Baccano! © Ryohgo Narita
Tidak ada keuntungan finansial yang diambil selain kesenangan pribadi. Selamat membaca ~
Claire adalah orang yang akan bicara pada bunga, mencurahkan kata hati pada pagar, dan berkicau pada awan.
Si mantan masinis itu ... entah apa lagi yang dikerjakannya kali ini. Chane sudah berhenti menebak sekian bulan yang lalu, karena apapun yang tengah dilakukan Claire (hampir) selalu ada di luar akal sehatnya.
Laki-laki itu pernah mencoba melihat lumut di dasar sumur, merisak tempat tinggal berang-berang, dan Chane tak akan lupa akan Claire yang mencoba melihat apa ada kepulan hitam perapian yang menempel di ujung cerobong asapnya.
Berambut merah, banyak tingkah, banyak omong.
Chane nyaris tak pernah dibiarkan sendiri.
Di teras bersama dengan semarak cahaya, pikiran Chane jadi kemana-mana; bahkan tetap kemana-mana ketika Claire menghampiri.
"Chane, kau mau ikut membasmi hama?"
Chane menatapnya lurus-lurus. Mulutnya membuka sedikit, namun Chane tak bisa berucap—tak akan pernah bisa. Maka perempuan itu hanya melihat dan bertaruh Claire akan memahami apa yang ia pikirkan. Dan laki-laki itu dengan ajaib selalu bisa menebak isi kepala Chane—tepat, jarang melesat. Ini seperti Claire bisa memandang ke balik matanya hingga terkadang ia dibuat takut.
"Tidak, tidak, yang kumaksud di sini adalah petualangan kecil di gang kota. Sedang ada yang cari masalah denganku. Aku tahu kau perempuan dan aku tahu kau tidak lemah." Claire mengedik. "Cuma mau menawarkan, barangkali kau bosan di sini. Mumpung masih siang."
Tapi mereka sudah pernah berjanji akan melupakan segala sesuatu tentang darah, rail tracer, kereta, dan pisau-pisau itu. Chane pun sudah bersumpah kalau ia akan mencoba menjadi 'perempuan' sejak Claire mengutarakan perasaannya.
Tautan mata mereka tak kunjung putus. Chane rasa miliknya sudah perih karena absen mengedip.
"Berhenti menatapku begitu, Dear. Oke kau benar, kita sudah berjanji akan menyudahi itu. Tapi kau tahu, menjadi normal bukan merupakan rencana hidupku, pada awalnya."
Claire mendesah seperti ada kayu besar di pundaknya. Chane meninggalkan ubin teras dan menyentuh lengan Claire, mencoba membuatnya ceria lagi.
Kemudian laki-laki itu mengambil jemarinya, kembali tersenyum lebar seperti biasa. "Ah, sudahlah, ayo masuk. Perutku sudah lapar."
Chane tidak membuat ekspresi apapun; bahkan ketika tangannya digenggam hangat dan ditarik malewati pintu. Langkah-langkah Claire ia ikuti. Punggung laki-laki itu bukan lagi punggung rail tracer,sudah lama Chane percaya kalau Claire berubah.
Dan sudah lama pula Chane berhenti keras kepala dan menerima fakta kalau Claire itu suaminya—dengan sukacita.
Diam-diam Chane tersenyum.
END
VEE
[Lmg/07.06.2017]
