mengkilat (Leorio sudah berbaik hati mengingatkan agar rambut pirang sang gadis tidak lupa untuk dikeramas dan dicuci hingga mengkilat), dan Kurapika memutuskan untuk mengepangnya dan membuat bun rendah. Poni tipis membingkai wajahnya, dan ia menggunakan eye shadow yang berfungsi memperlihatkan mata beriris sapphire-nya. Karena untuk bantuan penglihatan gadis itu memutuskan untuk menggunakan lensa kontak bening (ia masih ingat kejadian dimana ibunya marah-marah karena gadis itu menggunakan kontak lensa berwarna hitam yang menutupi iris sapphire-nya, dan sejak saat itu Kurapika berjanji tidak akan menggunakan kontak lensa-nya yang berwarna hitam apabila sedang bersama ibunya.)
Gaun cheongsam-nya berwarna merah, membentuk lekuk badannya hingga pinggang dan dari sana roknya akan mengembang hingga mencapai mata kakinya. Panjang lengan gaun hanya mencapai lengan atasnya dan memperlihatkan tangannya yang putih pucat akibat mendapatkan kontak dari udara dingin tadi. Di tangan kirinya terdapat dompet merah senada yang berisi kunci rumahnya, beberapa uang tunai, kartu kredit beserta telfon genggamnya.
Setelah sampai di ruang resepsionis, Kurapika lalu menyebutkan nama ayahnya, dan segera ia diantar menuju meja makan yang terlihat tertutup oleh partisi yang terbuat dari bamboo. Meskipun berada di ujung ruangan namun pemandangan yang dibatasi oleh kaca besar termasuk bagus, sangat bagus malah, karena memperlihatkan taman yang sepertinya memiliki tema cina tersebut yang masih terlihat meski sudah gelap karena lampu-lampu taman yang berbentuk lampion karena memiliki tema serupa.
Setelah mengucapkan terimakasih dan berjanji akan memanggil pelayan tersebut apabila ada yang kurang, Kurapika segera duduk dan mulai mengecek riasan di wajahnya dengan dompet kecil yang dibawanya. Di dalamnya terdapat cermin kecil, dan segera ia melihat apakah riasannya ada yang kurang. Setelah dirasanya cukup, ia menutup dompetnya dan mulai mengamati suasana di sekitarnya. Partisi yang memisahkan antara mejanya dan meja yang lain, memungkinkan baginya untuk melihat semua kegiatan yang dilakukan oleh pengunjung yang lain tanpa sepengetahuan bahwa ada yang memperhatikan tindakan mereka.
Suasana di restaurant tidak terlalu ramai, terlihat hanya ada beberapa pasangan yang memutuskan untuk makan malam berada di sana, karena orang-orang lebih suka menikmati suasana di luar ruangan dibanding di dalam ruangan untuk okasi ini. Hingga matanya menangkap lelaki berambut pirang yang sedang menikmati makan malamnya di sana. Dengan teman kencannya.
Kurapika tidak ingin langsung berburuk sangka. Maka dari itu ia mulai menutup matanya dan menenangkan detak jantungnya yang sudah berdetak menggila. Sia-sia. Ia bahkan bisa mendengar suara detak jantungnya sendiri yang sudah bertalu-talu di telinganya. Ia kembali membuka kelopak matanya dan matanya tidak membohongi dirinya.
Itu mantan pacarnya, Shiapouf Collins.
Bukan. Kurapika bukan termasuk perempuan yang tidak bisa move-on dari mantan pacarnya. 4 bulan bersama dengan Pouf, nama panggilan Shiapouf, membuat Kurapika bisa mengetahui segala sifat yang dimiliki oleh lelaki itu.
Pouf memiliki sifat yang menyukai perhatian yang ditujukan kepada dirinya, ucapan yang tajam kepada hal yang tidak disukainya—atau dalam keadaan ini Kurapika yang notabene telah memutuskan hubungan mereka secara sepihak, dan 90% kemungkinan lelaki itu akan menyadari keberadaan gadis pirang itu, karena partisi itu tidak menutupi keberadaan mejanya yang berada di ujung ruangan, lalu lelaki itu akan datang menuju meja Kurapika guna merendahkan dirinya habis-habisan.
Kalau dia sendirian, Kurapika tidak akan masalah, ia akan terima semua ucapan Pouf. Namun kali ini, keluarganya akan datang. Pairo akan datang, dan Kurapika tidak akan terima kalau keluarga menjadi sasaran bagi lelaki itu.
Kepalanya mulai berfikir, sambil mencari dan menyusun ide. Namun matanya tidak berhenti bergerak mengamati keadaan sekitarnya. Sampai atensinya mengarah ke seorang lelaki berambut hitam yang sedang duduk sendirian, yang berada di ujung ruangan yang satunya. Sepertinya ia sedang membaca bukunya guna mengisi waktu menunggu teman kencannya.
Mendadak, sebuah ide muncul di kepalanya. Kemungkinan terburuk adalah Pouf akan langsung mengetahui kebohongan yang diucapkan oleh Kurapika dan teman kencan lelaki berambut hitam itu datang yang akan menyebabkan malu terbesar yang pernah dialaminya. Tapi, ia tidak boleh menyerah duluan.
It's a dire situation, and drastic time calls for drastic action.
Lalu gadis berambut pirang itu segera berdiri dari kursi yang tadi diduduki, membawa dompet dan kemudian berjalan menyebrangi ruangan, ke meja dimana lelaki itu duduk. Kurapika mulai mengucapkan segala macam doa yang diketahuinya agar rencana ini berhasil.
Setelah sampai, gadis itu mulai menarik kursi yang berada di depan lelaki itu dan mulai duduk. Memang benar, lelaki itu sedang membaca buku yang sudah tua, terlihat dari sampul kulitnya yang sudah mengelupas dan halamannya yang sudah menguning. Namun matanya masih bisa menangkap judul buku yang sedang dibaca. Thus Spoken Zarathustra oleh Tchenich.
Kurapika masih belum sepenuhnya mengontrol mulutnya—hal yang akan selalu terjadi apabila seseorang sedang membaca buku kesukaan yang gadis itu- berkata,
"Dia yang bertarung melawan monster harus berhati-hati kalau-kalau ia malah menjadi monster itu sendiri. Saat kau memandang jauh ke dalam Abyss, maka Abyss juga balas memandangmu."
Kurapika baru sadar kalau kalimat yang terdengar di telinganya diucapkan oleh dirinya sendiri pada saat mata lelaki itu merubah fokusnya menuju dirinya. Dan oh, betapa benar sekali quote itu diucapkan pada saat gadis itu menatap iris lelaki dihadapannya. Hitam gelap, seperti abyss itu sendiri. Dan ia merasakan kalau abyss yang mengambil tempat di mata lelaki itu juga ikut menatapnya.
Gadis berambut pirang itu baru menyadari betapa menariknya lelaki yang berada di hadapannya ini. Kurapika mengakui kalau Pouf itu tampan, namun ia tidak ada apa-apanya dibandingkan laki-laki ini. Kalau Pouf menarik dengan rambut pirang dan kata-kata Sheakespeare yang selalu keluar dari mulutnya, laki-laki ini menarik dengan rambut raven dan warna iris yang sama-sama hitam gelap, memakai tuxedo yang berwarna hitam pula, sepasang anting globular berwarna ungu, dan ada semacam headband putih yang menutupi keningnyanya serta jangan lupakan aura misterius yang berada di sekitarnya. Kurapika sangat menyukai misteri apalagi yang belum terungkap kebenarannya.
"Kau membaca Tchenize?" lelaki itu bertanya dengan alis yang diangkat sebelahnya. Entah bagaimana caranya, lelaki itu sedang melakukannya dengan cara yang elegan.
"Tentu saja! Aku sangat menyukai semua karya-karya Tchenize. Terutama yang berjudul The Gay Science."
Lelaki di depannya menutup buku yang dibacanya tadi dan mulai menanggapi percakapan yang diucapkan oleh gadis di depannya. "Ah, 'Jangan berdiam di padang! Ataupun memanjat tinggi hingga menghilang. Pemandangan yang paling bagus di dunia. Berasal dari ketinggian yang sedang"
Gadis itu langsung mengangguk-angguk antusias. Ia mulai tersenyum lebar yang memperlihatkan deretan gigi putihnya. Hal yang paling Kurapika suka selain membaca buku yang bagus adalah memiliki teman untuk bercerita yang sama bagusnya. "Wow. Ini pertama kalinya ada yang berhasil mengutip kata-kata Tchenize sama persis dengan bukunya."
Lelaki itu mengulaskan senyum tipis di wajah tampannya. "Aku juga bisa mengatakan hal yang sama kepadamu."
Kurapika tertawa kecil mendengar jawaban lelaki itu, dan kemudian mereka terlibat dalam percakapan kecil seputar buku-buku yang sudah mereka baca namun masih setipe dengan Tchenize. Gadis itu tidak menyadari berapa lama mereka bertukar pendapat sampai terdengar sebuah dehaman kecil menyapa indera pendengarannya.
Gadis itu lalu menoleh ke sumber suara, dan menyadari bahwa dehaman itu berasal dari Pouf yang sudah berdiri bersama teman kencannya di samping meja makan yang sedang tempati bersama lelaki berambut raven itu.
Benar. Pouf adalah alasan mengapa gadis itu duduk di hadapan lelaki yang baru ia temui namun ia sudah bisa bertukar pendapat dengan nyaman.
"Kurapika, sayangku. Senang sekali bisa bertemu denganmu di sini." Pouf menyapa gadis itu, dan Kurapika sebisa mungkin menahan ekspresi geli di wajahnya.
"Senang bertemu denganmu juga, Pouf. Dan tolong jangan memanggilku dengan nama panggilan seperti itu. Tidak di dalam hubungan kita, maupun di saat hubungan kita sudah selesai."
"Pelit dan kaku seperti biasa." Pouf memasang ekspresi kesal secara terang-terangan sebelum akhirnya memasang ekspresi sopan ke arah lelaki yang menjadi teman berbicara Kurapika. "Dan senang berkenalan denganmu, Tuan.."
"Lucilfer. Chrollo Lucilfer."
Pada saat lelaki berambut raven—Chrollo- menyebutkan namanya, Kurapika baru sadar kalau mereka belum saling mengetahui nama mereka masing-masing, namun gadis itu sudah berbicara layaknya teman lama kepada Chrollo yang usianya terlihat lebih dewasa darinya. Dimana sopan santunnya berada?
"Aah. Baiklah. Senang sekali berkenalan dengan anda, Tuan Lucilfer," Pouf mengangguk kepada lelaki berambut raven tersebut, "Kurapika," Pouf mengangguk lagi ke arah gadis itu, "Tapi sayangnya aku dan Pitou harus mengucapkan perpisahan kami di sini. Semoga kita bisa bertemu di lain kesempatan."
Pouf lalu menawarkan lengan kirinya kepada teman kencannya—Pitou- yang disambut olehnya dan kemudian mereka berjalan menjauh dari meja mereka. Barulah saat Pouf sudah tidak terlihat di indera penglihatannya, Kurapika menghembuskan napas yang secara tidak sadar ia tahan. Secara ketegangan yang tadi tidak nampak mulai terlihat di wajahnya.
"Maafkan saya, Lucilfer-san", Kurapika yang tadinya ketika berbicara kepada Chrollo akan menggunakan bahasa semi formal dan menatap langsung ke matanya, namun kali ini gadis itu menggunakan bahasa formal dan menundukkan kepalanya, tidak mau menatap ke arah lelaki itu.
"Saya tadinya datang ke meja Anda hanya untuk menghindari mantan pacar saya yang datang ke sini, ternyata secara kebetulan juga berada di sini. Saya hanya tidak ingin Pouf menemui keluarga saya dalam acara kami, terutama saat sepupu saya datang."
Kurapika diam sebentar sebelum melanjutkan. "Saya mengetahui persis kalau perbuataan saya ini tidak dapat diterima dan justru menghancurkan acara anda pada malam ini. Maafkan saya karena telah menganggu acara kencan Anda."
Lelaki yang sedang duduk berseberangan dengannya tidak mengatakan apapun, namun Kurapika masih tetap menolak untuk menatap Chrollo. Sampai lelaki itu melakukan hal yang tak terduga, yaitu..
"Kurapika."
..memanggil nama gadis itu dengan suaranya baritonnya yang berat, namun juga terasa lembut di saat bersamaan. Mau tak mau, hal itu membuat Kurapika mengangkat wajahnya dan mengamati ekspresi yang berada di wajah Chrollo. Namun ekspresinya tidak mengatakan apapun, hanya menampilkan ekspresi datar, seperti ekspresinya sejak awal gadis itu memutuskan untuk duduk di seberangnya dan membuka percakapan mereka. Diam-diam Kurapika mensyukuri tidak ada tatapan menghakimi dari sana.
"Sebenarnya aku tidak mempersalahkan masalah kalau kau mencoba untuk mengalihkan perhatian mantan pacarmu tadi. Mungkin awalnya aku merasa terganggu saat kau tiba-tiba datang dan langsung duduk." Kurapika memerah karena malu mendengar pendapat jujur dari Chrollo. "Tetapi, semua itu langsung ditepis dengan perasaan menyenangkan karena mendapat teman sehobi. Karena jarang sekali ada orang, terutama gadis semuda dirimu yang sudah membaca karangan Tchenize."
Mendengar perkataan Chrollo, Kurapika tidak bisa menahan perasaan leganya dan secuil perasaan bahagia karena lelaki itu menanggap keberadaan orang se-kutu buku dirinya tidak menganggu.
Lalu Kurapika melihat ke arah jam yang melingkar di tangan kirinya dan menyadari bahwa hampir 40 menit ia berada di meja Chrollo. Segera gadis itu berdiri dan sedikit membungkuk ke arah Chrollo tanda terimakasihnya. "Kalau begitu terimakasih atas kemurahan hati Anda sudah membantu saya, Lucilfer-san. Saya pamit kembali ke meja saya."
"Chrollo."
"Maaf?" gadis itu belum memahami perkataan pemuda itu.
"Panggil aku Chrollo." Ulang lelaki itu. "Lucilfer-san adalah nama panggilan ayahku oleh para koleganya, dan aku yakin aku belum setua itu."
"Baiklah, Chrollo-san. Aku memaksa untuk menambahkan suffiks itu di belakang nama Anda, agar terdengar lebih sopan." Kurapika segera berjalan kembali.
"Oh dan satu lagi Kurapika." Seruan itu terdengar ketika gadis itu hanya sempat berjalan dua langkah.
"Ya, Chrollo-san?"
"Kau terdengar aneh dengan menggunakan kalimat yang sopan begitu. Setidaknya berbicaralah seperti kau baru pertama kali datang ke mejaku."
Perkataan itu menimbulkan senyuman tipis di bibir Kurapika. "Tentu saja, Chrollo-san."
Saat berjalan kembali ke mejanya, gadis itu tidak mengetahui kalau Chrollo masih mengamati dirinya. Bagaimana cara gadis itu membawa dirinya dengan penuh kepercayaan diri, aura disekelilingnya mengatakan kalau gadis berambut pirang itu termasuk orang yang terpelajar dan jangan lupakan sifatnya yang penuh sopan-santun itu.
"Maafkan aku karena terlambat, Danchou." Sebuah sapaan menghentikan pengamatannya. Ia menoleh ke sumber suara dan mempersilahkan lelaki berambut pirang itu untuk di kursi di seberangnya.
"Aku salah memperkirakan kalau perayaan ini tidak akan menimbulkan kemacetan panjang, dan yang benar saja, aku terjebak di dalam perjalanan selama 2 jam karena menggunakan mobil, yang kalau aku jalan hanya membutuhkan waktu 30 menit."
"Sebaiknya kau menginapkan mobilmu di sini, Phinks. Dengan penuhnya jalan seperti yang kau deskripsikan, justru semakin malam jalanan akan semakin penuh." Saran Chrollo sambil menyesap anggur merahnya.
"Ide bagus, Danchou." Lelaki berambut pirang yang disisir kebelakang yang bernama Phinks itu menyetujui saran Chrollo. "Ngomong-ngomong, apa ada orang sebelum aku yang duduk di sini, Danchou?"
"Kenapa kau bertanya seperti itu?" Chrollo justru balik bertanya.
"Tidak apa-apa. Hanya saja, tempat duduk ini terasa hangat, dan aku mencium bau harum samar dari parfum yang aku tebak berasal dari perempuan."
Chrollo tersenyum kecil sambil melanjutkan menyesap anggur merahnya mendengar deduksi dari lelaki berambut pirang tersebut. Phinks memang bisa dibilang kurang memiliki kelebihan dalam berfikir, namun kekurangannya tersebut ditutupi oleh kemampuannya meninju dan mencium meskipun yang terakhir itu tidak terlalu dibanggakan.
"Kau benar sekali. Ada seorang perempuan yang duduk di sana sebelum kau datang."
"Woah, apa dia cantik, Danchou? Kalau begitu, di saat kau bertemu lagi dengannya, kau bisa meminta bantuannya untuk masalah itu, Danchou."
Perkataan Phinks sontak membuat Chrollo terdiam sejenak lalu menutup mulutnya dengan telapak tangannya tanda ia sedang berfikir. Mungkin saja, mungkin saja gadis itu bisa membantunya. Tidak sia-sia ia datang ke restoran ini ternyata.
Lalu pandangannya berkeliling dan mendapati objek yang dicarinya terlihat sedang melepas rindu dengan lelaki berambut coklat yang Chrollo tebak seumuran dengan gadis pirang itu yang, kalau tidak salah, merupakan sepupunya. Lalu setelah selesai, gadis itu melepaskan pelukannya, dan kembali memeluk dua orang yang terlihat seperti orang tuanya, dan menyalim tangan kedua orang lainnya.
Mereka semua duduk dan segera mereka terlibat dalam percakapan yang diselingi beberapa senyum dan gelak tawa.
"Danchou?"
Panggilan Phinks kembali membawa Chrollo dari pengamatannya.
"Kau benar, Phinks. Di saat aku bertemu kembali dengan gadis itu, aku akan meminta bantuannya."
TBC
Well, hello. Salam kenal, ini adalah fik saya pertama kalinya di fandom ini. Bagi yang nunggu fanfik saya yang lain, mohon maaf belom bisa dilanjutin karena saya harus kuliah dan buat dapetin feel untuk fanfiknya itu harus nonton ulang anime dan saya tidak punya waktu itu ekeke, mungkin pas saya liburan bakal dilanjutinnya.
Untuk buku yang dibaca sama Chrollo itu judulnya sama karangan Nietzsche dan saya tidak punya apa-apa di dalam fanfik ini.
Kalau ada masukkan dan tanggapannya dan kritik yang membangun bisa tekan tombol review ya :D ini bisa dibilang fanfik pemanasan saya sebelum ngeluarin fik saya yang pertama yang ngikutin canon komiknya. Awalnya saya ingin ngebuat ini dalam oneshot, tapi apa kalian sanggup ngebaca 30k words? Lolol
Anyway salam kenal semua.
