Papa...
Mama...
Kenapa kalian tidur di lantai...?
Dan kenapa banyak kelopak mawar yang berhamburan di sekitar kalian...?
Papa, mama... kenapa kalian tidak bangun- bangun...?
Papa, kenapa tidak menjawab pertanyaan Luka...?
Lho...? Kenapa tiba- tiba semua jadi gelap...?
Apa Luka juga tertidur seperti papa dan mama...?
Tertidur dengan dikelilingi kelopak- kelopak bunga mawar yang cantik...
Childish
Presented by: Hikari-me
Disclaimer by: Yamaha, Crypton
Pair: Len x Luka
Warnings: Author masih belajar, banyak typo, alur sepertinya lambat
Don't like don't read.
Please, enjoy it
Tap! Tap! Tap!
Seorang anak laki- laki terlihat sibuk menyusuri lorong- lorong yang bercat putih, dia seperti mencari sesuatu, dia membaca setiap papan yang tertempel di pintu- pintu ruangan yang dia jumpai, tetapi semuanya bukan yang dia cari. Setelah memastikan bahwa dilorong itu tak ada yang dia cari, dia memutuskan untuk mencoba cari di lorong yang lain.
"Haaaahhh... dimana sih kamarnya?" anak laki- laki berambut kuning diikat tadi mengeluh sambil menghela napas panjang.
"Kenapa rumah sakit ini besar sekali sih?" dia menggerutu kesal karena tak menemukan ruangan yang dia cari dari tadi.
Crypton Hospital salah satu rumah sakit besar yang terdapat di kota Crypton, rumah sakit ini merangkap berbagai bidang spesialis mulai dari rumah sakit umum sampai rumah sakit yang hanya menangani penyakit tertentu. Tidak heran bila bangunan itu sangatlah besar. Rumah sakit ini memiliki klasifikasi dalam pembagian ruangannya, ruangan- ruangan itu dikelompokan di lantai yang berbeda, di lantai yang tertinggi yaitu lantai 20 terdapat ruangan untuk eksekutif, ruangan yang paling mahal di rumah sakit ini. Tapi hal itu tidaklah penting untuk anak laki- laki tadi, setidaknya untuk sekarang. Dia sibuk memperhatikan sekelilingnya kalau- kalau ada orang yang bisa membantunya. Tak jauh dari tempatnya berdiri, dia melihat seorang perawat yang membawa beberapa map ditanganya.
"Permisi." Sapanya
"Ada yang bisa saya bantu?" balas perawat dengan ramah
"Maaf, aku sedang mencari ruangan no. 20.04, bisa beritahu dimana?" tanya anak laki- laki itu.
"Oh, kalau begitu silakan naik ke lantai paling atas." Jawab perawat ramah.
"Terima kasih." Ucap anak laki- laki tadi sambil berjalan menjauhi perawat tersebut. Dia segera menuju lift ke lantai paling atas rumah sakit ini.
Setelah beberapa saat, anak laki- laki tadi sampai di lantai paling atas rumah sakit tersebut.
"Lho? Kenapa koridor di lantai ini lebih sepi dibanding yang lainnya?" tanya anak laki- laki tadi ketika sampai di lantai teratas.
Koridor di lantai teratas ini memang terlihat berbeda dengan lantai lainnya, entah apa yang membedakannya tapi ruangan- ruangan di lantai ini lebih sedikit di banding lantai dibawahnya hal itu terlihat dari jumlah pintu yang sedikit. Anak laki- laki tadi menyusuri koridor sambil mencari kamar 20.04, kali ini tidak sesulit tadi menemukan nomor kamarnya, mungkin karena kamarnya terletak tidak jauh dari pintu lift.
"Ini dia!" ucapnya senang.
Tok... tok...
Tidak ada jawaban dari dalam kamar.
Tok... tok...
Dia mengetuk pintu beberapa kali, tapi tidak terdengar jawaban dari dalam kamar.
"Rin, ini aku Len. Kau ada di dalam tidak?" tanya anak laki- laki tadi, tapi masih juga tak ada jawaban.
"Hm, apa dia tidur ya?" gumamnya. Dia berpikir sebentar.
Cklek...
Dia membuka pintu perlahan, takut kalau Rin penghuni kamar tersebut benar- benar sedang tidur. Len berjalan mendekati tempat tidur yang tertutup oleh gorden berwarna putih itu, lalu membukanya. Tapi, Len terkejut ketika melihat orang yang menempati kamar itu bukanlah Rin, tapi seorang gadis yang sedang tertidur.
Degh
Untuk sesaat Len terpesona oleh gadis tersebut. Gadis dengan rambut panjang berwarna merah muda sedang tertidur dengan tenangnya, kulitnya putih pucat seperti tak pernah melihat matahari selama bertahun- tahun. Selang infus terpasang di tangan kirinya dan beberapa kabel terpasang di tubuhnya, kabel- kabel tersebut tersambung ke peralatan medis yang terletak di samping tempat tidur. Gadis itu seakan tidak akan terbangun lagi. Cukup lama Len terdiam mematung di samping tempat tidur, sampai akhirnya dia tersadar dari lamunannya.
"Hah, oh... berarti ini bukan kamar Rin... jadi dimana kamar Rin...?" tanya Len bingung, dia gugup sendiri di kamar itu.
Tap... tap...
Blam...
Len meninggalkan ruangan itu dan menutup pintu kamar dengan perlahan. Dia bergegas menuju meja resepsionis yang ada di lantai paling bawah untuk menanyakan kamar Rin yang sebenarnya.
"Permisi, aku mau tanya." Tanya Len begitu sampai di meja resepsionis.
"Silakan, ada yang bisa kami bantu?" jawab penjaga meja resepsionis tersebut.
"Tolong beri tahu nomor kamar Rin Kagamine, sepertinya dia salah memberitahu nomor kamarnya padaku." Jelas Len.
"Anda keluarganya?" tanya penjaga ramah.
"Ya, aku saudaranya." Jawab Len singkat.
"Mohon tunggu sebentar" jawab penjaga sambil memeriksa di komputer yang ada di meja tersebut.
"ini dia, Nona Rin Kagamine ada di kamar nomor 2.004, ruangannya terletak di lantai 2." Jelas si penjaga setelah mengotak- atik komputernya.
"Baik, terima kasih." Jawab Len sambil meninggalkan meja resepsionis. Len segera menuju kelantai 2 gedung ini, tidak berapa lama Len sampai di depan kamar yang dia cari. Setelah memastikan nomor kamar, Len mengetuk pintu kamar tersebut.
Tok... tok...
"Masuk saja..." Jawab penghuni kamar dengan santainya.
Cklek...
Len masuk ke kamar itu dan berjalan kearah anak perempuan yang di panggilnya 'Rin' tadi. Kamar yang di tempati Rin cukup besar untuk ditempati 1 orang, di dalam kamar terdapat beberapa peralatan umum yang biasa ada di rumah sakit lainnya. Rin duduk di atas tempat tidurnya dengan kaki kiri yang di pasangi gips, sambil memainkan game dari PSP yang dia bawa. Sepertinya dia terlalu serius memainkan game itu sampai- sampai dia tidak terlalu memperhatikan Len.
"Kau ini bagaimana sih Rin...?" gerutu Len.
"Memangnya kenapa?" Tanya Rin heran sambil tetap memainkan PSPnya.
"Kau salah memberitahu nomor kamarmu ini Rin, tahu tidak?" Jawab Len dengan agak kesal.
"Oh ya...?" jawab Rin singkat.
"Kau dengar tidak Rin?" tanya Len kesal.
"Hm..." jawab Rin tidak peduli dan masih memainkan PSPnya dengan serius.
"HOI..." panggil Len sambil menarik PSP yang ada di tangan Rin.
"Aaahhh... gamenya belum disave..." gerutu Rin sambil merampas lagi PSPnya.
"Tuh kan game over!" keluh Rin kecewa ketika melihat tulisan di PSPnya.
"Makanya dengar kalau orang lagi ngomong." Balas Len senang.
"Aku dengar kok!" gerutu Rin.
"Jadi...?" Tanya Len.
"Aku sudah kasih tahu ibu nomor yang benar kok, nomor 20.04 kan?, mungkin saja ibu yang salah kasih tahu kamu." Jelas Rin.
"Kamar mu ini nomor 2.004 tahu...?" Balas Len.
"Heh? Begitu ya...?" tanya Rin dengan polosnya.
"Haaahhh... ya sudahlah..." ucap Len, dia menyerah menjelaskan hal itu. Len menarik kursi yang di samping tempat tidur Rin dan meletakkannya di dekat jendela.
Suasana sunyi sempat mendatangi ruangan itu. Yang terdengar suara angin yang masuk dari jendela dan suara dari Rin masih sibuk dengan game PSPnya. Sedangkan Len, dia hanya duduk di dekat jendela sambil memperhatikan hal- hal yang ada di luar jendela, tetapi hal yang di perhatikannya bukan yang menjadi kosentrasinya. Pikirannya masih tertuju pada gadis di kamar teratas rumah sakit ini, sepertinya dia penasaran pada gadis itu. Suasana sunyi yang berlangsung cukup lama membuat Rin sedikit terganggu.
"Len...?" Panggil Rin memecah kesunyian.
"Ya..." jawab Len singkat tanpa menoleh.
"Apa kau marah karena aku salah memberi tahu nomor kamar ini...?" Tanya Rin hati- hati.
"Tidak." Balas Len lagi- lagi dengan jawaban singkat.
"La... Lalu kenapa kau diam Len...?" tanya Rin penasaran.
"Tidak." Jawaban yang sama dari Len.
"Oh" jawab Rin tak kalah singkatnya.
Rin kembali sibuk dengan PSPnya, Len masih saja dengan kegiatannya yang tadi. Suasana sunyi lagi- lagi datang, tapi hanya untuk sementara waktu.
"Siapa ya dia...?" Gumam Len tiba- tiba.
"Hah! Siapa yang kau maksud?" tanya Rin heran.
"Gadis itu..." jawab Len masih di lamunannya.
Rin terdiam untuk sesaat ketika mendengar kata- kata Len, otaknya masih memproses kata- kata yang di ucapkan Len tanpa sadar tadi. Setelah berpikir cukup lama.
"Heeeee... Jadi kau bertemu dengan gadis cantik yang membuatmu penasaran ya...?" tanya Rin dengan senyum jahilnya.
"Eh!? Hah?" Len tersadar dari lamunanya berkat perkataan Rin tadi, dan seketika itu juga wajah Len menjadi merah.
"Jadi siapa gadis itu? Penghuni rumah sakit ini juga? Atau perawat disini?" tanya Rin begitu penasaran dan dengan sedikit jahil tentunya.
"Bu... Bukan begitu...!" sanggah Len dengan paniknya dan perkataan Rin tadi berhasil membuat wajahnya semakin merah. Melihat reaksi saudaranya itu Rin semakin ingin mengisenginya.
"Sekarang kau penasaran dan ingin bertemu dengannya lagikan...? iya kan...?" goda Rin.
"Sudah kubilang bukan!" jawab Len.
"Lalu kenapa kau memikirkannya tadi?" tanya Rin dengan nada isengnya.
"I... Itu..." Len mencari alasan. yang tepat tapi sepertinya tidak ketemu topik yang bagus. "A... Aku mau keliling sebentar!" ucap Len dengan segera, dia pikir itulah ide yang bagus untuk saat seperti ini. Dia berdiri dari kursinya dan berjalan kearah pintu.
"Kalau sudah bertemu nanti kenalkan padaku ya...!" ucap Rin dengan rasa kemenangan. Rin tahu kalau dia keluar untuk menghindari pertanyaanya dan Jarang dia melihat Len begitu panik seperti tadi.
"Sudah kubilang bukan." Jawab Len tanpa menoleh dan menutup pintu dengan perlahan.
"Hahaha... Dasar nggak jujur..." tawa Rin dengan senangnya.
Sementara Rin masih merasakan rasa kemenangannya, Len merasa menyesal karena sudah mengatakan sesuatu yang membuat Rin berhasil mengisenginya. Dia berjalan menuju ruang tunggu di lantai tersebut, dan duduk di salah satu kursi kosong disana. Dia hanya duduk terdiam sambil memikirkan perkataan Rin tadi, entah kenapa kata- katanya membuatnya semakin penasaran dengan gadis itu.
'Siapa gadis itu...?'
'Siapa namanya...?'
Pertanyaan itulah yang sempat terlintas di benaknya tentang gadis tersebut. Gadis yang terlihat begitu tenang dan cantik. Yang membuat Len penasaran.
Cukup lama Len terdiam dengan pikirannya yang belum ketemu tentang penyebabnya itu.
"Oh ya, apa aku kekamarnya lagi saja ya? untuk minta maaf padanya karena tadi sudah mengganggunya, mungkin saja tadi dia terbangun dan merasa terganggu. Baiklah begitu saja." Ucap Len Pada dirinya sendiri dan bergegas menuju lantai paling atas rumah sakit ini.
Suasana di lantai teratas rumah sakit ini masih sama seperti saat Len pertama kali kesini, terlihat sepi dan tenang. Begitu juga dengan pintu yang berada di hadapan Len saat ini, pintu dengan papan kecil yang bertuliskan 20.04 tergantung didepannya masih sama saat len meninggalkan ruangan itu, tetap tertutup dan tak terdengar suara orang sedikitpun. Dengan ragu- ragu Len mengetuk pintu tersebut.
Tapi, berapa kalipun Len mengetuknya, hasilnya selalu sama dengan sebelumnya, tak ada jawaban apa pun dari kamar. Dia berpikir sebentar apa yang akan dilakukannya sekarang.
"Mungkin dia masih tidur dan tak merasa terganggu dengan yang tadi..." pikir Len. "Ya sudah, lebih baik aku kembali kekamarnya Rin." Len memutuskan demikian, dan mulai berjalan beberapa langkah menjauh dari pintu tersebut.
Tapi, tiba- tiba dia berhenti setelah beberapa langkah dan memutar badannya kearah pintu tadi, lalu berjalan dengan ragu- ragu mendekat kearah pintu tersebut. Ternyata dia masih penasaran dengan hal yang sama.
"Kenapa aku penasaran sekali dengannya?" keluh Len.
Len terdiam lama di depan pintu tadi, dia berpikir apa yang harus dia lakukan.
"Ada perlu apa di kamar Megurine-san?"
"Waa!" Len reflek menoleh karena ditegur oleh seseorang dari belakang. "Ti... Tidak ada apa- apa.." jawab Len dengan gugupnya sambil melihat kearah orang yang menegurnya tadi. Orang itu laki- laki yang mengenakan jas putih sambil membawa beberapa map dan tas hitam ditangannya, dia tersenyum ramah pada Len yang terlihat panik.
"Namaku Kaito Shion, dokter yang menangani pasien dikamar ini." Jelas laki- laki tadi. "Apa kau ada perlu dengan pasien di kamar ini?" tanyanya sambil tersenyum.
"A, ada yang mau ku bicarakan dengannya" Len bingung mau jawab apa, dibilang urusan juga dia hanya penasaran dengan gadis tadi.
"Begitu? Memang kapan kamu bertemu dengan dia?" tanya Kaito penasaran.
"Tadi aku salah masuk kekamar ini, jadi mungkin saja aku tadi mengganggunya" jelas Len.
"Hmm, tapi mungkin saja tidak." Jawab Kaito sambil tersenyum.
"Eh? Memangnya kenapa?" tanyanya penasaran.
"Aku mau memeriksa pasien ini, kau juga mau masuk? Nanti kamu juga akan tahu." Kaito menawarkan padanya.
"Boleh?" Len tersenyum senang.
"Sebenarnya tidak boleh, tapi karena sudah lama tidak ada yang menjenguknya, jadi tidak apa- apa." Jelas Kaito.
"Terima kasih."
Dokter Kaito membuka pintu kamar yang ada di depannya dan berjalan mendekati tempat tidur pasien dikamar tersebut, Len juga melakukan hal yang sama. Beberapa saat matanya mengamati keadaan sekitar yang sama sekali tidak berubah, pada akhirnya matanya hanya tertuju pada sosok gadis yang tetap tertidur dan tak menunjukkan perubahan sama sekali.
"Apa kabar Luka?" terdengar suara Dokter Kaito yang menyapa gadis yang tertidur tadi. "semoga keadaanmu baik- baik saja." Lanjutnya.
Dokter Kaito mulai melakukan pemeriksaan yang sepertinya cukup rumit tapi tentu saja hal itu adalah hal yang sering dilakukan olehnya. Len yang tetap berdiri di samping tempat tidur terus memperhatikan gadis yang dipanggil 'Luka' tadi, sepertinya gadis itu benar- benar membuatnya terpesona.
"Sepertinya tidak ada perubahan." Ucap Dokter Kaito setelah selesai memeriksa gadis tadi, entah kenapa sepertinya dia sedikit kecewa.
"Memangnya apa yang terjadi padanya?" tanya Len penasaran, setelah beberapa lama menahan rasa penasaran itu. Dokter Kaito menoleh.
"Kau, kalau tidak salah kau saudara dari Kagamine Rin, pasien yang masuk beberapa hari yang lalu karena kecelakaan, kan?" tanya Dokter Kaito.
"Hah? I, Iya benar, lalu kenapa?." Jawab Len bingung karena merasa pertanyaanya tadi tidak di jawab.
"Hmmm..." Dokter Kaito meletakkan jari telunjukkanya di dagunya, tampaknya berfikir sebentar untuk memutuskan sesuatu. "Sepertinya kau bisa di percaya." Lanjutnya.
"Baiklah, akan kuberi tahu tapi kau harus merahasiakan hal ini dari siapapun, apa kau bisa?" tanya Dokter Kaito dengan wajah seriusnya. Len terdiam beberapa saat.
"Aku mengerti." Jawabnya tegas.
Dokter Kaito tersenyum dan mulai menceritakan tentang gadis tersebut.
"Nama gadis ini adalah Megurine Luka dan dia sudah tertidur selama 11tahun."
"Eh?" Len terkejut mendengarnya, seperti tidak percaya pada pendengarnya sendiri dia mencoba bertanya lagi, "A... Apa itu benar?" tanyannya lagi.
"Itu benar, dia sudah koma selama 11 tahun karena kejadian yang menimpa keluarganya saat dia berumur 5 tahun." Jelas Dokter Kaito.
Len memandang wajah gadis itu dengan sedih dan bingung. Dia bingung antara ingin menanyakannya atau tidak.
"A, Apa yang terjadi waktu itu?" tanpa memalingkan pandangannya dan dengan sedikit keraguan akhirnya dia memutuskan untuk bertanya.
"Waktu itu orangtuanya dibunuh oleh beberapa orang yang menyusup masuk kerumahnya, saat itu dia terkena satu tembakan di dadanya. Memang nyawanya selamat tapi entah kenapa samapai sekarang dia tidak bangun dari komanya." Jelasnya.
Len masih memandang gadis yang tertidur tersebut dan terdiam cukup lama seperti tidak percaya pada apa yang didengarnya. Sunyi menghampiri ruangan tersebut, yang terdengar hanya suara angin yang masuk dari jendela. Len membelai pipi gadis tadi. Dokter kaito hanya memeperhatikan beberapa saat.
"Dulu, saat baru masuk kesini, kakaknya yang selamat dari kejadian itu setiap hari selalu datang untuk mengunjungi adiknya kesayangannya ini lalu mulai mengajaknya berbicara, walau Luka tidak menjawab, dia terus bercerita apa saja yang dilihatnya hari itu. Tapi beberapa tahun kemudian dia memutuskan untuk melanjutkan usaha orangtuanya, karena itu dia jadi jarang berkunjung kesini, bahkan akhir- akhir ini dia tidak pernah berkunjung." Jelas Kaito panjang. Dia memperhatikan Len yang masih terus memandang Luka.
"Dia pasti kesepian karena tidak ada yang datang untuk mengucapkan salam padanya..." ucap Len.
"Benar, jadi bagaimana jika kau saja yang mengunjungi dan menemaninya? Itu jika kau mau." Tawar Kaito.
"Tapi apa boleh?" tanya Len yang sepertinya senang atas tawaran Kaito tadi.
"Aku yang akan bicara pada kakaknya nanti, lagipula sepertinya aku tertarik pada Luka." Ucap Kaito.
"I... Itu..." mendadak wajah Len memerah mendengar kata- kata Kaito tadi. Tadi Rin sekarang Kaito, sepertinya semua orang bisa menebak kalau Len tertarik pada Luka.
"Bagaimana?" tanya Kaito lagi.
"Ba, baiklah... aku mengerti." Jawab Len. Kaito tersenyum mendengar jawaban Len. Dia mulai membereskan peralatan yang tadi digunakannya dan menyusun beberapa lembar kertas hasil pemeriksaan tadi.
"Baiklah kalau begitu, aku harus memeriksa pasien yang lain jadi kau kutinggal ya? Kalau nanti mau keluar jangan lupa tutup pintu kamar ini. Dan ingat jangan menceritakan hal ini pada siapapun, mengerti?" Kaito mengingatkan.
"Aku mengerti."
Kaito berjalan keluar kamar sambil membawa map dan meninggalkan Len dikamar itu berdua dengan Luka yang tetap memejamkan matanya. Len bingung apa yang harus di lakukannya sekarang, dia memang menyanggupi tawaran Dokter Kaito, juga merasa senang karena memiliki alasan untuk menemui Luka. Tapi apa yang harus dia lakukan sekarang? Dia memikirkan apa yang akan orang lakukan jika bertemu dengan orang yang belum dia kenal. Dan tentu saja itu adalah perkenalan, tapi apa perlu dilakukan? Setelah cukup lama berpikir maka dia memutuskan untuk memulainya. Dia mendekat lalu menggenggam tangan kanan Luka yang pucat.
"Salam kenal Luka, aku Len, Len Kagamine, senang berkenalan denganmu." ucap Len sambil Tersenyum lembut kearah Luka.
Sejak saat itu, hampir setiap hari Len mengunjungi Luka dan bercerita tentang apa saja, mulai dari sekolah sampai apa yang dia temui dijalan. Walau tidak ada perubahan pada keadaan Luka dan cerita- cerita yang dilontarkan Len seperti tidak didengar, Len tetap datang dan bercerita dengan wajah yang tersenyum. Dia hanya sebentar berkunjung kekamar rawatnya Rin, dia lebih banyak menghabiskan waktu di kamarnya Luka. Jika Rin bertanya padanya, dia hanya menjawab menemui seseorang tapi Rin tahu yang ditemuinya itu adalah orang yang disukainya, jadi kadang- kadang dia iseng pada Len, tentu saja membuat wajah Len merah. Len sering bertemu Kaito saat akan memeriksa Luka dan dia selalu menanyakan perkembangan keadaan Luka pada Kaito, dan memang ada sedikit perkembangan yang didapat walau sedikit sekali, tapi hal itu sudah membuat Kaito juga Len senang.
Beberapa minggu setelahnya...
Hari ini sama seperti hari- hari sebelumnya, Len datang kekamarnya Luka dan mulai bercerita dan mengajaknya ngobrol seperti seolah- olah Luka menjawab ucapan- ucapannya. Tak terasa sudah berapa jam dia disana, sekarang jam sudah menunjukkan pukul 7 malam saatnya dia pulang.
"Baiklah, aku harus pulang sekarang, sebelum itu aku harus mampir ketempatnya Rin dulu kurasa dia akan ngambek karena terlalu lama disini. Haha" kata Len sambil tertawa. Dia menyentuh pipi Luka lalu tersenyum. "Besok aku akan datang lagi, Sampai jumpa Luka." Sambungnya. Lalu dia berbalik dan mulai berjalan.
Sret...
Saat hendak menjauh tiba- tiba dia merasa ada yang menarik bajunya, dia berbalik dan terkejut saat melihat siapa yang melakukannya.
Dia melihat tangan kanan Luka menarik bajunya, Len hanya berdiri terdiam melihatnya, tidak percaya kalau yang menarik bajunya adalah Luka.
Perlahan Luka membuka matanya, menunjukkan warna mata nya yang begitu cantik dan mulai tersenyum.
"Le...n..."
To be continue
Salam author:
Hai...
Apa kabar kalian semua...?
Setelah berapa lama gak buat cerita baru akhirnya aku bisa juga nulis ni fic, aku dari dulu sangat ingin membuat cerita yang seperti ini... tentu aja pair yang kupilih Len Luka...
Semoga kalian senang membacanya...
Dan maukah kalian mennggalkan sebuah pendapat kalian tentang cerita ini? Kasih tahu yang mana yang kurang pas atau jika ada kesalahan, kritik juga saran akan kuterima dengan senang hati...
Sampai jumpa...
