Naruto punya Om Masashi #jelaas
Story by Anzu
Pair : SasuFemNaru slight ItaFemKyuu, SasoFemDei
Rating : M #Maksa #plakk
Genre : Romance, hurt/comfort, crime -saya masih bingung -_-
Warn : OOC, ranjau typos, femNaru, gaje, cerita pasaran
.
ini fict pertama saya minaa~ jadi maklumi jika gaje, abal dan lain sejenisnya :*
.
"Kaa-chan, kenapa kita pindah kesini? Ada apa dengan mansion Namikaze?" tanya Naruto - putri bungsu keluarga Namikaze – ketika menurunkan koper miliknya dari bagasi mobil.
Sang kaa-san – Kushina – menatap putri kesayangannya dengan tatapan sendu. "Mulai hari ini kita akann tinggal disini. Mansion Namikaze sudah bukan milik kita lagi."
"NANI?" saphire Naruto melebar mendengar ucapan Kushina.
"Mansion Namikaze bukan milik kita lagi? Apa maksud kaa-san?" kali ini Deidara – putri sulung Namikaze – yang bertanya. Ia mengelus surai pirang sang adik, Naruto, untuk mengurangi rasa keterkejutannya.
"Kita..." Kushina terlihat gelisah. Matanya sesekali melirik sang suami yang berada tak jauh dari tempat mereka berdiri tengah memasukkan koper-koper ke dalam rumah. Kushina tak tau harus menjawab bagaimana.
"Apa Namikaze Corp. Bangkrut, un?" kali ini suara si putri kedua – Kyuubi – menyela kalimat Kushina.
Kushina tergagap. Ia benar-benar tak tahu harus menjawab bagaiamana. Ketiga putrinya melayangkan pertanyaan yang sulit untuk ia jawab. Akhirnya Kushina mendesah panjang dan berkata, "kita bicarakan ini di dalam ya, biar tou-san kalian yang menjawab semua pertanyaan kalian."
Mendengar jawaban Kushina, Naruto langsung bergegas menarik kopernya dan langsung menyeretnya masuk kedalam rumah. Tak lupa ia juga langsung berteriak memanggil-mangil sang tou-san.
"Jika benar Namikaze Corp. bangkrut, ini akan menjadi cobaan yang besar untuk Naru,"ucap Kyuubi dengan nada datar. Deidara mengangguk setuju lalu mengangkat kopernya dan mulai menyusul sang adik meninggalkan Kushina dan Kyuubi yang saling berdiri berhadap-hadapan. Kushina menatap Deidara dan Kyuubi secara bergantian.
"Kaa-san tenang saja, aku dan Dei-nee akan menjaga Naru dengan baik," lanjut Kyuubi ketika menyadari sang kaa-san hanya berdiam diri. Ia meraih tangan Kushina dengan lembut lalu menariknya masuk ke dalam rumah. "Jaa, kita selesaikan masalah ini sekarang juga. Naru pasti bisa mengerti."
.
.
.
"Na-nani?"
"Kau sedah mendengar penjelasan tou-san, Naru, apa masih belum paham juga?"
Naruto menatap Kyuubi dengan pandangan tak percaya. Bukan. Bukan hanya pada Kyuubi tapi pada semua anggota keluarganya yang ada di hadapannya. Secara bergantian iris saphirenya tak henti menatap kedua nee-san nya juga kaa-san dan tou-san nya yang tengah duduk di sofa ruang tamu. Ia masih shock dengan apa yang baru saja ia dengar. Namikaze corp. mengalami kebangkrutan hingga menyebabkan Minato – kepala keluarga Namikaze – harus menyerahkan perusahaan kepada perusahaan lain yang lebih besar dari perusahaannya dan tak hanya itu saja. Keluarga Namikaze juga harus meninggalkan mansion yang selama ini mereka tinggali untuk membayar hutang-hutang yang belum mereka lunasi.
"Lalu bagaiamana dengan sekolah ku tou-chan? Naru tidak mau berhenti sekolah, hiks..." setetes air meta jatuh membasahi pipi chubby nya dan hal itu sontak membuat Kushina trenyuh. Ia segera mendekap putri bungsunya sambil membisikkan kata-kata untuk menenangkannya.
"Kau akan terus sekolah, Naru, begitu juga dengan Kyuubi dan Deidara, kalian tidak perlu khawatir." Minato tersenyum menenangkan. Kyuubi hanya duduk diam sambil mendengarkan dan Deidara yang duduk di lantai semakin merapatkan lututnya yang ia tekuk. "Tou-san dan kaa-san masih sanggup untuk menyekolahkan kalian. Bahkan sampai Naru sekolah pun kami sanggup. Hanya saja kehidupan kita yang akan sedikit berubah."
Jawaban Minato sama sekali tidak membuat Naruto tenang. Ia semakin menangis dan mengeratkan pelukan pada Kushina. "Naru sayaang, cup-cup jangan menangis ya, kehidupan kita yang baru tak akan sesulit yang kau bayangkan, sayang. Kau masih bisa pergi bermain, berbelanja dan melakukan apapun yang kau mau. Jadi, berhentilah menangis." Kushina mengusap-usap punggung Naruto.
Deidara bangkit dari duduknya lalu beralih ke samping Naruto. Dengan lembut ia lepas pelukan Naruto dari tubuh Kushina. Awalnya Naruto berontak tapi lama-kelamaan Naruto akhirnya melepas pelukannya. Deidara memutar tubuh sang adik lalu mengangkat dagunya supaya mereka bisa bertatap muka.
"Nah nah Naru, kenapa menangis, un? Perusahaan tou-san bangkrut bukan berarti hidup kita akan berakhir, un. Kita hidup tidak bergantung pada kekayaan, kau tau. Banyak orang-orang diluar sana yang lebih susah hidupnya dari kita, un. Bahkan kita belum memulai hari kita yang baru, kenapa kau sudah menangis, un?" Deidara mengusap bekas air mata di pipi Naruto dengan lembut. "Nah, hapus air mata mu. Jangan jadi gadis cengeng, un."
Sluurpt~
Naruto mengusap ingusnya dengan baju lengannya. Ah, benar-benar tidak menunjukkan bahwa ia berasal dari keluarga terhormat.
"Naru tidak cengeng, nee-chan." Naruto mempoutkan bibirnya kesal. Matanya masih terlihat berkaca-kaca meski ia berusaha untuk tidak terlihat sehabis menangis.
"Lalu yang menangis tadi itu siapa, un?" goda Deidara.
"Itu kembaran Naru," jawab Naruto asal.
Semua orang tertawa kecuali Kyuubi yang hanya tersenyum tipis melihat perubahan mood adik semata wayangnya. Ia menghelan nafas pelan tanpa seorang pun yang menyadari. Matanya menerawang jauh dan pikirannya melanglang buana entah kemana. Sepertinya mulai besok akan terasa berat, batinnya.
.
.
Di lain tempat di waktu yang sama. Seorang pria berwajah tampan dengan rambut emonya menatap dokumen yang sedari tadi ia pegang dengan kening berkerut. Sudah hampir satu jam ia terus melakukan hal itu tapi tak ada sepatah kata pun yang keluar dari bibirnya. Sang bawahan yang berdiri di depannya ikut mengerutkan kening meski ia tidak mengerti apa yang tengah di pikirkan oleh atasannya itu.
Dengan amat perlahan pria si pemegang dokumen itu menaruh dokumennya di atas meja kerjanya lalu menangkupkan kedua tangannya di atas meja dan menjadikannya penyangga dagunya.
"Jadi, Namikaze corp. sudah berpindah tangan?" tanyanya lebih kepada dirinya sendiri bukan pada bawahannya.
Mengerti maksud sang atasan, pria berjas yang setia berdiri selama satu jam itu mengangguk membenarkan. "Keluarga Namikaze tidak meminta bantuan finansial pada perusahaan manapun. Mereka berniat untuk membayar hutang kepada kita dengan mencicil." Mendengar penuturan sang bawahan sang atasan hanya mengangkat sebelah alisnya.
Tanpa memperdulikan reaksi sang atasan, sang bawahan kembali melanjutkan, "mereka bilang akan melunasi hutang-hutang itu dalam waktu satu tahun sesuai dengan perjanjian yang telah kita sepakati sebelumnya."
Hening sejenak.
"Tapi jika melihat usaha yang mereka lakukan sekarang tanpa melakukan pinjaman dari perusahaan lain sepertinya akan sulit untuk melunasi hutang-hutang itu. Selain itu Anda tau sendiri sekarang Jepang juga sedang mengalami krisis, akan sangat sulit untuk melakukan pinjaman seandainya mereka ingin meminjam." (gomen author ngarang = =")
"Keras kepala," gumam sang atasan.
Sang bawahan hanya tersenyum. "Bukan keras kepala hanya lebih hati-hati." Karna musuh mereka adalah Uchiha, imbuhnya dalam hati.
Sang atasan hanya mendengus. "Buat mereka kesulitan hingga akhirnya mereka memohon pada Uchiha, Neji." Perintah sang atasan mutlak dan langsung di angguki oleh bawahannya.
"Baik, Sasuke-sama."
.
.
TBC or Del? ._.
Yoo minaa~ karna ini fict pertama saya mohon dimaklumi jika ada kekurangan :D
juga jika berkenan untuk mengkritik silahkan tinggalkan jejak di kotak review :D
ke-update-an saya tergantung review yang muncul ^^
