イルージョン(Illusion) – GoM ver.
.
Inspirasi dari berbagai sumber
Kuroko no Basuke hanyalah milik Tadatoshi Fujimaki
Rating: T
Warning: OOC, typo, friendship/romance, dll
Don't like don't read
Enjoy!
Pagi yang cerah di sebuah sekolah yang bernama Teikou Gakuen, sebuah sekolah elit di kota Tokyo. Sekolah yang memiliki fasilitas super lengkap untuk menunjang prestasi siswa tidak hanya akademi tetapi juga non akademik. Makanya banyak sekali yang ingin masuk kesekolah ini, tetapi harus melalui tahap yang cukup berat dan Aku adalah salah satu yang berhasil menaklukkan test masuk itu. Namaku Kuran Miyuki, kelas 2-A. Bersurai ungu gelap panjang sepunggung dengan poni yang hampir menutupi iris sappier milikku. Mempunyai tinggi standar seperti gadis lainnya, ya sekitar 153cm walaupun terbilang pendek sih. Ok cukup pengenalannya. Sekarang kita kembali ke kelas 2-A yang sedang rapat untuk festival musim panas.
"Bagaimana drama kita? Ada ide cerita tidak?" sebuah suara dari samping tempat duduk membangunkan ketidaksadaranku. Momoi Satsuki, gadis cantik bersurai merah muda yang baik dan menyenangkan.
"Aku sedang tidak punya ide" jawabku, tentu saja. Karena dari tadi aku hanya melamun.
"Bagaimana jika cerita cinta segitiga?" gadis itu bertanya lagi.
"Aku terserah kesepakatan saja, tapi Aku ingin sebagai pemeran figuran. Tidak apa kan?" bagiku, menjadi 'tak terlihat' itu lebih baik dari pada harus menjadi sorotan utama mata penonton. Karena salah satu kelemahanku adalah diperhatikan banyak orang seperti berbicara di depan umum, tampil di atas panggung, dan tempat manapun yang mengandung banyak orang. Itu kenapa Aku sangat menghindari hal-hal yang berkaitan dengan kelemahanku.
"umm...kita pikirkan nanti ya, Kura-chan" angguk Momoi, Aku hanya menanggapinya dengan bibir yang melengkung ke atas.
-Skip time-
Keesokan paginya, saat jam istirahat Momoi mengajakku dan yang lainnya berkumpul di atap sekolah untuk membahas cerita drama yang akan kami pentaskan di kelas nanti.
"Cinta segitiga? Apa tidak salah tuh" tanya pemuda bersurai biru tua berkulit coklat eksotis bernama Aomine Daiki.
Momoi hanya mengangguk, "Bagaimana menurutmu Akashi-kun" orang yang ditanya diam menimang usulan tersebut.
"Sepertinya menarik" jawab pemuda itu yang memiliki surai scarlet dengan bermanik rubi bernama Akashi Seijuurou.
"Yey dan siapa yang mau berperan menjadi tokoh laki-lakinya" Momoi memandang teman-teman didepannya.
"Bagaimana dengan Midorin" tembaknya dan mengenai sasaran pemuda bersurai hijau bermanik emerald tepat didepannya. Midorima hampir tersedak makanannya sendiri.
"K-kenapa harus Aku nodayo, Aku tidak mau" balasnya.
"Bagaimana dengan Akashi-kun" tanya Momoi lagi. Akashi terlihat memikirkan hal itu.
"Aku saja ssu" tawar pemuda bersurai blonde dengan suara cempreng bernama Kise Ryouta.
"Kise-kun jadi janda aja nanti" balas gadis itu tanpa dosa dan membuat Aomine tertawa terbahak-bahak.
"Bagaimana Akashi-kun".
"Tidak masalah" jawabnya tanpa ragu dan menoleh ke arahku yang sedari tadi hanya diam memperhatikan. Aku hanya diam dan sedikit merunduk menahan panas yang naik ke pipiku.
"Dan pemeran laki-laki kedua adalah Tetsu-kun" kata Momoi semangat. Orang yang disebut namanya hanya menatap datar gadis itu.
"Kau maukan Tetsu-kun?" tanya Momoi lagi. Pemuda bersurai baby blue itu berpikir sejenak.
"Baiklah" jawabnya.
"Baiklah, begini pembagian perannya. Perempuan pertama, sebagai tunangannya Akashi-kun adalah Aku. Tidak apakan?" mohon Momoi. Bagaimana tidak memohon kalau dia sudah menyusun naskah itu sejak kemarin-kemarin.
"Kenapa tidak dia saja" tanya Akashi dan menunjukku. Semua yang ada disana langsung menatapku. Ugh... Aku tidak suka ditatap seperti itu.
"Kura-chan ada peran sendiri, Akashi-kun"
"Kau mau menentangku, Satsuki" tanya pemuda merah itu dengan ancaman gunting kesayangannya.
"t-tidak kok, tapi Aku sudah menentukan Kura-chan berada diperan yang tepat untuknya. Jadi tidak apa ya, Akashi-kun" pinta Momoi. Akashi menghela napas dan membuang muka dan kembali menatapku yang membuatku gelabakan.
"Dan Kura-chan..." gadis itu menatapku diiringi dengan yang lain. Aku sudah gugup menunggu peranku, tapi bukan berarti Aku mau menjadi peran utamanya.
"Kamu sebagai perempuan yang disukai Akashi-kun! Perempuan kedua." Semua terdiam.
1 detik...
3 detik...
"EHHHHHHHHH?"
"K-kenapa Aku menjadi perempuan kedua Momoi-san, Aku tidak bisa memainkan peran sepenting itu" jelasku panjang lebar.
"Karena Kura-chan lebih cocok dibandingkan Aku, Kura-chan juga manis" balas Momoi dengan senyum lebar.
"Soalnya kalau Kura-chan jadi Ibunya Akashi-kun tidak cocok sama sekali. Nanti Akashi-kun akan mencabik-cabikmu" dan Momoi dihadiahi lemparan gunting.
"Dan juga Kura-chan itu memang cocok jadi pemeran protagonis, kalau jadi Ibunya Akashi-kun itukan peran Antagonis. Nanti kamu belum marah-marah sudah mati duluan". Akashi langsung mendeath glare gadis itu.
"Terus yang menjadi Ibunya Akashicchi siapa ssu" tanya Kise semangat tapi juga sedikit takut kalau-kalau dia mendapat peran yang susah.
"Dai-chan" jawab Momoi polos.
Krik..
Krik..
Krik..
"Uanjer...Kaga kaga kaga, jatuh banget harga diri Gue jadi Ibu-Ibu maco gitu" balas Aomine frustasi membayangkan dirinya menjadi Ibu-Ibu.
"Memangnya Mine-chin punya harga diri? Baru tau" komentar pedas mundarat dari mulut pemuda paling tinggi bersurai Ungu bernama Murasakibara Atsushi.
"ppfftt...Huahahaha" tawa Kise menggelegar.
"Diam kau Kise" bentak Aomine dan Kise langsung menahan tawanya dengan mengatup mulutnya menggunakan tangan.
"Terima saja Aomine" balas Midorima dengan menaikkan kacamatanya.
"Hah? Apa-apaan maksudmu itu Midorima"
"Lebih mending kamu menjadi Ibu Akashi daripada Kamu menjadi pemeran utama, nanti kamu bakal melakukan hal yang tidak senonoh kepada Kuran. B-bukan berarti Aku peduli nodayo" tsunderenya Midorima kumat.
"Apa yang kamu bilang barusan Shintarou" tanya Akashi yang sudah memainkan gunting ditangannya.
"M-maksudku kamu lebih baik daripada Aomine menjadi pemeran utama nodayo" jawab pemuda hijau lumut itu gugup. Akashi langsung menurunkan guntingnya.
"Tidak apa ya Dai-chan, soalnya tidak ada yang mau menjadi Ibunya Akashi-kun dan yang paling cocok tinggal kamu" jawab Momoi tanpa dosa.
"Aku me—" perkataannya terpotong karena gunting yang lewat disampingnya.
"Kau harus mau untuk kelangsungan festival ini, kalau tidak mau dan pementasan itu gagal, maka kau yang harus bertanggung jawab" ancam Akashi. Dan itu membuat Aomine mingkem seribu bahasa dan langsung menyetujuinya.
5 menit lagi bel makan siang selesai. Kami memutuskan untuk turun dan menuju kelas. Tapi langkahku terhenti karena Akashi menahan tanganku sontak saja Aku menoleh kearahnya yang masih berada di dekat pintu menuju atap sekolah.
"Bisa bicara sebentar" ucapnya. Aku sempat ragu, tetapi Momoi memberiku kode terutu-saja sebelum menyusul yang lain.
"Baiklah" jawabku dan mengikutinya yang masih memegang tanganku kembali keatap.
"Apa kau yakin dengan peran yang kau perankan" tanyanya menatapku tajam dan penuh selidik.
Sontak saja Aku sedikit merunduk karena malu "Aku sempat ragu, tapi tidak apa. Aku akan berusaha" jawabku pelan.
"Benarkah?" tanyanya yang memajukan wajahnya dan tinggal beberapa inci saja didepanku. Aku hanya mengangguk.
"Baiklah, itu jawaban yang ku inginkan" ujarnya dan langsung meninggalkanku. Aku masih mematung ditempat. Kalau ingin jujur, Aku menyukai Akashi, tapi tidak bisa ku ungkapkan walaupun dia ada dihadapanku. Aku terlalu malu untuk mengungkapkannya. Aku kembali ke kelas dengan perasaan yang tidak karuan.
Saat latihan dimulai Aku sangat ragu saat membaca naskah yang diberikan Momoi. Meskipun awalnya berat, tapi sekarang Aku malah menikmatinya. Terutama kebersamaan ketika Aku dan Akashi berlatih memainkan peran kami. Pernah waktu itu, Momoi yang melihat latihan kami mengatakan bahwa ada kecocokan antara kami berdua. Aku hanya diam dengan wajah sedikit bersemu mendengar tanggapan itu.
-skip time-
Pertunjukkan drama kami berjalan dengan sukses sesuai dengan yang diharapkan, dan tentu saja karena kecocokan yang kami bangun sebagai pasangan. Aku masih ingat dengan adegan terakhir dimana Akashi seharusnya menyatakan perasaannya padaku dengan memegang tangan kiriku, tetapi pada saat itu, dia malah memegang kedua tanganku secara tiba-tiba. Untung saja saat itu Aku tidak kehilangan dialogku.
Mengingatnya membuatku tersenyum sendiri. Momoi sebagai penonton menyaksikan bahwa tindakan Akashi di luar dari rencanya, membuat gadis bersurai merah muda itu menganga lebar. Bahkan anggota Kisedai dan para penonton lain menganga melihat penampilan itu. setelah pertunjukan berakhir, Momoi menemuiku dan mengatakan kalau dari pertunjukan itu seperti 'ada sesuatu'. Aku hanya diam dengan menyembunyikan semburat merah di wajahku.
Setelah pertunjukan festival musim panas itu entah kenapa ada kejadian-kejadian yang tidak terduga terjadi diantara Aku dan Akashi. Berulang kali kebetulan-kebetulan yang terjadi antara Aku dan pemuda bersurai scarlet itu membuat keyakinan akan cerita Momoi semakin kuat.
Memang setelah drama tersebut, Aku dan Akashi semakin dekat. Aku kadang-kadang memintanya untuk mengajariku pelajaran Fisika, walaupun awalnya ditolak, tapi nanti dia datang sendiri ke mejaku. Entah sejak kapan kami melakukan itu, biasanya kalau tidak saat istirahat atau sore hari setelah sekolah bubar. Pernah saat sore saat Akashi mengajariku hukum pascal, ada ucapannya yang membuatku bingung. Saat itu angin sore menerpa gorden kelas dan membuat udara sedikit sejuk didalam ruang kelas.
"Sepertinya Nijimura-Senpai menyukaimu" kata Akashi tanpa mengalihkan pandangannya dari buku fisika didepannya.
"Apa maksudmu, Akashi-kun?" Aku tidak percaya dengan apa yang dikatakannya.
"Aku berkata Nijimura-Senpai menyukaimu. Jangan pura-pura tidak mengerti"
"Bagimana Akashi-kun mengetahui hal itu?"
"Kamu tahu Miyuki. Laki-laki bisa melihat dengan jelas jika seorang laki-laki menyukai perempuan" Akashi menatapku meyakinkan bahwa Aku harus percaya padanya.
"Apa yang akan kamu lakukan padanya?".
"Tapi Aku tidak pernah berbicara dengan Nijimura-Senpai sebelumnya bagaimana dia bisa menyukaiku" jawabku.
"Akan kubuktikan kalau perkataanku barusan benar, Miyuki, tunggulah beberapa hari lagi dan perkataanku itu benar" ujarnya.
"Tapikan, Aku—" Aku tidak sanggup melanjutkan. Aku bungkam.
Akashi bangkit, mengambil tasnya dan pergi meninggalkanku sendiri. Aku diam, benar-benar tidak tahu harus bagaimana. Untuk apa Akashi mengatakan semua ini? Lalu apa maksud dari semua sikapnya kepadaku? Ataukah Aku yang terlalu menganggap perlakuannya sebagi bentuk dari ungkapan perasaannya. Mengetahui hal itu membuatku merasa kecewa, kecewa pada diriku sendiri dan pada Akashi. Hatiku rasanya baru saja hancur.
-skip time-
Sejak saat itu, semua keyakinanku akan sikap Akashi yang ku pikir ada perasaan padaku menghilang. Keyakinan itu berganti dengan semangat untuk tidak menanggapi serius semua yang dilakukannya padaku. Setidaknya itu cara yang bisa dilakukan untuk menghindari ilusi perasaan yang sempat terjadi padaku.
Hari sudah sore, Aku sedang duduk dengan Momoi di sebuah bangku taman yang agak jauh dari keramaian. Disini bisa dilihat keramaian siswa yang baru datang maupun yang ingin pulang. Tidak lama kami berbincang, kulihat Nijimura-Senpai sedang memperhatikan ke arah kami berada. Aku yang melihatnya memperhatikan tidak terlalu menanggapi dan mengalihkan perhatian ke tempat lain.
Tiba-tiba saja, dia sudah berada di hadapanku dan Momoi yang saat itu sedang menikmati keramaian. "Bisa ikut Aku sebentar?" Nijimura-Senpai bertanya dengan sopan.
Aku tertegun, Momoi menyikut penggangku dan membawaku kealam sadar "Ada Apa, Senpai?" tanyaku kebingungan. Dia membalasnya dengan tersenyum kearahku. Kemudian Aku ingat dengan kata-kata yang dicapkan Akashi waktu itu. Jangan… jangan…
"Bisa ikut sebentar"
Aku memandang Momoi. Gadis itu hanya mengangguk, memberi isyarat untuk mengikuti mantan kapten team inti basket Teikou itu.
"Tidak apa, Aku akan menunggu disini" ujarnya meyakinkanku.
Dengan terpaksa aku mengikuti Nijimura-Senpai. Nijimura Shouzou merupakan salah satu idola di Teikou Gakuen, Dia adalah orang yang keren dan paling banyak dibicarakan oleh para siswi. Kepopulerannya meningkat setelah membawa team basket menjadi juara di tingkat nasional dan dia jugalah menemukan bakat dari anggota Kiseki no Sedai dan sekarang dia sudah pensiun menjadi kapten team dan digantikan oleh Akashi.
Di sepanjang jalan aku melihat mata-mata siswa yang melihat kami berjalan berdua. Aku malu menjadi tontonan seperti ini, apalagi statusku sebagai siswa biasa dan tidak terkenal. Karena memang tidak biasanya Aku berjalan dengan anak-anak popular.
"Apa yang ingin Senpai bicarakan denganku?" tanyaku setelah lumayan jauh dari keramaian.
"Aku tidak tau harus memulai dari mana, tapi Aku menyukaimu sejak pertama kali melihatmu" kata Nijimura-Senpai dengan tegas.
Aku hanya bisa diam. Aku sudah menebak apa yang akan diucapkannya, dan Aku tau bagaimana gelisahnya dia saat ini, tapi ditutupi dengan tampangnya yang cool itu.
"Apa kamu mau menjadi pacarku, Miyuki" tanyanya lagi. Aku menggigit bibirku kelu. Perasaan ini, sakit sekali.
"Maafkan Aku Senpai..." ucapku getir. Nijimura-Senpai diam.
"Aku tidak bisa membalas perasaanmu" ucapku pelan.
"Kenapa? Apa ada laki-laki yang kamu sukai?" tanyanya.
Aku menunduk "I-iya" aku tidak berani melihat mata Nijimura-Senpai, karena jika kulihat matanya dan dia terluka. Aku takut jatuh cinta padanya.
"Aku ingin kita berteman saja. Maafkan Aku Senpai".
"Siapa yang kamu sukai" tanyanya lagi penuh selidik.
Aku terdiam membatu, tidak mungkin Aku mengatakannya. "Siapa" tekan Nijimura-Senpai.
Aku membuka mulutku perlahan, bibirku rasanya kelu sekali untuk mengatakannya "A—Akashi Seijuurou" ucapku pelan.
Sorot kekecewaan jelas ada pada dirinya saat ini. "Baiklah, terima kasih atas jawabanmu" Nijimura-Senpai pergi meninggalkanku.
"Maaf, Nijimura-Senpai"
Nijimura-Senpai berbalik dan tersenyum, setelah itu dia pergi tanpa peduli dengan orang lain yang lewat disekitarnya. Aku merasa bahwa diriku benar-benar jahat. Aku tidak bermaksud menyakitinya. Hampir saja aku menangis jika Momoi tidak meyakinkanku bahwa itu bukan salahku. Aku ingat dengan semua kejadian yang baru kusadari bahwa tanda-tanda Nijimura-Senpai menyukaiku sudah dari dulu ada. Hanya saja tanda-tanda itu dibutakan oleh harapanku pada Akashi yang sekarang sia-sia. Ini semua sulit bagiku, Aku bahkan tidak tau kenapa dan bagaimana semua ini dimulai. Ilusi perasaan yang menjebakku dalam harapan penuh akan hal yang sia-sia. Dan ilusi yang menutupi kenyataan akan hal yang pasti hingga tak terlihat.
.
.
-skip time-
Seperti biasa Aku belajar fisika dengan Akashi sepulang sekolah, tapi hari ini Aku tidak bisa konsentrasi sama sekali sejak pagi tadi. Perasaan ku masih tidak membaik sejak kemarin. Akashi yang menyadari hal itu menutup buku fisikanya kasar, menyebabkan bunyi keras dan menyadarkanku kembali.
"Miyuki, Aku tidak suka dengan orang yang tidak memperhatikanku" tegurnya dengan dingin.
Aku hanya menunduk dan bergumam "Maaf" kepadanya.
Akashi terdengar menghela napas, meletakkan buku fisikanya di meja dan menyamankan duduknya. "Nijimura-Senpai menyatakan perasaannya kepadamu" tanyanya.
Aku tersentak kaget mendengarnya, bagaimana dia bisa tahu? Mungkin Momoi yang memberitahunya. Aku hanya mengangguk lemas.
"Apa balasanmu?" ini adalah pertanyaan yang tidak ingin ku dengar darinya. Rasanya akan memperburuk keadaan saja.
"Aku...menolaknya" jawabku datar tanpa berani memandangnya.
"kenapa?"
"k-karena..."
"kenapa?" tekan Akashi. Lidahku kelu untuk mengatakannya. Tapi Akashi menunggu jawaban dariku.
"karena...karena Aku menyukai orang lain" jawaban itu membuat kami terdiam.
"Siapa?" pertanyaan yang sama dengan Nijimura-Senpai lontarkan kemarin. Pertanyaan yang memiliki makna penasaran yang mendalam tapi terlalu sakit untuk dikatakan. Melihatku diam yang tidak menjawab pertanyaannya barusan membuat Akashi mendecak kesal.
Dia menarik kursinya kasar dan berkata "Aku pulang" dengan dingin. Sontak Aku kaget dengan tingkahnya. Aku tahu seorang Akashi Seijuurou tidak suka menunggu. Tapi kumohon tunggu dulu.
Aku menahan tangan kanannya menggunakan kedua tanganku. Akashi langsung melihat kearahku. Aku masih diam seribu bahasa, tapi remasan tanganku pada lengan kemejanya memberi isyarat agar laki-laki itu jangan pergi. Akashi tahu maksud itu dan dia menunggu apa yang ingin ku katakan.
Mulutku sudah terbuka, "A-aku..." entah kenapa susah sekali mengatakannya.
"Aku..." tapi kalau tidak ku katakan sekarang maka akan membuatku terbelenggu dalam ilusi selamanya.
"Aku...Aku menyukaimu Akashi-kun" jawabku pelan dengan kepala yang masih menunduk.
"A-ap—" Akashi ingin merespon, tapi Aku memotongnya.
"Aku sudah memendam ini sejak lama dan selalu terjebak dalam ilusi yang kamu buat karena kebaikan Akashi-kun kepadaku".
"Mungkin memang tidak ada harapan untuk mendapat balasan darimu, tapi Aku lega sudah mengatakannya" ucapku lirih dan mengangkat kepalaku untuk menatapnya. Akashi masih diam terpaku ditempat.
Aku melepas tanganku dan berbalik, merapikan bukuku dan langsung meninggalkannya yang masih diam seperti es. Air mata sudah membasahi pelupuk mataku dan perlahan turun ke pipiku. Ilusi yang sia-sia dan tidak akan menjadi kenyataan dan hanya menjadi mimpi buruk selama hidupku.
-skip time-
Malam itu Aku tidak mood sama sekali untuk belajar, hanya berbaring ditempat tidur dengan wajah yang ku tenggelamkan ke bantal. Mencoba menghapus ilusi yang selalu menggentayangi ingatanku setiap saat. Tapi itu tidak berhasil.
Ting...tong...
Aku mengangkat kepalaku, perasaan tadi ada bunyi bel.
Ting...tong...
Aku bangkit dan langsung membuka pintu. "Ada ap—" Aku langsung membeku ditempat mengetahui siapa tamuku.
"Konbanwa, Miyuki" sapanya.
"A-akashi-kun" ucapku tidak percaya. Untuk apa dia kesini malam-malam.
"Ada ap—" belum selesai Aku menanyakan maksud dia datang kesini Akashi sudah memotong perkataanku.
"Maaf Aku tidak tahu harus mengatakan apa tadi sore saat kamu langsung saja mengungkapkan perasaanmu padaku". Aku hanya diam menunggu lanjutannya.
"Aku hanya ingin berterima kasih karena kamu sudah jujur mengatakannya" ujarnya dan menatapku dengan tatapan lembut.
Aku tersentak kaget saat tubuhku terbungkus dalam pelukannya. Aku tidak bisa bergerak, membeku ditempat. Lama sekali kami terdiam seperti ini sampai Aku memanggilnya.
"A-akashi-kun"
"Aku menyukaimu, Miyuki" bisiknya ditelingaku. Aku diam, apa tadi pendengaranku salah atau—
"Kau maukan menjadi kekasihku?" Oh Tuhan ini benar-benar nyata. Ini bukan Ilusi yang selalu menghantuiku, ini kenyataan..
Mataku mulai memanas, sepertinya akan tumpah sebentar lagi. Dengan perasaan senang ku balas pelukannya dan menyembunyikan wajahku di dada bidangnya. Tanpa perlu menunggu jawaban dariku Akashi sudah paham dengan jawabannya dan mencoba menenangkanku.
Mungkin ilusi itu memang kadang terasa pahit, tapi kadang juga terasa manis pada akhirnya, walaupun awalnya harapanku hanya sia-sia tapi sekarang Aku bisa bersamanya untuk selamanya.
.
.
FIN
Haruki: *baca dari awal sampai akhir* etto...Mimi...kamu kerasukan apa bikin fict ini? Tumben banget mau bikin fict romance plus AU begini...
Mimi: *pundung dipojokan, garuk-garuk dinding*
Haruki: *sweatdrop*Ki-chan, Mimi kenapa?
Kise: Mimicchi? Oh dia lagi dilanda frustasi tingkat tinggi karena tugas kuliah yang menumpuk, makanya bikin fanfict ini. Seperti tidak tahu sifat Mimicchi aja kalau sudah strees bagaimana Harucchi.
Mimi: *main pasir*
Haruki: b-begitu ya... Saa, daripada liat Mimi yang frustasi begitu mending ku tutup aja.. untuk "Memories" dan "Me, Aniki and Senpai" masih dalam proses, jadi mohon bersabar ya...
Kise: oh iya, "Kiseki no Natsu" dilanjutkan lagi lho setelah sekian lama ditelantarkan..
Haruki: baiklah...sampai jumpa lagi di fanfict selanjutnya..
Mimi: Minna-san mind to RnR please
