Title: The Mark that Written on My Skin

Characters/ Pairing: Hatake Kakashi, Everyone

Type: Multichapter

Rating: T to M

Genre: Action, Crime, Romance, Angst, Hurt/ Comfort (just pick it up, dude!)

Warnings: KakashixEveryone, Kakashi-centric, Alternate Universe (AU), Soulmate!Universe, Soulmark, Marksman, Assassin, Spy, Straight, Sho-ai, No Harem, Need More Than One Soulmate? (idk), Love is Universal, Love Knows No Boundaries (anything else? Maybe later)

Disclaimer: Naruto © Masashi Kishimoto

(Kami tidak mencari keuntungan dalam bentuk materi apapun dari penggunaan karakter-karakter ciptaan Masashi Kishimoto)

Berhubung di manga/ anime Naruto, Kakashi jomblo abadi, jadi saya buat fic dengan ngeship dia dengan semua karakter Naruto hahahaha! FYI, meski di sini saya memakai nama organisasi InfinEye, fic kali ini nggak berhubungan dengan fic Anomali kecuali setting-nya.

Non-edited. So all mistakes are mine.

::::

Part 01

Menjadi yatim piatu di usia yang sangat muda membuat Kakashi sama sekali tak ingat bagaimana rasanya memiliki orang tua. Tapi baginya, itu sebuah berkah, amin. Jika dia bisa mengingat setiap pelukan, bergelung di tubuh kedua orang tuanya, digendong penuh kasih sayang saat bibirnya mulai bergetar mengeluarkan tangisan, percayalah, dia tak akan selamat hidup di jalanan. Dia juga tak mencari cinta, bahkan tak mengharap cinta menemukannya, bahkan mungkin mulai melupakannya. Setiap kali seseorang menyebut kata 'C', baginya orang-orang itu hanya memanfaatkannya untuk kepentingan mereka. Tak ada ruang untuk hal-hal sentimental di hidupnya, hanya seorang pria tangguh yang berhasil survive.

Kehidupan telah menempanya dengan sangat keras, mulai dari tidur di tempat-tempat rongsokan hingga berhasil masuk ke dalam salah satu organisasi pertahanan—jika kau tak ingin menyebutnya sebagai organisasi mata-mata—kelas dunia. Dia mendapat makanan secara teratur, sebuah tempat tidur, bahkan flat. Dia telah menjadi seorang pria yang bahkan orang tuanya pun akan ketakutan jika mereka masih hidup. Dia juga telah banyak melakukan hal lebih buruk dari sosok yang telah merenggut orang tuanya.

Dan soulmark? Hidup di dunia di mana kalimat pertama soulmate-mu tertulis di bagian-bagian tertentu dari tubuhmu, tak lantas membuatnya memikirkan hal itu. Dia justru memilih mengabaikannya. Tiap kali melihat orang-orang bertemu dengan soulmate mereka, entah di jalan, di sebuah gedung, dalam misi, di menara InfinEye, Kakashi hanya menatap kosong ke arah dua belahan jiwa yang akhirnya bersatu. Tak ada rasa cemburu apalagi mendamba. Bukan karena dia tak memiliki soulmark. Oh, dia punya tentu saja. Tertulis jelas di pundak kanannya. Tapi hal itu tak lantas membuatnya ingin tahu rangkaian kata di sana.

Kedengarannya memang egois. Bagaimana jika mereka sudah bertemu tapi Kakashi memilih tak peduli hanya karena tak mau tahu soulmark miliknya? Tapi menjadi egois adalah salah satu hal yang membuatnya survive karena membuatnya tidak bergantung pada orang lain dan orang-orang pun tidak akan membebaninya.

Satu hal lagi, memasuki pemandian umum yang terletak di lantai tiga menara InfinEye, setiap orang yang ada di sana sudah hapal dengan apa yang harus dilakukan ketika Kakashi datang.

Jangan pernah menyebut kalimat yang ada di pundak kanan Kakashi.

Hal itu seolah telah menjadi aturan tak tertulis di seluruh lantai menara. Lagipula siapa, sih, yang ingin berurusan dengan salah satu agen terbaik mereka? Mungkin hanya dengan tatapannya saja, setiap orang bisa dibuat membeku seketika. Jadi dia memilih tak peduli ketika terdengar suara-suara bersahutan berulang kali dari ujung koridor hingga ke pemandian umum seperti, 'Ada wanita!'

"Nice ass, Agent."

Kakashi memejam mata sambil menghirup oksigen perlahan melalui hidung dan menghembuskannya kuat. Terdengar suara terkesiap di sekelilingnya dan bisikan-bisikan yang membuat telinganya memerah. Dia menutup pintu loker dengan sangat keras hingga orang-orang yang sedang bersamanya terlonjak sebelum kembali pada kegiatan masing-masing. Setelah mengenakan handuk di sekeliling pinggul, dia memutar tubuh dan menemukan seorang wanita—gadis?— berdiri di hadapannya.

Wanita itu—apakah Kakashi harus memanggilnya gadis? Karena dia terlihat begitu muda—terlihat stunning dengan rambut pirang panjang yang diikat ekor kuda. Sepasang mata biru muda yang menyeringai nakal. Tactical gear yang dikenakannya dari ujung kaki hingga ujung rambut membungkus tubuh rampingnya dengan sempurna dan oh, look at those hips. Segaris cairan merah tembaga di pipi kanannya, darah, nampak kontras dengan kulitnya yang pucat. Dia adalah tipe wanita—damn—yang cantik namun memiliki kekuatan mematikan. Secara fisik, Kakashi memberikan approve. Tapi tidak dengan bibir mungil itu yang berkata seenaknya. Apa tak ada satu pun yang memberitahunya aturan itu? Jadi Kakashi mengambil beberapa langkah dan berhenti tepat di depan si pirang untuk menunduk melihatnya, mencoba mengintimidasinya.

"Wanita itu mengirim remaja?" Kakashi berkata dingin meski sepasang mata abu-abunya memerhatikan bulu mata panjang itu. Mendengarnya, si pirang mengerjap-ngerjap tak terkendali sebelum berdehem untuk menenangkan diri.

Si pirang membuka suara, sama sekali tak merasa terintimidasi. Dia malah memutari tubuh Kakashi sambil berujar cepat. "Ternyata kau … di mana? Di mana soulmark milikmu?" Dia berhenti di belakang Kakashi.

Kakashi merasakan sebuah jemari menelusuri pundak kanannya, tepat di bagian soulmark miliknya berada. Kakashi menahan napas. Demi dewa-dewi Aztec, Kakashi tak pernah mengharapkan kejadian ini. Ini benar-benar … meruntuhkan pertahanannya sedikit demi sedikit.

"Nona … " Hm, Kakashi tak tahu namanya.

"Ino."

"Nona Ino, berhenti menyentuhku."

"Aw, Agen Yuki! Atau aku bisa memanggilmu Kakashi?" Ino menarik tangannya."Salahkah aku jika menyentuh soulmate-ku?" Ino kembali ke hadapan Kakashi, berdiri tegak saat jemari lentiknya mulai menarik turun ritsleting jaket tanpa lengan. Bra hitamnya pun tampak dan kulit yang ada di sana jauh lebih indah dari yang terlihat. Terutama dengan kalimat yang tertera di atas payudara kirinya. "See? Aku tidak bohong. Lagipula aku 22 tahun. Aku legal."

Kakashi agak kecewa ketika Ino memasang kembali ritsletingnya. He's a man afterall. Melihat spesimen sempurna di hadapannya—acuhkan bahwa Ino adalah soulmate-nya—membuat jantungnya berdetak berkali lipat. Seperti bisa menebak isi kepala Kakashi, Ino pun tersenyum sambil menengadah padanya, menatapnya dari balik bulu matanya yang lentik dan panjang.

"Ajak aku kencan dan kau bisa melihat lebih dari ini," bisiknya dengan kedua telapak tangan menyentuh dada bidang Kakashi. "Tsunade menunggumu di ruangannya, segera." Ino mengerling lalu mundur perlahan, memutar tubuh dengan elegan, meninggalkan Kakashi yang berdiri di tengah ruangan.

Kakashi lalu memakai pakaian yang tadi diletakkannya di bangku panjang, menyadari jika rekan-rekannya sudah membubarkan diri dan kini tinggal dia seorang diri. Kakashi menarik napas. Menjalani kehidupan sebagai agen lapangan, dengan pekerjaan mengawasi hal-hal yang bisa mengancam perdamaian dunia, serta nyawa yang bisa terenggut kapan saja, memiliki soulmark adalah sesuatu yang tak mungkin. Masa lalu telah membentuk dirinya seperti sekarang ini. Kemudian apa yang dijalaninya telah mengukuhkan pendiriannya.

Oh, dia tidak mencari seks. Dia bukanlah James Bond yang melakukan seks untuk mendapatkan informasi. Dia bisa mendapat informasi lengkap hanya dengan menancapkan pisau ke paha targetnya, menembus hingga ke tulang lalu menyayatnya turun menuju tempurung lutut.

Kakashi pada akhirnya belajar bahwa, soulmate bukanlah seseorang yang sekedar datang dalam hidupmu. Mereka adalah orang-orang yang datang membawa ribuan pertanyaan, mengubah keadaanmu sebelum dan sesudahnya, seorang sederhana yang bisa memporak-porandakan pendirianmu dalam sekejap.

Mungkin inilah saatnya Kakashi harus memberi kesempatan untuk dirinya sendiri, mengisi kembali ruang memori yang telah lama berdebu dalam otaknya, membiarkan kata 'C' memasuki kehidupannya. Secara perlahan.

Setelah mengikat tali bot hitamnya, Kakashi berdiri tegak, menyapukan jemarinya untuk merapikan helai-helai rambut peraknya yang masih lembab dan berjalan keluar. Senyumnya terbentuk meski sangat tipis saat melihat si pirang berbibir mungil menunggunya dengan punggung bersandar di tembok. Ino mengulurkan tangan dan Kakashi meraihnya.

"Aku baru melihatmu," kata Kakashi pelan.

"Aku selalu ada, Kakashi, tapi kau saja yang tak peduli dengan sekeliling, kecuali kalau kau ada misi," sahut Ino sambil tergelak. "Aku selalu melihatmu di pantry, tapi kita tak pernah bertatap muka secara langsung."

Kakashi mengangguk. "Dan Tsunade memanggil kita untuk … "

"Kita akan menjalankan misi. Berdua."

Genggaman tangan Kakashi pada jemari Ino mengerat.

"Hei." Ino berhenti melangkah. Dia menengadah pada Kakashi yang rahangnya kini berkedut pelan. "Aku juga memiliki ketakutan yang sama. Kita baru bertemu dan … dan … hidup kadang tidak adil, bukan? Jadi mari jalankan misi ini, pulang dalam keadaan hidup lalu kita berkencan. Bagaimana?"

Kakashi memberanikan diri menyentuh wajah Ino, mengusap jejak darah di pipinya. "If you say so," ujarnya, kali ini dengan tersenyum lebih lebar dari biasanya.

::::

TBC

::::

Dan KakaIno selesai! Ini adalah pertama kalinya saya membuat fic dengan pair KakaIno. Jadi harap maklum, haha. Jadi antara chap satu dengan yang lainnya nggak saling berhubungan. Satu pair/ chap. KakashixEveryone. Udah ngerti kan aturannya? Dan jangan harapkan kisah cinta berbunga-bunga ala drama korea di fic ini.

Review, pals?